Selalu disuguhkan dengan intrik-intrik yang berkutat di hal itu-itu saja. Ya, begitulah rapat dan diskusi yang terjadi saban hari ini. Satu kata dijabarkan dalam berbagai makna. Opini yang keluarpun hanya selalu berdasarkan logika dan pengalaman masing-masing kepala. Tidak ada yang mau mengalah dan tidak ada yang mau mengakui kekeliruannya.Bahkan banyak orang yang mengeluarkan pendapat tanpa literasi dan referensi yang jelas. Bilal bin said pernah berkata "Bila ada seseorang yang gemar berdebat, keras kepala, & membanggakan persepsinya sendiri, maka lengkaplah kerugiannya". Fenomena yang kian jelas terlihat masa kini ialah berkurangnya semangat anak muda untuk membaca. Sungguh sulit kita jumpai forum yang didalamnya sebagian besar senang membaca. Sebagian besar lebih senang mendengar dan menyaksikan orang lain berbicara dan kemudian apa yang dibicarakan oleh orang itulah yang paling benar. Sehingga ketika ada orang lain yang menyatakan sebuah kebenaran yang lain maka si anak muda inipun tidak tahu menentukan mana yang sebetul-betulnya yang dikatakan dengan kebenaran. Bahkan untuk membuka dan membaca buku pun enggan. Padahal buku dan tulisan dapat memberikan kita gambaran yang kurang lebih dapat terpercaya dan memiliki nilai pertanggung jawaban yang jelas. Diskusi-diskusi intelektual yang notabene merupakan salah satu wadah untuk mengembangkan wacana kini sulit sekali untuk ditemui. Mungkin kita melihat secara sepintas banyak orang yang berkumpul dan membicarakan sesuatu hal. Namun ketika kita kemudian lebih mendekat kepada mereka, sebagian besar hanya membicarakan hal-hal seperti masalah dosen, guru, lika-liku percintaan remaja, gosip yang tak punya manfaat serta segala sesuatu yang hanya menyentuh ke arah sensualitas pribadi. Jarang lagi kita mendengar diskusi yang membahas tentang hal-hal yang berbau filsafat. Jarang lagi kita mendengar diskusi mengenai pergerakan. Dan sungguh sangat jarang kita temui diskusi mengenai masalah-masalah sosial yang berkutat di sekitar kehidupan kita. Pemuda yang hidup pada awal abad 21 merupakan calon-calon pemimpin 20-30 tahun yang akan datang. Pemuda ini merupakan penyambung tongkat estafet pembangunan bangsa Indonesia. (news.bisnis.com 23/8/2013) Indonesia saat ini memiliki penduduk yang besar, sekitar 251 juta jiwa. Penduduk usia produktif (15-64 tahun) sekitar 44,98%. Proporsi penduduk usia produktif ini akan terus meningkat sampai 2025. Hal ini menunjukkan bahwa usia pemuda yang berpotensi untuk memajukan Indonesia sangat luar biasa. Bahkan kepala penelitian dan pengembangan Korea selatan memberikan Indonesia gelar "The Sleeping Giant" atau Raksasa yang sedang tidur. Kim memberikan julukan itu dilihat dari potensi negara kita berdasarkan Luas wilayah, jumlah penduduk, serta kekayaan alam Indonesia. Namun, mengapa hingga detik ini kita masih tergolong negara yang berkembang. Bahkan setelah Bung karno memproklamasikan Kemerdekaan RI 69 Tahun yang lalu. Bahkan setelah Indonesia melakukan Reformasi 16 Tahun silam. Ada apa dengan generasi "Emas" Indonesia?
akankah kalimat ini akan berlanjut hingga di milenium selanjutnya atau ekspektasi kita akan munculnya generasi "Emas" akan terwujud di masa depan?