Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN HIPERTENSI


A. PENGERTIAN
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan
tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer, 2001).
Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah
kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam
jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga
bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi.
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan
tensi yang artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension
(ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala
kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks
dan saling berhubungan (Sani, 2008).
Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan,

hipertensi

adalah

peningkatan tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan.
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang pada tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan
pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.
Hipertensi sering dijumpai pada individu diabetes mellitus (DM) dimana
diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Merokok
adalah faktor risiko utama untuk mobilitas dan mortalitas Kardiovaskuler.

Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta


orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 615% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita
hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena
tidak menghindari dan tidak mengetahui factor

risikonya, dan 90%

merupakan hipertensi esensial.


Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan
peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai
penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian
nomor satu.
C. ETIOLOGI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90%
diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat
ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh
hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab,
seperti; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah
kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder.
Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit
ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma,


yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin
(adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
a. Peningkatan kecepatan denyut jantung
b. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama

c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama


D. Faktor predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa
hal seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya
menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress,
kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor
lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial.
Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf
simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas,
saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan
pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari
populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang
erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat
dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi
penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan
penderita yang mempunyai berat badan normal.

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan
4

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls


yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan

tambahan

aktivitas

vasokonstriksi.

Medulla

adrenal

mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal


mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh

darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin


merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
F. Manefestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya
tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala berikut:

1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
G. Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori
Sistolik (mmhg)
Diastolik (mmhg)
Normal
< 130
<85
Normal tinggi
130-139
85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan)
140-159
90-99
Tingkat 2 (sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (berat)
180
110
Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila
tekanan sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka
yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata
dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali
kunjungan atau lebih setelah skrining awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka
yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka
yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal".
Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg
6

atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa
minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan
tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering
ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat
sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancyinduced hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena
hipertensinya reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat
dari kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan
normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat,
peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas
vascular terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal
ini menyebabkan TPR berkurang pada kehamilan normal dan tekanan
darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi penurunan sensitivitas
terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar
volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan
darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita
dan dapat menyebabkan kejang, koma, dan kematian.
H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).

2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard


acut (IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah
perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP
(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan
ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM)

kalium

serum

(meningkat

menunjukkan

aldosteron

yang

meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi:


kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan
disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
J. Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan garam lewat kulit).

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:


pengobatan non obat (non farmakologis) dan pengobatan dengan obat-obatan
(farmakologis)
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan
atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai
sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai
pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap
pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 3045 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan

antihipertensi.

Terdapat

banyak

jenis

obat

antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat
diharapkan menghubungi dokter.
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih


ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh
obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita
yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan
Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya).

Pada orang tua

terdapat

gejala

bronkospasme

(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hatihati.


d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala
dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium

10

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara


menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala
dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya
pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari
faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat
penyakit ini bisa ditekan.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : kelemahan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi

11

Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup


dan penyakit serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin
berhubungna dengan regimen obat ). Nadi : denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis ; perbedaan denyut seperti denyut femoral melambat
sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal,
tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Frekuensi/irama :
takikardia berbagai disritmia. Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3
(CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur
stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit, suhu dingin
(vasokonstriksi perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda
(vasokonstriksi)
3. Integritas ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor
stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian,
tangisan yang meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus
sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal dimasa lalu).
5. Makanan dan Cairan
Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,
keju, telur); kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat
badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun).

12

Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum
atau tertentu); kongesti vena; glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi
adalah diabetik)
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan stelah beberapa jam ).
Episode kebas/kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan
(diplopia, penglihatan kabur).
Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
afek, proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik : penurunan
kekuatan genggaman tangan dan /atau reflex tendon dalam. Perubahanperubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai
berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat,
dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya hipertensi.
7. Nyeri dan ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang
timbul pada tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)
8. Pernafasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi
napas tambahan (krekles/mengi). Sianosis.

9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral
transien. Hipotensi posturnal.
10. Pembelajaran dan Penyuluhan

13

Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit


jantung, DM, penyakit serebrovaskular/ginjal.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan afterload,
vasokontriksi pembuluh darah
2. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
otak
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
akibat oedem paru
4. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
serebral dan iskemia miokard
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema, peningkatan cairan
intravaskular
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum dan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
7. Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan penekanan saraf
optikus
8. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran / penglihatan
ganda (diplopia )
9. PK : Gagal jantung

14

C. Rencana Keperawatan
No
1

Diagnosa Keperawatan
Pola nafas tidak efektif

Tujuan
Setelah diberikan asuhan

Intervensi
1.1. Kaji frekwensi

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan pola

kedalamam pernafasan

pernafasan bervariasi tergantung

penurunan ekspansi paru

nafas pasien kembali efektif,

dan ekspansi dada. Catat

derajat gagal nafas. Ekspansi

akibat oedem paru

dengan kriteria hasil :

upaya pernafasan

dada yang terbatas berhubungan

a. RR 16-20 x/mnt

termasuk penggunaan

dengan atelektasis / nyeri dada

b. Tidak ada pernafasan cuping

otot-otot bantu

pleuritik.

hidung, dan retraksi dada


c. Bunyi

nafas

1.2. Askultasi bunyi nafas dan 2. Penurunan bunyi nafas akibat

normal

catat adanya bunyi nafas

obstruksi sekunder terhadap

(vesikuler) tidak ada bunyi

adventisius, spt

perdarahan, kolaps jalan nafas

nafas tambahan spt : krakels,

:krekels,mengi, gesekan

serta kegagalan jalan nafas

ronchi

pleural

d. Ekspansi dada simetris


e. Secara

verbal

tidak

keluhan sesak

1.3. Berikan posisi semi


ada

fowler bila tidak ada

oksigen

Gangguan perfusi serebral

Setelah diberikan asuhan

3. Memperbaiki jalan dan saturasi


pernafasan

kontra indikasi
1.4. Kolaborasi pemberian

Rasional
1. Kedalaman dan kecepatan

4. Memaksimalkan pernafasan dan


menurunkan kerja otot

pernafasan
2.1. Pantau TD, catat adanya 1. Normalnya autoregulasi

15

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan Perfusi

hipertensi sistolik secara

mempertahankan aliran darah

penurunan suplai oksigen

jaringan serebral pasien kembali

terus

otak yang konstan pada saat ada

otak

efektif, dengan kriteria hasil :

tekanan

1.

semakin berat.

GCS normal ( 15
)

2.

dan

nadi

yang

Nilai TIK dalam


( 0-15

mmHg )
( RR 16-20 )

mengikuti kerusakan kerusakan

catat adanya Bradikardi,

vaskularisasi serebral

Tacikardia atau bentuk

lokal/menyebar.

Disritmia lainnya.
TTV normal

fluktuasi TD sistemik.
Kehilangan autoregulasi dapat

2.2. Pantau frekuensi jantung,

batas normal
3.

menerus

2.3. Pantau

2. Perubahan pada ritme (paling

pernapasan

meliputi

pola

dan

iramanya
teratur

bandingkan

dan
dengan

keadaan normalnya
2.5. Berikan
hipertensi

dapat timbul yang


mencerminkan adanya

2.4. Catat status neurologis


dengan

sering Bradikardi) dan Disritmia

obat

depresi/trauma pada batang otak


pada pasien yang tidak memiliki
kelainan jantung sebelumnya.
3. Napas yang tidak teratur dapat

anti

menunjukkan lokasi adanya


gangguan serebral dan
memerlukan intervensi yang
lebih lanjut.
4. Pengkajian kecenderungan

16

adanya perubahan tingkat


kesadaran adalah sangat
berguna dalam menentukan
lokasi penyebaran/luasnya dan
perkembangan dari kerusakan
serebral.
5. Efektif dalam menurunkan
3

Penurunan curah jantung

Setelah diberikan asuhan

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan curah

kedua tangan untuk

memberikan gambaran yang

Peningkatan afterload,

jantung pasien mulai normal

evaluasi awal. Gunakan

lebih lengkap tentang

vasokontriksi pembuluh

dengan criteria hasil :

ukuran manset yang tepat

keterlibatan/ bidang masalah

darah.

1. tidak adanya sianosis

dan teknik yang akurat.

vaskular.

2. CRT < 2 dtk

3.1 Pantau TD. Ukur pada

tekanan
1. Perbandingan dari tekanan

3.2 Catat keberadaan,

2. Denyutan karotis

3. Akral hangat

kualitas denyutan sentral

,jugularis,radialis dan femoralis

4. RR Normal ( 16-20 x/mnt)

dan perifer

mungkin terpalpasi. Denyut

5. Tidak ada bunyi jantung


tambahan
6. GCS normal (E,V,M = 15)
7. Haluaran urine dalam batas
normal (400 ml / 24 jam)

3.3 Auskultasi tonus jantung


dan bunyi nafas
3.4 Amati warna kulit,
kelembaban, suhu dan
masa pengisian kapiler

pada tungkai mungkin menurun,


mencerminkan efek dari
vasokontriksi ( peningkatan
SVR ) dan kongesti vena
3. S4 umum terdengar pada pasien
17

warna kuning jernih.

3.5 Pertahankan pembatasan

hipertensi berat karena adanya

aktivitas seperti istirahat

hipertrofi atrium. Adanya

di tempat tidur/ kursi,

krakel, mengi dapat

jadwal periode istirahat

mengindikasikan kongesti paru

tanpa gangguan, bantu

sekunder terhadap terjadinya

pasien melakukan

atau gagal jantung kronik

aktivitas perawatan diri


sesuai kebutuhan
3.6 Berikan lingkungan

Adanya pucat, dingin, kulit lembab


dan masa pengisian kapiler
lambat mungkin berkaitan

tenang, nyaman, kurangi

dengan vasokontriksi atau

aktivitas / keributan

mencerminkan

lingkungan. Batasi

dekompensasi/penurunan curah

jumlah pengunjung dan

jantung.

lamanya tinggal.
3.7 Kolaborasi :

5. Menurunkan stres dan


ketegangan yang mempengaruhi

Berikan obat-obat sesuai

tekanan darah dan perjalanan

indikasi seperti Diuretik

penyakit hipertensi

dan tiazid

6. Membantu untuk menurunkan


rangsang simpatis;
meningkatkan relaksasi.

18

7. Tiazid mungkin digunakan


sendiri atau dicampur dengan
obat lain untuk menurunkan TD
pada pasien dengan fungsi
ginjal yang relatif normal.
Diuretik ini memperkuat agenagen antihipertensi lain dengan
membatasi retensi cairan.
Vasodilator menurunkan
aktivitas kontriksi arteri dan
4

vena pada ujung saraf simpatik.


1.
Mengetahui derajat nyeri

Nyeri akut / kronis

Setelah diberikan asuhan

4.1 Kaji derajat nyeri

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan Nyeri

4.2 Pertahankan tirah baring

peningkatan tekanan vascular pasien berkurang dengan

selama fase akut

serebral dan iskemia miokard kriteria hasil :


1.

4.3 Berikan

Mengungkapkan metode
yang

memberikan

pengurangan
2.

Mengikuti
farmakologi
diresepkan

yang dirasakan pasien dan


mempermudah intervensi

tindakan

nonfarmakologi

untuk

menghilangkan

sakit

kepala atau nyeri dada


regimen
yang

misal,

kompres

dingin

2.

Meminimalkan
stimulasi/meningkatkan
relaksasi

3.

Tindakan yang menurunkan


tekanan vaskular serebral dan

pada dahi, pijat punggung

yang memperlambat/ memblok

dan leher, teknik relaksasi

respon simpatis efektif dalam


19

3.

Skala nyeri 0-1

(panduan

4.

Wajah tidak meringis /

distraksi) dan aktivitas

wajah nampak rileks


5.

Menyatakan

imajinasi,

waktu senggang.
nyeri

berkurang

4.4 Minimalkan

menghilangkan sakit kepala dan


komplikasinya.
4.

aktivitas

Aktivitas yang
meningkatkan vasokontriksi

vasokontriksi yang dapat

menyebabkan sakit kepala pada

meningkatkan

adanya penigkatan tekanan

sakit

kepala

misalnya,

mengejan

saat

batuk

BAB,

vaskular serebral.
5.

panjang,

Mengetahui keadaan umum


pasien. Peningkatan tanda-tanda

membungkuk.

vital mengindikasikan nyeri

4.5 Kaji tanda-tanda vital

belum dapat terkontrol.

4.6 Kolaborasi :

6.

Menurunkan/mengontrol

Analgesik,Antiansietas

nyeri dan menurunkan rangsang

mis,

sistem saraf simpatis.

lorazepam,

diazepam

Kelebihan volume cairan

Setelah diberikan asuhan

berhubungan dengan edema

keperawatan diharapkan pasien


menunjukkan keseimbangan
volume cairan dengan kriteria :

5.1 Awasi denyut

jantung,

TD, CVP
5.2 Catat

pemasukan

pengeluaran

1. Tacikardi dan hipertensi terjadi


karena kegagalan ginjal untuk

dan
secara

mengeluarkan urine,
pembatasan cairan berlebih
20

1.

Masukan dan haluaran


seimbang

2.

BB stabil

3.

Tanda vital dalam


rentang normal ( N : 70
80 x mnt, R : 16 20 x
/mnt, S : 36 37,2, T :
120 / 80 mmHg)

4.

Oedema tidak ada

akurat.

selama mengobati

5.3 Awasi berat jenis urine

hipovolemia/hipotensi atau

5.4 Timbang tiap hari dengan

perubahan fase oliguri gagal

alat dan pakaian yang

ginjal dan perubahan pada

sama

renin-angiotensin.

5.5 Kaji kulit, wajah area


tergantung untuk edema
5.6 Berikan

obat

indikasi (diuretik)

sesuai

2. Perlu untuk menentukan fungsi


gnjal, kebutuhan penggantian
cairan
3. Mengukur kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasikan urine
4. Penimbangan berat badan harian
adalah pengawasan status cairan
terbaru. Peningkatan berat
badan lebih dari 0,5 kg per hari
diduga ada retensi cairan.
5. Edema terjadi terutama pada
jaringan yang tergantung pada
tubuh contoh : tangan, kaki, area
lumbosakral
6. Membantu dalam pengeluaran

21

Setelah diberikan asuhan

berhubungan dengan

keperawatan diharapkan pasien

terhadap aktivitas,

membantu dalam mengkaji

Kelemahan umum dan

dapat berpartisipasi dalam

perhatikan frekuensi nadi

respons fisiologi terhadap stres

ketidakseimbangan antara

aktivitas yang

lebih dari 20 kali per

aktivitas dan bila ada,

suplai dan kebutuhan

diinginkan/diperukan dengan

menit di atas frekuensi

merupakan indikator dari

oksigen

kriteria hasil :

istirahat, peningkatan

kelebihan kerja yang berkaitan

tekanan darah yang nyata

dengan tingkat aktivitas.

1.

6.1 Kaji respon pasien

cairan
1. Menyebutkan parameter

Intoleransi aktivitas

Melaporkan
peningkatan dalam toleransi

selama /sesudah aktivitas,

aktivitas yang dapat diukur

dpsnea atau nyeri dada,

mengurangi penggunaan energi,

keletihan dan kelemahan

juga membantu keseimbangan

yang berlebihan,

antara suplai dan kebutuhan

diaforesis, pusing atau

oksigen.

2.

Menunjukkan
penurunan

dalam

tanda-

tanda intoleransi fisiologi

pingsan
6.2 Instruksikan pasien

2. Teknik menghemat energi

3. Mengidentifikasi sejauh mana


kemampuan pasien dalam

tentang teknik

melakukan aktivitas dan prwt

penghematan energi ,

diri.

misalnya menggunakan

4. Kemajuan aktivitas bertahap

kursi saat mandi, duduk

mencegah peningkatan kerja

saat menyisir rambut atau

jantung tiba-tiba. Memberikan

menggosok gigi,

bantuan hanya sebatas


22

melakukan aktivitas

kebutuhan hanya akan

dengan perlahan

mendorong kemandirian dalam

6.3 Kaji sejauh mana

melakukan aktivitas

aktivitas yang dapat


ditoleransi
6.4 Mendorong kemandirian
dalam melakukan
7

Gangguan persepsi sensori :

Setelah diberikan tindakan

penglihatan berhubungan

keperawatan, diharapkan

dengan penekanan saraf

pengelihatan pasien semakin

optikus

membaik, dengan criteria :


1.

Menyatakan pengelihatan

aktivitas
7.1 Kaji kemampuan melihat

1. Untuk mengidentifikasi

pasien

kemampuan melihat dan

7.2 Berikan kompres hangat


pada mata

menyusun rencana tindakan.


2. Meningkatkan vaskularisasi

7.3 Bantu kebutuhan pasien

pada area mata

semakin membaik

dalam rentang pasien

2.

Visus normal ( 6/6 )

mengalami penurunan

kesalahan intepretasi yang dapat

3.

Refraksi mata baik

pengelihatan

mengancam jiwa pasien

4.

Tidak ada disorientasi


waktu, orang dan tempat

7.4 Kolaborasi dalam

3. Menghindari resiko cidera dan

4. Menghindari disorientasi waktu,

pemeriksaan mata dan

orang dan tempat

penggunaan alat bantu


8

Risiko cedera berhubungan

Setelah diberikan asuhan

pengelihatan
8.1 Jauhkan dari benda-

1.

Meminimalkan risiko
23

dengan penurunan kesadaran

keperawatan diharapkan pasien

, penglihatan ganda

tidak mengalami cidera dengan

( diplopia )

kriteria hasil :
1.

8.2 Berikan penerangan yg

cedera
2.

cukup

Pasien tidak mengalami


cedera.

2.

benda tajam

8.3 Usahakan lantai tidak


licin dan basah

Tidak

benturan
3.

Meminimalkan klien jatuh

4.

Menghindari klien terjatuh

8.4 Pasang side rail


8.5 Anjurkan pada keluarga

Meminimalkan terjadinya

pada saat istirahat


5.

klien untuk selalu

Untuk meningkatkan
menjaga keamanan

menemani klien dalam


9

PK : Gagal Jantung

Setelah diberikan tindakan


keperawatan, diharapkan pasien
tidak mengalami gagal jantung
1.

Nadi 70 80
x/mnt

beraktivitas
9.1 Pantau adanya tanda

1. Pemantauan, penanganan

tanda gagal jantung

sedini mungkin dan mencegah

9.2 Kolaborasi dengan dokter


bagian dalam ( jantung)

kerusakan lebih lanjut


2.

Pemberian therapi sedini


mungkin dengan pertimbangan

2.

Nyeri tidak ada

therapi yang tepat akan mampu

3.

Sianosis tidak

menyelamatkan jiwa pasien

ada

24

25

D. Implementasi
Implementasi / tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana

keperawatan (intervensi) yang sudah disusun.


E. Evaluasi
1. Dx 1: Pola nafas kembali efektif
a. RR 16-20 x/mnt
b. Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada
c. Bunyi nafas normal ( vesikuler) tidak ada bunyi nafas tambahan spt
: krakels, ronchi
d. Ekspansi dada simetris
e. Secara verbal tidak ada keluhan sesak
2. Dx 2: Perfusi jaringan serebral kembali efektif
a. GCS normal ( 15 )
b. Nilai TIK dalam batas normal ( 0-15 mmHg )
c. TTV normal ( RR 16-20 )
3. Dx 3 : Curah jantung kembali normal
a. Tidak adanya sianosis
b. CRT < 2 dtk
c. Akral hangat
d. RR Normal ( 16-20 x/mnt)
e. Tidak ada bunyi jantung tambahan
f. GCS normal (E,V,M = 15)
g. Haluaran urine dalam batas normal (400 ml / 24 jam) warna kuning
jernih.Menyatakan pemahaman diet individu/pembatasan cairan
4. Dx.4 : Nyeri berkurang / terkontrol
a. Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
b. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
c. Skala nyeri 0-1
d. Wajah tidak meringis / wajah nampak rileks
e. Menyatakan nyeri berkurang
f. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan

26

5. Dx 5 : Menunjukkan keseimbangan cairan


a. Masukan dan haluaran lancar
b. BB stabil
c. Tanda vital dalam rentang normal ( N : 70 80 x mnt, R : 16 20 x
/mnt, S : 36 37,2, T : 120 / 80 mmHg )
d. Oedema tidak ada
6. Dx 6 : Berpartisipasi dalam aktivitas
a.

Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat

diukur
b. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi

7. Dx 7 : Pengelihatan semakin baik


5. Menyatakan pengelihatan semakin membaik
6. Visus normal ( 6/6 )
7. Refraksi mata baik
8. Tidak ada disorientasi waktu, orang dan tempat
8. Dx 8 : tidak terjadi cidera
a. Mengenal benda disekitar
b. Tidak terjadi trauma
9. Dx 9 : Tidak terjadi gagal jantung
a. Nadi 70 80 x/mnt
b. nyeri tidak ada
c. Sianosis tidak ada

27

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta : EGC
Chung, E.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III,
diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta : EGC
Doenges,M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta : EGC
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit
Kanisius
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet,
Jakarta : Penerbit Arcan
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : EGC.
NANDA, 2007-2008. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge
Planning.
Price, S, A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
volume 1. Jakarta ; EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta :EGC
Sobel, Barry J, et all.1999. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi,
Jakarta : Penerbit Hipokrates
Tom, S. 1995. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana
mengatasinya ?, Jakarta : Arcan
Peter.S. 1996. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta :
Arcan.
Tucker, S.M, et all . 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan,
diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta : EGC

28

Anda mungkin juga menyukai