Kacang Hijau Lengkapp
Kacang Hijau Lengkapp
Rochani Iswandari
RINGKASAN
ROCHANI ISWANDARI. Studi Kandungan Isoflavon pada Kacang Hijau (Vigna
radiata L), Tempe Kacang Hijau, dan Bubur Kacang Hijau. (Dibawah bimbingan
HIDAYAT SYARIEF dan EDDY SETYO MUDJAJANTO).
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji kandungan isoflavon pada
kacang hijau (Vigna radiata L) dan hasil olahannya yaitu tempe kacang hijau dan
bubur kacang hijau. Tujuan khusus penelitian ini adalah mempelajari pembuatan
tempe kacang hijau, menentukan jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe
kacang hijau melalui uji organoleptik, menganalisis komponen aktif isoflavon
pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau serta
mengetahui kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan
bubur kacang hijau meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan total
karbohidrat.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan meliputi (1) memilih sampel kacang
hijau dan ragi tempe (2) mempelajari pembuatan tempe dari bahan baku kacang
hijau. Pada tahap ini dilakukan trial and error untuk mempelajari cara pembuatan
tempe kacang hijau.
Sampel kacang hijau adalah kacang hijau biji besar yang dibeli
di swalayan Grand, di Bogor. Biji sampel berbentuk bulat silindris dengan ujung
tumpul, berwarna hijau tua dengan panjang kurang lebih (0.5-0.8) cm dan mudah
dikelupas kulitnya setelah direndam. Ragi yang digunakan adalah ragi tempe yang
biasa dipakai oleh pengusaha tempe kedelai di desa Ciherang, Margajaya, Bogor
Barat. Ragi berupa serbuk atau butiran-butiran kecil berwarna putih kecoklatan.
Penelitian lanjutan terdiri dari empat tahap yaitu (1) membuat tempe
dengan metoda terpilih dari penelitian pendahuluan dan membuat bubur kacang
hijau (2) melakukan uji organoleptik tempe kacang hijau mentah (3) menganalisis
senyawa isoflavon pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur
kacang hijau dengan metode Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (HPLC)
(4) menganalisis kandungan gizi pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan
bubur kacang hijau meliputi kadar air & abu (metode oven biasa), kadar lemak
(metode Soxhlet), kadar protein (metode semi Kjedahl), dan total karbohidrat
(by difference).
Keseluruhan trial and error yang telah dilakukan menghasilkan
metode/cara pembuatan tempe kacang hijau per 1 kg berat kacang hijau mentah
terdiri dari pemilihan biji kacang hijau, perendaman air kondisi asam (pH 4-5)
selama 24 jam, pengelupasan kulit dan pencucian dengan tangan, perendaman air
mendidih selama 15 menit, pendinginan, pemberian ragi, pembungkusan, dan
penyimpanan selama 48 jam pada suhu 27C-33C.
Uji organoleptik dilakukan terhadap tempe kacang hijau mentah. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap
penerimaan tempe kacang hijau mentah meliputi warna, aroma, tekstur,
kepadatan, dan kekompakan. Hasil uji digunakan untuk menentukan standar
formula jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe kacang hijau. Uji
organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Program Studi GMSK, IPB
dengan 30 panelis dan dua kali ulangan perlakuan. Penetapan jumlah konsentrasi
ragi pada tempe kacang hijau berdasarkan standar jumlah ragi yang digunakan
pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat kedelai matang. Hasil
perhitungan jumlah ragi yang digunakan adalah 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2%.
Hasil uji organoleptik diolah menggunakan SPSS versi 11.5 for windows.
Data yang diperoleh diuji menggunakan Kruskal Wallis Test dan uji lanjut
perbandingan berganda Tukey. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui
pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap warna, aroma, tekstur, kepadatan,
dan kekompakan tempe kacang hijau mentah. Paired samples t-test digunakan
untuk menentukan apakah kandungan senyawa isoflavon pada 100 g kacang hijau
segar sebelum dan sesudah pengolahan (fermentasi dan perebusan) berbeda.
Hasil uji lanjut perbandingan berganda Tukey diketahui bahwa
penambahan konsentrasi ragi 0.05%, 0.1%, dan 0.2% tidak berbeda nyata pada
=0.05 terhadap warna tempe kacang hijau. Penambahan konsentrasi ragi 0.1%,
0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata pada =0.05 terhadap aroma. Penambahan
konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata terhadap tekstur,
kepadatan, dan kekompakan tempe kacang hijau mentah. Kelima parameter,
konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata dalam arti konsentrasi
tersebut menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik, walaupun pada warna
konsentrasi 0,1% tidak sebaik dengan konsentrasi 0.15%. Secara prinsip ekonomi
dipilih konsentrasi ragi 0.1% untuk pembuatan tempe kacang hijau yang baik
mengingat konsentrasi 0.1% mendominasi empat dari lima parameter.
Jumlah isoflavon pada kacang hijau segar adalah 70.74 mg per 100 g
bahan terdiri dari daidzein 35.88 mg, genistein 21.81 mg, dan glisitein 13.05 mg.
Jumlah isoflavon pada tempe kacang hijau adalah 59.00 mg per 100 g bahan yaitu
daidzein 29.09 mg, genistein 18.16 mg, dan glisitein 11.76 mg. Bubur kacang
hijau mengandung 14.44 mg isoflavon per 100 g bahan (daidzein 6.01 mg,
genistein 5.91 mg, dan glisitein 2.52 mg).
Kandungan isoflavon tempe kacang hijau yang berasal dari 100 g kacang
hijau segar adalah 71.59 mg/121.36 g tempe. Hasil uji Paired sample t-test
menunjukkan bahwa kandungan isoflavon 100 g kacang hijau segar sebelum dan
sesudah fermentasi (menjadi tempe) tidak berbeda nyata pada =0.05. Hal ini
berarti peningkatan kandungan isoflavon pada proses fermentasi tidak terlalu
signifikan. Pengolahan perebusan pada kacang hijau menyebabkan kandungan
isoflavon mengalami penurunan. Kandungan isoflavon bubur kacang hijau yang
berasal dari 100 g kacang hijau segar adalah 48.67 mg/336.58 g bubur. Uji Paired
samples t-test menunjukkan bahwa kandungan isoflavon 100 g kacang hijau segar
sebelum dan sesudah perebusan (menjadi bubur) berbeda nyata pada =0.05. Hal
ini berarti pengolahan menggunakan suhu 98C dapat menurunkan kandungan
isoflavon.
Analisis proksimat yang dilakukan menunjukkan hasil sebagai berikut :
kadar air kacang hijau segar 12.10% (bb), tempe kacang hijau 64.32% (bb), dan
bubur kacang hijau 81.92% (bb). Kadar abu kacang hijau segar, tempe kacang
hijau, dan bubur kacang hijau masing-masing 3.5% (bk), 0.70% (bk) dan
3.10% (bk). Kandungan lemak kacang hijau segar 0.56% (bk), tempe kacang hijau
0.56% (bk), dan bubur kacang hijau 0.44% (bk). Kadar protein kacang hijau segar
24.78% (bk), tempe kacang hijau 41.92% (bk), dan bubur kacang hijau
23.62% (bk) dan total karbohidrat pada kacang hijau segar 70.98% (bk), tempe
kacang hijau 56.81% (bk), dan bubur kacang hijau 72.84% (bk).
Skripsi
Oleh :
Rochani Iswandari
A54101075
Judul
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
ii
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam tidak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hidayat
Syarief, MS dan Ir. Eddy Setyo Mudjajanto sebagai dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan berupa saran, kritik, dan
perbaikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Lilik Kustiyah,
MS sebagai dosen pemandu seminar; Feti, Muna, Wara, dan Tini Sabrina sebagai
pembahas seminar; serta Dr. Ir. Budi Setiawan, MS sebagai dosen penguji.
Terima kasih untuk Almarhum Bapak (Kamto Suharjo), Ibu tercinta
(Murjanah), Keluarga Bapak Ibu Marno, Mas Har, Mbak May, Mas Anto, Mbak
Ita, Mas Dono, Mbak Sul, Mas Abdi, Mbak Sri, Mas Koko, Mas Teguh dan istri
serta ponakan semua, Mas Akhmad, Bapak Ibu Gresik, Mbak Us, Isa, Khoiro dan
Hakam atas kasih sayang, perhatian, bimbingan, bantuan, doa dan dorongan
semangat untuk terus menuntut ilmu. Mas Luges atas ide penelitiannya. Mas
Budi, dek Rochmad, Ella, Dedet, Vidya, Dina, Ina, Cipta Usaha Mandiri Crew,
Indria, Nofa, Veejay, Wulan, Jihad, Endah, Nia, Ika, Ade, Wawan, Adi, Eka,
Ratnasari, Ria, Eva dan Yulia atas bantuan dan kerjasamanya. Temen-temen
GMSK angkatan 38, 39, 40, dan alih jenjang 40 atas kebersamaannya. Pak
Dadang, Pak Asep dan Ocha atas ilmunya. Temen-temen kost DC 9 BS, Adinda
Balio, Griya Mahasiswa, ASAD dan KKP Sukamakmur. Special to Almarhumah
Nova, Ibu Netti, Pak Bibit, Bu Dede, Pak Huri, Bu Ade, Bu Ana, Mbak Wati, Bu
Ito, Bu Tatik, Teh Yati, Bu Umi, Mas Rena, dan Pak Ugan. Pak Mashudi, Bu
Rizki, Pak Lalu, Mas Afdan dan Mas Yudi atas bimbingan selama di
Laboratorium. Pak Damuri sekeluarga sebagai pemilik pabrik tempe di Ciherang.
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis berharap karya ini diridhoi Allah dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2006
Rochani Iswandari
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................
vi
vii
viii
PENDAHULUAN .................................................................................
Latar Belakang ............................................................................
Tujuan ..........................................................................................
Kegunaan......................................................................................
1
1
3
3
4
4
7
10
11
14
16
16
16
16
16
17
17
18
19
19
20
20
20
26
26
32
37
43
43
44
45
LAMPIRAN ..........................................................................................
50
DAFTAR TABEL
Halaman
9
1.
Komposisi zat gizi kacang hijau mentah dan rebus per 100 g
bahan .....................................................................................
2.
3.
26
4.
33
5.
34
6.
34
7.
36
8.
37
9.
37
10.
50
11
50
vi
DAFTAR GAMBAR
1.
Halaman
5
2.
15
3.
17
4.
17
5.
21
6.
24
7.
25
9.
28
10.
29
11.
30
12.
30
13.
31
14.
31
15.
32
16.
32
17.
33
18
56
19.
57
8.
vii
27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
50
1.
2a.
51
2b.
52
3.
53
4.
53
5.
53
6.
54
7.
54
8.
55
9.
55
10.
11.
57
12a.
59
12b.
59
12c.
60
13a.
60
13b.
61
13c.
61
viii
56
14a.
62
14b.
62
14c.
63
15
63
16
63
17.
64
18.
66
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isoflavon adalah golongan senyawa isoflavonoid yaitu subkelas senyawa
flavonoid yang memiliki 15 atom C dan merupakan golongan senyawa fenol
alami terbesar (Suradikusumah, 1989). Distribusi isoflavon terbatas pada
tumbuhan kacang-kacangan (leguminosae) (Harbone, 1996). Pada tanaman
kacang-kacangan terdapat ratusan isoflavon (Dewick, 1994). Isoflavon tidak
terdapat pada mikroorganisme seperti bakteri, algae, jamur, dan lumut (Markham,
1988).
Isoflavon di alam ditemukan dalam bentuk glikosida berupa daidzin,
genistin, glisitin, acetyldaidzin, dan acetylgenistin. Selain bentuk glikosida
isoflavon juga ditemukan dalam bentuk aglikonnya yaitu daidzein, genistein, dan
glisitein (Wuryani, 1992). Perubahan senyawa isoflavon dalam bentuk glikosida
menjadi aglikon disebabkan adanya proses perendaman dan fermentasi terutama
pada pembuatan tempe. Hal ini karena adanya kemampuan kapang tempe
menghasilkan enzim -glikosidase. Enzim ini berperan dalam mengubah senyawa
isoflavon dalam bentuk glikosida (genistin dan daidzin) menjadi senyawa
isoflavon dalam bentuk aglikonnya (genistein dan daidzein) (Koswara, 1995).
Pawiroharsono (1995), mengatakan pada proses perendaman dan fermentasi
terjadi pembebasan senyawa aglikon dengan pola yang identik. Namun,
pembebasan senyawa selama proses fermentasi tempe lebih besar bila
dibandingkan dengan proses perendaman.
Isoflavon dilaporkan memiliki khasiat farmakologi. Sifat fisiologis aktif
dari senyawa isoflavon antara lain antifungi, antioksidan, antihemolisis, dan
antikanker. Konsumsi isoflavon sejumlah 1.5-2.0 mg/kg/bb/hari berfungsi sebagai
antikanker pada tubuh (Wang & Murphy, 1994). Kemampuan antikanker dari
senyawa isoflavon, terutama genistein dan daidzein akhir-akhir ini telah banyak
dibuktikan pada beberapa penelitian di luar negeri. Studi epidemiologi di Jepang
menemukan bahwa konsumsi isoflavon bermanfaat mengurangi konsentrasi
kolesterol serum pada hiperkolesterolemia sehingga dapat menurunkan insiden
kanker payudara (Aldercreutsz, 1998 & Golberg, 1996). Coward, Barnes, Setchell
dan Barnes (1993) menyatakan bahwa isoflavon dan glikosida dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker prostat pada pria. Penelitian lain menemukan bahwa
komponen biokimia ini bermanfaat potensial untuk mencegah penyakit jantung
(Anthony,
Clarkson,
&
Williams,
1998),
menghambat
perkembangan
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji kandungan isoflavon pada
kacang hijau (Vigna radiata L) dan hasil olahannya yaitu tempe kacang hijau dan
bubur kacang hijau.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
Kegunaan
Tempe kacang hijau dan bubur kacang hijau diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat akan gizi dan isoflavon. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan data primer tentang kandungan isoflavon pada kacang hijau baik dalam
bentuk segar maupun hasil pengolahan yaitu pengolahan secara fermentasi (tempe
kacang hijau) dan pengolahan dengan panas/perebusan (bubur kacang hijau).
TINJAUAN PUSTAKA
Isoflavon
Flavonoid merupakan kelompok fenol dengan sebuah cincin aromatik dan
satu atau lebih gugus hidroksil yang tersebar di alam. Senyawa fenol cenderung
larut dalam air karena paling sering dijumpai bergabung dengan gula (glikosida)
dan biasanya terdapat dalam rongga sel. Kurang lebih dua ribu jenis golongan
flavonoid tersebar di alam (Goldberg, 1996).
Flavonoid merupakan kelompok molekul organik yang tersebar di hampir
seluruh bagian tanaman. Hampir semua bagian tanaman yaitu daun, akar, kayu,
tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji dapat mengandung flavonoid (Markham,
1988). Penyebaran jenis flavonoid terbesar terdapat pada angiospermae
(tumbuhan berbiji tertutup). Flavonoid mempunyai potensi sebagai antioksidan
(Goldberg, 1996).
Penyebaran flavonoid pada tumbuhan yang secara taksonomi berkaitan
mempunyai kecenderungan kuat menghasilkan flavonoid dengan jenis serupa.
Informasi yang berguna tentang jenis flavonoid yang ditemukan pada tumbuhan
yang sedang ditelaah dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah
flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau
suku yang sama (Markham, 1988).
Isoflavon adalah salah satu senyawa yang termasuk dalam golongan
isoflavonoid. Isoflavonoid mengandung 15 atom C yang menyusun konfigurasi
diphenylpropane skeleton sebagai struktur dasarnya termasuk sub-kelas flavonoid.
Penyebaran isoflavon terbatas di alam dan biasanya terdapat dalam kelompok
tanaman
kacang-kacangan
atau
leguminosae
dan
tidak
terdapat
pada
metabolit sekunder dapat juga berfungsi sebagai nutrien darurat untuk bertahan
hidup (Judoamidjojo, Darwis, & Gumbira, 1992).
Isoflavon mempunyai struktur kimia hampir sama dengan estrogen.
Isoflavon sering disebut fitoestrogen atau estrogen nabati (Pakasi 2000). Struktur
kimia senyawa isoflavon terlihat pada Gambar 1.
dan
bentuk
malonilglikosida
6-0-malonildaidzin,
6-0-
Kacang Hijau
Botani
Kacang hijau (Phaseolus radiatus L atau Vigna radiata L) atau biasa
disebut
leguminosae dan sub famili phapilonaceae, genus phaseolus, dan spesies radiatus
(Marzuki, 1977). Kacang hijau merupakan salah satu tanaman yang berumur
pendek ( 60 hari). Tanaman ini mudah tumbuh hampir di seluruh tempat, baik
dataran rendah maupun dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut
(Soeprapto & Sutarman, 1990).
Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat
bervariasi antara 30 sampai dengan 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang
utama, berbentuk bulat dan berbulu, warna batang dan cabangnya hijau tetapi ada
juga yang ungu. Sifat-sifat tanaman kacang hijau antara lain lebih tahan
kekeringan, lebih sedikit hama dan penyakit yang menyerang, dapat dipanen pada
umur 55-60 hari, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan lebih kecil
resiko kegagalan panen secara totalnya (Soeprapto, 1993).
Buah/polong kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan
ujung runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hijau tua atau hijau kelam dan
setelah tua, polong berwarna hitam atau coklat jerami dengan panjang 6-15 cm
dan tiap polong berisi 6-16 biji bulat agak memanjang. Polong umumnya lebih
kecil dibandingkan dengan kacang-kacangan lainnya (Kay, 1979). Warna biji
kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna
kuning, coklat, dan hitam (Soeprapto, 1993).
Biji kacang hijau secara umum terdiri dari tiga bagian yaitu kulit,
endosperma, dan lembaga. Kulit melindungi biji dari kekeringan, kerusakan fisik,
mekanik, serangan kapang dan serangga. Endosperma merupakan biji yang
mengandung cadangan makanan untuk pertumbuhan lembaga. Lembaga akan
membesar saat pertumbuhan biji tersebut (Soeprapto & Sutarman, 1990).
Prospek Komoditi Kacang Hijau di Indonesia
Permintaan terhadap komoditi kacang hijau termasuk stabil, karena
penggunaannya kontinu setiap hari dan sepanjang tahun. Di Indonesia
pemanfaatan kacang hijau masih terbatas yaitu sebagian besar digunakan untuk
sayuran, sedikit digunakan untuk bahan baku minuman dan makanan bayi.
Perdagangan kacang hijau dalam negeri hanya dikenal dua macam mutu yaitu
kacang hijau berbiji besar dan kacang hijau berbiji kecil. Kacang hijau biji besar
digunakan untuk bubur dan tepung sedangkan biji kecil digunakan untuk tauge.
Proses pengolahan kacang hijau relatif sederhana dan kacang hijau merupakan
bahan makanan yang bergizi tinggi sehingga konsumsi kacang hijau mudah
ditingkatkan (Sumarno, 1991).
Kandungan Gizi Kacang Hijau
Kacang hijau mempunyai manfaat yang sangat penting karena mempunyai
nilai gizi yang cukup baik. Karbohidrat merupakan bagian terbesar pada kacang
hijau yaitu 62,5% sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi. Karbohidrat
tersusun atas pati, gula, dan serat kasar. Menurut Rahayu (1993), pati kacang hijau
terdiri dari 28,8% amilosa dan 71,2% amilopektin. Kacang hijau merupakan
sumber protein yaitu 22,2%, vitamin A 9 IU, vitamin B1 150-400 IU dan mineral
yang meliputi kalsium, belerang, mangan, dan besi. Tabel komposisi kimia
kacang hijau dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi kimia
kacang hijau bila dibandingkan dengan kacang kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi zat gizi kacang hijau mentah dan rebus per 100 g bahan
Komponen
Mentah
Rebus
Energi
(Kal)
323,0
109,0
Air
(g)
15,50
71,30
Protein
(g)
22,90
8,70
Lemak
(g)
1,5
0,50
Karbohidrat
(g)
56,80
18,30
Serat
(g)
7,50
1,50
Abu
(g)
3,30
1,20
Kalsium
(mg)
223,00
95,00
Fosfor
(mg)
319,00
149,00
Besi
(mg)
7,50
1,50
Vitamin B1
(mg)
0,46
0,12
Vitamin C
(mg)
10,00
3,00
Karoten Total (mkg)
223,00
120,00
Sumber : Slamet dan Tarwotjo, 1980.
Tabel 2. Komposisi zat gizi kacang hijau dan kedelai per 100 g bahan
Komposisi
Kacang Hijau
Kacang Kedelai
Energi (Kal)
345,0
331,0
Protein (g)
22,2
34,9
Lemak (g)
1,2
18,1
Karbohidrat (g)
62,9
34,8
Kalsium (mg)
125,0
227,0
Fosfor (mg)
320,0
595,0
Besi (mg)
6,7
8,0
Vitamin A (SI)
20
14,0
Vitamin C (mg)
6,0
0
Vitamin B1 (mg)
0,64
1,07
Air (g)
10
7,5
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1994.
Zat Antigizi pada Kacang Hijau
Zat antigizi pada kacang hijau antara lain tripsin inhibitor, hemaglutinin,
dan asam fitat (Matthews, 1989). Kerusakan zat antigizi terjadi melalui proses
pemanasan.
Tripsin inbibitor yang terdapat pada kacang hijau dapat dihilangkan atau
dihancurkan selama proses pengolahan dengan menggunakan panas sehingga nilai
gizi kacang hijau meningkat ketika dimasak. Proses ini akan menghancurkan asam
amino sulfur. Kerusakan antitripsin oleh panas tergantung pada suhu, lama
pemanasan, ukuran partikel, dan kadar air bahan yang dipanaskan (Astawan,
2004).
10
Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang tinggi yaitu 81. Daya
cerna dipengaruhi adanya inhibitor tripsin dan aktivasi enzim tripsin serta adanya
tanin atau polifenol (Nurdiani, 2003). Biji kacang hijau yang telah direbus atau
diolah dan kemudian dikonsumsi mempunyai daya cerna yang tinggi dan rendah
daya flatulensinya. Flatulensi disebabkan oleh oligosakarida seperti raffinosa,
stakiosa, dan ferbakosa. Perendaman kacang-kacangan dalam air, proses
perkecambahan, dan fermentasi mencegah timbulnya flatulensi (Astawan, 2004).
Zat antigizi lain yaitu hemaglutinin dan asam fitat. Hemaglutinin dapat
menggumpalkan sel darah merah dan bersifat toksik. Toksisitas hemaglutinin
dapat dihancurkan melalui proses pemanasan pada suhu 100C. Asam fitat dapat
membentuk kompleks dengan Fe atau unsur-unsur mineral, terutama Zn, Mg, dan
Ca menjadi bentuk yang tidak larut dan sulit diserap tubuh sehingga mengurangi
ketersediannya dalam tubuh karena menjadi sangat sulit dicerna. Proses
fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan unsur besi bagi tubuh. Hal ini
penting untuk mencegah anemia gizi besi (Astawan, 2004). Proses perendaman
dalam air panas dan fermentasi dapat menurunkan kandungan asam fitat karena
terjadi hidrolisis asam fitat menjadi inositol dan asam fosfat oleh enzim fitase
yang diaktifkan selama perendaman dan fermentasi (Koswara, 1995).
Fermentasi
Fermentasi adalah proses kimiawi yang kompleks sebagai akibat
pertumbuhan maupun metabolisme mikroba yang merubah bahan-bahan mentah
yang murah bahkan tidak berharga menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi
tinggi. Proses kimiawi yang terjadi disebabkan oleh enzim dan enzim yang
berperan dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan.
Fermentasi bahan makanan menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang
menguntungkan seperti flavor, aroma, tekstur, daya cerna, dan daya simpan
(Rachman, 1989).
Fermentasi merupakan suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob atau
anaerob sebagian (Desrosier, 1988) dan merupakan hasil kegiatan beberapa jenis
organisme diantara beribu-ribu jenis bakteri, khamir, dan kapang yang telah
11
dikenal. Jadi mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi merupakan unsur
penentu terhadap berhasil atau tidaknya proses fermentasi bersangkutan.
Hasil fermentasi merupakan bagian penting dalam menu makanan
penduduk dunia. Fermentasi mengakibatkan hilangnya karbohidrat dari bahan
pangan, tetapi kerugian ini dapat tertutup oleh keuntungan yang diperoleh.
Protein, lemak, dan polisakarida dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan hasil
fermentasi mempunyai daya cerna yang lebih tinggi. Fermentasi menyebabkan
perubahan flavor yang dipertimbangkan lebih disukai daripada bahan bakunya
(Buckle, Edwards, Fled & Wootton, 1987).
Sifat-sifat bahan pangan hasil fermentasi ditentukan oleh mutu dan sifatsifat asal bahan pangan, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi
mikroorganisme dan interaksi yang terjadi di antara kegiatan-kegiatan tersebut
dan zat-zat yang merupakan pembentuk bahan pangan tersebut. Fermentasi oleh
organisme yang dikehendaki memberi flavor, bentuk yang bagus, dan tekstur
bahan pangan yang difermentasi (Buckle et al., 1987).
Tempe
Tempe merupakan makanan asli Indonesia. Tempe sudah dikenal
masyarakat sejak berabad-abad silam. Tempe dinilai oleh para ahli bernilai gizi
tinggi. Penelitian oleh bangsa Indonesia maupun para pakar mancanegara seperti
Jepang, Eropa, dan Amerika banyak membuktikan keunggulan manfaat tempe.
Bahan dasar tempe adalah kedelai. Namun demikian, tempe dapat dibuat dengan
bahan dasar lain seperti jenis kacang-kacangan dan biji-bijian serta ampas
(Koswara, 1995).
Proses pembuatan tempe kedelai terdiri dari beberapa tahap antara lain
pembersihan bahan, perendaman, pengupasan, perebusan, pencampuran laru, dan
pembungkusan. Lama perendaman bervariasi, biasanya berkisar 8-12 jam, bahkan
ada yang sampai 2-3 hari. Pada saat perendaman, air yang diabsorbsi oleh kedelai
mendekati dua kali berat keringnya. Selama fermentasi asam oleh bakteri, pH
turun hingga 5.3-4.5. Hal ini memberikan kondisi yang baik untuk pertumbuhan
kapang tempe terutama Rhyzopus oligosporus dan dapat mencegah perkembangan
bakteri lain yang dapat membusukkan kedelai (Steinkraus, 1983).
12
13
14
berlangsung antara pukul 06.00-11.00 di tempat terbuka atau suhu ruangan. Lewat
waktu itu kondisi dan rasanya sudah mulai berubah. Rasa gurihnya menurun.
Penampilannya tampak lebih kering jika tempe dijual dalam keadaan terbuka
sehingga kurang menarik lagi bagi konsumen (Sarwono, 2002).
Tempe yang sudah mulai berubah warna (agak kehitaman) pertanda tempe
sudah terlalu matang. Tempe tersebut sebaiknya langsung dimasak atau disimpan
dalam ruang pendingin dengan suhu di bawah 5C, kecuali jika dijadikan tempe
busuk. Daya simpan dalam lemari pendingin bisa diperpanjang maksimum tiga
hari pada suhu yang rendah sekali atau bisa dibekukan, hanya saja pembekuan
akan menurunkan kualitas tekstur dan citarasa tempe. Bagan pembuatan tempe
kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.
Perebusan
lebih
efektif
daripada
pengukusan
dalam
15
direbus 30 menit
dikelupas kulitnya
tempe kedelai
Rumah Produksi Tempe Kedelai desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat serta di
Laboratorium Biokimia Enzimatik dan Uji Pasca Panen, Balai Penelitian Pasca
Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni
sampai Oktober 2005.
Bahan dan Alat
Bahan baku utama penelitian pendahuluan adalah kacang hijau biji besar.
Bahan baku lainnya adalah ragi tempe yang biasa dipakai oleh pengusaha tempe
kedelai di desa Ciherang, Bogor Barat. Bahan tambahan adalah daun pisang
sebagai pembungkus tempe kacang hijau. Bahan utama pada penelitian lanjutan
adalah tempe kacang hijau yang telah dihasilkan pada penelitian pendahuluan dan
bubur kacang hijau (bahan baku kacang hijau sama dengan bahan baku tempe)
yang diolah pada penelitian lanjutan. Bahan yang dipakai untuk analisis zat gizi
adalah aquades, methanol, n-heksana, chloroform, dan amoniak.
Alat yang digunakan adalah timbangan, kompor, panci, dandang, sendok,
dan nyiru untuk penelitian pendahuluan. Penelitian lanjutan menggunakan alat
untuk analisis gizi dan isoflavon antara lain HPLC, buret, erlenmeyer, soxhlet,
labu lemak, labu kjedahl, kertas saring hulls, dan alat bantu lainnya untuk uji
organoleptik (pisau, piring).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi (1) memilih sampel kacang hijau dan ragi
tempe (2) melakukan trial and error untuk mempelajari cara pembuatan tempe
kacang hijau. Tahap-tahap penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut :
17
(0.5-0.8)cm
Gambar 3. Biji kacang hijau yang digunakan pada penelitian
Ragi Tempe. Ragi merupakan kumpulan spora/benih kapang tempe yang
penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang
dihasilkan (Koswara, 1995). Ragi yang digunakan adalah ragi tempe yang biasa
dipakai oleh pengusaha tempe kedelai di desa Ciherang, Margajaya, Bogor Barat.
Ragi tempe berupa serbuk atau butiran-butiran kecil berwarna putih kecoklatan.
18
19
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada uji organoleptik tempe kacang
hijau mentah adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua kali ulangan
perlakuan. Perlakuan percobaan pada pembuatan tempe kacang hijau adalah
banyaknya jumlah ragi yang digunakan yaitu A1 (0.05%), A2 (0.1%), A3 (0.15%),
dan A4 (0.2%) (4 taraf perlakuan). Parameter yang diamati adalah warna, aroma,
tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Model matematis sebagai berikut :
Yij = + i + ij
Dengan :
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2
= nilai rata-rata umum
I = pengaruh perlakuan ke-i
ij = galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
21
Pengelupasan dengan mesin dapat dilakukan apabila kacang hijau dalam jumlah
besar. Mesin yang digunakan adalah mesin khusus penggiling dan pengelupas
kacang hijau atau bisa menggunakan mesin penggiling dan pengelupas kedelai.
22
sama dengan metode perebusan yaitu tempe kurang baik. Hal ini karena
rendahnya kadar air pada biji kacang hijau. Menurut Sarwono (2002) selain
oksigen, pertumbuhan kapang memerlukan suhu dan kelembaban yang cocok.
Bahan kedelai masak calon tempe harus cukup mengandung air. Apabila saat
menanaknya terlalu kering sehingga kelembaban kurang, mengakibatkan substrat
kedelai sukar ditembus dan dilapukkan oleh miselium kapang. Hal ini berlaku
juga pada biji kacang hijau.
Perendaman dengan air mendidih. Cara lain yang dilakukan pada trial
and error untuk melunakkan biji kacang hijau adalah dengan merendamnya pada
air mendidih. Perendaman dilakukan selama 5 menit, 10 menit, 15 menit,
20 menit, 25 menit, dan 30 menit. Hasil terbaik adalah 15 menit dengan kondisi
kadar air biji kacang hijau yang cukup sehingga kapang dapat tumbuh dengan
baik dan menghasilkan tempe yang baik. Perbedaan perlakuan perebusan dengan
perendaman air mendidih adalah pada saat perebusan suhu air konstan dan
cenderung naik karena pemanasan terus berlangsung. Suhu yang tinggi ini
menyebabkan penetrasi air terhadap kacang hijau dan absorbsi kacang hijau
terhadap air berlangsung cepat. Hal ini yang menyebabkan kadar air biji kacang
hijau tinggi walaupun telah ditiriskan. Pada perendaman air mendidih, suhu air
berangsur-angsur turun dari 98C menjadi 50C pada menit kelima belas.
Turunnya suhu menyebabkan penetrasi air terhadap kacang hijau berlangsung
lambat. Hal ini yang menyebabkan kacang hijau mempunyai kadar air yang
cukup.
Pendinginan
Pendinginan dilakukan pada nampan yang bersih agar terhindar dari
kontaminan mikroorganisme. Nampan yang digunakan adalah nyiru yang terbuat
dari bambu karena mempercepat proses pendinginan dan penyerapan kadar air.
Pemberian ragi
Formulasi tempe kacang hijau pada penelitian ini adalah banyaknya
jumlah ragi yang digunakan. Penetapan jumlah ragi berdasarkan standar jumlah
ragi yang digunakan pada pembuatan tempe kedelai yaitu 1 g ragi/1 kg berat
kedelai matang (Koswara, 1995).
23
Pembungkusan
Trial and error yang dilakukan adalah pembungkusan dengan plastik
berlubang, daun pisang berlubang, dan daun pisang tidak berlubang. Plastik yang
digunakan adalah plastik PP (Polypropylene) dengan alasan (1) plastik ini biasa
dipakai pada pembuatan tempe kedelai (2) penampilan fisik plastik PP lebih
transparan atau bening dibandingkan dengan plastik PE (Polyethylene)
(3) permeabilitas terhadap uap air hampir sama dengan PE, namun permeabilitas
PP terhadap gas oksigen lebih baik (4) plastik PP sama dengan PE yaitu aman dan
diperbolehkan kontak langsung dengan makanan karena tidak beracun (Sarwono
dan Saragih, 2003). Hasil tempe kacang hijau dengan pembungkus plastik kurang
memuaskan bila dibandingkan dengan pembungkus daun pisang, karena sesuai
dengan sifatnya plastik lebih bisa menahan panas (semi isolator). Panas yang
tertahan menyebabkan suhu fermentasi menjadi tinggi. Akibatnya miselium
kapang lebih cepat mati dan tempe lebih cepat membusuk, walaupun pada
awalnya dengan tingginya suhu dapat mempercepat pertumbuhan kapang.
Tempe kacang hijau dengan pembungkus daun pisang berlubang
hasilnya lebih baik daripada daun pisang tidak berlubang. Hal ini disebabkan
pertukaran udara pada daun pisang berlubang lebih baik sehingga suhu fermentasi
tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan pertumbuhan kapang.
Penyimpanan
Di Laboratorium. Percobaan penyimpanan tempe di laboratorium
Pengolahan Pangan lantai 2, Program Studi GMSK, IPB menghasilkan hasil yang
kurang baik karena suhu kamar terlalu rendah (25C) sehingga pertumbuhan
kapang lambat.
Analisis Kimia Gizi lantai 3, Program Studi GMSK, IPB cepat membusuk karena
suhu yang terlalu tinggi (38C-40C).
Di
Pabrik
Tempe.
Penyimpanan
yang
dilakukan
di
tempat
24
25
26
Penelitian Lanjutan
Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan terhadap tempe kacang hijau mentah untuk
mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi ragi terhadap penerimaan tempe
meliputi warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan. Hasil uji digunakan
untuk menentukan standar formula jumlah konsentrasi ragi pada pembuatan tempe
kacang hijau. Uji dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor dengan 30 panelis dan dua kali ulangan perlakuan. Hasil uji diolah dengan
Kruskal Wallis Test dan uji lanjut perbandingan berganda Tukey.
Bahan baku tempe adalah 1 kg kacang hijau mentah. Bobot kacang hijau
menjadi 1250 g setelah mengalami perendaman dan pengupasan. Bobot ini
kemudian dibagi empat bagian masing-masing 312.5 g dan ditambahkan ragi
pada masing-masing bagian 0.05%, 0.1%, 0.15%, dan 0.2%. Bobot 321.5 g
kacang hijau kupas dan matang dihasilkan 15 bungkus kacang hijau sebelum
menjadi tempe dengan berat per bungkus 20.81 g. Tempe yang dihasilkan
memiliki berat per bungkus 20.29 g. Lima belas tempe ini diiris menjadi
2 bagian sehingga dihasilkan 30 irisan tempe yang kemudian diujikan kepada 30
panelis. Pada hari yang berbeda dibuat tempe dengan metode yang sama
kemudian diujikan lagi kepada 30 panelis. Hasil uji organoleptik dapat dilihat
pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Hasil uji Kruskal Wallis dan uji perbandingan berganda Tukey pada
tempe kacang hijau mentah
Parameter
Warna
Aroma
Tekstur
Kepadatan
Kekompakan
Hasil
Uji lanjut perbandingan berganda
Tukey
Penambahan konsentrasi 0.05%,
Konsentrasi 0.05% berbeda nyata
0.1%, 0.15% dan 0.2% berbeda nyata dengan 0.15% (Lampiran 8)
(Lampiran 3)
Konsentrasi 0.05% berbeda nyata
Penambahan konsentrasi 0.05%,
0.1%, 0.15% dan 0.2% berbeda nyata dengan 0.1%, 0.15% dan 0.2%
(Lampiran 9)
(Lampiran 4)
Penambahan konsentrasi ragi 0.05%,
0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda
nyata (Lampiran 5)
Penambahan konsentrasi ragi 0.05%,
0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda
nyata (Lampiran 6)
Penambahan konsentrasi ragi 0.05%,
0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda
nyata (Lampiran 7)
Kruskal Wallis Test pada =0.05
27
skor
4.00
3.67
3.99
4.2
0.1
0.15
0.2
3.00
2.00
1.00
0.00
0.05
k ons e ntras i
28
lebih sederhana dan lebih mudah dicerna dari pada bahan asalnya. Protein akan
dihidrolisis oleh enzim protease menjadi peptida-peptida, pepton-pepton, asamasam amino dan amoniak, demikian pula lemak atau trigliserida oleh enzim lipase
diubah menjadi asam-asam lemak, alkohol atau ester. Beberapa komponen
tersebut bersama-sama dengan komponen-komponen volatile dapat membentuk
flavour yang khas. Hal ini berarti semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan
maka semakin banyak pula komponen kacang hijau yang mengalami degradasi.
Penambahan konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata terhadap
aroma. Hal ini diduga bahwa selang 0.1% sampai 0.2% masih memberikan tingkat
kesegaran yang sama terhadap aroma tempe kacang hijau, selebihnya dari
konsentrasi tersebut akan menimbulkan bau yang tidak sedap karena nutrien yang
tersedia pada tempe kacang hijau tidak sebanding dengan jumlah kapang yang
tumbuh. Hal ini juga menandakan bahwa konsentrasi 0.1% adalah konsentrasi
minimum yang dapat menimbulkan aroma yang khas pada tempe kacang hijau.
Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap aroma tempe kacang hijau dapat
dilihat sebagai berikut :
arom a
6.00
5.00
skor
4.00
3.5
3.53
3.55
0.1
0.15
0.2
2.90
3.00
2.00
1.00
0.00
0.05
konsentrasi
29
Hal ini berarti semakin banyak ragi yang ditambahkan, semakin kompak tekstur
tempe yang dihasilkan. Hasil uji pada Tabel 3 diduga disebabkan batas waktu
fermentasi pada masing-masing konsentrasi penambahan ragi pada tempe sama,
tepat dan sesuai dengan pertumbuhan kapang. Kapang akan dapat tumbuh dengan
baik bila berada pada suhu yang sesuai dengan disertai jumlah energi yang
memadai. Waktu fermentasi yang sama disertai dengan pertumbuhan kapang yang
baik, dihasilkan tekstur tempe yang sama-sama baik (kenyal/ agak keras).
Menurut Sarwono (2002) tempe yang baik apabila dipegang terasa kenyal atau
agak keras. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap tekstur tempe kacang
hijau dapat dilihat sebagai berikut :
te k s tur
6.00
5.00
4.15
4.3
4.1
0.05
0.1
0.15
4.37
skor
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.2
k ons e ntras i
Gambar 10. Rata-rata skor penerimaan tekstur tempe kacang hijau dengan
beberapa penambahan konsentrasi ragi
Kepadatan. Kepadatan tempe berhubungan dengan rapat tidaknya jarak
antar kepingan-kepingan kacang hijau. Tingkat kepadatan dimulai sangat tidak
padat, tidak padat, agak tidak padat, agak padat, padat, dan padat sekali. Skor
kepadatan pada uji organoleptik berkisar 4.39 4.69 (agak padat sampai padat)
(Gambar 11). Penilaian panelis terhadap kepadatan tempe kacang hijau sama
untuk semua konsentrasi ragi. Grafik penambahan konsentrasi ragi terhadap
kepadatan tempe kacang hijau dapat dilihat sebagai berikut :
30
k e padatan
6.00
5.00
4.39
4.35
4.37
0.05
0.1
0.15
4.69
skor
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.2
k ons e ntr as i
skor
4.00
4.27
4.2
4.19
0.1
0.15
0.2
3.85
3.00
2.00
1.00
0.00
0.05
k ons e ntras i
31
32
Gambar 15. Irisan tempe kacang hijau dengan berbagai konsentrasi ragi
33
62.18
12.10
70.74
21.05
64.32
59.00
2.61
81.92
14.44
34
No
Daidzein
31.54
12.10
35.88
Genistein
19.17
12.10
21.81
Glisitein
11.48
12.10
13.05
TOTAL
62.18
70.74
Tempe Kacang Hijau. Jumlah isoflavon pada tempe kacang hijau adalah
59.00 mg/100 g (bk) yaitu daidzein 29.09 mg genistein 18.16 mg, dan glisitein
11.76 mg (Lampiran 13a, 13b, dan 13c). Kandungan isoflavon tempe kacang hijau
lebih kecil dari tempe kedelai. Menurut penelitian Wuryani (1992) tempe kedelai
mengandung isoflavon 65.29-144.39 mg/ 100 g (bk). Perbedaan kandungan
isoflavon pada tempe dipengaruhi oleh jenis kapang yang digunakan pada proses
pembuatan tempe (Wuryani, 1992). Kandungan isoflavon pada tempe kacang
hijau dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
No
Daidzein
10.38
64.32
29.09
Genistein
6.48
64.32
18.16
Glisitein
4.19
64.32
11.76
TOTAL
21.05
59.00
35
adalah 121.36 g. Kandungan isoflavon 100 g tempe adalah 21.05 mg. Kadar air
tempe adalah 64.32%. Jadi kandungan isoflavon pada tempe yang berasal dari
100 g kacang hijau adalah sebagi berikut :
=
121.36
x 21.05 mg = 25.55 mg / 121.36 g tempe (bb)
100
25.55 mg
x 100 = 71.61 mg / 121.36 g tempe (bk )
(100 64.32)
Yulianto
(2003)
isoflavon
mempunyai
fungsi
sebagai
36
isoflavon 14.44
mg/100 g (bk) (daidzein 6.01 mg, genistein 5.91 mg, dan glisitein 2.52 mg)
(Lampiran 14a, 14b, dan 14c). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :
No
Daidzein
1.09
81.92
6.01
Genistein
1.07
81.92
5.91
Glisitein
0.46
81.92
5.52
TOTAL
2.61
14.44
336.58
x 2.61 mg = 8.78 mg / 336.58 g bubur (bb)
100
8.78 mg
x 100 = 48.56 mg / 336.58 g bubur (bk )
(100 81.92)
37
bertindak sebagai anti kanker. Orang yang memiliki berat badan 50 kg misalnya,
membutuhkan isoflavon sebesar 75-100 mg/hari. Bubur kacang hijau 1 piring
(282 g URT) yang dikonsumsi tiap hari oleh orang tersebut dapat menyumbang
tubuh mencegah penyakit kanker sebesar (40-50)%.
Kandungan Gizi
Kandungan gizi yang diteliti antara lain kadar air, kadar abu, lemak,
protein, dan karbohidrat masing-masing pada kacang hijau segar, tempe kacang
hijau, dan bubur kacang hijau. Hasil analisis proksimat yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
Tabel 8. Hasil analisis proksimat kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan
bubur kacang hijau (%bb)
No
Bahan
Kadar air Kadar abu Lemak Protein Karbohidrat
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
12.10
3.08
0.49
21.78
62.39
64.32
0.25
0.20
14.96
20.27
81.92
0.56
0.08
4.27
13.17
Tabel 9. Hasil analisis proksimat kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan
bubur kacang hijau (%bk)
No
Bahan
Kadar abu Lemak Protein Karbohidrat
(%)
(%)
(%)
(%)
3.50
0.56
24.78
70.98
0.70
0.56
41.92
56.81
3.10
0.44
23.62
72.84
Kadar Air
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Berat kering suatu bahan pangan akan
dapat diketahui jika kandungan air bahan pangan tersebut diketahui, sehingga
dapat diketahui kandungan zat gizi lain dalam berat basah atau berat kering yang
konstan nilainya. Kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk
menentukan mutu suatu produk. Produk yang mempunyai kadar air lebih tinggi
38
akan lebih mudah mengalami kerusakan atau tidak tahan lama dibanding produk
dengan kadar air yang rendah.
Kacang Hijau Segar. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar air kacang
hijau segar 12.10%. Jumlah ini tidak berbeda jauh dari hasil penelitian Slamet dan
Tarwotjo (1980) yaitu 15.50%. Penelitian Afrian (2002) menghasilkan data kadar
air kacang hijau sebesar 4.64%. Menurut Kay (1979) kandungan air kacang hijau
segar adalah 6.6-11.6%. Rata-rata kandungan air kacang hijau dari berbagai
varietas adalah 9.7% (Matthews, 1989). Perbedaan hasil ini dapat disebabkan cara
pengemasan dan penyimpanan kacang hijau yang kurang baik. Kacang hijau
biasanya ditempatkan di dalam karung atau wadah terbuka. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya proses penyerapan air sehingga kadar air kacang hijau
meningkat.
Tempe Kacang Hijau. Tempe kacang hijau mengandung air 64.32%.
Kadar air tempe kacang hijau lebih rendah dibanding dengan kadar air tempe
kedelai yaitu 69%. Kadar air tempe kacang hijau sama dengan jumlah kadar air
tempe koro benguk (64%) dan tempe lamtoro (64%) (Depkes RI, 1981 dalam
Sarwono, 2002). Kadar air ini yang menyebabkan tekstur tempe kacang hijau
agak keras/kenyal. Tekstur ini adalah tekstur tempe segar yang baik yaitu tampak
padat dan apabila dipegang kenyal atau agak keras (Sarwono, 2002)
Bubur Kacang Hijau. Kandungan air bubur kacang hijau pada Tabel 8
adalah 81.92%. Kandungan air bubur kacang hijau banyak dipengaruhi oleh
jumlah air yang digunakan pada saat perebusan, suhu perebusan, dan lama waktu
perebusan.
Kadar Abu
kadar abu dari kacang hijau segar 3.50% (bk). Hasil ini sesuai dengan literatur
39
bahwa kadar abu kacang hijau berkisar antara 3.4-3.5% (Kay, 1979) dan rata-rata
kandungan abu pada kacang hijau adalah 3.3% (Matthews, 1989). Hasil penelitian
Slamet dan Tarwotjo (1980), kadar abu kacang hijau mentah adalah 3.90% (bk)
dan 4.17% (bk) pada penelitian Afrian (2002). Jumlah abu yang dihasilkan dari
proses pembakaran tergantung dari kadar garam dalam biji (Pomeranz & Meloan,
1994).
Tempe Kacang Hijau. Kadar abu pada tempe kacang hijau adalah 0.70%
(bk). Kadar abu dari bahan pangan menunjukkan gambaran kasar dari mineral
bahan pangan tersebut. Kadar abu tempe kacang hijau dipengaruhi adanya
pengelupasan kulit kacang hijau pada saat fermentasi. Perlakuan perendaman pada
kacang hijau menyebabkan pengelupasan kulit yang lebih baik sehingga kulit
yang merupakan bagian yang banyak mengandung mineral terkikis sempurna
(Triantarti, 1989). Menurut Pomeranz dan Meloan (1994), bagian putih pada
endosperma memiliki kandungan abu kurang dari 0.5% sedangkan kulit, lapisan
aleuron, dan germ merupakan bagian yang kaya akan mineral. Adanya
pengelupasan kulit kacang hijau pada pengolahan tempe menyebabkan kadar abu
tempe menurun drastis.
Bubur Kacang Hijau. Pada Tabel 9, kadar abu bubur kacang hijau adalah
3.10% (bk). Kandungan mineral air yang digunakan untuk perebusan bubur ikut
mempengaruhi kadar abu bubur kacang hijau.
Kadar Lemak
Analisis lemak yang dilakukan adalah analisis lemak kasar (crude fat).
Metode yang digunakan pada analisis lemak adalah metode Soxhlet. Keuntungan
dari metode ini adalah sangat sederhana, bersifat universal, dan mempunyai
ketepatan dan kedapatulangan yang baik. Kelemahannya adalah membutuhkan
waktu lama (ekstraksi 2-6 jam), menggunakan pelarut yang mudah terbakar dan
adanya zat lain yang ikut terekstrak sebagai lemak.
Kacang Hijau Segar. Berdasarkan Tabel 9, kadar lemak kacang hijau
segar adalah 0.56% (bk). Menurut Kay (1979), kacang hijau mengandung lemak
1.0-1.3% dan menurut Matthews (1989) adalah 1.4%. Sedangkan penelitian
Slamet dan Tarwotjo (1980) kadar lemak kacang hijau adalah 1.78% (bk).
40
Perbedaan hasil ini diduga adanya perbedaan jenis dan varietas kacang hijau yang
diteliti.
Tempe Kacang Hijau. Tempe kacang hijau yang dianalisis mengandung
lemak 0.56% (bk). Kandungan lemak tempe kacang hijau jauh lebih kecil
dibanding jenis tempe-tempe yang lain. Menurut data Depkes RI (1981) dalam
Sarwono (2002), pada 100 g bahan, tempe kedelai mengandung lemak 12.9 g
(bk), tempe bongkrek 12.7 g (bk), tempe koro benguk 3.6 g (bk), dan tempe
lamtoro 6.9 g (bk).
Bubur Kacang Hijau. Kadar lemak bubur kacang hijau 0.08% (bk).
Jumlah lemak yang kecil ini disebabkan bubur kacang hijau diolah tanpa
penambahan gula dan santan. Bubur ini hanya terbuat dari kacang hijau yang
direndam kemudian direbus. Kandungan lemak bahan baku bubur yaitu kacang
hijau segar juga rendah. Kadar lemak yang cukup rendah menguntungkan karena
produk semakin tahan lama atau tidak mudah tengik serta aman dikonsumsi bagi
mereka yang memiliki berat badan berlebih.
Kadar Protein
Protein merupakan unsur gizi yang penting, sehingga hampir dalam semua
produk pangan jumlahnya selalu disyaratkan. Fungsi protein di dalam
metabolisme tubuh adalah sebagai unsur pembangun tubuh.
Penetapan protein secara akurat sulit dilaksanakan karena (1) protein
membentuk grup yang sangat beragam dan luar biasa kompleks baik dalam
komposisi maupun sifat sehingga sulit untuk memisahkan, memurnikan, atau
mengekstrak (2) adanya sifat amfoter protein (3) adanya sensitifitas protein
terhadap elektrolit, panas, pH, dan pelarut.
Analisis protein dalam makanan umumnya lebih ditunjukkan pada kadar
total protein dan bukan pada kadar protein tertentu. Jumlah g protein dalam bahan
pangan dihitung dari hasil perkalian jumlah g nitrogen dengan 6,25. Angka ini
berdasar anggapan bahwa protein sederhana mengandung 16% nitrogen.
Penetapan ini disebut penetapan protein kasar (crude protein) atau total protein.
Penetapan ini menggunakan asumsi bahwa semua nitrogen yang dianalisis berasal
dari protein.
41
Metode yang digunakan adalah metode semi mikro Kjedahl karena dapat
digunakan untuk semua bahan pangan atau makanan. Dengan metode ini
dianalisis kadar total nitrogen dari bahan pangan kemudian dikalikan dengan
faktor konversi untuk mendapatkan proteinnya. Faktor konversi kacang hijau
adalah 6.25 (Muchtadi, 1988).
Kacang Hijau Segar. Hasil analisis menunjukkan kadar protein kacang
hijau segar 24.78% (bk). Penelitian Slamet dan Tarwotjo (1980) menghasilkan
27.10% (bk) protein pada kacang hijau. Jumlah ini sesuai dengan literatur bahwa
kacang hijau mengandung protein 19.7-24.2% (Kay, 1979). Secara umum, ratarata kandungan protein pada kacang hijau adalah 23.6% (Matthews, 1989).
Tempe Kacang Hijau. Jumlah protein tempe kacang hijau adalah 41.92%
(bk). Protein tempe kedelai sebesar 59% (bk) (Depkes RI, 1981 dalam Sarwono,
2002). Kandungan protein tempe kacang hijau lebih tinggi dibandingkan dengan
tempe bongkrek 16% (bk), tempe koro benguk 28.3% (bk), dan tempe lamtoro
30.6% (bk).
Peningkatan jumlah protein kacang hijau setelah diolah menjadi tempe
disebabkan adanya pengelupasan kulit kacang hijau. Menurut penelitian Hidayah
(2002), perlakuan pengelupasan kulit menyebabkan adanya kecenderungan
peningkatan kadar protein. Uji ANOVA (p<0.01) pada penelitian Hidayah (2002)
menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata pada perlakuan pengelupasan
terhadap kadar protein. Meningkatnya kadar protein kacang hijau pada tempe
kacang hijau juga disebabkan oleh komponen khitin dari dinding sel kapang
tempe (Hadioetomo,1982) dan perbedaan kadar air dari kedua bahan. Menurut
Fardiaz (1989), komponen struktural dinding sel pada kapang terdiri dari khitin
(protein) dan selulosa atau glukan.
Proses fermentasi mempengaruhi kualitas protein pada bahan makanan.
Hal ini disebabkan karena kapang Rhyzopus oligosporus mensintesis enzim
protease lebih banyak yang memecah senyawa organik kompleks menjadi lebih
sederhana sehingga menyebabkan protein pada tempe lebih mudah dicerna dan
diserap tubuh.
Bubur Kacang Hijau. Kandungan protein bubur kacang hijau adalah
23.62% (bk). Protein dalam bahan biologis terdapat dalam bentuk ikatan fisis
42
yang renggang maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau
lemak.
Ikatan-ikatan
ini
menyebabkan
terbentuknya
senyawa-senyawa
Kadar Karbohidrat
adalah 70.98% (bk). Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Slamet
dan Tarwotjo (1980), yaitu 67.22% (bk). Menurut literatur, jumlah total
karbohidrat berkisar antara 60.3-67.5% (Kay, 1979) dan rata-rata adalah 61.6%
(Matthews, 1989).
Tempe Kacang Hijau. Pada Tabel 9, tempe kacang hijau mengandung
karbohidrat 56.81% (bk). Jumlah karbohidrat ini lebih tinggi dibanding tempe
kedelai 40.96% (bk) dan tempe lamtoro 56.7% (bk), tetapi masih lebih rendah
dibanding tempe bongkrek 66.5% (bk) dan tempe koro benguk 64.4% (bk)
(Depkes RI, 1981 dalam Sarwono, 2002). Kapang Rhyzopus oryzae pada ragi
tempe mensintesis enzim pemecah pati (-amilase) yang digunakan untuk
memecah karbohidrat menjadi substrat yang lebih sederhana. Proses katabolisme
ini berlangsung secara aerobik dan menghasilkan energi sebesar 38 molekul ATP
untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhan kapang tempe (Rachman, 1989).
Bubur Kacang Hijau. Berdasarkan Tabel 9 jumlah karbohidrat bubur
kacang hijau 72.84% (bk). Bubur kacang hijau dapat digunakan sebagai bahan
pangan sumber energi karena kandungan karbohidratnya tinggi.
Kesimpulan
Pembuatan tempe kacang hijau per 1 kg kacang hijau mentah terdiri dari
pemilihan biji kacang hijau, perendaman dengan air kondisi asam (pH 4-5)
selama 12 jam, pengelupasan kulit dan pencucian dengan tangan, perendaman air
mendidih selama 15 menit, pendinginan menggunakan nyiru yang bersih agar
terhindar dari kontaminan mikroorganisme, pemberian ragi 0.1%, pembungkusan
menggunakan daun pisang berlubang dan penyimpanan selama 48 jam.
Hasil uji lanjut perbandingan berganda Tukey dari kelima parameter yaitu
warna, aroma, tekstur, kepadatan, dan kekompakan menunjukkan bahwa pada
tekstur, kepadatan, dan kekompakan hasil antara konsentrasi 0.05%, 0.1%, 0.15%,
dan 0.2% tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut pada warna menunjukkan
konsentrasi 0.05% , 0.1%, dan 0.2% tidak berbeda nyata. Uji lanjut pada aroma
konsentrasi 0.1%, 0.15% dan 0.2% tidak berbeda nyata. Kelima parameter,
konsentrasi 0.1%, 0.15%, dan 0.2% tidak berbeda nyata dalam arti konsentrasi
tersebut menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik, walaupun pada warna
konsentrasi 0,1% tidak sebaik dengan konsentrasi 0.15%. Secara prinsip ekonomi
dipilih konsentrasi ragi 0.1% untuk pembuatan tempe kacang hijau yang baik
mengingat konsentrasi 0.1% mendominasi empat dari lima parameter.
Analisis kandungan isoflavon dilakukan menggunakan metode HPLC
pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau. Jenis
isoflavon yang dianalisis antara lain daidzein, genistein, dan glisitein. Jumlah
isoflavon pada kacang hijau segar adalah 70.74 mg per 100 g bahan terdiri dari
daidzein 35.88 mg, genistein 21.81 mg, dan glisitein 13.05 mg. Jumlah isoflavon
pada tempe kacang hijau adalah 59.00 mg per 100 g bahan yaitu daidzein 29.09
mg, genistein 18.16 mg, dan glisitein 11.76 mg. Bubur kacang hijau mengandung
14.44 mg isoflavon per 100 g bahan (daidzein 6.01 mg, genistein 5.91 mg, dan
glisitein 2.52 mg).
Kandungan gizi yang diteliti antara lain kadar air, kadar abu, lemak,
protein, dan karbohidrat. Dari analisis proksimat yang dilakukan didapatkan hasil
sebagai berikut : kadar air kacang hijau segar 12.10% (bb), tempe kacang hijau
44
64.32% (bb), dan bubur kacang hijau 81.92% (bb). Kadar abu kacang hijau segar,
tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau masing-masing 3.5% (bk), 0.70%
(bk) dan 3.10% (bk). Kandungan lemak kacang hijau segar 0.56% (bk), tempe
kacang hijau 0.56% (bk), dan bubur kacang hijau 0.44% (bk). Kadar protein
kacang hijau segar 24.78% (bk), tempe kacang hijau 41.92% (bk), dan bubur
kacang hijau 23.62% (bk) dan total karbohidrat pada kacang hijau segar 70.98%
(bk), tempe kacang hijau 56.81% (bk), dan bubur kacang hijau 72.84% (bk).
Saran
Perlu dilakukan sosialisasi tentang kandungan gizi dan isoflavon kacang
hijau, tempe kacang hijau, dan bubur kacang hijau pada masyarakat. Tempe
kacang hijau merupakan salah satu produk baru hasil modifikasi kacang hijau.
Banyak penelitian lanjutan yang dapat dilakukan pada tempe kacang hijau antara
lain uji daya terima panelis pada tempe kacang hijau matang dengan berbagai
perlakuan misalnya digoreng, direbus, dan dikukus; uji kandungan isoflavon pada
tempe kacang hijau goreng, rebus, dan kukus; dan daya simpan tempe kacang
hijau dibandingkan dengan tempe-tempe yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Afrian RN. 2002. Mempelajari Sifat Kimia, Mutu Gizi, Sifat Fisik dan
Organoleptik Bubur Kacang Hijau Instan [Skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Aldercreutz H. 1998. Epidemiology of phytoestrogens. Baillieres Clin.
Endocrinol. Metab. 12:605-623.
Anderson JJB, Carner SC. 1997.
Nutr.Res.17 :1617-1632.
Anthony MS, Clarkson TB, Williams JK. 1998. Effects of soy isoflavones on
atheroselerosis: potential mechanisms. Am J. Clin. Nutr. 68 (suppl):
1390S-1393S.
Anwar F, Sulaeman A, Kustiyah L. 1999. Penuntun Praktikum Pengolahan
Pangan Nabati dan Hewani. Bogor : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arfiansyah N.
2000.
Tempe Dapat
http://www.kompas.com [April 2000].
Hambat
Kanker
Prostat.
Astawan M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Solo : Tiga
Serangkai.
Aussenac T, Lacombe S, Dayde J. 1998. Quantification of isoflavones by
capillary zone electrophoresis in soybean seeds : effects of variety and
environment. Am. J. Clin. Nutr. 68(suppl):1480S-1485S.
Buckle KA, Edwards RA, Fled GH, Wootton M. 1987.
(Penerjemah, H. Purnomo & Adiono). Jakarta : UI Press.
Ilmu Pangan
Coward L, Barnes NC, Setchell KDR, Barnes S. 1993. Genistein, daidzein, and
their -glycoside conjugates : antitumor isoflavones in soybean food from
American and Asian diets. J. Agric. Food Chem. 41 :1961
Coward L, Smith M, Kirk M, Barnes S. 1998. Chemical modification of
isoflavones in soy foods during cooking and processing. Am. J. Nutr.
68(suppl):1486S-1491S.
Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta : UI Press.
Dewick PM. 1994. Isoflavonoids. In The Flavonoids : Advances since 1986. Ed.
JB Harborne, New York, NY : Chapman-Hall, pp.117-238.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan.
Makanan. Jakarta : Bharata.
1994.
46
Ewan CV, Morr, Seo A. 1992. Isoflavones aglicones and volatile organic
compound in soybean, effects of soaking treatment. J.Food Sci.57
Fardiaz S.
1989.
Mikrobiologi Pangan.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor : Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Franke AA, Custer LJ, Cerna CM, Narala K. (1995). Rapid HPLC analysis of
dietary phytoestrogens from legumes and from human urine. Proc Soc Exp
Biol Med 208, 18-26.
Goldberg I.
1996.
Functional Foods : Designer foods, pharmafoods,
nutraceuticals. London : Chapman & Hall, Inc.
Gyorgy P, Murata K, Ikehata H. 1964. Antioxidant isolated from fermented
soybeans (tempeh). Nature, 203 (4947), 870-871.
Hadioetomo RS. 1982. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. Bagian Mikrobiologi,
Departemen Botani. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 1996. The Flavonoid : Advances in research since 1986. London :
Chapman & Hall, Inc.
Herman S. 2001. Hypocholesterolemic and Atherosklerosis Effect of Legumes
Versus Animal Protein : Review of Animal and Human Studies. Jakarta :
Center for Research and Development of Nutrition and Food, NIHRD.
Hidayah N. 2002. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Kacang Hijau Instan dan
Analisa Nilai Gizinya. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Hoeck JA, Fehr WR, Murphy PA, Welke GA. 2000. Influence of genotype and
environment on isoflavones contents of soybean. Crop Sci. 40:48-51
Judoamidjojo M, Darwis AA, Gumbira. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta :
Rajawali Press.
Kaufman PB, Duke JA, Brielmann H, Boik J, Okuhira JE.
1997.
A comprehensive survey of leguminous plants as sources of the
isoflavones, genistein, and daidzein: implication of human nutrition and
health. J. Alternatine Complementary Med. 3:7-22.
Kay DE. 1979. Food Legume. London : Tropical Product Institute.
Knight DC, Wall Pl, Eden JA. 1996. A review of phytoestrogens and their
effects in relation to menopausal symtoms. Aust. J. Nutr. Diet. 53 :5-11
Koswara S. 1995.
Harapan.
47
48
Pawiroharsono S.
1995.
Metabolisme Isoflavon dan Faktor 2 (6,7,4
trihidroksiisoflavon) pada Proses Pembuatan Tempe.
Makalah
Simposium Nasional Pengembangan Tempe dalam Industri Pangan
Modern, Yogyakarta, 15-16 April.
Pomeranz Y, Meloan CE. 1994. Food Analysis Theory and Practice (3rd ed).
New York : Chapman & Hall.
Rachman A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bogor : Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu EA. 1993. Pengembangan Produk Modifikasi Kacang Hijau [Skripsi].
Bogor : Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Sarwono B, Saragih YP.
Swadaya.
2003.
49
Triantarti.
1989.
Pengaruh Perlakuan Pendahuluan untuk Memudahkan
Pengupasan Kulit Kacang Gude (Cajanus cajan) terhadap Tepung yang
Dihasilkan [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Tsukamoto C, Shimada S, Igita K, Kudou S, Kokubun M, Okubo K, Kitamura K.
1995. Factors affecting isoflavones content in soybean seeds : changes in
isoflavones, saponins, and compotition of fatty acids at different
temperatures during seed development. 43:1184-1192.
Wang H, Murphy PA. 1994. Isoflavon composition of American and Japanese
soybeans in lowa : effects of variety, crop year, and location. J. Agric.
Food Chem. 42 :1674-1677.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Winarsi H. 2004. Respons Hormonal dan Imunitas Wanita Premenopause
terhadap Minuman Fungsional Berbahan Dasar Susu Skim yang
diSuplementasi dengan Isoflavon Kedelai dan Zn [Disertasi]. Bogor :
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wuryani. 1992. A Study of Isoflavon in Soybean and Tempeh [Tesis].
Departement of Food Science and Technology, Faculty of Agriculture and
Food. London : University of Reading.
Yulianto
WA.
2003.
Kedelai,
Bahan
Pangan
http://www.sinarharapan.co.id [3 Desember 2005].
Penyanyang.
50
Jenis Kelamin
Tanggal Pengujian :
Warna
Aroma
Warna
Sangat Kusam
2
3
4
5
6
Kepadatan
Sangat tidak padat
Kusam
Agak kusam
Tekstur
Sangat
lunak
Lunak
Agak lunak
Agak padat
Kekompakan
Sangat tidak
kompak
Tidak kompak
Agak tidak
kompak
Agak kompak
Aroma
Sangat tidak
segar
Tidak segar
Agak tidak
segar
Agak segar
Agak Putih
(cerah)
Putih (cerah)
Sangat putih
(sangat cerah)
Agak keras
(kenyal)
Keras
Keras
sekali
Padat
Padat sekali
Kompak
Kompak sekali
Segar
Segar sekali
Tidak padat
Agak tidak padat
Kepadatan berhubungan dengan rapat tidaknya jarak antar kepingankepingan kacang hijau
Kekompakan berhubungan dengan rapat tidaknya miselia-miselia kapang
yang tumbuh diantara kepingan-kepingan kacang hijau
Saran
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Terima Kasih
Lampiran 2a. Rekapitulasi hasil data uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah ulangan 1
Konsentrasi Ragi 0.15%
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Panelis
Parameter :
A : warna
B : tekstur
C : kepadatan
D : kekompakan
E : aroma
Lampiran 2b. Rekapitulasi hasil data uji mutu organoleptik tempe kacang hijau mentah ulangan 2
Konsentrasi Ragi 0.05%
A : warna
B : tekstur
C : kepadatan
D : kekompakan
Panelis
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Parameter :
E : aroma
53
konsentrasi
0.05%
N
60
Mean Rank
100.72
0.1%
60
123.48
0.15%
60
133.09
0.2%
60
124.71
Total
240
Test Statistics(a,b)
warna
7.802
Chi-Square
db
Signifikan.
.050
konsentrasi
0.05%
N
60
Mean Rank
96.13
0.1%
60
128.13
0.15%
60
129.03
0.2%
60
128.71
Total
240
Test Statistics(a,b)
Chi-Square
aroma
10.380
df
Signifikan.
.016
konsentrasi
0.05%
N
60
Mean Rank
116.38
0.1%
60
125.40
0.15%
60
112.70
0.2%
60
127.52
Total
240
Test Statistics(a,b)
Chi-Square
tekstur
2.046
db
Signifikan.
.563
54
konsentrasi
0.05%
N
60
Mean Rank
120.98
0.1%
60
112.96
0.15%
60
112.47
0.2%
60
135.60
Total
240
Test Statistics(a,b)
kepadatan
5.093
Chi-Square
db
Signifikan.
.165
konsentrasi
0.05%
N
60
Mean Rank
102.30
0.1%
60
130.58
0.15%
60
124.73
0.2%
60
124.38
Total
240
Test Statistics(a,b)
Chi-Square
kekompakan
6.366
db
Signifikan.
.095
55
(I)
konsentrasi
0.05%
0.1%
0.15%
0.2%
(J)
konsentrasi
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig.
95% Confidence
Interval
-.32
-.53(*)
.199
.199
.385
.039
Lower
Bound
-.83
-1.05
0.2%
-.33
.199
.338
-.85
.18
0.05%
.32
.199
.385
-.20
.83
0.15%
-.22
-.02
.53(*)
.199
.199
.199
.696
1.000
.039
-.73
-.53
.02
.30
.50
1.05
0.1%
.22
.199
.696
-.30
.73
0.2%
.20
.199
.746
-.31
.71
0.05%
.33
.02
-.20
.199
.199
.199
.338
1.000
.746
-.18
-.50
-.71
.85
.53
.31
0.1%
0.15%
0.2%
0.05%
0.1%
0.15%
Upper
Bound
.20
-.02
(I)
konsentrasi
0.05%
0.1%
0.15%
0.2%
(J)
konsentrasi
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error
Sig.
95% Confidence
Interval
0.1%
0.15%
-.60(*)
-.65(*)
.229
.229
.045
.025
Lower
Bound
-1.19
-1.24
0.2%
-.65(*)
.229
.025
-1.24
-.06
0.05%
.60(*)
.229
.045
.01
1.19
0.15%
-.05
-.05
.65(*)
.229
.229
.229
.996
.996
.025
-.64
-.64
.06
.54
.54
1.24
0.1%
.05
.229
.996
-.54
.64
0.2%
.00
.229
1.000
-.59
.59
.65(*)
.05
.00
.229
.229
.229
.025
.996
1.000
.06
-.54
-.59
1.24
.64
.59
0.2%
0.05%
0.05%
0.1%
0.15%
Upper
Bound
-.01
-.06
56
Kacang hijau
57
Analisis dilakukan pada kacang hijau segar, tempe kacang hijau dan bubur
kacang hijau. Metode analisis senyawa isoflavon yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Ditimbang sampel 5 gram
diinjek (HPLC)
58
: 20l
Kolom
Eluen
Gadien
Detektor
: UV 261 nm
Kecepatan alir
: 1 ml/menit
Suhu
: 35C
Integator
: C 2500 Merck/Hitachi
Keterangan : [ ] standar
= 1000 ppm
59
Lampiran 12a. Peak standar kandungan isoflavon kacang hijau segar pada analisis
HPLC
Lampiran 12b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon kacang hijau segar
pada analisis HPLC
60
Lampiran 12c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon kacang hijau segar
pada analisis HPLC
Lampiran 13a. Peak standar kandungan isoflavon tempe kacang hijau segar pada
analisis HPLC
61
Lampiran 13b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon tempe kacang hijau
pada analisis HPLC
Lampiran 13c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon tempe kacang hijau
pada analisis HPLC
62
Lampiran 14a. Peak standar kandungan isoflavon bubur kacang hijau pada
analisis HPLC
Lampiran 14b. Peak sampel ulangan 1 kandungan isoflavon bubur kacang hijau
pada analisis HPLC
63
Lampiran 14c. Peak sampel ulangan 2 kandungan isoflavon bubur kacang hijau
pada analisis HPLC
Lampiran 15. Hasil paired sample test kandungan isoflavon pada 100g kacang
hijau segar sebelum dan sesudah fermentasi (menjadi tempe).
Paired Samples Test
Mean
Pair
1
ISOKCG
ISOTMP
.8400
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
Lower
Upper
5.10531
3.61000
-46.7094
45.0294
df
Sig. (2tailed)
.233
.854
Lampiran 16. Hasil paired sample test kandungan kandungan isoflavon pada 100g
kacang hijau segar sebelum dan sesudah perebusan (menjadi
bubur).
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Pair
1
ISOKCG
ISOBBR
22.0750
Std.
Deviation
9.43988
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Error
Mean
Lower
6.67500
-62.7389
Upper
106.8889
df
Sig. (2tailed)
3.307
.047
64
Analisis zat gizi yang dilakukan meliputi kadar air, abu, lemak, protein,
dan total karbohidrat. Analisis dilakukan pada kacang hijau segar, tempe kacang
hijau, dan bubur kacang hijau.
Kadar Air Metode Oven Biasa (Sulaeman et al., 1995). Cawan logam
atau porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105C sekitar 30 menit.
Cawan tersebut didinginkan dalam desikator sampai dingin (sekitar 30 menit),
kemudian ditimbang. Sampel sebanyak kira-kira 2 g dimasukkan ke dalam cawan
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105C sekitar 4-5 jam. Setelah
itu cawan didinginkan dalam desikator (sekitar 30 menit) lalu ditimbang.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
% kadar air (basis basah) = (B1-B2)/B x 100%
B
B1
B2
lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105C selama 30 menit, lalu
didinginkan dalam desikator (15 menit), kemudian ditimbang (A). Sampel
ditimbang sebanyak 5 g (S) tepat langsung dalam saringan timbel. Pelarut lemak
dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Timbel dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet. Labu lemak dipanaskan dan dilakukan ekstraksi selama 3-4 jam.
Labu lemak diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105C, lalu
65
Lampiran 18. Hasil analisis proksimat tempe kacang hijau dengan konsentrasi ragi 0.1%
Bahan
Kacang Hijau
Tempe Kacang
Hijau
Bubur Kacang
Hijau
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata Ulangan Rata-rata
12.283
3.045
0.505
12.095
3.082
0.490
11.906
3.119
0.465
Kadar Protein
Ulangan Rata-rata
22.125
21.781
21.781
Kadar Karbohidrat
Ulangan Rata-rata
62.042
62.386
62.729
63.240
65.397
64.319
0.292
0.208
0.250
0.215
0.185
0.200
13.529
16.390
14.959
22.724
17.820
20.272
81.157
82.689
81.923
0.584
0.544
0.564
0.081
0.077
0.079
4.595
3.942
4.268
13.583
12.748
13.165