Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Konsumsi bahan galian industri di Sumatera Utara baik sebagai bahan
baku maupun sebagai produk jadi yang diserap oleh sektor industri dan
masyarakat sampai saat ini belum begitu banyak dimanfaatkan. Hal ini dapat
dilihat sebagian besar kebutuhan bahan galian industri tersebut masih
dipenuhi melalui impor atau didatangkan dari daerah luar. Perkembangan
pertambangan bahan galian industri (BGI) di Sumatera Utara masih relatif
lambat, bahkan dapat dikatakan berjalan di tempat dan tertinggal jauh
dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya seperti di Jawa, begitu pula halnya
apabila dibandingkan dengan pertambangan mineral logam maupun
eksplorasi minyak bumi.
Di pihak lain permintaan pasar akan bahan galian mineral pada saat
ini cukup baik dari segi kapasitas maupun jenisnya terutama untuk bahan
baku industri yang menunjukkan kecenderungan meningkat cukup besar dari
tahun ke tahun, hal ini sebagaimana terlihat dari hasil penelitian yang
dilaksanakan Balitbang Provinsi Sumatera pada tahun 2004 pada beberapa
industri pengguna dan pengolah bahan galian industri yang ada di Sumatera
Utara. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, salah satu sektor yang
perlu mendapatkan perhatian besar adalah sektor pertambangan. Sektor
pertambangan dapat dikembangkan menjadi salah satu sumber pemasukan
bagi

pendapatan

asli

daerah

(PAD)

melalui

pemanfaatan

potensi

sumberdaya alam yang dimiliki daerah. Hanya saja sektor pertambangan

hingga saat ini masih belum memberikan kontribusi yang berarti bagi
pemerintah daerah dan masyarakat di daerah.
Keadaan yang tidak menggembirakan tersebut, timbul sebagai akibat
produksi bahan galian industri di daerah yang ada selama ini belum
memenuhi syarat baik kualitas, kuantitas dan kesinambungan pemasokan
yang dibutuhkan oleh industri pemakai. Secara umum potensi bahan galian
industri di Sumatera Utara memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal ini
dapat dipahami karena penyebaran bahan galian industri tersebut sangat
dipengaruhi dan dikontrol oleh karakteristik kondisi geologinya. Potensi dan
karakteristik geologi tersebut, menyebabkan pola penyebaran bahan galian
industri di Kabupaten/Kota menjadi berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah lainnya.
Minimnya penguasaan iptek pertambangan berimplikasi terhadap
rendahnya pengelolaan bahan galian industri tersebut. Pengusahaan bahan
galian industri di dalam negeri selama ini masih menggunakan teknologi
yang sederhana (tradisional) dan menghasilkan produk tambang yang belum
diproses lebih lanjut, sehingga tidak dapat secara langsung digunakan oleh
pengguna industri yang ada di daerah. Hal ini selain disebabkan karena
biaya investasi yang cukup tinggi, juga karena lemahnya di dalam
penguasaan

teknologi

pengolahan

untuk

menghasilkan

berbagai

produk/komoditi bahan galian industri yang siap pakai untuk menunjang


keperluan dan keberlanjutan industri yang ada. Berbagai tantangan harus
dihadapi dalam upaya pengembangan dan pengelolaan bahan galian industri
saat ini. Teknologi yang ada saat ini harus dapat dikembangkan di masa

mendatang, tentunya teknologi yang diarahkan pada usaha mengelola dan


meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas, membuat sesuatu yang
lebih dibutuhkan/diinginkan, lebih tahan lama, lebih murah dan lebih
bermanfaat serta berarti.
Penelitian ini

diharapkan berguna bagi para pelaku industri

dan

Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai langkah awal terutama


di dalam pemanfaatan dan penggunaannya di dalam pengembangan industri
di daerah ini. Pengelolaan dan pemanfaatan
efektif dan optimal di Sumatera Utara

bahan galian industri yang

ini diharapkan akan memberikan

konsekuensi logis terhadap pendapatan asli daerah (PAD), penghematan


devisa, membuka kesempatan kerja/lapangan kerja yang pada gilirannya
akan meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat pada
umumnya.

1.2. Perumusan Masalah


Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kegiatan
Kajian Peningkatan Pengusahaan Sumberdaya Alam Sektor Pertambangan
di Sumatera Utara ini, adalah :
1. Bagaimana potensi dan cadangan bahan galian

industri di Sumatera

Utara?
2. Bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian industri di
Sumatera Utara?
3. Bagaimana kualitas dan teknologi pengelolaan bahan galian industri di
Sumatera Utara?

1.3. Maksud dan Tujuan


Kegiatan Kajian Peningkatan Pengusahaan Sumberdaya Alam Sektor
Pertambangan di Sumatera Utara ini dimaksdkan untuk memanfaatkan
potensi sumberdaya alam terutama sektor pertambangan yang ada di daerah
dan menciptakan iklim investasi di Sumatera Utara. Sedangkan tujuan dari
pelaksaan kegiatan kajian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi di dalam pengelolaan
dan pengusahaan bahan galian industri di Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui penyebab mengapa kurang bergairahnya investor di
dalam pengelolaan dan pengusahaan bahan galian industri di Sumatera
Utara.
3. Untuk menarik dan meningkatkan iklim investasi di Sumatera Utara.

1.4. Sasaran
Sasaran dalam kegiatan kajian ini adalah untuk meningkatkan
pengelolaan, pemanfaatan dan pengusahaan bahan galian industri di
Sumatera Utara, guna menarik dan meningkatkan iklim investasi sumber
daya alam sektor pertambangan di daerah ini.

1.5. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kegiatan kajian ini adalah dapat
memberikan masukan dan solusi terutama dalam :
1. Mengatasi kendala-kendala yang timbul di dalam pengelolaan dan
pengusahaan bahan galian industri di Sumatera Utara.

2. Menggerakkan iklim investasi pertambangan di Sumatera Utara melalui


terciptanya kerjasama antara industri pengguna/pemakai dengan industri
penghasil/produsen.
3. Sebagai bahan kebijakan dalam pemanfaatan dan pengembangan bahan
galian industri di Sumatera Utara.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggolongan Bahan Galian


Secara geologi Indonesia mempunyai sumber daya

mineral yang

cukup besar termasuk bahan galian industri. Pembentukan pegunungan,


aktivitas magma pada gunung api dan proses sedimentasi yang berlangsung
terus menerus selama periode waktu tertentu serta diikuti dengan proses
evolusi geologi telah mengakibatkan pembentukan bahan galian. Berbagai
indikasi adanya proses tersebut, menyebar luas di berbagai wilayah
Indonesia. Kecuali bahan bakar, biji logam dan air, bahan galian industri
(BGI) merupakan bahan tambang yang dapat digali dan digunakan secara
langsung tanpa pengolahan atau melalui sedikit proses pengolahan terlebih
dahulu. Sejalan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan perekonomian
daerah secara nasional dari sektor non migas, maka keberadaan bahan
galian industri di daerah diharapkan memiliki prospek untuk pengembangan,
pengelolaan

dan

pemanfaatannya.

Di

dalam

pemanfaatannya

perlu

dilakukan penggolongan dan pengklasifikasian bahan galian industri. Banyak


sebenarnya penggolongan bahan galian
adalah

Peraturan

Pemerintah

(PP)

industri Indonesia, antara lain

Nomor

27

Tahun

1980

yang

menggolongkan bahan galian menjadi 3 (tiga) golongan yaitu :


-

golongan A, disebut bahan galian vital

Golongan B, disebut bahan galian strategis

Golongan C, disebut bahan galian bukan vital dan bukan strategis

Sub Direktorat Eksplorasi Mineral Industri dan Batuan Departermen Energi


dan Sumberdaya Mineral RI juga telah melakukan penggolongan bahan
galian industri yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi pada masingmasing daerah, yaitu :
1. Bahan

Galian

Mineral

Radioaktif,

yaitu

mineral-mineral

yang

mengandung unsur radioaktif seperti uranium, thorium dan unsur


radioaktif lainnya.
2. Bahan Galian Bahan Bakar, yaitu : minyak, gas dan batubara.
3. Bahan Galian Mineral Logam, yaitu : emas, perak, nikel, besi, tembaga,
seng, nikel, timbal dan lain-lain.
4. Bahan Galian Non Logam atau bahan galian industri, yaitu : lempung,
feldsfar, kwarsa, dolomit, fosfat, batugamping, zeolit, bentonit dan lainlain.
5. Bahan Galian Batuan, Bangunan dan Kontruksi, yaitu : granit, marmer,
andesit, pasir, kerikil, tanah liat, tanah urug dan lain-lain.

Tabel 1. Pengelompokan
Bahan
Galian
Industri
Penggunaannya (Adjat Sudrajad, 1991)

No
1.

2.

3.

Pengelompokan
Bahan Galian Industri
Bahan Baku Keramik :
- Industri Semen
- Industri Gelas
- Industri Keramik

Bahan Baku Bangunan;


- Industri Bahan Bangunan dan
Kontruksi
- Industri Ornamen
Material Batu Berharga;
- Industri Batumulia dan Permata
- Industri Ornamen dan Lapidary

4.

Mineral Industri;
- Industri Pupuk
- Industri Agro

- Indsutri Pengisi dan Extender


5.

Industri Pelapis dan Pigment

Berdasarkan

Contoh
- Batukapur,
Lempung,
Silika, Gipsum
- Silika, Feldsfar, Dolomit
- Feldsfar, Silika, Toseki,
Dolomit, Piropillit, Kaolin

- Batuan Beku, Pasir, Kerikil,


Tras, Lempung
- Granit, Diabas, Marmer,
Andesit
- Intan, Ruby, Saphir, Topas,
Peridot, Jade, Opal
- Kalsedon, Agat, Jasper,
Onix, Crisocol, Jade
- Fosfat, Sulfur, Dolomit,
Zeolit, Potash, Batu Alkali
- Dolomit,
Batukapur,
Serpentenit,
Zeolit,
Bentonit, Magnesit
- Batukapur, Dolomit, Zeolit,
Mika, Kaolin, Talk
- Batukapur, Dolomit, Zeolit,
Bentonit, Kaolin, Sulfur,
Gipsum, Fosfat, Barit

2.2. Pengertian Sumberdaya dan Cadangan


Keberadaan mineral di dalam perut bumi dapat diketahui dari
sejumlah indikasi adanya mineral yang terdapat di perut bumi. Penyelidikan
secara geologis pada dasarnya belum dapat menentukan secara teliti atau
detail kuantitatis dan kualitas tentang informasi dari keberadaan sumberdaya
mineral. Akan tetapi pada kegiatan pentahapan tersebut sudah dapat

dikemukakan indikasi adanya sumberdaya mineral, sehingga keberadaan


mineral tersebut sering disebut dengan sumberdaya. Bila penyelidikan
dilakukan dengan lebih teliti, yaitu dengan menggunakan berbagai metode
seperti : geokimia, geofisika, pemboran maka mineral tersebut sudah
diketahui dengan pasti baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan
keberadaan tersebut sumberdaya mineral tersebut sering disebut dengan
cadangan.
Kategori cadangan dibagi bertingkat-tingkat, dimana semakin teliti
kegiatan penyelidikannya maka makin lengkap informasi yang didapat
mengenai keberadaan mineral tersebut, khususnya dalam bentuk kualitas
dan kuantitasnya. Ada berbagai pertimbangan yang menentukan kelayakan
suatu mineral untuk dapat ditambang, seperti : letak geografi, teknologi
penambangan, teknologi pemrosesan, kondisi sosial budaya dan masalah
lingkungan hidup dan lain lain. Mc. Kelvy (1973), menggambarkan hubungan
antara tingkat keekonomisan dengan

tingkat kelayakannya. Berdasarkan

tingkat penyelidikannya dari yang paling kasar kepada yang lebih teliti, kita
dapat menggolongkan sumberdaya ke dalam golongan discovered atau
infered (tereka), indicated atau terunjuk dan terukur (measured). Sedangkan
dari pandangan kelayakan Mc. Kelvy membagi menjadi marginal (kurang
layak), para marginal (tidak terlalu ekonomis) dan ekonomis atau
menguntungkan.
Apabila sumberdaya terunjuk telah diteliti dan ternyata layak untuk
ditambang, maka pada tingkatan tersebut baru berbicara tentang cadangan
probable (terkira), sedangkan apabila berbicara pada tingkat sumberdaya

terukur dan studi kelayakan menunjukkan ekonomis maka disebut dengan


cadangan terbukti (proved). Bila dari studi kelayakan ternyata penambangan
bisa menguntungkan, tingkat sumberdaya tereka (infered) dapat digolongkan
sebagai cadangan tingkat mungkin (possoble), dan apabila datanya masih
umum atau data kasar hanya memungkinkan mineral tersebut digolongkan
menjadi sumberdaya ditemukan (discovered).

Tabel 2. Penggolongan Sumberdaya dan Cadangan (Mc. Kelvy, 1973)


Kelayakan
Ekonomis
Penemuan

Cadangan

Cadangan

Cadangan

Sumberdaya

Mungkin

Terkira

Terbukti

(Discovered )

(Possible)

(Probable)

(Proved)

Sumberdaya

Sumberdaya

Marginal Umum
(Measured)

Tereka (Infered)

Sumberdaya

Sumberdaya

Indicated (Terunjuk)

Terukur

Tingkat Ketelitian

2.3. Konsumsi Bahan Galian Industri di Sumatera Utara


Kebutuhan bahan baku industri (raw material) di daerah akan terus
meningkat seiring dengan berkembangnya sektor industri, perkebunan dan
pertanian yang ada di daerah Sumatera Utara. Secara umum konsumsi
bahan baku industri yang digunakan pada sektor industri adalah : batukapur,
dolomit, feldspar, bentonit, lempung, pasir kwarsa, batu dimensi (ornament).
Pada umumnya bahan galian industri tersebut digunakan sebagai bahan

10

baku utama

dan

sebagai bahan baku tambahan. Pemanfaatan dan

penggunaan bahan galian industri di berbagai aspek kegiatan ekonomi di


Sumatera Utara, dewasa ini cukup luas dan beragam, seperti : industri cat,
bleaching earth, keramik, pupuk (kimia), kosmetik dan dalam bidang
kontruksi. Batukapur (batugamping), dolomit, phosphate banyak digunakan
sebagai bahan baku industri pupuk. Tingkat konsumsi pupuk semakin
meningkat dengan bertambahnya perkebunan dan pertanian di daerah
Sumatera Utara.
Perkebunan dan pertanian sangat membutuhkan bahan galian industri
terutama sebagai bahan baku pupuk dan penetral tingkat keasaman tanah
(pH). Luasnya areal perkebunan kelapa sawit di daerah ini dengan salah
satu produk turunannya adalah minyak goreng akan membutuhkan bahan
galian dolomit, bentonit dan zeolit. Bentonit dan zeolit sangat dibutuhkan
sebagai bahan penyaring (bleaching earth) untuk industri pengolahan minyak
goreng. Kaolin, pasir kwarsa, feldsfar dan lempung bola banyak digunakan
sebagai bahan baku pada industri

keramik/porselin, cat, kertas, granit,

marmer, andesit, diorite, serpentinit dan batuan yang memiliki nilai estetik
dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi dan bahan ornament (batu dimensi).
Industri-industri di daerah Sumatera Utara yang membutuhkan bahan baku
industri yang berasal dari sumberdaya alam sebagaimana pada Tabel 3.

11

Tabel 3. Perusahaan-perusahaan Pengguna Bahan Galian Industri


di Sumatera Utara.
No
1
2

Jenis Perusahaan
Perkebunan
Pertanian
Pengolahan
Kelapa Sawit

Keramik, Cat

Pakan Ternak

Jenis Bahan
Fungsi Bahan
Galian Industri
Galian Industri
dan Batukapur, Dolomit, Pupuk,
Netralitas
Rock Phosfat,
Tanah (pH)
Minyak Bentonit, Zeolit
Penyerap,
Penjernih
(absorbent)
Kaolin,
Feldspar, Pengisi
Lempung
Bola,
Pasir Kwarsa
Zeolit
Penambah
Nafsu
Makan), Penyerap
Bau

Sumber : Badan Investasi dan Promosi Provsu, 2007 (Data Diolah).

2.4. Prospek dan Pengembangan Bahan Galian Industri di Sumatera


Utara

Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang kaya akan sumber


daya alam yang belum dikelola secar baik dan maksimal. Salah satu potensi
sumber daya alam yang memiliki prospek dan pengembangan dalam sektor
pertambangan adalah bahan galian industri seperti batukapur, bentonit,
kaolin, zeolit, dolomit, granit, andesit dan lain lain. Bahan galian tersebut
tersebar di masing-masing Kabupaten dan Kota sesuai dengan kondisi dan
karakteristik geologinya. Umumnya bahan galian tersebut berasal dari proses
aktivitas vulkanik dan sedimentasi yang telah berlangsung jutaan tahun yang
lalu. Pemanfaatan bahan galian yang ada di daerah masih sangat terbatas
dan bersifat tradisional, hal ini disebabkan masih kurangnya industri hilir
(pengolahan dan pemakai) yang berkembang di daerah ini. Provinsi
Sumatera Utara yang didukung oleh kondisi geologi dengan aneka ragam

12

batuan dan mineral yang menyusunnya, banyak menghasilkan berbagai jenis


bahan galian industri yang sebagian besar memiliki potensi dan nilai
ekonomis untuk dikelola dan ditambang guna menunjang pembangunan di
daerah, industri, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan terciptanya
lapangan kerja.

Gambar 1. Peta Sebaran Bahan Galian Industri di Sumatera Utara

13

Berikut ini beberapa bahan galian industri yang memiliki prospek


untuk dikembangkan di Sumatera Utara yaitu :

2.4.1. Feldsfar
Feldsfar adalah nama kelompok mineral yang terdiri atas Pothasium,
Sodium, Kalsium Alumina Silikat (K, Na, Ca) Al2Si3O8. Secara umum mineral
feldsfar dapat dibagi menjadi 3 (tiga) sistem berdasarkan komposisi kimianya
yaitu : KAlSi3O8 (Or), NaAlSi3O8 (Ab) dan CaAl2Si3O8 (anortit). Kelompok ini
terdiri dari mineral pothasium feldsfar (ortoklas, mikroklin dan sanidin) dan
termasuk ke dalam kelas silikat, subkelas tektosilikat. Mineral ini dapat
dijumpai dalam batuan beku, batuan erupsi dan batuan metamorf.
Mineral feldsfar terbentuk secara pneumatolitik dan hidrothermal yang
membentuk urat pegmatit. Dalam industri keramik mineral feldsfar yang
diperlukan adalah yang kaya unsur alkali, sedangkan di dalam batuan granit
secara umum mengandung mineral feldsfar 60% terutama yang jenis
pegmatit. Hampir semua feldsfar memilki sifat fisik yang sama yaitu berwarna
keabu-abuan, merah jambu, coklat, kuning dan hijau. Feldsfar memiliki
kekerasan 6-6,5 dengan berat jenis 2,4-2,8 gram/ml. Mutu feldsfar sebagai
bahan baku keramik sangat ditentukan oleh oksida K2O dan Na2O yang
relatif tinggi (di atas 6%), Oksida Fe2O3 dan TiO2. Dalam industri keramik
jenis

feldsfar

yang

digunakan

adalah

jenis

ortoklas/mikroklin

dan

albit/plagioklas asam (natrium feldsfar), sedangkan feldsfar yang basa


dengan kadar kalium yang tinggi tidak dipakai.

14

Tabel 4. Spesifikasi Feldsfar Untuk Pembuatan Bahan Keramik


Halus (SNI NO 1145-1984)

Oksida

Porslin (%)

Jenis keramik
Saniter (%)

6-15
0,5
0,3
0,5

6-15
O,7
0,7
0,5

K2O +Na2O
Fe2O3 Maks
TiO2 Maks
Na2O Maks

Gerabah
Halus
(%)
6-15
0,8
1,0

Dalam industri keramik menurut Allen Dinsdale (1987), dikenal 3 (tiga)


jenis material dasar sebagai bahan baku keramik, yaitu lempung, feldsfar
dan bahan pengisi/flint (silika). Bahan galian feldsfar dipergunakan sebagai
bahan baku

atau konsumsi terbesar dewasa ini dalam industri keramik,

dimana industri keramik ini menggunakan bahan baku utama feldsfar hampir
mencapai 85% (Supriatna,1997).

Tabel 5. Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Feldsfar (Supriatna,1997)


Komposisi Kimia (%)
Feldsfar

Rumus

K 2O

NaO CaO

Kekerasan

Al2O3

SiO2

BD

Kimia
Ortoklas

K 2O

Al2O3 16,9

18,4

64,7

2,24

6SiO2
Albit

Na2O

Al2O8

11,8

19,4

68,8

2,5

6,5

Al2O8

20,1

36,2

43,3

2,6

6,5

6SiO2
Anortit

CaO
2SiO2

15

2.4.2. Kaolin
Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun oleh mineral lempung
dengan kandungan besi yang rendah dan pada umumnya berwarna putih
agak terang. Biasanya berdasarkan dari kenamapakan fisik tersebut, dapat
dijadikan petunjuk dari mana proses pembentukannya. Kaolin yang berwarna
putih

biasanya

bermutu

baik

dan

terjadi

karena

proses

alterasi

hidrotermal/geothermal pada batuan asam.

a. Pengolahan dan Penggunaan Kaolin


Pada

dasarnya

pengolahan

kaolin

terutama

ditujukan

untuk

membuang mineral kontaminan, seperti : pasir kwarsa, oksida besi, mika dan
lain-lain. Selain itu bertujuan untuk mendapatkan butiran-butiran halus,
tingkat kecerahan yang tinggi (brighteness), kadar air tertentu, pH tertentu
dan sifat-sifat lainnya. Proses pengolahan yang dilakukan sangat tergantung
pada jumlah jenis mineral-mineral pengotornya dan spesifikasi penggunaan
(Sukandarrumidi, 1999). Kaolin banyak digunakan dalam berbagai bidang
industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku
tambahan. Dalam hal ini pemanfaatan sifat fisik yang dimiliki kaolin, seperti :
kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik sangat diperlukan. Sebagai
bahan galian industri kaolin banyak digunakan dalam industri kertas,
keramik, cat, karet, farmasi, industri logam dan lain-lain.

16

Tabel 6. Spesifikasi Kaolin Untuk Industri Keramik (Harjanto,1995)


No

Spesifikasi
Kimia
Fe2O3 (%) Maks
TiO2 (%) Maks
CaO (%) Maks
SO3 (%) Maks
Sifat fisik
Besar butir (%) Min
Kecerahan (%) Min
Kadar air (%) Min

Klasifikasi industri keramik


Porselin

Saniter

Gerabah
Halus

Gerabah
Kasar

0,4
0,3
0,8
0,3

0,7
0,7
0,8
0,2

0,8
0,8
0,4

1,0
0,8
0,4

80,0
90,0
5,0

80,0
90,0
5,0

80,0
80,0
7,0

80,0
80,0
7,0

2.4.3. Zeolit
Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal alumino silikat
terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka
tiga dimensi. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa
merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel. Zeolit
biasanya ditulis dengan rumus kimia oksida atau berdasarkan satuan sel
kristal M2/nO Al2O3 a SiO2 b H2O atau Mc/n {(AlO2)c(SiO2)d} b H2O. Dimana n
adalah valensi logam, a dan b adalah molekul silikat dan air, c dan d adalah
jumlah tetrahedra alumina dan silika. Rasio d/c atau SiO2/Al2O bervariasi dari
1-5. Zeolit tidak dapat diidentifikasi hanya berdasarkan analisa komposisi
kimianya saja, melainkan harus dianalisa strukturnya. Struktur kristal zeolit
dimana semua atom Si dan Al dalam bentuk tetrahedra (TO4) disebut Unit
Bangun Primer, zeolit hanya dapat diidentifikasi berdasarkan Unit Bangun
Sekunder (UBS) sebagaimana terlihat pada Gambar 2.

17

Gambar 2. Tetrahedra Alumina dan Silika (TO4) Pada Struktur Zeolit


a. Spesifikasi Penggunaan Zeolit
Bahan galian zeolit banyak digunakan dalam bidang industri, seperti :
industri kertas, pupuk, penyerap limbah dan lain lain. Penggunaan zeolit
untuk berbagai keperluan harus memenuhi spesifikasi dan standar tertentu.

Tabel 7. Spesifikasi Zeolit Untuk Industri Kertas


No
Parameter
1
Analisis kimia:
- SiO2
- Al2O3
- Fe2O3
- CaO, MgO
- TiO2
- Na2O
- K 2O
- LOI
2
Analiss fisika
- Ukuran butir : 300 mesh
+ 10 mesh
- 5 mesh
- Kecerahan
- pH

Prosentase (%)
55-56
28-30
0,5
2
0,03
0,05
7
6-7
0,05
25
54
70-73
9,1-9,3

Industri Pengeringan :

Jenis zeolit

Klinoptilolit

Ukuran butir

3,5 mm

Pengaktifan

Pemanasan pada temperatur 6000C

18

Volume penyerapan uap air :

12% berat

Pemurnian Udara/Oksigen :

Jenis zeolit

: Mordenit

Pengaktifan

: Pemanasan pada temaperatur 500-600 0C

Ukuran butir

: -3+8 mesh

Kekerasan

: Tinggi

Pengontrol Limbah :
a. Limbah Radioaktif :

Jenis zeolit

: Klinoptilolit

Unsur yang diserap

: Cesium, Stronsium

Ukuran butir

: 20-50 mesh

b. Limbah Rumah Tangga :

Jenis zeolit

: Klinoptilollit

Unsur yang diserap

: - NH4 (amoium)
- logam berat

Ukuran butir

: 20-50 mesh

c. Limbah Peternakan :
-

Jenis zeolit

: Klinoptilolit

Unsur yang diserap

: NH4 (amonium)

Ukuran butir

: 100 mesh

d. Penangkapan Gas SO2 :


Pada cerobong asap pabrik asam sulfat dan PLTU batubara :
-

Jenis zeolit

: Klinoptilolit

Daya serap

: 200mg SO2 zeolit pada kondisi statik

Pengaktifan

: pemanasan pada temperatur 500-6000C

Ukuran butir

: 50-85 mesh

19

Imbuh Makanan Ternak :


Cara penggunaan; zeolit digerus sampai ukuran -200 mesh, bunga
matahari digerus dan kemudian kedua bahan tersebut dicampur dengan
rumput.

2.4.4. Bentonit
Bahan galian bentonit telah dikenal di Indonesia sejak diawalinya
aktivitas pemboran minyak bumi pada satu abad yang lampau. Riyanto
(1992), menyebutkan bahwa bentonit merupakan istilah dagang untuk
sejenis lempung yang sebagian besar atau seluruhnya tersusun oleh mineral
montmirolonit. Sukandarrumidi (1999), menyebutkan bentonit adalah jenis
lempung yang 80% lebih terdiri dari mineral montmorilonit (NaCa)0.33
(Al.Mg)12 Si4 O10 (OH)2 H2O, bersifat lunak (kekerasan 1 pada skala Mohs,
berat jenis antara 1,7 2,7, mudah pecah, terasa berlemak, mempunyai sifat
mengembang apabila kena air). Sifat bentonit, antara lain :
1. Berkilap lilin umumnya lunak, plastis dan sarang.
2. Berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu, merah
muda dalam keadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian
berubah menjadi kuning, merah coklat serta hitam.
3. Bila diraba terasa licin seperti sabun dan kadang-kadang pada
permukaannya dijumpai cermin sesar.
4. Bila dimasukan ke dalam air akan menghisap air sedikit atau banyak.
5. Bila kena hujan singkapan bentonit berubah menjadi bubur dan bila
kering menimbulkan rekahan yang nyata.

20

a. Sifat Fisik Bentonit


Secara umum bentonit dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentonit Na
dan bentonit Ca. Jenis bentonit tersebut berbeda fungsi di dalam
penggunaannya. Penggunaan bentonit untuk keperluan industri terutama
berdasarkan sifat fisiknya. Diantara sifat fisik yang sangat penting adalah :
kapasitas tukar kation, daya serap, luas permukaan, reologi sifat mengikat
dan melapis serta plastisitas. Bentonit banyak digunakan dalam bidang
industri, terutama industri pengolahan minyak kelapa sawit, pengecoran
logam, lumpur pemboran dan industri lainnya.
Tabel 8. Spesifikasi Kimia Bentonit pada Industri Minyak Nabati
Senyawa Kimia
Bentonit
SiO2
Al2O3
Fe2O3
TiO2
CaO
MgO
K 2O
Na2O
Bahan habis terbakar
Bleaching power

Prosentase senyawa kimia Bentonit


Pada Industri Minyak Nabati (%)
37,88-64,43
13,24-19,68
3,23-7,03
0,07-0,70
2,14,-15,4
1,68-2,21
0,48-1,58
0,12-0,53
12,46-21,76
25,38-38,11

2.4.5. Batugamping
Batugamping dikenal sebagai batukapur merupakan bagian dari
batuan karbonat yang disusun dominan oleh mineral-mineral karbonat
(R.P. Kusumadinata, 1981). Penyusun utama batugamping adalah mineral
kalsit (CaCo3), sedangkan mineral karbonat lain yang dapat hadir adalah
dolomit (Ca Mg (Co3)2), aragonit (CaCO3), kalsit yang kaya akan magnesit,

21

magnesit (MgCO3) dan siderit (FeCO3). Mineral lainnya dapat juga hadir
sebagai mineral pengotor yang terbentuk pada saat pengendapan, seperti
mineral lempung dan kwarsa (silika).
Batugamping merupakan salah satu mineral industri yang banyak
digunakan oleh sektor industri ataupun kontruksi dan pertanian, antara lain
untuk bahan bangunan, batu bangunan, bahan penstabil jalan raya,
pengapuran untuk pertanian, bahan keramik, industri kaca, industri semen,
pembuatan karbid, peleburan dan pemurnian baja, bahan pemutih dalam
industri kertas (pulp) dan karet, pengendapan bijih logam non-ferrous dan
industri gula.

Tabel 9. Persyaratan Kapur Tohor Untuk Pembuatan Kertas


Unsur

Kapur Tohor A
Batugamping

Kapur Tohor B
Dolomit

CaO minimum

92,5 %

55,4 %

MgO maksimum

2,5 %

39,6 %

Fe2O3 + Al2O3 + SiO2 maksimum

3,0 %

3,0 %

2.4.6. Pasir Kwarsa


Pasir kwarsa memegang peranan cukup penting bagi industri, baik
sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan penolong pada proses
pengolahan industri. Sebagai bahan baku utama pasir kwarsa digunakan
pada industri semen, bata tahan api (refraktori), silikon karbida, pasir filter,
kertas amplas, kaca lembaran dan barang pecah belah. Sebagai bahan baku
penolong umumnya digunakan sebagai bahan pengecoran logam. Pasir

22

kwarsa merupakan hasil pelapukan dari batuan yang mengandung mineral


utama, seperti kwarsa dan feldsfar. Hasil pelapukan kemudian tertranspor
dan tercuci oleh air dan angin yang terendapkan pada daerah yang rendah,
seperti : tepi sungai, danau dan laut. Di alam pasir kwarsa ditemukan dengan
kemurnian yang bervariasi, bergantung kepada proses pembentukannya,
disamping adanya material lain yang ikut terendapkan. Material lain tersebut
bersifat sebagai pengotor dan memberi warna pada pasir kwarsa dalam hal
ini akan menentukan tingkat kemurniannya. Umumnya di alam dijumpai
dengan berbagai ukuran yaitu 0,06 mm (halus) 2 mm (kasar). Pengolahan
mineral kwarsa bertujuan untuk memperoleh spesifikasi yang diinginkan
dengan cara pencucian. Pencucian adalah salah satu metode pengolahan
yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor. Pasir
kwarsa dapat langsung digunakan sebagai pasir cetak (umumnya berbutir
halus).

Tabel 10. Spesifikasi/Persyaratan Pasir Kwarsa Sebagai Bahan Keramik

Unsur
SiO2
Al2O3
CaO
Fe2O3
MgO
K2O
Na2O

SNI 1026- 89
(%)
Min 97,00
Maks 1,00
Maks 1,5
Maks 0,4
-

Spesifikasi Silika Keramik di Jepang


Table Ware Barang Seni
Ubin
(%)
(%)
(%)
>98
>98
>98
<1
<0,5
<0,5
<0,2
<0,1
<0,2
<1,0
0,9
>1,0
-

23

2.5. Arti dan Peranan Bahan Galian Industri Bagi Manusia


Bahan galian industri mempunyai peranan sangat penting dalam
kehidupan manusia. Peranan dan kehadirannya dalam kehidupan manusia
seringkali tidak disadari, misalnya saja perkakas rumah tangga yang
sebagian besar menggunakan bahan galian industri,

seperti : batubata,

genting, kaca, keramik dan ubin dinding. Dengan semakin luasnya kegunaan
dan pemanfaatan bahan galian industri pada saat ini rasanya sangat sulit
dibayangkan apabila kehidupan manusia modren tanpa kehadiran bahan
galian industri. Peranan bahan galian industri dalam perekonomian suatu
negara dapat dilihat antara lain dari tingkat konsumsinya.
Tingkat konsumsi sangat erat kaitannya dengan tingkat populasi
penduduk dan pendapatan perkapita. Oleh sebab itu pada skala nasional
peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan pendapatan perkapita
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat permintaan bahan
galian industri baik pada saat ini maupun pada masa yang akan datang.
Peranan utama bahan galian industri dalam suatu negara adalah untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku industri manufaktur, kontruksi dan
pertanian. Kebutuhan bahan galian industri akan sangat meningkat pesat
pada fase awal proses industrialisasi suatu negara. Peranan bahan galian
industri lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung perekonoian
di daerah, adalah :
-

Sebagai industri pendukung dalam pengembangan industri modern

Dapat membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha

Meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

24

Sebagai subtitusi impor dan meningkatan ekspor

Sebagai sarana pengembangan wilayah

Untuk pengembangan keahlian dalam pengolahan bahan galian industri

2.6. Proses Nilai Tambah


Nilai suatu bahan galian industri sangat ditentukan oleh sifat yang
diinginkan (desirability) dan kelangkaan (scarcity). Pada derajat kelangkaan
tertentu dengan naiknya tingkat kebutuhan akan suatu jenis bahan galian
maka nilainya semakin tinggi. Bahan galian industri yang diketahui banyak
diperlukan dan terdapat di seluruh pelosok daerah, hal ini berarti
keberadaannya melimpah atau tidak langka sehingga nilainya menjadi
rendah. Untuk dapat meningkatkan nilai tambahnya perlu dilakukan proses
pengolahan lebih lanjut.

25

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi kegiatan Kajian Peningkatan Pengusahaan Sumberdaya Alam
Sektor Pertambangan di Sumatera Utara adalah Provinsi Sumatera Utara.
Kegiatan kajian ini dilaksanakan

selama 3 (tiga) bulan terhitung bulan

Agustus Nopember 2008.

3.2. Metode Pendekatan Studi


Dalam

pelaksanakan

kegiatan

kajian

ini

digunakan

berbagai

pendekatan studi yang mencakup berbagai aspek data dan informasi serta
publikasi yang terkait dengan pengusahaan dan pengelolaan bahan galian
industri yang ada di daerah Sumatera Utara.

3.3. Data dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan
sekunder. Data sekunder diperoleh dari stakeholders dan berbagai sumber
lainnya yang ada, antara lain : Dinas Pertambangan, Bappeda, Biro Pusat
Statistik,

Badan

Investasi

dan

Promosi,

Dinas

Perindustrian

dan

Perdagangan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, perusahaan-perusahaan,


internet dan publikasi serta laporan-laporan yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan Kajian Peningkatan Pengusahaan Sumberdaya Alam Sektor
Pertambangan di Sumatera Utara. Data lainnya yang dikumpulkan
merupakan data dan informasi yang diperoleh langsung dari lapangan dan

26

hasil koordinasi dengan instansi terkait serta melalui studi literatur.


Pelaksanaan pengumpulan data dibagi menjadi dua yaitu pembuatan
instrumen pengumpulan data dan kegiatan pengumpulan data.

3. 4. Analisis Data
Data yang terkumpul disusun dan ditabulasi sesuai dengan kebutuhan
analisis. Teknik analisis yang dilakukan pada kajian ini adalah analisis
statistik deskriptif.

27

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang kaya
akan sumberdaya alam terutama bahan galian industri. Potensi bahan galian
industri tersebut tersebar di masing-masing Kabupaten dan Kota sesuai
dengan kondisi dan karekteristik geologinya. Berdasarkan hasil survey yang
dilakukan di Kabupaten Langkat, Mandailing Natal dan Deli Serdang dan
industri pengguna bahan baku industri di Kawasan Industri Medan (KIM),
sumberdaya alam yang memiliki prospek untuk pengembangan dalam sektor
pertambangan di daerah ini adalah batugamping (batukapur), dolomit,
bentonit, kaolin, zeolit, feldsfar, pasir kwarsa, lempung,

batu dimensi

(ornament), phosfat dan lain lain. Tingkat konsumsi bahan galian industri
tersebut, terus meningkat seiring dengan berkembangnya sektor industri,
perkebunan dan pertanian yang ada di daerah Sumatera Utara.

Pada

umumnya bahan galian industri tersebut digunakan sebagai bahan baku


utamad dan sebagai bahan baku tambahan. Kendala-kendala yang
ditemukan yang menyebabkan masih kecil atau rendahnya pemanfaatan dan
penggunaan bahan galian industri di daerah Sumatera Utara dalah :

4.1.1. Kualitas Bahan Galian Industri


Penggunaan

dan

pemanfaatan

bahan

galian

industri

sangat

tergantung dengan kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sangat ditentukan


oleh sifat fisik dan kimia yang terdapat pada bahan galian industri tersebut.

28

Berdasarkan hasil pendataan dan survey di Kawasan Industri Medan (KIM),


menunjukkan bahwa bahan tambang dalam hal ini bahan galian industri yang
terdapat di daerah kurang memenuhi syarat terutama dari segi kualitas. Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya mineral pengotor (impuritis) yang terdapat
di dalam bahan galian industri tersebut. Tingginya mineral impuritis tersebut
menyebabkan kualitas bahan galian industri menjadi rendah. Untuk
mengatasi

kendala

tersebut

bahan

galian

industri

perlu

dilakukan

pengolahan terlebih dahulu (treatment) baik dengan pembakaran dan


pencucian, sehingga mineral-mineral yang tidak dibutuhkan dalam bidang
industri (impurities) dapat dihilangkan atau diminimalisir. Dengan melakukan
pengolahan terlebih dahulu kualitas bahan galian industri lebih meningkat
sehingga dapat memenuhi spesifikasi industri pengguna/pemakai. Disamping
banyak mineral pengotornya, hal lain adalah pola keterdapatan bahan galian
tidak seragam (merata) yang berimplikasi dengan jumlah cadangan
(kuantitas) dari suatu bahan galian industri.

Dalam upaya pemanfaatan

bahan galian industri diperlukan industri hilir (pengolahan) bahan galian


industri, sehingga kebutuhan bahan baku (raw material) dapat terpenuhi.

4.1.2. Letak dan Keberadaan Bahan Galian Industri


Morfologi yang melingkupi daerah Sumatera Utara terdiri dari
perbukitan, pegunungan dan dataran yang menyebabkan daerah ini kaya
akan potensi sumberdaya alam. Secara umum daerah pegunungan identik
dengan daerah hutan, perbukitan identik dengan perkebunan dan daerah
dataran biasanya identik dengan pemukiman dan persawahan. Sumatera

29

Utara juga merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan dan Taman
Nasional Gunung Leuser (hutan lindung). Pada daerah tersebut berdasarkan
data geologi memiliki sumberdaya mineral yang melimpah. Dengan bentuk
dan morfologi tersebut, untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan bahan
galian banyak mengalami hambatan dan gangguan seperti adanya kawasan
hutan lindung, cagar alam dan tanah adat atau ulayat. Adanya undang
undang yang melarang dan mengusahakan pertambangan di kawasan hutan
lindung dan cagar alam semakin mempersulit untuk pengusahan bahan
galian industri, sebab secara umum bahan galian industri yang ada di daerah
berada pada kawasan hutan lindung. Kemudian adanya kemajemukan suku
adat dan budaya juga salah satu penyebab lambannya pemanfaatan bahan
galian yang terdapat pada daerah tersebut. Adanya tanah adat dan ulayat
yang mengandung bahan galian industri

yang terletak di daerah

menyebabkan pemanfaatan dan pengolahan bahan galian industri sulit dan


relatif kecil, hal disebabkan izin pemanfaatan sangat susah dengan rentang
waktu yang lama.

4.1.3. Teknik Pemanfaatan


Suatu jenis komoditi bahan galian industri untuk dapat langsung
dipasarkan, perlu diproses sederhana atau lebih intensif tergantung dari
kegunaan dan spesifikasi/persyaratan yang diminta oleh pemakai/konsumen.
Rendahnya tingkat konsumsi bahan galian industri di daerah salah satu
faktornya adalah kualitas bahan galian industri yang terdapat di daerah
penyebarannya tidak merata. Untuk kualitas bahan galian industri yang

30

rendah perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut, sedangkan bahan galian


industri yang telah memenuhi syarat spesifikasi industri dapat dipergunakan
langsung

atau

tanpa

pengolahan.

Selama

ini

industri

penghasil

memanfaatkan bahan galian industri secara tradisional yaitu tanpa atau


dengan sedikit pengolahan. Dengan melakukan pengolahan lebih lanjut akan
memberikan nilai tambah dan nilai jual bahan galin industri tersebut. Sebagai
contoh pasir kuarsa untuk keperluan industri semen, bangunan dan
pengecoran logam umumnya tidak memerlukan proses pengolahan, untuk
keperluan penjernihan air, bahan imbuh (fluks), ampelas, bahan baku abrasif
cukup diproses sederhana, sedangkan untuk keperluan industri kaca perlu
diproses lebih lanjut dan intensif dengan alat pemisah magnetik atau kadangkadang dengan proses flotasi. Hal yang sama juga berlaku terhadap bahan
galian industri yang akan digunakan sebagai bahan baku industri, sehingga
memberikan nilai tambah terhadap bahan galian itu sendiri. Pola jalur
pemanfaatan bahan galian industri (Gambar 3).

Pertambangan Bahan Galian Industri

Tanpa Diproses

Diproses Sedehana

Diproses Intensip

Industri Pemakai

Gambar 3. Pola Jalur Pemanfaatan Bahan Galian Industri

31

Suatu bahan galian industri memerlukan proses pengolahan atau


tidak sangat ditentukan oleh kualitas bahan baku tambang tersebut dan
spesifikasi kualitas yang diminta oleh pengguna bahan galian industri.
Sebenarnya hanya sedikit bahan galian industri yang dapat langsung
dipasarkan tanpa proses pengolahan, seperti pasir bangunan, pasir kwarsa
dan tanah liat. Pada umumnya bahan galian industri tersebut, perlu diolah
terlebih dahulu sebelum dipasarkan walaupun dengan sedikit pengolahan.
Proses pengolahan yang relatif sangat sederhana mencakup salah satu atau
kombinasi dari proses penggerusan, pencucian, pengayakan, pengeringan,
pembakaran dan lain sebagainya. Pengembangan mineral sebagai bahan
galian industri lebih mengutamakan sifat fisiknya dan sifat kimianya, mineral
yang dianggap berpotensi adalah yang mempunyai cadangan besar, mutu
merata, mudah dijangkau (transportasi) dan mudah di dalam proses
penambangannya.

4.1.4. Sumberdaya Manusia


Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Kabupaten Langkat,
Mandailing Natal dan Deli Serdang menunjukkan bahwa tidak sesuainya
formasi sumberdaya manusia atau staf yang ada di Dinas/Instansi tersebut,
misalnya saja di Dinas Pertambangan dan Energi tidak memiliki tenaga
teknis di bidang geologi dan pertambangan. Untuk daerah yang memiliki
prospek pertambangan seharusnya memiliki Dinas/Instansi yang didukung
dengan staff atau sumberdaya manusia yang relevan dan sesuai dengan
bidang kompetensinya. Hal ini dikarenakan dalam bidang sumberdaya

32

mineral sangat membutuhkan tenaga teknis yang mampu mencari, mengerti


dan paham akan keberadaan bahan galian

tersebut.

Minimnya tenaga

teknis yang terdapat di daerah berdampak buruk tehadap kenerja pada


Dinas/Instansi terkait. Sedangkan pada perusahaan industri tenaga teknis
yang dimiliki juga tidak sesuai dengan bidang yang dibutuhkan, hal ini
menyebabkan industri pertambangan yang ada tidak berjalan lama dan
lambat laun akan tutup (colaps).

4.1.5. Birokrasi
Di dalam pemanfaatan dan pengusahaan bahan galian industri dapat
dilakukan oleh perseorangan, badan hukum dan koperasi. Kesemua
pengusahaan tersebut harus mendapatkan dan memiliki izin

dari

dinas/instansi teknis terkait. Izin yang diberikan oleh instansi terkait dapat
berupa Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD), Surat Izin Pertambangan
Rakyat (SIPR) dan Kuasa Pertambangan (KP), disamping surat izin yang
ada lainnya. Kendala di dalam pengurusan surat izin tersebut adalah di
masing-masing daerah tidak memiliki keseragaman, terutama dari segi waktu
dan dinas pemberi surat izin juga berbeda-beda. Dampak yang timbul
tersebut, membuat investor (pengusaha) merasa terlalu lama di dalam
pengurusan izin dan terlalu berbelit-belitnya birokrasi di pemerintahan di
daerah. Selain itu, kurang transparansi masalah tarif untuk pengurusan surat
izin di dalam pengusahaan pertambangan di daerah menyebabkan para
pengusaha enggan untuk berinvestasi di Sumatera Utara.

33

4.2. Pembahasan
Daerah Sumatera Utara memiliki berbagai komoditas bahan tambang
yang tersebar di masing masing daerah. Penyebaran bahan galian industri
tidak

merata

dan

sangat

dikontrol

oleh

karakteristik

geologinya.

Pengusahaan dan pemanfaataan bahan galian industri yang selama ini


menggunakan teknologi sederhana (tradisional) dan tanpa pengolahan lebih
lanjut menyebabkan rendahnya kualitas bahan galian industri sehingga
penggunaan dibidang industri sangat kecil. Untuk itu diperlukan teknologi
proses pengolahan untuk mengurangi impurities yang terdapat pada bahan
galian industri. Teknologi yang ada saat ini dan dikembangkan di masa
mendatang perlu diarahkan pada usaha yang dapat mengolah dan
meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas, membuat sesuatu yang
lebih dibutuhkan/diinginkan, lebih tahan lama, lebih murah dan lebih
bermanfaat/berarti.
Di dalam upaya pengusahaan dan pemanfaatan bahan tambang agar
dapat memberikan kontribusi positif bagi pemerintah daerah terutama di
dalam menyumbang pendapatan asli di daerah (PAD), maka perlu
melakukan promosi yang efektif terutama kepada pihak industri yang di
daerah mengenai keberadaan dan potensi bahan galian industri dan
penggunaananya dalam bidang industri baik sebagai bahan baku utama
maupun bahan bahan baku tambahan. Sistem pelayanan satu atap di dalam
pengurusan dan pemberian izin pada satu tempat untuk mempermudah
birokrasi di daerah. Pemberian surat izin pada satu atap (one stop service)
selain bertujuan untuk mempercepat lama pengurusan surat izin, juga untuk

34

memangkas birokrasi yang berbelit-belit di daerah, sehingga menumbuhkan


kepercayaan dan transparansi bagi pihak investor (pengusaha).
Terobosan dalam penerbitan izin pertambangan dalam sistem satu
atap (one stop service) ini dengan melibatkan berbagai instansi terkait
dengan waktu pengurusan yang tidak terlalu lama dan jelas biaya yang
dikeluarkan untuk pengurusan izin tersebut. Masalah lainnya adalah perlunya
peningkatan koordinasi antara instansi terkait di bidang pertambangan baik
di

Kabupaten/Kota,

Provinsi

maupun

Pusat

terutama

menyangkut

kewenangan dan standard yang jelas dalam pemberian izin pertambangan


tersebut.
Pemanfaatan bahan galian industri dan perkembangan produk baru
yang dihasilkan juga sangat tergantung dan berhubungan erat dengan
pemahaman atas apa yang diinginkan pemakai, dengan kata lain perlu
diketahui secara mendalam persyaratan yang dikehendaki (spesifikasi) oleh
dunia industri/pemakai. Oleh sebab itu tantangan yang harus diatasi dalam
peningkatan pemanfaatan bahan galian industri pada masa kini dan akan
datang adalah bagaimana mengembangkan teknologi pengolahan bahan
galian industri, sehingga diperoleh

produk yang memenuhi spesifikasi/

persyaratan dan menjawab kebutuhan akan bahan galian industri bagi


berbagai penggunan bahan galian industri, seperti : industri kimia, kertas,
farmasi, keramik, minyak nabati yang ada di daerah ini. Untuk itu diperlukan
peningkatan kerjasama antara instansi pemerintah daerah dengan lembaga
atau pusat penelitian serta melibatkan pengusaha yang terkait dalam bidang
pertambangan, sebagaimana kerjasama yang telah dilaksanakan oleh

35

Balitbang Provinsi Sumatera dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi


Sumatera dengan Pusat Penelitian Teknologi Mineral dan Batubara
(tekMIRA) Bandung.
Kendala lainnya yang ada selama ini adalah kurang akuratnya data
dan informasi tentang potensi atau cadangan bahan galian industri yang
dimiliki oleh instansi terkait di bidang pertambangan baik yang berada
Kabupaten/Kota maupun Provinsi menyebabkan bahan galian industri
tersebut tidak atau belum dimanfaatkan secara optimal, meskipun potensi
yang dimiliki cukup besar. Data dan informasi tentang potensi atau cadangan
bahan galian industri yang ada tersebut, pada umumnya masih dalam tahap
penyelidikan

pendahuluan.

Untuk

ke

depannya

pemerintah

daerah

Kabupaten/Kota maupun Provinsi perlu melakukan pendataan tentang


potensi atau cadangan bahan galian industri tersebut, guna mendapatkan
data yang akurat tentang masing-masing potensi bahan galian tersebut untuk
nantinya dipromosikan kepada pihak investor.

4.3. Aspek Manfaat


Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, menyebabkan
penemuan mineral baru dan hasil olahannya terus meningkat. Seiring
dengan meningkatnya kualitas manusia dan terciptanya teknologi yang
banyak

menghasilkan

rekayasa

dan

inovasi,

berimbas

terhadap

pemanfataan dan penggunaan mineral yang dari waktu ke waktu terus


berkembang dan meningkat dengan pesatnya. Pengembangan sumberdaya
mineral harus mempertimbangkan sifat dari masing-masing bahan galian

36

tersebut, dimana sumberdaya mineral akan habis setelah sekali pakai


(depleted) yang mengakibatkan kesempatan untuk memanfaatkannya hanya
sekali saja. Salah di dalam penerapan kebijakan

sumberdaya mineral

tersebut akan hilang/habis untuk selamanya. Pengelolaan dan pemanfaatan


sumberdaya mineral

yang dilakukan selama ini yang kurang/tidak

mensejahterakan atau meningkatan kualitas sumberdaya manusia, sehingga


akan mengakibatkan bukan hanya mineral saja yang habis tetapi
manusianya sendiri tidak akan berubah kesejahteraan maupun kualitasnya.
Dalam hal ini, perlu sebenarnya untuk menetapkan bagian dari nilai
atau value mineral tersebut yang harus dikembalikan kepada masyarakat
yang berada di sekitar areal pertambangan, sehingga setelah mineral
tersebut habis mereka/warga dapat melanjutkan kehidupannya kembali
secara wajar dan layak. Adanya perimbangan antara keuangan pusat dan
daerah yang ada saat ini masih sulit disepakati terutama proporsinya. Di
samping itu, adanya hak ulayat dan hukum adat di masing-masing daerah
perlu menjadi salah satu instrumen bagi para pengelola sumberdaya mineral
jika

memang

pertambangan

ingin

meningkatkan

tersebut.

Kebijakan

sumberdaya
yang

tepat

manusia
untuk

di

tempat

memanfaatkan

sumberdaya mineral adalah harus dapat dan mampu mentransfer nilai


mineral tersebut menjadi nilai manusia, khususnya di tempat pertambangan
tersebut. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang dianut di dunia
pertambangan, perlu dijadikan tindakan nyata pada tingkat yang memadai
dan manusiawi.

37

Beberapa aspek manfaat lainnya yang dapat dikembangkan dalam


peningkatan pengusahaan sumberdaya alam sektor pertambangan di
Sumatera Utara, antara lain adalah :
-

Potensi bahan galian industri harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar


peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah.

Nilai tambah bahan galian industri lebih dimaksimalkan.

Effektif untuk subtitusi dan mengurangi impor serta penghematan devisa


negara.

Menciptakan lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja.

Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) setempat.


Dengan demikian banyak dampak positif yang akan diperoleh dalam

proses pengembangan dan pengelolaan bahan galian industri, dalam upaya


memberikan nilai tambah terhadap kualitas bahan galian industri di Sumatera
Utara.

38

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Prospek pengelolaan dan pengembangan bahan galian industri di
Sumatera Utara cukup baik, hal ini terjadi akibat adanya peningkatan
kebutuhan akan bahan galian industri di daerah seiring dengan
peningkatan standar hidup, perkembangan industri dan kebutuhan akan
teknologi baru.
2. Pengelolaan dan pengembangan bahan galian industri lebih lanjut di
Sumatera Utara harus mendapat prioritas, karena kegiatan ini dapat
meningkatkan nilai tambah, subtitusi impor, memperluas kesempatan
kerja dan mempertinggi konservasi mineral serta menambah pendapatan
asli Daerah (PAD) setempat.
3. Produk bahan galian industri baru sangat tergantung pada teknologi dan
berhubungan erat dengan industri penghasil dan pemakai, hal ini
tentunya memerlukan terjalinnya koordinasi yang hormanis sesuai
dengan spesifiksi/persyaratan yang dibutuhkan oleh pemakai.
4. Penelitian dan pengembangan bahan galian industri khususnya untuk
menghasilkan produk-produk baru akan sangat penting dalam usaha
memperluas pasar, dengan tantangan yang harus diatasi dalam
peningkatan

dan

pemanfaatan

bahan

galian

industri

adalah

mengembangkan teknologi pengolahan bahan galian industri untuk


memperoleh nilai tambah.

39

5.2. Saran Rekomendasi


1. Perlu dilakukan pendataan yang akurat tentang potensi atau cadangan
serta promosi yang efektif dan tepat sasaran mengenai keberadaan
potensi bahan tambang di Sumatera Utara.
2. Untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan potensi bahan
tambang di Sumatera Utara, perlu dibuat terobosan kebijakan untuk
pengurusan surat izin satu atap (one stop service) berupa tidak berbelitbelitnya birokrasi dalam penerbitan izin pertambangan dengan waktu
yang tidak terlalu lama dan biayanya jelas.
3. Untuk memanfaatkan dan mengelola potensi bahan galian industri di
daerah, diperlukan peningkatan koordinasi antar instansi terkait dengan
pihak industri sehingga industri hulu dan industri hilir dapat tumbuh dan
berkembang di Sumatera Utara.
4. Bagi

daerah-daerah yang memiliki potensi pertambangan, diperlukan

dinas teknis yang harus didukung dengan sumberdaya manusia/staf yang


handal sesuai dengan kompetensi

ilmu yang dibutuhkan, seperti :

geologi dan pertambangan.

40

DAFTAR PUSTAKA

Adjat Sudradjat, 1991. The Strategy of Mineral Exploration in Indonesia


Toward the Year 2000. IMA, Bandung.
____________, 2003. Manajemen
Indonesia. ITB, Bandung.

Pengelolaan

Sumberdaya

Alam

Rachman Wiryosudarmono, 1991. Kebijakan Pengembangan Mineral


Industri di Indonesia. PPTM, Bandung.
Badan Pusast Statistik Sumatera Utara, 2006. Sumatera Utara Dalam
Angka, Medan.
Balitbang Provinsi Sumatera Utara, 2004. Analisis Kebutuhan dan
Pemanfaatan Sumberdaya Alam Sebagai Bahan Baku Sektor
Industri di Provinsi Sumatera Utara, Medan.
Suhala, S. dan Arifin, M., 1997. Bahan Galian Industri. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung
Sukandarrumidi, 1999. Bahan Galian Industri. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Tushadi, M., 1990. Bahan Galian di Indonesia. Direktorat Sumber Daya
Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi RI, Bandung.

41

Anda mungkin juga menyukai