Diajukan Oleh:
Hasmeinda Marindratama, S.Ked
J 500100005
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
CASE REPORT
ILEUS OBSTRUKSI ET CAUSA ADHESI POST OP KISTEKTOMI
Diajukan Oleh :
Hasmeinda Marindratama, S.ked J500100005
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari, 16 Januari 2015
Pembimbing :
dr. Haryono, Sp. B
(.................................)
(.................................)
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
: Ny. SR
Umur
: 35 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Karanganyar
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum menikah
Tanggal MRS
: 21 Desember 2014
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : pasien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
HMRS
Pasien datang ke RSUD Karanganyar Minggu, 21 Desember 2014, pasien
mengeluh nyeri pada perut bawah. Nyeri dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.
Pasien juga mengeluh badan panas dingin. Pasien sudah berobat sebelumnya di
klinik dengan diagnosis demam tipoid selama 3 hari. Setelah di USG hasilnya
menunjukkan terdapat mioma uteri dan dirujuk ke RSUD Karanganyar. Pasien
tidak mengeluhkan adanya pembesaran atau benjolan pada perut. Hari ke 2 di
rumah sakit pasien mengeluh terdapat perdarahan pervagina sedikit lalu
berhenti. Saat menstruasi pasien mengeluh sakit namun tidak hebat dan masih
bisa melakukan aktifitas seperti biasa. Siklus menstruasi teratur. Keluhan yang
lain seperti keputihan berlebihan (-), pasien merasakan mual, muntah (-),
kembung (-), BAK dan BAB dalam batas normal. Pasien belum pernah
mengalami kehamilan.
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
: disangkal
Riwayat Keputihan
putih kekuningan)
Riwayat Menstruasi
Menarche
: 13 tahun
Siklus haid
: 28 hari
Lama haid
: 6-7 hari
Riwayat Perkawinan
Belum menikah
Riwayat Kehamilan
P0A0
Anamnesis Sistem
-
Sistem Cerebrospinal
Sistem Cardiovascular
Sistem Respirasi
Sistem Urogenital
Sistem reproduksi
Sistem Integumen
C. RESUME ANAMNESIS
Seorang wanita, usia 35 tahun, P0A0, mengeluh nyeri perut bagian bawah.
Pasien kiriman dari klinik dengan hasil usg mioma uteri. Perut terasa nyeri
disertai mual. Pasien mengeluh hari ke 2 dirumah sakit terdapat perdarahan
pervagina sedikit dan langsung berhenti. Saat menstruasi pasien merasakan
nyeri ringan.
D. PEMERIKSAAN FISIK
A Status Presens :
1 Tinggi Badan: 165 cm, Berat badan : 80 kg
2 Vital sign :
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90 x/mnt
Respirasi
: 20 x/mnt
: 36,5C
3 Keadaan umum
: Baik
4 Kesadaran
B Status Generalis
1
Kepala
Kulit
Mata
Hidung
sekret (-)
5
Telinga
Mulut
Leher
Dada
Jantung :
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru :
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Auskultasi
: Peristaltik dbn
Perkusi
Palpasi
Inferior
Pemeriksaan
1.
2.
Leukosit
Eritrosit
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hemoglobin
Platelet
HBsAg
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Golongan Darah
Hasil
Nilai Rujukan
3
21,38 x 10
3.270.000
9,6
416.000
99
67
16
0,81
A
Normal
5000-11.000
4.000.0005.000.000
12 18
150.000-400.000
0-46
0-42
10-50
0,5 0,9
F. DAFTAR MASALAH
1
ANAMNESIS:
a
Dismenorea (ringan)
PEMERIKSAAN FISIK
a
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
-
Vaginal Toucher : Portio mencucu, nyeri goyang portio (-), STD (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Haemoglobin menurun, leukosit meningkat, trombosit
meningkat
USG
: myoma uteri
PP test
:-
LAPAROTOMI
Terdapat perlengketan endometrium dengan intestinum
G. DIAGNOSIS KERJA
Pre Operasi : Myoma Uteri pada P0A0
Post Operasi : Endometriosis dengan adhesi pada intestinum
H. PENATALAKSANAAN
-
USG
Observasi perdarahan
Laparotomi
I. PROGNOSIS
Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Appendiks
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kirakira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
menimbulkan
gangguan
sirkulasi
darah
sehingga
terjadi
Pada
kultur
ditemukan
kombinasi
antara
Bacteriodes
fragililis
dan
rendah
serat.
Penelitian
epidemiologi
disebabkan
obstruksi.
Sekresi
mukosa
b.
infiltrat
adalah
proses
radang
appendiks
yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan
peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat
satu dengan yang lainnya.
b. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic.
c. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi
oleh jaringan nekrotik.
2. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan
virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis
kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan
muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan
eosinofil pada submukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa
tampak dilatasi.
G. Gejala Appendicitis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:
lain
yang
memberikan
gambaran
klinis
yang
hampir
sama
denganappendicitis, diantaranya:
Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa
sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan
tekan perut.
Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil
infeksi urin.
Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak
ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan
yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok
hipovolemik
Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi
E. Diagnosa Appendicitis
Diagnosa yang dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat
distensi perut.
Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila
tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
di daerah pelvic.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan
otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di
m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akanmenimbulkan nyeri. Pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
appendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan
dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.00018.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein
fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat
dilihat melalui proses elektroforesis serum protein.Angka sensitivitas dan spesifisitas
pemeriksaan
ultrasonografi
(USG)
dan
Computed
Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
kemungkinan kehamilan.
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti appendicitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan appendicitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi.mPada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-
75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek
dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,sedangkan pada
orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
appendicitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal
sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. 19 Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupunmikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritonitis
Peritonitis
merupakan
komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
H. Prognosis
Prognosis mortalitas adalah 0,1 % jika appendicitis tidak pecah, dan 15% jika
pecah pada orang tua. Kematian biasanya akibat adanya sepsis, emboli paru, atau
aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik.
I. Pencegahan Appendicitis
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap
kejadian appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh
kepada masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain:
a. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa
diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran
pencernaan. Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa,
dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan
keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada
dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces.
Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan
makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi
defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat
sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga
terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora
normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk
ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai
infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat
untuk mencegah timbulnya komplikasi.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Birnbaum and Wilson S. Appendicitis At the Millenium. 2006. Available from:
http://radiology.rsnajnls.org/cgi/content/full/215/2/337 [Accessed on May 2th, 2014].
Craig, S., 2010. Acute Appendicitis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview [Accessed on Mays, 2th 2014].
Hartman, G. E., 2000. Apendisitis Akut. In: Nelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R.M.,
and Arvin, A.M., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 2. Edisi 15. Jakarta: EGC, 13641366.
Itskowits, M. S., and Jones, S. M., 2010. Appendicitis. Available from:
http://www.emedmag.com/html/pre/gic/consults/101504.asp [Accessed on May, 5th 2014].
Kartono. D., 1995. Apendisitis Akuta. In: Reksoprodjo, S., dkk., ed. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara, 109-113.
Katz,
M.
S.,
dkk.,
2009.
Appendicitis.
Medscape.
Available
from: