Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otak merupakan salah satu target organ pada hipertensi, di samping jantung dan
ginjal. Pada hipertensi dapat terjadi perubahan patologik pada pembuluh darah otak,
perubahan ini akan mengganggu perfusi darah ke otak, yang pada gilirannya akan
menimbulkan kelainan pada jaringan otak. Manifestasi dari kelainan ini dalam klinik
dikenal sebagai Cerebrovascular Disease (CVD) atau Stroke.
Pada awal abad ke 21, stroke merupakan penyebab utama dari kematian dan
kecacatan di seluruh dunia. Stroke didefinisikan sebagai penurunan sitem syaraf secara
tiba- tiba selama 24 jam tanpa adanya penyebab lainnya selain kelainan vaskuler. Hingga
sekitar 50% stroke diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi merupakan
faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi. Resiko terjadinya stroke dapat dilihat dari
hubungan antara kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik pada pria dan
wanita dari semua kalangan usia, dimana tekanan darah sistolik lebih berpengaruh.
Insidensi stroke meningkat sekitar 25% setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg, dan
tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg. Baik stroke iskemik maupun hemoragik memiliki
hubungan yang kuat dengan hipertensi. Setiap kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg resiko
terjadinya stroke iskemik dan hemoragik meningkat 2,23 3,18 kali.
Data epidemiologi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor
risiko yang paling panting pada stroke, baik tekanan sistolik maupun diastolik
mempunyai peranan yang sama terhadap kemungkinan timbulnya stroke, diketahui pula
bahwa insiden stroke meningkat sejalan dengan tingginya tekanan darah, di samping itu
tekanan darah yang tetap tinggi pada penderita stroke berpengaruh buruk terhadap
prognosa jangka panjang, baik (terhadap kemungkinan terjadinya stroke ulang atau
kematian jangka panjang pasca stroke).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah agar pembaca terutama dokter muda mampu memahami
tentang Stroke dan hubungannya dengan hipertensi sehingga mampu melakukan
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa.
1

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Mariana

Umur

: 65 tahun

Jelis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Blang Senibong

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Pekerjaan

: IRT

Tanggal masuk RS

: 24 Desember 2014

ANAMNESIS
Diperoleh dari autoanamnesa
Keluhan Utama
Lemah anggota gerak sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Langsa dengan keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri.
Keluhan dirasakan oleh pasien sejak 3 hari SMRS dan memberat sejak 4 jam terakhir.
Keluhan dirasakan oleh pasien tiba-tiba setelah bangun tidur. Hal ini belum pernah
dirasakan oleh pasien sebelumnya. Awalnya pasien merasakan lengan dan tungkai kiri
terasa berat saat digerakkan, namun pasien masih bisa berjalan dengan bantuan dan
berpegang pada dinding. Kemudian lama-kelamaan lengan dan tungkai kiri terasa
semakin lemah. Pasien sulit untuk memegang benda dan berjalan dengan menyeret kaki.
Keluhan dirasakan makin lama makin memberat dan tidak membaik setelah istirahat.
Keluhan pasien disertai dengan keluhan mulut mencong (tertarik) ke sebelah kanan.

Pasien juga mengeluh nyeri kepala berdenyut-denyut diseluruh kepala sejak 3


hari dan memberat 4 jam terakhir. Keluhan berkurang setelah istirahat. Pasien tidak
mengeluhkan demam, mual, muntah, penglihatan ganda, pelo, pingsan, gangguan BAB
dan BAK. Pasien juga menyangkal adanya riwayat tersedak, riwayat kejang, riwayat
trauma dan riwayat terjatuh, penurunan daya ingat dan perubahan perilaku.
Riwayat Penyakit Terdahulu:

Riwayat hipertensi (+) 5 tahun


Riwayat kolesterol tinggi (+)
Riwayat diabetes mellitus disangkal pasien.
Riwayat asam urat disangkal pasien.
Riwayat penyakit jantung disangkal pasien
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi (+) dialami Ibu pasien


Riwayat stroke, diabetes mellitus dan penyakit jantung dalam keluarga (-)
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:

Obat antihipertensi namun tidak rutin minumnya.


ANAMNESA SISTEM
Sistem serebrospinal

: kelemahan ekstremitas kiri, nyeri kepala NPS 7

Sistem kardiovaskular

: nyeri dada (-), cepat lelah (-)

Sistem respirasi

: sesak (-), batuk (-)

Sistem gastrointestinal

: mual (-), muntah (-), nyeri uluhati (-)

Sistem muskuloskletal

: tidak ada keluhan

Sistem integumentum

: tidak ada keluhan

Sistem urogenital

: BAK dan BAB lancar.

RESUME ANAMNESIS
Telah diperiksa perempuan bernama Mariana, 65 Tahun, Pasien datang dengan
keluhan lemah anggota gerak sebelah kiri. Keluhan dirasakan oleh pasien sejak 3 hari
SMRS dan memberat sejak 4 jam terakhir. Keluhan dirasakan oleh pasien tiba-tiba
setelah bangun tidur dan makin lama makin memberat dan tidak membaik setelah
istirahat. Keluhan penyerta mulut mencong (tertarik) ke sebelah kanan. Pasien juga
mengeluh nyeri kepala berdenyut-denyut diseluruh kepala sejak 3 hari dan memberat 4
3

jam terakhir, keluhan berkurang setelah istirahat, NPS = 7. Riwayat hipertensi (+) pada
pasien dan keluarga pasien, riwayat minum obat hipertensi (+) namun tidak rutin.
DIAGNOSA SEMENTARA
Diagnosis klinis

: kelemahan anggota gerak sebelah kiri, nyeri kepala, mulut

mencong ke kanan
Diagnosis topis

: arteri cerebri media dextra

Diagnosis etiologis

: stroke iskemik, DD stroke hemorrhagic

PEMERIKSAAN FISIK
I.

Status Generalis
BB
TB
Pernapasan
Suhu
Tekanan darah
Denyut nadi
Keadaan umum
Status gizi
Paru-paru

: 64 kg
: 151 kg
: 20 x/menit
: 37C
: Kanan
: 220/110 mmHg
Kiri
: 220/110 mmHg
: Kanan
: 88 x/menit
Kiri
: 88 x/menit
: tampak sakit ringan
: Baik

Inspeksi

: fusiformis, simetris, retraksi (-)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = kiri


: Sonor
: Vesikuler: +/+, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen

: Ictus cordis tidak terlihat


: Ictus cordis teraba di ICS V
: Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri
: ICS V midklavikularis sinistra
: M1 > M2 , P2 > P1, A2 >A1, murmur (-), gallop S3 (-)

Inspeksi

: simetris, tidak terdapat penonjolan, venektasi (-)

Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan epigastrium (-)


Perkusi
: Tympani seluruh region abdomen
Auskultasi
: Peristaltik (+) normal
Hepar

: Tidak teraba
4

Lien / Splen
II.

: Tidak teraba

Status Neurologis
Kesadaran kualitatif
Kesadaran kuantitatif
Tingkah laku
Perasaan hati
Orientasi
Jalan pikiran
Kecerdasan
Daya ingat kejadian
Kemampuan bicara
Sikap tubuh
Cara berjalan
Gerakan abnormal
Kepala

: ( compos mentis )
: GCS : ( E4V5E6 )
: baik
: mood eutimik
: Tempat (baik), Waktu (baik), Orang (baik)
: bagus
: baik
: baru ( baik ), lama (baik)
: baik
: normal
: dalam batas normal
:: Bentuk (normochepali), Ukuran (normal), Pulsasi (+), Nyeri tekan

Leher

(-), Bising (-)


: Gerakan ( bebas ), Kaku kuduk (-), Bentuk vertebra (normal),
Nyeri tekan vertebra (-), pulsasi (+), Bising karotis kanan (-),
kiri (-), Bising subklavia kanan (-), kiri (-), Lhermitte (-),
Nafziger (-), Valsava (-) Brudzinski (-)

NERVUS CRANIALIS
N.I (Olfaktorius) :
KANAN
DBN

Daya pembau

KIRI
DBN

N.II (Optikus)
KANAN
Baik
Baik
DBN

Daya penglihatan
Pengenalan warna
Medan penglihatan

KIRI
Baik
Baik
DBN

N.III (Okulomotorius)
KANAN
DBN
DBN
DBN
3 mm
Bulat
+

Ptosis
Gerak mata ke medial
Gerak mata ke atas
Gerak mata ke bawah
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Refleks cahaya langsung
5

KIRI
DBN
DBN
DBN
3 mm
Bulat
+

Refleks cahaya tak langsung


Refleks akomodatif
Strabismus divergen
Diplopia

+
TDP
-

+
TDP
-

KANAN
DBN
-

KIRI
DBN
-

KANAN
+
+
+
+
+
+
TDP
+
-

KIRI
+
+
+
+
+
+
TDP
+
-

KANAN
+
-

KIRI
+
-

KANAN
+
+
+
+
+
+
+
+
+

KIRI
+
+
+
+
+
+

N.IV (Troklearis)
Gerak mata ke medial
Strabismus konvergen
Diplopia
N.V (Trigeminus)
Mengigit
Membuka mulut
Sensibilitas muka atas
Sensibilitas muka tengah
Sensibilitas muka bawah
Refleks kornea
Refleks bersin
Refleks masseter
Refleks zigomaticus
Trismus
N.VI (Abdusen)
Gerak mata ke lateral
Strabismus konvergen
Diplopia
N.VII (Fasialis)
Kerutan dahi
Kedipan mata
Lipatan naso labial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Mengerutkan alis
Menutup mata
Meringis
Menggembungkan pipi
Bersiul

Tik fasialis
Lakrimasi
Daya kecap lidah 2/3 depan
Refleks glabela
Tanda myerson
Tanda chovstek

TDP

TDP
-

TDP
TDP

TDP
TDP

KANAN
+
+
TDP
TDP
TDP

KIRI
+
+
TDP
TDP
TDP

N.VIII (Akustikus)
Mendengar suara berbisik
Mendengar suara arloji
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
N.IX (Glosofaringeus)
KANAN
Arkus faring
Daya kecap

KIRI
Simetris

lidah

1/3

belakang
Refleks muntah
Sengau
Tersedak

DBN

DBN

+
TDP
TDP

+
TDP
TDP

N.X (Vagus)
KANAN
Arkus faring
Nadi
Bersuara
Menelan

KIRI
Simetris

+
+
+

N.XI (Aksesorius)
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu

KANAN
+
DBN
DBN

KIRI
+
DBN
DBN

KANAN

KIRI

N.XII (Hipoglosus)

Sikap lidah
Artikulasi
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Kekuatan lidah
Trofi otot lidah
Fasikulasi lidah

DBN
Jelas
Deviasi ke kanan
Baik
Eutrofi
-

Baik
Eutrofi

Badan
Trofi otot punggung (eutrofi), Trofi otot dada (eutrofi)
Nyeri membungkukkan badan (TDP)
Palpasi dinding perut nyeri tekan (-)
Kolumna vertebralis: bentuk (normal), gerakan (DBN), nyeri tekan (-)
Refleks dinding perut: kanan (normal), kiri (normal)
Refleks kremaster (TDP), Alat kelamin (TDP)

Anggota Gerak Atas


INSPEKSI
Drop hand
Pitchers hand
Warna kulit
Claw hand
Kontraktur
PALPASI

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Termis
Posisi
Vibrasi

Reflek

KANAN
KIRI
Kuning Langsat
Kuning Langsat
Tidak dijumpai kelainan

Lengan atas
Bebas
Terbatas
5
4
Baik
Baik
Eutrofi
Eutrofi

Tangan
Bebas
Terbatas
5
4
Baik
Baik
Eutrofi
Eutrofi

+
Normal

+
Normal

Bicep
+3
+3

Lengan bawah
Bebas
Terbatas
5
4
Baik
Baik
Eutrofi
Eutrofi
Sensibilitas
+
+
+
Normal Normal
Normal
Normal

Tricep
+2
+2

fisiologis
8

Radius
+3
+3

+
Normal

Ulna
+3

+3

Perluasa

n reflek
Reflek

patologis

Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Termis
Posisi
Vibrasi

Tungkai atas
Tungkai bawah
Bebas
Terbatas
Bebas
Terbatas
5
4
5
3
Baik
Baik
Baik
Baik
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Eutrofi
Sensibilitas
+
+
+
+
Normal Normal
Normal Normal
Normal

Kaki
Bebas
Terbatas
5
4
Baik
Baik
Eutrofi
Eutrofi
+
Normal

Patella
Reflek fisiologis
Perluasan reflek
Reflek patologis
Refleks patologis
Babinsky
Chadock
Oppenheim
Gordon
Schaffner
Gonda
Bing
Rossolimo
Mendel
Bechtrew
Laseque
Oconnel
Patrick
Kontrapatrick
Gaenslen
Brudzinki II
Guilan
Edelman
Kernig
Klonus paha
Klonus kaki

+2
-

Achiles
+2
-

KANAN
-

Koordinasi, langkah, dan keseimbangan


9

+
Normal

+2
-

+2
KIRI
-

Cara berjalan (TDP), Tes Romberg (TDP), Ataksia (TDP)


Disdiadokokinesis (-), Reboud Phenomen (TDP) Nistagmus ( - )
Dismetri: tes telunjuk hidung (-), tes hidung-telunjuk-hidung (-)
Tes telunjuk-telunjuk (-)
Gerakan abnormal: tremor (-), khorea (-), balismus (-), atetose (-)
Fungsi Vegetatif
Miksi: inkontinensia urin (-), retensi urin (-), anuria (-), poliuria (-)
Defekasi: inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-), ereksi (TDP)
RESUME PEMERIKSAAN
-

Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tanda vital

: Baik
: Compos Mentis
: E4M6V5
: TD : 220/110 mmhg
HR

: 88 x/i

RR

: 20 x/i

: 37oC

Lab
: DBN
Dari hasil pemeriksaan status neurologis didapatkan adanya Parese N.VII tipe
UMN (sudut mulut tertarik ke kanan, sudut mulut tertarik ke kanan, meringis
asimetris ke kanan, tidak bisa bersiul), parese N XII tipe UMN (lidah dijulurkan

ke arah kiri)
Gerakan :

B T
B T
Kekuatan motorik :
Refleks fisiologis :

555

444

555

434

+3 +2 +3 +3 +3 +2 +3 +3

perluasan reflek (+)

+2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2
-

Refleks patologis :

Kriteria ASGM : penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), refleks babinsky (-)
stroke hemorrhagic

Kriteria Siriraj :
10

(2,5 x penurunan kesadaran) + (2 x sakit kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x diastol)


-- (3x aterom) -12 =
Jadi : (2,5 x 0)+(2 x 1)+(2 x 0)+(0,1 x 110) (3x1) -12 = -2 (stroke iskemik)

DIAGNOSA AKHIR
Diagnosis Klinis

: Hemiparese sinistra, cefalgia, hipertensi, parese N VII dan XII tipe


UMN.

Diagnosa Topis

: arteri cerebri media dextra

Diagnosa etiologis

: Stroke Iskemik DD stroke Hemorrhagic

PENATALAKSANAAN

IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I

Inj. Citicolin 500mg / 12 Jam

Inj. Furosemide 1amp/ 8 Jam

Valsartan 16mg 1x1

Paracetamol 500mg 4 x 2

Platec 75mg 1x1


PROGNOSIS
Death

: Dubia at bonam

Disease

: Dubia at malam

Disability

: Dubia at malam

Discomfort

: Dubia at malam

Dissatisfaction

: Dubia at bonam

Destitution

: Dubia at bonam

11

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 ANATOMI & FISIOLOGI VASKULARISASI OTAK


3.1.1 Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua system yakni system karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan system vertebral. Arteri karotis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tenggkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk
nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua; arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Untuk otak, system ini member darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis.1,2
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna
vertebralis

servikal,

masuk

rongga

cranium

melalui

foramen

magnum,

lalu

mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medulla


oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesenfalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus okspitalis, dan
bagian medial lobus temporalis.1,2
Ketiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak,
dan beranastomosis satu bagian lainya. Cabang cabang yang lebih kecil menembus
kedalam jaringan otak dan juga saling berhubugan dengan cabang-cabang arteri serebri
lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak , ada sekurang-kurangnya 3 sistem
kolateral antara system karotis dan system vertebral, yaitu: 1,2
12

Sirkulus Wilisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri
serebri

media

kanan

dan

kiri,

arteri

komunikans

anterior

(yang

menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media


posterior dan arteri komunikas posterior (yang menghubungkan arteri serebri

media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletka di dasar otak.
Anastomosis arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris

eksterna.
Hubungan antara system vertebral dengan arteri karotis eksterna ( pembuluh
darah extrakranial).

Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut,
sehingga menurut Buskrik tidak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem; keompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis , dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan
menuju ke jantung.1,2
3.1.2

Fisiologi
Sistem

karotis

terutama

melayani

kedua

hemisfer

otak,

dan

system

vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor
yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke
sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor
darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah,
pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol)
untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah
sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150
mmHg).1,2
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
13

Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan
darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1,2
3.2. STROKE
3.2.1

Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan

fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.2
3.2.2

Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan

keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama cacat menahun. Menurut WHO tahun 2001, sebanyak 20,5
juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia.
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia. Survei Departemen Kesehatan RI tahun 2007 pada 987.205 subjek dari 258.366
rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian
utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata
adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di
Papua.3,4
3.2.3. Faktor Risiko
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan
dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup (Currie et
al., 1997). Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan
dengan ketat.5
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke
Bisa dikendalikan

Potensial bisa dikendalikan

Tidak bisa
dikendalikan

14

Hipertensi
Penyakit Jantung
Fibrilasi atrium
Endokarditis
Stenosis mitralis
Infark jantung
Merokok
Anemia sel sabit
Transient Ischemic

Attack (TIA)
Stenosis

Diabetes Melitus
Hiperhomosisteinemia
Hipertrofi ventrikel kiri

Umur
Jenis kelamin
Herediter
Ras dan etnis
Geografi

karotis

asimtomatik
Dibawah ini disajikan tabel untuk menentukan seseorang mempunyai faktor
resiko tinggi atau tidak terhadap penyakit stroke berdasarkan National Stroke
Association :6
Tabel 2. Score faktor resiko stroke

Hubungan hipertensi dan stroke


Aliran Darah Otak (ADO) ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas
15

darah, kemampuan pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang
ditentukan oleh tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral
mempunyai kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah diameter
lumen pembuluh darah, proses ini disebut dengan autoregulasi. Konstriksi pembuluh
darah akan terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan berdilatasi bila tekanan darah
menurun.7
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada pembuluh
darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke yang timbul akibat
hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran patologi dan kliniknya
berbeda. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis, a vertebrobasilaris atau arteri di
basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa aterosklerosis, dan manifestasi
kliniknya adalah stroke iskemik. Di sini peranan hipertensi hanyalah sebagai salah satu
faktor risiko di samping faktor-faktor lain seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia,
merokok dan lain-lain.
Pembuluh darah kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus
ke dalam jaringan otak, berukuran diameter 50200 mikron. Dasar kelainan pada
pembuluh darah jenis ini adalah spasme dan lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi
akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi kliniknya adalah Infark lakunar.
Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah dengan lipohialinosis
ini dapat mengalami mikro aneurisma yang dapat pecah dan terjadi Perdarahan
Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis, pada lipohialinosis hipertensi dapat
dikatakan merupakan faktor penyebab satu-satunya.7

Gambar 1. Pengaruh hipertensi pada pembuluh darah otak

16

3.2.4. Etiologi
Beberapa penyebab stroke, diantaranya :
1. Trombosis.
a. Aterosklerosis (tersering).
b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa.
c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik).
d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2. Embolisme.
a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik.
b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis
komunis, arteri vertrebralis distal.
c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma.
3. Vasokonstriksi.
a. Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid.2
3.2.5. Klasifikasi
Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa yang
berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall, diantaranya :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi).
1. Transient Ischemic Attack (TIA).
2. Trombosis serebri.
3. Embolia serebri.
b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi).
1. Perdarahan intra serebral.
2. Perdarahan subarachnoid.
2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu.
a. Transient Ischemic Attack.
b. Stroke ~ in ~ evolution.
17

c. Completed stroke.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah.
a. Sistem karotis.
b. Sistem vertebra-basilar.2,8
3.2.6. Patogenesis
Trombosis (penyakit trombo oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling
sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau
kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi
secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.8
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria
besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel sel
ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen
pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan
tempat tempat khusus tersebut. 8
Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris
bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada
permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat
tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
1 Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus
dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan
dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi
embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian bagian yang sempit..
tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.

18

Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua


penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan
merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial
biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya
akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga
mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah
yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil.
Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan
dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

Gambar 2. Patofisiologi stroke iskemik dan hemorrhagic

19

3.2.7. Tanda Dan Gejala


Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkandefisit neurologis yang bersifat
akut.
Tabel 3. Tanda dan gejala stroke (De Freitas et al., 2009)
Tanda dan Gejala

Hemidefisit motorik,
Hemidefisit sensorik,
Penurunan kesadaran,
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) yang bersifat sentral,
Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa
(afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia)
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),
Defisit batang otak.

3.2.8. Diagnosis

Diagnosis Stroke
Menegakkan diagnosis stroke dapat dilakukan dengan anamnesis yang cermat,
riwayat stroke dan pemeriksaan fisik.
1. Anamnesis
A. Riwayat Penyakit Sekarang :
1. Kapan permulaaan serangaN? baru bangun/aktivitas/makan.
2. Bagaimana permulaaan? mendadak/ beberapa jam.
3. Perjalanan penyakit? tambah buruk / berkurang.
4. Berapa kali serangan? pertama kali / pernah terjadi.
Motorik:
Apakah ada kelemahan/kelumpuhan?
Sensibilitas:
Apakah ada rasa kesemutan pada separuh badan?
20

Kesadaran:
Apakah terjadi penurunan kesadaran?
Tanda-tanda TTIK:
Apakah ada nyeri kepala selama serangan?
Apakah ada mual/muntah, hiccup?
Apakah ada penglihatan berbayang atau ganda?
Fungsi Luhur:
1. Bagaimana dengan memori?
2. Apakah sukar mengemukakan isi pikiran atau memahami pembicaraan
orang?
3. Apakah ada gangguan membaca, menghitung, dan menulis?
Tanda-tanda kelumpuhan nervus cranialis:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Adakah gangguan penciuman?


Adakah gangguan penglihatan?
Adakah gangguan pengecapan?
Adakah gangguan perasaan di wajah?
Adakah kelemahan otot wajah?
Apakah bicara cadel/pelo?

Saraf otonom:
Bagaimana BAK, BAB?
B. Riwayat Penyakit Dahulu :
Adakah DM, hipertensi, penyakit jantung, TIA, hiperlipidemia?
C. Riwayat Pemakaian Obat:
Apakah sebelumnya minum obat-obatan (OAD, Anti Hipertensi)?
D. RPK:
DM, hipertensi, penyakit jantung, stroke.
E. Faktor risiko lain:
Apakah ada kebiasaan merokok/minum alkohol?
Apakah menggunakan kontrasepsi hormonal?
F. Hal lain yang perlu diperhatikan:
Riwayat Trauma (+) :
Kejadian jatuh primer Kejadian hemiplegi sekunder.
Kejadian hemiplegi primer Kejadian jatuh sekunder.
Hemiplegi (+):
Hemiplegi karena lesi vaskular (stroke) terjadi secara akut/subakut.
Hemiplegi karena tumor otak berkembang secara berangsur-angsur
(mingguan, bulanan, tahunan).
2. Pemeriksaan Fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
21

kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan
neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf saraf otak dan motorik apakah fungsi
komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala
koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks refleks batang
otak yaitu :
1. Reaksi pupil terhadap cahaya.
2. Refleks kornea.
3. Refleks okulosefalik.
4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.
Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf saraf otak dan anggota
gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun,
karena makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis
maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.9,10

Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

22

Gambar 3. Algoritma Stroke Gadjah Mada


Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
23

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium.
a. Pemeriksaan darah rutin.
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap.
1. Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah

dapat

mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur angsur


kembali turun.
2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL
kolesterol serta total lipid).
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
1. Waktu protrombin.
2. Kadar fibrinogen.
3. Viskositas plasma.
d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2. Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi. Perubahan
ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung, atau pada stroke
dapat terjadi perubahan perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan
otak yang menyerupai suatu infark miokard.
Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan
memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah
kepada kemungkinan adanya
potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi
terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi
emboli cardial.
3. Pemeriksaan radiologi
a. CT-scan otak
24

Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat


penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada

infark

otak,

pemeriksaan

CT-scan

otak

mungkin

tidak

memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari pertama,


biasanya tampak setelah 72 jam serangan.
Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di
batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.
b. Pemeriksaan foto thoraks.
1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain
pada jantung.
2.

Dapat

mengidentifikasi

kelainan

paru

yang

potensial

mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.9,11


3.2.9. PENATALAKSANAAN
Penanganan stroke iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang, ubah
posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).11
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik, jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar

25

gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40%
iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220
mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada
2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan

tekanan

darah

maksimal

adalah

20%,

dan

obat

yang

direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau


antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik
70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam
dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg. Jika kejang,
diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.10
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).10

Penatalaksanaan darurat hipertensi pada pasien stroke akut

26

Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan


terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskuler lebih
lanjut dan terjadinya ulangan stroke. Akan tetapi, di sisi lain, penurunan tekanan darah
pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga kerusakan
daerah iskemik semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi
bergeser ke kanan, penurunan tekanan darah pada kondisi seperti ini akan semakin
mengakibatkan penurunan perfusi serebral.
Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekanan darah pada pasien
stroke fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecatatan dan
kematian. Sementara itu pada banyak pasien stroke aku, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian
besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009)
merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar
dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini:
Penatalaksanaan hipertensi pada stroke akut berdasarkan Guidiline Stroke tahun
2011, perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia:
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS
<180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut), apabila TDS >200 mmHg
atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
27

c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial.

Tekanan

darah

diturunkan

dengan

menggunakan

obat

antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan


tekanan perfusi serebral 60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hatihati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cuk)up aman
(AHA/ASA, Cl. Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol
dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas.
g. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta per. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat
individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular. Calcium Channel Blocker
(nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA
karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme
serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini
terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
28

h. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat


dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal,
tetapi target rentang tekanan darah belum jelas.
i. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 1525% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. 11
Pengelolaan hipertensi berdasarkan JNC VIII sebagai preventif stroke akut 12

29

30

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke merupakan penurunan sitem syaraf secara tiba- tiba selama 24 jam tanpa
adanya penyebab lainnya selain kelainan vaskuler. Hingga sekitar 50% stroke diakibatkan
oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi . Insidensi stroke meningkat sekitar 25%
setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg, dan tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg.
baik stroke iskemik maupun hemoragik memiliki hubungan yang kuat dengan hipertensi.
Setiap kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya stroke iskemik dan
hemoragik meningkat 2,23 3,18 kali
Mekanisme hipertensi dapat menyebabkan stroke sendiri terjadi melalui disfungsi
endotel yang menyebabkan aterosklerosis, lipohialinosis dan aneurisma pembuluh darah
yang didukung dengan faktor resiko lainnya antara lain diabetes mellitus, dislipidemia,
dan gaya hidup seperti kebiasaan merokok.
Diagnosis stroke didasarkan pada gejala klinis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium untuk melihat adanya faktor resiko stroke, dan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti CT-Scan, MRI, Angiografi, dan EKG.
Penatalaksanaan stroke terdiri dari terapi pada fase akut, dan fase lanjutan yang
bertujuan mengurangi luka sistem syaraf yang sedang berlangsung dan menurunkan
kematian dan cacat jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan
disfungsi sistem syaraf, dan mencegah berulangnya stroke. Tekanan darah tidak perlu
segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg,
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif
serta gagal ginjal. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.

31

DAFTAR PUSTAKA
1

Guyton, A et al. 1997. Aliran darah serebral, aliran serebrospinal dan metabolisme otak

dalam Fisiologi Kedokteran edisi 9 editor Setiawan I. EGC, Jakarta. Hal 175-184
Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor Harsono.

Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102


Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic stroke. BMJ

2000; 320: 692-6


Japardi, Iskandar.

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi31.pdf
Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN.

Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.


Understanding
stroke
risk.
American
Stroke

www.strokeassociation.org/STROKEORG/About
Savoia, Carmine, Lidya Sada, Luigi Zezza. 2011. Vascular Inflammation and Endothelial

2005.

Patofisiologi

Stroke

Infark

Akibat

Tromboemboli.

association

Dysfunction in Experimental Hypertension. International Journal of Hypertension Volume


8
9

2011 (2011), Article ID 281240. http://www.hindawi.com/journals/ijht/2011/281240/


Sidharta, Priguna, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 2009.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,

Surabaya 2002.
10 PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI), 2007.
11 PERDOSSI. Guidiline Stroke 2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI), 2011.
12 Journal Hypertension 2014: Hypertensi Guidline JNC VIII, American Heart Association
2014.

32

Anda mungkin juga menyukai