Anda di halaman 1dari 7
PENDAHULUAN Dari bab ini sampai bab 10 kita akan membahas persoalan-persoalan teknik yang diideali- sasi menjadi satu-dimensi. Alasan utama untuk membahas persoalan yang sederhana ini adalah untuk mengenalkan pembaca kepada rincian dari berbagai macam langkah, sehingga konsep- konsep dasar dapat dipahami dan dicerna secara seksama tanpa perlu menggunakan penurunan yang rumit dan panjang-lebar. Keuntungan dari pendekatan ini adalah masih bisa dilakukan perhitungan secara manual, meskipun untuk persoalan dua dan tiga-dimensi perhitungan se- macam ini dapat menjadi bertambah sulit. Meskipun hanya persoalan-persoalan sederhana yang akan dibahas (Bab 3 sampai 10), na- mun kita mempelajari banyak konsep dan istilah yang umum dan yang berkaitan dengan teori dan penerapan lanjut. Konsep-konsep ini dijelaskan dan didefinisikan dalam istilah-istilah yang mudah; bahkan seringkali melalui penjelasan intuitif dan fisis. Dapat pula disebutkan bahwa idealisasi satu-dimensi bukan saja memungkinkan penurunan-penurunan sederhana, bahkan se- ringkali memberikan jawaban yang memuaskan untuk banyak persoalan praktis. Sebagai persoalan pertama, mari kita tinjau kasus dari suatu kolom, penopang, atau ba- tang dengan luas penampang serba sama yang dikenakan pembebanan aksial yang murni [Gam- bar 3-1(a)}. Dalam kondisi semacam ini kita dapat mengasumsikan bahwa deformasi akan terjadi hanya dalam satu arah tegak (vertikal). Akibatnya, kita dapat mengasumsikan lebih lanjut lagi bahwa kolom tersebut dapat diganti dengan sebuah garis dengan kekakuan aksial EA yang tergumpal (lumped) pada garis pusat [Gambar 3-1(b)] . Sekarang kita tinjau turunan- turunan dari metode elemen-hingga dalam cara langkah demi langkah seperti yang diuraikan di dalam Bab 2. Elemen-elemen Simpul-simpul a es ingga is (a) (b) {ec} Gambar 3-1 Kolom yang dibebani secara aksial. (a) Kolom sesungguhnya. (b) Idealisasi satu-dimensi (c) Diskritisasi. Langkah 1. Diskritisasi dan Pemilihan Konfigurasi Elemen Sebelum kita melangkah lebih jauh, maka perlu diuraikan koordinat atau geometri kolom dengan memakai suatu sistem koordinat yang sudah umum. Dalam pendekatan satu-dimensi, hanya perlu memakai satu nilai koordinat di sepanjang arah tegak. Koordinat ini kita nama- kan sebagai sumbu y. Karena sistem koordinat ini didefinisikan untuk menggambarkan kolom (atau struktur) secara keseluruhan, maka sistem ini dapat dinamakan sebagai sistem koordinat global. Sekarang kita mendiskritisasi kolom menjadi sejumlah sembarang unit yang lebih kecil yang dinamakan elemen-hingga [Gambar 3-1(c)] . Perpotongan antara elemen-elemen dinama- kan simpul atau titik simpul. Pada tahap ini, sebelum langkah 2, perlu memperkenalkan konsep dari suatu sistem koor- dinat Jokal atau elemen. Ada sejumlah keuntungan dengan memakai suatu sistem lokal untuk menurunkan persamaan elemen (Langkah 2 sampai 4); penggunaannya, terutama untuk per- soalan multi dimensi, membuat turunan dan integrasi yang diperlukan menjadi sangat seder- hana penanganannya. Memang, adalah mungkin mendapat semua turunan dengan memakai sis- tem global, tetapi penggunaan sistem lokal (seperti yang akan kita lihat nanti) akan memudah- kan untuk memperoleh turunan dan ekonomis. PENJELASAN KOORDINAT GLOBAL DAN KOORDINAT LOKAL Untuk memperoleh suatu penjelasan yang sederhana, mari kita tinjau suatu contoh, pada Gambar 3-2(a); di sini kita perlu menentukan atau mengukur sebidang tanah dan menghu- bungkannya dengan suatu titik bakw atau global atau tanda ketinggian suatu daerah A. Peng- ukuran bidang tanah dapat menyangkut pengalokasian setiap titik di dalam bidang tersebut dan menentukan jaraknya dari titik A. Kita asumsikan bahwa jarak titik A dari bidang tanah adalah jauh dan sulit untuk menetapkan suatu hubungan langsung dengan A. Tetapi tersedia suatu titik lokal B, dan jaraknya dari A diketahui. Titik B dapat dijangkau dari semua titik dalam bidang tanah. Pertama-tama kita dapat menentukan jarak setiap titik dalam bidang tanah dari titik B, kemudian, dengan mengetahui jarak x4, dari titik A ke titik B, maka mungkin menentukan jarak setiap titik dalam bidang tanah terhadap titik A. Sebagai contoh, jika jarak titik sembarang P dari B adalah xp, maka jaraknya dari titik A adalah Xa = Kat Kap G-la) Bidang tanah HB. Stasiun tokal 2 a Sa = A (a) I | | | 7 : @fe = y Global y Globat $= Koordinat lokal = V/! L=(y—y3)//2) (b) (c) Gambar 3-2 Koordinat global dan lokal. (a) Konsep sistem koordinat global dan lokal. (b) Koordinat lokal diukur dari titik simpul, (c) Koordinat lokal diukur dari simpul tengah 3. Di sini kita melakukan pengukuran terhadap titik B, yaitu koordinat lokal, dan terhadap titik A, koordinat global. Kita dapat melihat bahwa pengukuran terhadap titik B, yang lebih dekat letaknya, membuat pengukuran dari bidang tanah menjadi lebih sederhana daripada pengukuran terhadap A, yang lebih sulit dijangkau. Ada sejumlah titik seperti. B yang memungkinkan kita menentukan sistem koordinat lokal; pemilihan semacam ini akan ter- gantung pada sifat persoalan dan kebiasaan dan kemudahan pengukuran. Ide dasar penggunaan sistem koordinat lokal dalam metode elemen-hingga sangat mirip dengan konsep tersebut di atas. SISTEM KOORDINAT LOKAL DAN GLOBAL UNTUK PERSOALAN SATU-DIMENSI a Seperti yang dikemukakan di atas, ada sejumlah cara di mana kita dapat menentukan sistem koordinat lokal untuk persoalan satu-dimensi (Gambar 3-1). Di sini kita tinjau dua sistem koordinat lokal, Gambar 3-2 (b) dan 3-2 (c). Dalam kasus pertama, kita mengukur koordinat lokal dari titik simpul 1 pada suatu elemen umum ¢ (Gambar 3-2(b)]. Koordinat global diukur dari dasar_kolom. Perhatikan bahwa simpul 1 adalah sama dengan titik B dan bagian dasar kolom sama dengan titik A dalam Gambar 3-2(a). Kita namakan koordinat lokal sebagai 7,.sehingga koordinat global dari sem- barang titik dalam elemen adalah YaFHN: Gb) dengan demikian oi G-le) Seringkali lebih mudah menyatakan koordinat lokal sebagai suatu bilangan yang tak berdimensi, cara semacam ini sangat memudahkan proses integrasi dan diferensiasi yang ter- libat dalam perhitungan-perhitungan berikutnya. Di sini kita sengaja membuat menjadi tak berdimensi dengan membagi j dengan panjang elemen Vi as di sini s = koordinat lokal tak berdimensi, / = panjang elemen, dan y, dan y2 = koordinat global dari simpul 1 dan 2. Perhatikan bahwa, karena kita membuat koordinat menjadi tak berdimensi dengan membaginya dengan panjang elemen, ! = y2 — y,,maka nilai s berkisar dari nol di simpul 1 sampai satu di simpul 2. Dalam alternatif kedua, kita memasang titik asal sistem lokal di suatu titik pertengahan dalam elemen, kita sebut saja di titik tengah [Gambar 3-2(c)] . Di sini koordinat lokal ditulis sebagai s= (3-14) a. 62) Nilai Z berkisar dari —1 di titik 1 sampai dengan 0 di titik 3, sampai dengan 1 di titik 2. Suatu sifat penting dari koordinat lokal ini adalah tak berdimensi, dan nilainya seringkali nt antara nol dan satu. Sifat inilah yang memberikan kesederhanaan pada penurunan erikut ini. Langkah 2. Memilih Model atau Fungsi Pendekatan untuk Besaran yang tak Diketahui (Perpindahan) Salah satu ide utama dalam metode elemen-hingga yang harus dipahami oleh pembaca pada tahap ini adalah pemilihan secara teoritis atau awal dari fungsi-fungsi matematis untuk menyatakan bentuk elemen yang berubah karena adanya pembebanan. Hal ini secara tak langsung berarti bahwa karena sulit mencari suatu bentuk tertutup atau jawaban eksak, maka kita menduga suatu bentuk jawaban atau distribusi perpindahan dengan memakai suatu fungsi matematis yang tepat. Ketika memilih fungsi ini, kita harus mengikuti hukum, prinsip dan batasan atau syarat batas yang sudah menjadi sifat persoalan. Fungsi yang paling umum digunakan adalah polinomial. Dalam tahap awal metode elemen-hingga, polinomial yang digunakan dinyatakan dalam koordinat umum (generalized coordinat), tetapi saat ini banyak metode elemen-hingga dikerjakan dengan memakai fungsi interpolasi, yang seringkali dapat dipandang sebagai fungsi koordinat yang digeneralisasi dan ditransformasi. Koordinat Umum Polinomial paling sederhana yang dapat kita pakai adalah yang memberi variasi linear dari perpindahan dalam elemen [Gambar 3-3(b)] , Np Yo veqy tony v, vy a (b) N, == 1~satau N, = 2(1-U) {e) Ny =/,/1=s atau Nz = 3(1 +L) (d) “OAOO ASG fe) Gambar 3-3 Fungsi interpolasi linear dan kecocokan antarelemen. v =a, + O27, atau dalam notasi matriks, m=0 aft} {vy} = [¢l{a}, v, =O + Oy, U2 = + O2Y2 ete atau dalam notasi matriks, (3-3a) (3-3b) (3-3) di sini dan a = koordinat yang digeneralisasi, y = koordinat titik sembarang dalam ele- men, dan v = perpindahan di titik sembarang dalam elemen. a terdiri dari perpindahan di simpul v, dan v, dan koordinat dari simpul y; dan y2. Untuk menunjukkan hal ini, pertama- tama kita evaluasi v di titik-titik 1 dan 2 dengan cara mensubstitusi untuk y, (34a) G4) (4c) om {a} = (Aa). Gd) Di sini {q¥" = [v, v,] adalah vektor perpindahan simpul. Kedua, kita selesaikan {a} sebagai {a} = [Ala dengan : (G-5a) Se ceetstes

Anda mungkin juga menyukai