PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Adanya perubahan paradigma pendidikan dari teacher center menuju
student center menuntut para pendidik untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
menciptakan suasana belajar yang menitikberatkan pada siswa. Pada era sekarang
ini banyak dikembangkan strategi dan metode pembelajaran yang mengarah ke
student center. Seorang pendidik perlu untuk mengetahui dasar-dasar dalam
penyusunan peragkat pembelajaran yakni beberapa macam teori belajar yang
melandasinya. Teori-teori belajar itu seperti teori Behavioristik, Kognitivistik,
konstruktivistik, Humanisme, dan lain-lain.
Selain itu, karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki adalah
manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab
terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek
potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri
dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses(to) learn to be. Mampu melakukan
kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian
dan kejayaan bangsanya (Joni dalam Budiningsih, 2005: 55).
Pendidikan saat ini ditantang untuk memusatkan perhatian
pada
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan beberapa masalah
diantaranya:
1.
2.
3.
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengertian teori belajar kognitivisme
2. Mengetahui pengertian teori belajar konstruktifisme.
3. Mengetahui peran guru dan murid dalam pembelajaran berbasis filosofi
konstruktivisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitivisme
Menurut Sukardjo dan Komarudin (2009), dasar pemikiran teori belajar
kognitivisme adalah rasional. Teori belajar kognitivisme menjelaskan bahwa
dalam belajar terjadi proses bagaimana orang-orang berfikir. Sehingga dapat
dikatakan bahwa belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks. Trianto
(2007) menyatakan bahwa perkembagan kognitif sebagian besar ditentukan oleh
proses meniru dan berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Budiningsih (2005),
model belajar kognitif sering disebut sebagai model perseptual dan menyatakan
bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Teori kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses
internal yang menyangkut ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
aspek-aspek kejiwaan lainnya (Budiningsih, 2005). Menurut Hitipeuw (2009),
teori kognitif berpandangan bahwa belajar adalah proses perubahan pada struktur
kognitif seseorang individu sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat
individual dan internal.
Suciati dan Irawan (2001) menyatakan bahwa teori belajar kognitivisme
mengutamakan perubahan persepsi dan pemahaman melalui struktur kognitif
(pengalaman dan pengetahuan yang tertata) yang berasal dalam diri masingmasing individu. Sehingga proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran
beradaptasi secara maksimal dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa.
Menurut Suciati dan Irawan (2001), tokoh-tokoh teori belajar kognitivisme
adalah Piaget, Bruner dan Ausubel. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa
pandangan dari tokoh-tokoh di atas.
1. Teori Perkembagan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembagan kognitif merupakan suatu proses genetik,
yaitu
suatu
proses
yang
didasarkan
atas
mekanisme
biologis
adaptasi
biologis
dengan
lingkungannya
yang
akan
3
formal
(11
th-dewasa),
mengembangkan
mengasimilasikan
pengetahuan
yang
dimilikinya
dengan
berfungsinya
memory.
Memproses
informasi
meliputi;
Tingkatan-tingkatan
Mengelola
Informasi
(Levels
of
lebih rendah dalam semua bidang studi yang kedua (perbedaan intra-individual)
(Asnaldi, 2008).
Mengenai hakikat intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat di antara
para ahli. Variasi dalam pendapat nampak bila pandangan ahli satu dibandingkan
dengan pendapat ahli yang lain. Meskipun semua pandangan yang dikemukanan
sangat bervariasi kebanyakan psikologi dewasa ini cenderung sependapat bahwa
tiga komponen inti dalam intelegensi adalah kemampuan untuk menangani
representasi mental dalam alam pikiran seperti konsep dan kaidah (berfikir
abstrak), kemampuan untuk belajar. Dari pihak lain adanya perbedaan dalam
pandangan mengenai hakikat intelegensi, harus membuat tenaga kependidikan
sangat hati-hati dalam membentuk pendapat di bidang ini. Bil seorang siwa dalam
testing intelegensi di sekolah mendapat hasil yang tinggi ( IQ-nya tinggi), tidak
harus berarti bahwa siswa yang bersangkutan sekaligus memiliki daya kreativitas
bagi guru yang berfikir terlalu kaku dan tidak berani keluar dari jalur yang
lazimnya yang tinggi pula (Asnaldi, 2008).
Dalam macam tes yang kedua subyek disuruh untuk mengerjakan
beberapa tugas tanpa menggunakan bahasa misalnya membuat sebuah gambar
yang masing-masing memuat dua garis vertikal yang paralel. Semua soal itu
diberi skor dalam tiga komponen, yaitu orisinalitas (sangat sedikit orang
menghasilkan pikiran seperti itu), variasi (berapa jumlah jawaban yang berbeda),
dan fleksibilitas (berapa jumlah golongan jawaban yang berbeda).
a. Bakat khusus merupakan kemampuan yang menonjol di suatu bidang tertentu
misalnya di bidang studi matematika atau bahasa asing. Orang sering
berpendapat bahwa semua bakat khusus merupakan sesuatu yang langsung
diturunkan oleh orang tua, misalnya bakat khusus di bidang matematika
diperoleh dari orang tua melalui proses generasi biologis. Namun yang
terakhir ini tidak akan nampak kalau tidak dikembangkan melalui pendidikan
keluarga dan sekolah. Adanya bakat khusus di suatu bidang studi akademik,
biasanya baru nampak jelas pada awal masa remaja, karena baru pada masa
itu anak telah memperoleh cukup banyak pengalaman, sehingga terbentuk
suatu bakat khusus.
10
mengakui
dan
menghargai
dorongan
diri
manusia/siswa
untuk
11
3.
bermakna,
Mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterimanya
Menurut Piaget, mengkonstruksi pengetahuan dilakukan melalui proses
12
Akomodasi
karenanya
menyediakan
sarana
utama
bagi
perkembangan intelektual.
Dampak teori Konstruktivisme Piaget terhadap pembelajaran (Suyono dan
Hariyanto, 2011: 109) :
Kurikulum
Pengajaran
konseptual anak.
: Guru harus lebih menekankan pentingnya peran pengalaman
bagi anak, atau interaksi anak dengan lingkunga sekitarnya.
Misalnya guru harus mencermati peran penting konsep-konsep
fundamental, seperti kelestarian objek-objek, serta permainanpermainan yang menunjang struktur kognitif.
13
Beberapa kunci pemikiran kognisi social dari Vygotsky antara lain adalah:
1. Kebudayaan menciptakan dua macam konstribusi terhadap perkembangan
intlektual anak.
2. Perkembangan kognitif yang dihasilkan dari sebuah proses dialektika di
mana seseorang siswa belajar melalui pengalaman pemecahan masalah.
3. Pada awalnya seseorang yang berinteraksi dengan anak beranggapan
bahwa dia lebih dibebani tanggung jawab untuk memandu anak-anak
dalam menyelesaikan masalah, tetapi secara bertahap tanggung jawab ini
akan lebih dibebankan kepada anak.
4. Bahasa adalah bentuk primer dari interaksi, melalui orang dewasa
membagi kekayaan pengetahuan yang terkandung dalam kebudayaan
kepada anak.
5. Sebagai hasil kemajuan belajar, anak-anak memiliki bahasanya sendiri
yang
dipergunakannya
sebagai
perangkat
primer
bagi
adaptasi
intektualnya.
6. Internalisasi mengacu kepada proses pembelajaran, dengan demikian
dalam mengacu internalisasi terhadap kebudayaan yang kaya akan
pengetahuan serta dipergunakan sebagai alat-alat yang dipakai untuk
bagaimana berpikir yang semula ada diluar diri anak, berlangsung awal
sekali melalui diri anak.
7. Ada perbedaan antara apa yang dapat dilakukan anak sendiri dengan apa
yang dapat dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru ataupun orang tua.
Vygotsky menyebutnya dengan ZPD (zona of proximal development).
8. Karena umumnya apa-apa yang harus dipelajari siswa berasal dari
kebudayaan di sekelilingnya, dan umumnya pemecahan masalah dimediasi
oleh bantuan orang dewasa, adalah keliru untuk fokus kepada siswa yang
terisolasi (tidak dalam interaksi dengan masyarakat). Fokus semacam itu
tidak mampu mengungkap proses-proses dengan cara mana siswa
memperoleh keterampilan-keterampilan baru
9. Interaksi dengan kebudayaan sekelilingnya dan agen-agen masyarakat,
seperti orang tua dan teman sebaya yang lebih kompeten, menyumbang
secara signifikan kepada perkembangan intelektual anak.
b. Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivisme
14
15
Peranan Guru
Dalam belajar kontruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar
proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak
menstransferkan pengetahuan yang telah dimilkinya, melainkan membantu
siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih
memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak
dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah sama dengan
kemauannya.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang
meliputi:
1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk
mengambil keputusan dan bertindak.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil kputusan dan bertindak, dengan
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3) Menyediakan system dukungan yang memberikan kemudahan belajar
agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih (Budiningsih,
2005:58-60).
3.
Sarana Belajar
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam
kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya
sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa
diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang
sesuatu yang dihadapi. Dengan cara seperti ini siswa akan terbiasa dan
terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapi, mandiri,
kritis, kreatif dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara
rasional (Budiningsih, 2005:58-60).
4.
Evaluasi Belajar
Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
16
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut pandangan kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman melalui struktur kognitif (pengalaman dan pengetahuan
yang tertata) yang berasal dalam diri masing-masing individu yang
akan terus berkembang sesuai dengan tingkatan umur masing-masing
individu.
2. Menurut
pandangan
konstruktivistik
belajar
adalah
proses
mengkonstruk
pengetahuannya
berdasarkan
aktif
yang
pengalamanmengkonstruk
hasil
tetapi
pengetahuannya.
B. Saran
Sebaiknya guru/
pada
dosen
proses
perlu
siswa
untuk
dalam
lebih
mengkonstruk
memahami
teori
18
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fahrudin, Adi. 2012. Teori Perkembagan Kognitif Piaget. http://www.google.co
.id/url?sa=t&rct=j&q=4%20tahap%20perkembangan%20kognitif
%20piaget&source=web&cd=9&cad=rja&ved=0CGMQFjAI&url=http%3A
%2F%2Fkapanjadibeda.files.wordpress (online). (Diakses 2 September 2012).
Hasanudin, 2011. Teori Belajar Behaviorisme, Kognitif, Konstruktivistik dan
Humanistik. http://hasanudin-bio.blogspot.com/ (online). (Diakses 01
September 2012).
Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Malang: FIP Universitas
Negeri Malang.
Pannen, Paulina, dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: PAUPPAI, Universitas Terbuka.
Suciati dan Irawan. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: PAU-PPAIUniversitas Terbuka.
Sukardjo dan Komarudin. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Suyono dan Hariyanto, 2011. Belajar Dan Pembelajaran (teori dan konsep
dasar). Remaja Rosdakarya. Surabaya.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Zaif. 2010. Teori-teori belajar behaviorisme, gestalt, kognitivisme, konstruktivis
me, CBSA, Keterampilan Proses, sosial, CTL, pendekatan komunikatif, pende
katan tematik-integratif. http://zaifbio.wordpress.com/2010/04/29/teori-teori
belajar-behaviorisme-gestalt-kognitivisme-konstruktivisme-cbsa keterampilan
-proses-sosial-ctl-pendekatan-komunikatif-pendekatan-tematik integratif/
(online). (Diakses 01 September 2012).
19