Anda di halaman 1dari 7

KELIMPAHAN DAN POLA PERSEBARAN BELLAMYA JAVANICA DI

EKOSISTEM PERSAWAHAN DI DESA CITALAHAB, TAMAN


NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK1*)
Gita Sulistianingrum2), Aulia Rahma2), Akbar Maulana3)
*Corresponding author: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Jl. Pemuda No. 10
Rawamangun, Jakarta Timur. Indonesia. Tel.: +62 21 4894909
E-mail address: gitasulistianingrum@ymail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica
di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan
sampel secara purposive sampling. Prosedur pengambilan data adalah mengukur panjang dan
lebar sawah secara keseluruhan dan menentukan stasiun penelitian. Penelitian ini dilakukan
pada empat stasiun yang berupa empat petak sawah. Kemudian pada tiap stasiun ditarik garis
transek sepanjang 40 meter, dengan didalamnya terdapat 10 plot 1x1 meter dengan jarak 3
meter antara satu plot dengan plot lainnya. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa ratarata kelimpahan Bellamya javanica di ekosistem persawahan adalah 0,03895 ind/m2 dengan
kelimpahan tertingi terdapat di stasiun III yaitu 0,01908 ind/m 2 dan kelimpahan terendah
terdapat di stasiun I yaitu 0,00113 ind/m2. Sedangkan pola persebaran Bellamya javanica pada
ekosistem persawahan adalah bersifat mengelompok
Kata kunci: kelimpahan, pola persebaran, Bellamya javanica, persawahan

Abstract
This study aims to determine the abundance and distribution patterns of Bellamya javanica in
rice cultivation ecosystem in the Citalahab village, Halimun Salak Mountain National Park. The
method used in this research is descriptive method with purposive sampling technique sampling.
The procedure of data retrieval are to measure the length and width of the rice fields and
determine the overall research station. This study was conducted at four stations in the form of
four research fields. At each station along the transect line drawn 40 meters, with which there
are 10 plots of 1x1 meters with a distance of 3 meters from one plot to the other plots. From the
analysis of the data can be seen that the average abundance of Bellamya javanica in rice
cultivation ecosystem is 0,00113 ind/m2 with the highest abundance found in station III is
0,01908 ind/m2 and lowest abundance at the station I found that 0.0625 ind / m 2. While the
dispersion pattern of Bellamya javanica in rice cultivation ecosystem is clumped distribution.

Key word: abundance , distribution pattern, Bellamya javanica, rice cultivation ecosystem

_____________________________
1)
2)
3)

Dipresentasikn pada Seminar Hasil Latihan Dasar Manajemen Penelitian Lapangan 2014
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Reguler, Jurusan Biologi FMIPA UNJ
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Bilingual, Jurusan Biologi FMIPA UNJ

PENDAHULUAN

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu dari tiga Taman
Nasional yang ada di Provinsi Jawa Barat selain dari Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) dan
Taman Nasional Gunung Cerme (TNGC). Secara geografis Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) terletak pada 1061258 BT - 1064550 BT dan 063214 LS - 065512 LS. Secara
administratif Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) berada di dalam tiga Kabupaten yaitu
Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Lebak.
Salah satu desa yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah Desa
Citalahab. Desa Citalahab secara administratif wilayahnya berada di Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa barat. Desa ini berada diantara perbatasan perkebunan teh Nirmala
dan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sebagian besar penduduk Desa
Citalahab bermatapencaharian sebagai karyawan perkebunan teh. Selain itu penduduk desa
Citalahab ada juga yang bermatapencaharian sebagai petani yang mengelola lahan pertanian
berupa sawah dan ladang.
Sawah merupakan salah satu ekosistem buatan yang dibuat oleh manusia. Sawah digunakan
sebagai media untuk memenuhi kebutuhan manusia diantaranya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pangan manusia, seperti ditanami padi, jagung, tebu, dan lain lain. Ekosistem sawah terdiri
atas komponen biotik dan abiotik. Salah satu komponen biotik yang terdapat di ekosistem sawah
adalah moluska, yaitu hewan bertubuh lunak yang biasanya dilindungi oleh cangkang.
Salah satu jenis moluska yang terdapat di ekosistem persawahan adalah Bellamya javanica
dari kelas gastropoda yang seringkali dikenal dengan tutut. Bellamya javanica termasuk dalam
kelompok Operculata yang hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur serta ditumbuhi
rerumputan air dengan aliran air yang lamban. Hewan ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.
Masyarakat seringkali memanfaatkan Bellamya javanica untuk dikonsumsi karena mengandung
protein yang tinggi.
Selain menjadi salah satu sumber protein hewani, Bellamya javanica juga berperan sebagai
pengurai serasah, pemakan detritus, alga dan sebagai perantara kehidupan berbagai jenis cacing parasit
yang juga menyerang manusia. Oleh karena itu, mempelajari kelimpahan dan pola persebaran
Bellamya javanica berguna untuk mendukung kegiatan lain seperti memprediksi tingkat pencemaran
suatu perairan, menjaga siklus alami dan memberantas penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit.
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kelimpahan dan pola persebaran Bellamya javanica di ekosistem persawahan di Desa Citalahab,
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 20-21 Juni 2014. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara
purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan
persyaratan sampel yang ditentukan. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
termometer, pH meter, secchi disk, meteran gulung, transek, plot 1x1 meter, ayakan, plastik spesimen,
label, dan kamera Canon PowerShot A800.
Teknik Pengambilan Data
Prosedur pengambilan data adalah dengan mengukur panjang dan lebar area sawah secara
keseluruhan dan menentukan stasiun penelitian. Penelitian ini dilakukan pada empat stasiun penelitian
yang berupa empat petak sawah. Kemudian pada tiap stasiun ditarik garis transek sepanjang 40 meter,
dengan didalamnya terdapat 10 plot 1x1 meter dengan jarak 3 meter antara satu plot dengan plot
lainnya. Selain pengambilan sampel Bellamya javanica dilakukan juga pengambilan data untuk
parameter fisik berupa suhu dan pH air serta penetrasi cahaya.
Teknik Analisis Data
Data sampel yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui kelimpahan dan pola
persebaran Bellamya javanica. Menurut Misra (1973) dan Braver & Zar (1977) rumus kelimpahan
adalah :

Sedangkan untuk pola persebaran Bellamya javanica dianalisis dengan index persebaran Morishita
menurut Krebs (1989), yaitu :

Dimana n : jumlah satuan pengambilan sampel


Xi : jumlah individu pada pengambilan sampel ke-i (jumlah individu pada tiap plot)
N : jumlah individu pada transek
Jika Id > 1 : pola persebaran jenis individu bersifat mengelompok
Id = 1 : pola persebaran jenis individu bersifat seimbang
Id < 1 : pola persebaran jenis individu bersifat menyebar

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan yang diukur selama penelitian meliputi substrat, kecerahan , pH, dan
suhu.
Tabel 1. Data parameter fisik lingkungan di setiap stasiun di

Ekosistem Persawahan Di Desa

Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak


Parameter
Substrat
Suhu
pH
Kecerahan

Lokasi pengamatan
ST I
ST II
Tanah berlumpur
Tanah berlumpur
26c
26c
7
7
4
5

ST III
Tanah berlumpur
27c
7
7

ST IV
Tanah berlumpur
26c
6
4

Lokasi penelitian termasuk perairan dengan substrat berlumpur dan memiliki rerata kecerahan
5 cm. Nilai pada Tabel 2. menunjukkan bahwa nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu
7 cm dan kecerahan terendah terdapat pada stasiun I dan IV yaitu 4 cm. (Parsons dkk, 1977)
menyatakan bahwa kecerahan suatu perairan dipengaruhi kemampuan cahaya menembus lapisan air
sampai kedalaman tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan cahaya menembus
suatu perairan adalah kandungan bahan organik dan anorganik yang terdapat dalam suatu perairan.
Lokasi penelitian memiliki rerata pH sebesar 6,75. Berdasarkan nilai pH-nya, perairan di
lokasi penelitian tergolong cukup menguntungkan bagi perkembangan dan kehidupan Gastropoda. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat (Hynes, 1978)

yang menyatakan bahwa umumnya Gastropoda

perairan tawar dapat hidup secara optimal pada lingkungan yang memiliki kisaran pH 5,0 - 9,0. Nilai
pH dibawah 5 atau diatas 9 sangat tidak menguntungkan bagi kebanyakan makrozobenthos. Nilai pH
yang rendah menyebabkan menurunnya jumlah oksigen terlarut pada suatu perairan, sehingga
menyebabkan aktivitas pernafasan Gastropoda meningkat dan selera makan menurun. Hal sebaliknya
terjadi pada perairan yang memiliki nilai pH yang tinggi menyebabkan kadar ammonia meningkat,
sehingga secara tidak langsung membahayakan organisme yang hidup di perairan tersebut (Kordi &
Tancung, 2002). Lokasi penelitian memiliki rerata suhu sebesar 26,25 C. Kondisi suhu dilokasi
penelitian cocok untuk kehidupan Gastropoda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siagian (2001)
yang menyatakan bahwa suhu yang tepat untuk kehidupan Gastropoda berkisar antara 25 - 32 C.
Kelimpahan
Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan di ekosistem persawahan yang sudah panen.
Kondisi dari ekosistem persawahan ini adalah sawah hanya terdiri atas genangan air dengan substrat
tanah berlumpur dengan kedalaman yang berbeda. Sawah hanya ditumbuhi oleh sisa-sisa tumbuhan
padi yang tumbuh secara liar. Pada ekosistem persawah tersebut juga ditemukan beberapa jenis
serangga air serta banyak telur katak dan berudunya yang mengindikasikan bahwa ekosistem
persawahan tersebut merupakan lingkungan yang tercemar.

Pada umumnya siput yang ada di sawah, salah satunya Bellamya javanica, berukuran kecil
dan lebih menyukai habitat air yang tenang dan airnya relatif tidak mengalir seperti kondisi air di
sawah sehingga siput tersebut sering dijumpai dalam keadaan mengapung di permukaan air
(Marsetiyowati, 1983). Namun begitu Bellamya javanica juga memiliki kemampuan beradaptasi
untuk memendamkan diri ke dalam substarat. Bellamya javanica memiliki mobilitas yang rendah
sehingga sulit meloloskan diri saat pengambilan sampel.
Untuk kelimpahan Bellamya javanica pada setiap stasiun penelitian di ekosistem persawahan
Desa Citalahab, Taman Nasional Gunung Halimun Salak disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Kelimpahan Bellamya javanica pada tiap stasiun
Family

Species

Liymnacidae

Bellamya javanica

Kelimpahan (ind/m2)
ST I
ST II
0,00113
0,00287

Rata Rata
ST III
0,01908

ST IV
0.01587

(ind/m2)
0,03895

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kelimpahan Bellamya javanica yang tertinggi adalah
di stasiun penelitian III yaitu sebesar 0,01909 ind/m 2 dan kelimpahan yang terendah adalah di stasiun
penelitian I yaitu sebesar 0,00113 ind/m 2. Sedangkan rata-rata kelimpahan Bellamya javanica dari ke4 stasiun penelitian adalah 0,03895 ind/m2
Kelimpahan jenis Belamya javanica dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu diantaranya
adalah ketersediaan sumber makanan. Bellamya javanica memakan alga dan plankton yang terdapat di
perairan. Ketersediaan sumber makanan bagi Bellamya javanica di sawah sangat berkaitan dengan
kegiatan pertanian. Pada saat masa pertumbuhan tanaman padi, populasi Bellamya javanica biasanya
akan semakin meningkat. Populasi Bellamya javanica cenderung menurun pada masa pertumbuhan
padi terakhir dan menjelang panen, karena pada saat tersebut air sawah dikurangi bahkan hampir tidak
ada sehingga sumber makanan bagi Bellamya javanica

pun semakin sedikit yang dapat

mempengaruhi reproduksi siput, dalam hal ini produksi telurnya. Pada saat pengambilan sampel
adalah masa setelah panen, sehingga diduga kelimpahan Bellamya javanica pada saat itu lebih kecil
dibandingkan dengan saat masa pertumbuhan padi. Bila dilihat dari hasil penelitian, stasiun III
memiliki kelimpahan Bellamya javanica yang paling tinggi, diduga bahwa lokasi penelitian di stasiun
III ini memiliki ketersediaan jumlah makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang
lain. .
Selain ketersedian sumber makanan, kondisi fisik dan kimia dari lingkungan juga
mempengaruhi kelimpahan suatu populasi. Suhu adalah salah satu faktor fisik yang mempengaruhi
kelimpahan Bellamya javanica. Suhu berpengaruh terhadap proses metabolisme suatu organisme.
Selain itu suhu juga berpengaruh terhadap kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Semakin tinggi
suhu perairan, makin tinggi pula oksigen yang terlarut dalam air (Pescod 1973: 17). Dari hasil
pengambilan data parameter fisik dapat diketahui bahwa keempat stasiun memiliki suhu yang masih
menunjang untuk kehidupan gastropoda.

Kecerahan juga merupakan faktor fisik yang mempengaruhi kelimpahan Bellamya javanica di
ekosistem persawahan. Kecerahan mempengaruhi aktiviatas fotosintesis alga dan plankton yang
terdapat di perairan. Alga dan plankton merupakan sumber makanan Bellamya javanica sehingga
kecerahan secara tidak langsung berpengaruh untuk kelimpahan Bellamya javanica.
Selain itu pH juga mempengaruhi kelimpahan Bellamya javanica. Menurut Kordi dan
Tancung (2002) suatu lingkungan dengan pH rendah mengakibatkan kandungan oksigen terlarut
berkurang. Hal terebut mengakibatkan aktivitas pernapasan naik sehingga selera makan gastropoda
berkurang karena lebih banyak beraktivitas mengambil udara. Dari hasil pengambilan data parameter
kimia, pH air dikeempat stasiun memiliki sifat yang netral kecuali pada stasiun IV yang bersifat lebih
asam.
Dari ketiga parameter lingkungan yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa suhu,
kecerahan, dan pH ikut berpengaruh dalam menentukan kelimpahan Bellamya javaica di ekosistem
persawahan Desa Citalahab. Diduga stasiun penelitian III lebih memiliki daya dukung lingkungan
yang lebih baik sehingga kelimpahan Bellamya javanica di stasiun III lebih tinggi dibandingkan
dengan stasiun penelitian lainnya.
Pola Persebaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola sebaran Bellamya javanica lebih cenderung
mengelompok. Pola sebaran yang mengelompok terjadi karena adanya pengumpulan individu sebagai
startegi dalam menanggapi perubahan cuaca dan musim, serta perubahan habitat dan proses reproduksi
(Odum, 1993).

KESIMPULAN
Kelimpahan Bellamya javanica di ekosistem persawahan di Desa Citalahab, Taman
Nasional Gunung Halimun Sawah memiliki rata-rata sebesar 0,03895 ind/m2 dengan kelimpahan
tertinggi ada pada stasiun penelitian III yaitu sebesar 0,01908 ind/m 2 dan kelimpahan terrendah ada
pada stasiun penelitian I yaitu sebesar 0,00113 ind/m2. Hal yang mempengaruhi kelimpahan Bellamya
javanica adalah ketersediaan sumber makanan dan parameter fisik seperti suhu, kecerahan, dan pH air.
Sedangkan pola persebaran Bellamya javanica adalah cenderung mengelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Gundo, Meria Tirsa. 2010. Kerapatan, Keanekaragaman, dan Pola Penyebaran Gastropoda Air Tawar
di Perairan Danau Poso. Media Litbang Sulteng III (2) : 137-143

Hyness, H. B M. 1978. The Biology of Polluted Water. Liverpool University Press : London
Kariono, Magfirah. Ramadhan, Achmad. Bustamin. 2013. Kepadatan dan Frekuensi Kehadiran
Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. E-Jipbiol Vol. 1 : 57-64
Kordi, M. G. H., & Truncung. 2007. Pengeloloaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka
Cipta : Jakarta
M, Ristiyanti. Mujiono, Nova. Isnaningsih, Nur R, dkk. 2011. Keong Air Tawar Pulau Jawa (Moluska,
Gastropoda). Bogor : LIPI
Munarto. 2010. Studi Komunitas Gastropoda di Situ Salam Kampus Universitas Indonesia, Depok.
Depok : Universitas Indonesia
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Jilid ke-3 Terjemahan dari Fundamental of Ecology 3rd,. oleh
Samingan, T. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
Parson, T. R., M, Takahashi, & B, Hargrave. 1977. Biological Oceanographic Processes 2nd ed.
Pergamon Press : Oxford
Riniatsih, Ita. Widianingsih. 2007. Kelimpahan dan Pola Sebaran Kerang-kerangan (Bivalve) di
Ekosistem Padang Lamun. Ilmu Kelautan Vol 12 (1) : 53-58
R. Marsetiyowati. 1983. Moluska di Kolam-kolam Kebun Raya Bogor. Bull. Kenun Raya 6 (2) : 39-44
Wahyono, Sri. 2005. Identifikasi Populasi Gastropoda Air Tawar di Waduk Saguling dan Sekitarnya.
Tek. Ling. P3TL-BPPT. (6). 1 : 274-282
Widjajanti, S. 1997. Estimasi Populasi Siput Lymnaea rubiginosa dan Siput Air Tawar Lainnya di
Sawah dan Kolam di Bogor, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol 3 no 2 : 124128

Anda mungkin juga menyukai