Anda di halaman 1dari 24

LABORATORIUM BIOPROSES

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015

PRAKTIKUM PENGANTAR BIOTEKNOLOGI


MODUL
: Kinetika Pertumbuhan Mikroba
PEMBIMBING
: Dra. Nancy Siti Djenar., MS

Praktikum : 12 19 Maret 2015


Penyerahan : 26 Maret 2015
(Laporan)
Oleh :
Kelompok
Nama

Kelas

:I
: 1. Apiyanti Ekatama
2. Bella Yashinta
3. Beriyanti Kawantary
4. Citra Pranata Niaga
5. Dina Heryani
6. Febby Elsa Nabila
7. Sadurrifki
: 2A

.131431002
.131431003
.131431004
.131431005
.131431006
.131431008
.131431022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALISIS KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Mikroba tumbuh dalam suatu spectrum lingkungan fisik dan kimiawi yang sangat
luas. Sehingga pertumbuhan dan kegiatan fisiologik lainnya merupakan suatu respon
terhadap lingkungan fisiko-kimiawinya.
Pertumbuhan mikroba bukan hanya menggambarkan pertumbuhan sel aktif, tetapi
juga kegiatan sel-sel istirahat dan sel mati. Pertumbuhan mikroba biasanya dicirikan
dengan waktu yang dibutuhkan unutuk gandakan massa sel atau jumlah sel.
Kinetika pertumbuhan mikroba secara batch

terdiri dari beberapa fasa yang

menunjukkan bahwa sel mikroba bervariasi terhadap waktu. Pada umumnya pertumbuhan
diukur dengan peningkatan massa, sehingga laju pertumbuhan spesifik,

dapat

digunakan.
1.2.

Tujuan Praktikum
Secara khusus mahasiswa diharapkan.
a. Menguasai dan terampil dalam pembuatan kultur mikroba, inokulum/starter, dengan
teknik aseptik.
b. Menguasai dan terampil dalam melakukan sampling pengukuran populasi sel secara
berkala.
c. Menguasai dan terampil dalam melakukan evaluasi populasi mikroba dengan berbagai
teknik (berat sel kering, spektrofotometri, kurva baku).
d. Menguasai dan dapat menerapkan hubungan antara jumlah sel (X) dengan waktu (t).
e. Menguasai dan dapat mengkaji fasa-fasa pertumbuhan mikroba.
f. Dapat menghitung nilai laju pertumbuhan spesifik ( ) dengan menggunakan
grafik ln X terhadap t.

BAB II
LANDASAN TEORI

Kinetika Pertumbuhan Mikroba


Kinetika pertumbuhan mikroba digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat
pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikrobia dapat digambarkan dalam bentuk
kurva pertumbuhan populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam batch culture atau continuous
culture.
Kinetika Pertumbuhan Mikroba dalam Batch Culture
Penumbuhan mikroba dalam sistem batch culture merupakan sistem kultur tertutup
(menggunakan tabung reaksi atau flask) tanpa adanya penambahan medium baru ke dalam
kultur. Mikrobia dalam sistem tertutup mengalami 4 fase pertumbuhan, yaitu:

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba


(Sumber http://ipumum.blogspot.com/2013/09/fase-pertumbuhan-bakteri.html)
a

Fase Lag
Fase lag merupakan waktu yang dibutuhkan mikrobia untuk tumbuh beradaptasi di
dalam medium baru. Adaptasi mikrobia dilakukan untuk mensintesis enzim-enzim
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lebih lanjut. Pada fase lag terjadi pertambahan
massa dan volume sel mikrobia. Panjang atau pendeknya interval fase lag tergantung

pada jenis inokulum mikrobia, medium yang sedikit nutrisi dan kondisi pertumbuhan
mikrobia saat diinokulasikan.
b

Fase Eksponensial
Pada fase eksponensial, populasi mikrobia mengalami pembelahan paling tinggi dan
konstan dalam waktu generasi yang pendek. Setiap sel mikrobia akan membelah 2x
lipat sehingga peningkatan jumlah populasi selalu 2n, n adalah jumlah generasi.
Pertambahan jumlah sel dalam populasi disebut sebagai pertumbuhan mikrobia.
Skala logaritmik menunjukkan jumlah sel dan skala aritmetik menunjukkan waktu
inkubasi. Titik perpotongan antara skala logaritmik dengan skala aritmetik
menunjukkan

adanya

pertumbuhan

eksponensial

dan

populasi

mengalami

penggandaan dalam interval waktu konstan. Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada


fase eksponensial sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (seperti nutrisi, kondisi
inkubasi), seperti halnya karakteristik genetik suatu mikrobia.
Biomassa sel mikrobia dapat dihitung melalui konstanta kecepatan pertumbuhan
spesifik (), berikut:
dX / dt = X
dimana;

dX

: perubahan biomassa selama waktu dt

dt

: perubahan waktu

: biomassa sel (jumlah sel/komponen sel spesifik (protein))

: konstanta kecepatan pertumbuhan

Fase Stasioner
Mikrobia mengalami pertumbuhan yang terbatas dan konstan selama fase stasioner.
Pada fase stasioner, pembelahan sel yang terjadi sangat lambat. Jumlah pembelahan
sel dengan sel yang mati seimbang, sehingga jumlah sel relatif konstan (pertumbuhan
0). Pada fase ini, sel mikroba tetap aktif melakukan metabolisme energi dan proses
biosintesis lainnya. Fase stasioner terjadi karena beberapa alasan yaitu:
-

Terbatasnya nutrisi essensial dalam kultur yang mulai berkurang,


Bagi organisme aerobik, ketersediaan O2 dalam medium mulai berkurang,
Banyaknya sisa metabolisme yang tertimbun dalam medium kultur sehingga

pertumbuhan mikroba terhambat.


Fase Kematian
Fase

kematian

terjadi

jika

terjadi

perubahan

lingkungan

menjadi

tidak

menguntungkan, seperti berkurangnya nutrisi essensial dalam medium dan


meningkatnya akumulasi zat toksik dalam medium. Grafik fase kematian seperti

grafik fase eksponensial yaitu logaritmik (kematian sel tiap jam adalah konstan). Sel
mikrobia yang mati akan mengalami lisis.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikrobia antara lain sebagai berikut:
a. Suhu pertumbuhan mikroba
Pertumbuhan mikrobia memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu pertumbuhan
dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Suhu minimum
adalah suhu terendah tetapi mikrobia masih dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu
paling baik untuk pertumbuhan mikrobia. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi
untuk kehidupan mikrobia.
b. Kandungan air (pengeringan)
Setiap mikrobia memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk hidupnya, biasanya
diukur dengan parameter aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikrobia
umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri umumnya memerlukan aw 0,900,999. Mikrobia yang osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya
khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur benang lain dapat
tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau kelembaban tinggi lebih
dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikrobia yang tahan
kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk
kista.
c. Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikrobia
diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu
terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma.
Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikrobia akan mengalami
plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak
dan akhirnya pecah. Berdasarkan tekanan osmosis yang diperlukan mikrobia dapat
dikelompokkan menjadi:
- Mikrobia Osmofil : tumbuh pada kadar gula tinggi, contoh beberapa jenis khamir,
mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw =
-

0,94).
Mikrobia Halodurik : tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar
garam tinggi (30 %).

Mikrobia Halofil : dapat tumbuh pada kadar garam yang tinggi, contoh: bakteri

yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium.


Buffer
Buffer merupakan campuran garam monobasik dan dibasik, contoh adalah buffer
fosfat anorganik dapat mempertahankan pH diatas 7,2. Cara kerja buffer adalah garam
dibasik akan mengabsorbsi ion H+ dan garam monobasik akan bereaksi dengan
ion OH-. Untuk menumbuhkan mikrobia pada media, memerlukan pH yang konstan,
terutama pada mikrobia yang dapat menghasilkan asam oleh karena itu buffer
diperlukan untuk mempertahankan pH pada kisaran tertentu yang diperlukan untuk
pertumbuhan mikroba.

Ion-ion lain
Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, dan Pb pada kadar rendah dapat bersifat
meracuni (toksis) karena mempunyai daya oligodinamik, yaitu daya bunuh logam
berat pada kadar rendah. Ion-ion lain seperti ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan
benzoat dapat mengurangi pertumbuhan mikrobia tertentu dan sering digunakan
dalam pengawetan makanan, senyawa lain misalnya asam benzoat, asam asetat, dan
asam sorbat.

Listrik
Bila aliran listrik diberikan pada medium tumbuh mikroba akan menyebabkan:

Terjadinya elektrolisis pada medium pertumbuhan.


Menghasilkan panas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba, sel

mikroba dalam suspensi akan mengalami elektroforesis.


Menyebabkan terjadinya shock karena tekanan hidrolik listrik, kematian mikroba

akibat shock terutama disebabkan oleh oksidasi.


Adanya radikal ion dari ionisasi radiasi dan terbentuknya ion logam dari elektroda

juga menyebabkan kematian mikroba.


Radiasi
Bila mikrobia menerima paparan radiasi tertentu:
- Menyebabkan ionisasi molekul-molekul di dalam protoplasma.
- Merusak mikrobia yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis.
- Cahaya mempunyai pengaruh germisida.
- Sinar X (0,005-1,0 , sinar ultra violet (4000-2950 , dan sinar radiasi lainnya
-

dapat membunuh mikroba.


Apabila tingkat iradiasi yang diterima sel mikrobia rendah, maka dapat

menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba.


Tegangan Muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan tersebut
menyerupai membran yang elastis. Perubahan tegangan muka dinding sel akan

mempengaruhi pula permukaan protoplasma, akibatnya mempengaruhi pertumbuhan


dan morfologi mikroba. Zat-zat seperti sabun, deterjen, dan zat-zat pembasah
(surfaktan) dapat mengurangi tegangan muka cairan/larutan. Umumnya mikroba
j

cocok pada tegangan muka yang relatif tinggi


Tekanan Hidrostatik
Umumnya tekanan 1 400 atm tidak mempengaruhi atau hanya sedikit
mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan mikroba, tekanan hidrostatik yang
lebih tinggi akan menghambat atau menghentikan pertumbuhan, karena dapat
menghambat sintesis RNA, DNA, dan protein, serta mengganggu fungsi transport
membran sel maupun mengurangi aktivitas berbagai macam enzim. Tekanan diatas
100.000 pound/inchi2 menyebabkan denaturasi protein, tetapi ada mikrobia yang
tahan hidup pada tekanan tinggi (mikrobia barotoleran), dan yang tumbuh optimal
pada tekanan tinggi sampai 16.000 pound/inchi 2 (mikroba barofilik), umumnya

mikroba laut adalah barofilik atau barotoleran, contoh: bakteri Spirillum.


Getaran
Getaran mekanik dapat merusak dinding sel dan membran sel mikroba, dipakai untuk
memperoleh ekstrak sel mikroba dengan cara menggerus sel-sel dengan menggunakan
abrasif atau dengan cara pembekuan kemudian dicairkan berulang kali atau dengan
getaran suara 100-10.000 kali/detik juga dapat digunakan untuk memecah sel
mikroba.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Labu Erlenmeyer 50 mL,100 mL, 1000 mL
- Pipet Ukur Steril 10 mL
- Kuvet
- Spektrofotometer
- Tabung Centrifuge

- Oven
- Neraca Analitik
- Alat Centrifuge
- Pembakar Spirtus
- Jarum Ose
- Shaker Incubator
- Otoklaf
3.1.2 Bahan
- Media NB (Nutrien Broth)
- Kultur S. aureus
- Kultur Rhizopus oryzae
3.2 Langkah Kerja
3.2.1 Pembuatan inoculum dan media pertumbuhan bakteri
Kultur padat S.

50 mL media NB

Pencampuran, aduk dan


kocok
(Membuat duplo)

Inkubasi pada suhu 30C


selama 24 jam

Inolukum Aktif

Pencampuran, aduk dan


kocok

Inkubasi pada suhu 30C


selama 24 jam

450 mL media NB

Media Pertumbuhan
3.2.2 Pembuatan inokulum dan media pertumbuhan jamur
Kultur padat R.oryzae

5 mL media NB

Pencampuran, aduk dan


kocok (Membuat di 10 labu
Erlenmeyer)

Inkubasi pada suhu 30C


selama 24 jam
Inolukum Aktif

Pencampuran, aduk dan


kocok

Inkubasi pada suhu 30C


selama 24 jam

Media Pertumbuhan

45 mL media NB

3.2.3 Penentuan kurva pertumbuhan bakteri dengan metoda Spektrofotometri


Mencari panjang gelombang
maksimum (range 580-620
nm)

Membuat kurva baku antara


Absorbansi vs Berat sel
kering
Pada t0 disampling sejumlah
kultur cair dari media
pertumbuhan

Mengukur absorbansi
menggunakan Sp. Labo
Media pertumbuhan
diinkubasi kembali pada suhu
30oC selama 20 menit

Ulangi sampling dan


pengukuran absorbansi
dengan selang waktu 20 menit

Plotkan semua data


absorbansi ke dalam kurva
baku sehingga diperoleh nilai
berat sel kering

Plotkan semua data berat sel


kering terhadap waktu
sehingga diperoleh fasa-fasa
pertumbuhan bakteri

Membuat grafik ln X vs t
Hitung laju pertumbuhan
spesifik ( )

3.2.4 Penentuan kurva pertumbuhan bakteri dengan metoda Spektrofotometri


Menimbang tabung centrifuge
kosong

Untuk t0 ambil 1 labu


Erlenmeyer media
pertumbuhan, masukkan ke
tabung centrifuge
Sentrifuge tabung dengan
kecepatan 2000 rpm selama
10 menit

Mengukur absorbansi
menggunakan Sp. Labo

Keringkan tabung dalam oven


dengan suhu 55-60oC

Menimbang tabung
centrifuge+sel kering

Ulangi sampling pada labu


Erlenmeyer lain dengan
selisih waktu sampling 30
menit

Membuat grafil ln X vs t
Hitung laju pertumbuhan
spesifik ( )

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1 Kinetika Pertumbuhan Bakteri S. aureus
4.1.2 Penentuan Kurva Baku Standar
x (mg/ml)
A
0.4
0.06
1.09
0.18
1.81
0.28
2.5
0.39
3.72
0.57
5.31
0.83
5.89
0.92
6.9
1.08
7.79
1.21
8.48
1.34
Tabel 1. Data Kurva Baku Standar

1.6
1.4
1.2

f(x) = 0.16x - 0
R = 1

1
Absorban (A)

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

berat sel kering (X) mg/ml

Grafik 1. Kurva Baku Standar


4.1.2 Penentuan maksimum
Panjang Gelombang ()
Absorban
580
0.082
590
0.083
600
0.078
610
0.080
620
0.079
Tabel 2. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
Absorban

0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
575

580

585

590

595

600

605

Panjang Gelombang

610

615

620

625

Grafik 2. Panjang Gelombang Maksimum


4.1.3 Pengukuran Absorban pada selang waktu 20 menit
Absorban
Bakteri 1
Bakteri 2
0
0.082
0.065
20
0.088
0.073
40
0.089
0.075
60
0.098
0.078
80
0.104
0.094
100
0.106
0.112
120
0.139
0.112
140
0.142
0.108
160
0.141
0.114
180
0.08
0.047
200
0.074
0.045
Tabel 3. Data Pengukuran Absorban @20 menit
t (menit)

0.16
0.14
0.12
0.1
Absorban

0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220


Waktu (menit)

Grafik 3. Hubungan A vs t pada Bakteri 1

0.12
0.1
0.08
Absorban 0.06
0.04
0.02
0
0

20

40

60

80 100 120 140 160 180 200 220


Waktu (menit)

Grafik 4. Hubungan A vs t pada Bakteri 2

4.1.4 Memplotkan Absorbansi ke Kurva Baku


y = 0.156x - 0.001
y = absorbansi
x = berat sel kering
x= ( y + 0.001)/0.156
Absorbansi
Berat sel kering (X)
bakteri 1 bakteri 2 bakteri 1 bakteri 2
0.082
0.065 0.532051 0.423077
0.088
0.073 0.570513 0.474359
0.089
0.075 0.576923 0.487179
0.098
0.078 0.634615 0.50641
0.104
0.094 0.673077 0.608974
0.106
0.112 0.685897 0.724359
0.139
0.112 0.897436 0.724359
0.142
0.108 0.916667 0.698718
0.141
0.114 0.910256 0.737179
0.08
0.047 0.519231 0.307692
0.074
0.045 0.480769 0.294872
Tabel 4. Hasil Plot Nilai Absorbansi ke Kurva Baku

1
0.9
0.8
0.7
0.6
Berat sel kering (mg/ml)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

20

40

60

80 100 120 140 160 180 200 220


Waktu (menit)

Grafik 5. Kurva Hubungan X vs t Bakteri 1

0.8
0.7
0.6
0.5
Berat Sel Kering (mg/ml)

0.4
0.3
0.2
0.1
0
0

50

100

150

Waktu (menit)

200

250

Grafik 6. Kurva Hubungan X vs t Bakteri 2


4.1.5 Penentuan Laju Pertumbuhan Spesifik
t

ln x
bakteri 1 bakteri 2 bakteri 1 bakteri 2
0
0
-0.63
-0.86
20
20
-0.56
-0.75
40
40
-0.55
-0.72
60
60
-0.45
-0.68
80
80
-0.40
-0.50
100
100
-0.38
-0.32
120
120
-0.11
-0.32
140
140
-0.09
-0.36
160
160
-0.09
-0.30
180
180
-0.66
-1.18
200
200
-0.73
-1.22
Tabel 5. Data ln X terhadap t Bakteri 1 dan 2
0.00
0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

-0.10
-0.20
-0.30
ln x

-0.40
-0.50
-0.60
-0.70
-0.80
t (menit)

Grafik 7. Kurva ln X vs t Bakteri 1


*Laju pertumbuhan spesifik ( ) ditentukan dengan mencari nilai tan
dari fasa eksponensial. Dua titik merah pada kurva dihubungkan yang
kemudian ditentukan persamaan garisnya

0
-0.05

95

100

105

110

115

120

125

-0.1
f(x) = 0.01x - 1.73
R = 1

-0.15
ln X

-0.2
-0.25
-0.3
-0.35
-0.4
t (menit)

Grafik 8. Ln X vs t Bakteri 1 Fasa Eksponensial


y = 0.0135x - 1.73 y = mx +c
= tan

= m = 0.0135

0.00
-0.10 0

20

40

60

80

100

120

140

-0.20
-0.30
-0.40
-0.50
ln x

-0.60
-0.70
-0.80
-0.90
-1.00
-1.10
-1.20
-1.30
t (menit)

Grafik 9. Kurva ln X vs t Bakteri 2

160

180

200

220

*Laju pertumbuhan spesifik ( ) ditentukan dengan mencari nilai tan


dari fasa eksponensial. Tiga titik merah pada kurva dihubungkan yang
kemudian ditentukan persamaan garisnya
0
-0.1

40

50

60

70

80

90

100

110

-0.2
-0.3
f(x) = 0.01x - 1.22
R = 1

ln X -0.4
-0.5
-0.6
-0.7
-0.8

t (menit

Grafik 10. Ln X vs t Bakteri 1 Fasa Eksponensial


y = 0.009x - 1.22 y = mx +c
= tan

= m = 0.009

4.2 Kinetika Pertumbuhan Jamur R. oryzae Metoda Berat Sel Kering

Tabel 6. Data Kinetika Pertumbuhan Jamur R. oryzae Metoda Berat Sel Kering

ln X

1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
-0.20 0
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00
-1.20
-1.40
-1.60

30

60

90

120

150

180

210

240

270

300

Waktu (menit)

Grafik 11. Kurva Kinetika Pertumbuhan Jamur R. oryzae


*Dari kurva yang ditunjukkan terlihat ketidakstabilan pertumbuhan sehingga
dapat dikatakan bahwa kurva tersebut masih dalam fasa adaptasi.

BAB V
PEMBAHASAN

Kinetika pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengetahui kapan mikroba


tersebut dapat tumbuh dengan optimum, serta dapat mengetahui fasa-fasa dalam
pertumbuhan mikroba. Dimana pada praktikum kali ini yaitu menentukan laju pertumbuhan
spesifik dari mikroba itu sendiri. Pada penentuan kinetika pertumbuhan mikroba ini,
menggunakan 2 metoda yaitu:
a

Penetapan konsentrasi dengan berat sel kering


Metoda yang digunakan untuk mengkaji pertumbuhan dari mikroba tersebut

adalah metode berat sel kering dimana, tabung sentrifuge ditimbang dalam keadaan
kering dan kosong kemudian diisi oleh sampel yang akan ditentukan beratnya dan
disentrifuge pada waktu tertentu. Hasil dari sentrifuge akan terpisah antara cairan
dengan padatan, dimana padatan berada didasar gelas. Cairan dibuang sehingga hanya
tersisa padatan yang kemudian di oven pada suhu tertentu sampai kering dan
ditimbang ketika suhunya sudah turun. Berat sel akan dihasilkan dari selisih antara
berat tabung sentrifuge yang berisi padatan kering dan tabung sentrifuge kosong.
Dalam praktikum, proses sentrifuge dilakukan selama 15 menit tetapi, jika belum
terpisah antara padatan dan cairan sentrifuge diulang selama 15 menit sehingga total
30 menit dengan kondisi proses kecepatan 2000 rpm. Sedangkan suhu oven yang
digunakan adalah 65-80oC. Sampling pada sampel dilakukan setiap 30 menit sekali
karena sampel merupakan jamur yang pertumbuhannya lambat tetapi, stabil berbeda
dengan bakteri.
Berdasarkan hasil praktikum akan didapatkan berat sel (X) terhadap waktu (t)
untuk menentukan laju pertumbuhan spesifik dari Rhizopus Oryzae dengan membuat
grafik antara ln X terhadap waktu (t). Dimana sifat dari jamur berbeda dengan bakteri,
dimana bakteri dapat tumbuh dengan cepat dan akan mencapai fase kematian dengan
cepat pula. Sedangkan jamur butuh waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
bakteri, begitu juga dengan fasa kematiannya akan lebih lama.

Dari grafiik yang telah diperoleh, sulit untuk mendeteksi fasa-fasa yang
terdapat pada pertumbuhan R. oryzae, hal ini kemungkinan disebabkan karena kultur
padat yang sudah mulai rusak saat akan dilakukannya inokulasi. Selain itu, tidak
meratanya mikroba yang tersebar dalam setiap inokulum karena mikroba tidak
disuspensikan terlebih dahulu, tetapi dengan metode gesekaan, dimana pada masingmasing sampel jumlah gesekannya berbeda. Laju pertumbuhan spesifik sulit untuk
didapatkan, sedangkan berdasarkan literature lajur pertmbuhan spesifik dari jamur R.
oryzae yaitu adalah 0,15/jam. Mungkin saja karena waktu sampling yang kurang tepat
dapat menjadi salah satu penyebabnya. Sehingga factor-faktor dari pertumbuhan
mikroba tersebut harus diperhatikan seperti nutrisi, pH, terutama kondisi lingkungan.
Mungkin juga disebabkan oleh pengambilan sampel yang beberapa kali di in-activekan sehingga pertumbuhannya menjadi tidak optimal.
b

Penetapan konsentrasi dengan spektrofotometri


Dari hasil praktikum kinetika pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah

baketri S. aureus. Untuk menentukan kinetika pertumbuhan dilakukan pengukuran


dengan menggunakan spektrofotometer visible. Pada praktikum dilakukan secara
duplo terhadap bakteri S. aureus. Dari grafik hubungan antara Absorban terhadap
waktu pada bakteri 1 dapat dilihat bahwa dari waktu 0 menit hingga 100 menit terjadi
peningkatan Absorban. Absorban berbanding lurus dengan jumlah mikroba. Semakin
tinggi absorban maka semakin banyak jumlah mikroba yang berada dalam sampel.
Dari waktu 0 menit hingga 100 menit ini disebut dengan fase adaptasi.
Pada fase ini bakteri sedang beradaptasi dengan kondisi lingkungan seperti
pH, suhu, dan kondisi nutrisi. Pada menit ke 100 hingga menit ke 120 terjadi
peningkatan yang cukup tajam. Pada fase ini diseut dengan fase logaritmik. Pada fase
ini bakteri sudah menyesuaikan diri dengan lingkungannyad dan bakteri tumbuh
dengan baik. Pada waktu 120 menit hingga 160 menit, Absorban cenderung konstan .
hal ini menunjukkan pertambahan jumlah bakteri tidak terlalu siginifikan dan
jumlahnya cenderung tetap. Pada fase ini disebut fase stasioner. Dan pada waktu 160
menit hingga 100 menit Absorban mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal
ini menunjukkan jumlah bakteri berkurang cukup besar. Pada fase ini disebut dengan
fase kematian.

Pada bakteri 2 diperoleh grafik yang cukup berbeda dengan bakteri 1. Pada
bakteri 2 fase adaptasi berada pada menit ke 0 hingga menit ke ke 60. Dari menit ke
60 hingga menit ke 100 terjadi fase logaritma. Dari menit ke 100 hingga menit ke 160
terjadi fase stasioner. Dan menit 160 ke menit 200 terjadi fase kematian. Berdasarkan
grafik 8 dan 10 bakteri 1 memiliki (laju pertumbuhan spesifik) sebesar 0,0315
mg/menit dan bakteri 2 memiliki (laju pertumbuhan spesifik) sebesar 0,009
mg/menit. Nilai (laju pertumbuhan spesifik) menunjukan laju pertumbuhan spesifik
dari suatu mikroorganisme yang diperoleh dari laju pertumbuhan optimum suatu
mikroorganisme, keadaan dimana terjadi kenaikan nilai konsentrasi mikroorganisme
yang secara signifikan. Berdasarkan literatur diperoleh fase pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, sebagai berikut: Fase logaritmik atau fase eksponensial
dicapai setelah waktu pertumbuhan 10-12 jam. Selanjutnya, fase stasioner dicapai
pada saat pertumbuhan mencapai 12-20 jam, dan fase kematian dicapai setelah 20
jam. Nilai (laju pertumbuhan spesifik) dari kedua bakteri uji S. aureus memiliki
nilai yang sama. Perbedaan waktu fase dan perbedaan nilai ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya: Pada saat praktikum mulai dari menit ke 0 hingga
menit ke 160 merupakan fase adaptasi bagi bakteri, sehingga seharusnya bakteri
masih menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada praktikum karena waktu yang
terbatas pada saat menit ke 160 bakteri di inactive kan dengan cara dimasukkan di
dalam kulkas. Hal ini dapat menyebabkan bakteri yang seharusnya dalam fase
adaptasi pada saat akan diukur setelah dikeluarkan dari dalam kulkas masih dalam
keadaan inactive sehingga jumlah bakteri mengalami penurunan. Selain itu faktor
yang menjadi penyebab perbedaan fase dengan lieratur adalah bakteri yang digunakan
sudah cukup lama dan mungkin dalam kondisi yang kurang baik. Sehingga
pertumbuhan bakteri juga menjadi kurang baik.
Sehingga dapat dibandingkan antara kedua metode tersebut mana yang lebih
baik.dimana metode spektrofotometri cukup baik, tetapi selain itu banyak factor yang
menunjang antara kedua metode tersebut. Terutama pengambilan saat sampling, dan
saat inokulasi.

BAB VII
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031KUSNADI/KULIAH,KINETIKA_PERTUMBUHAN_MIKROBA.pdf (Diunduh tanggal 25
Maret 2015)
http://ipumum.blogspot.com/2013/09/fase-pertumbuhan-bakteri.html (Diunduh tanggal 25
Maret 2015)
Pambayun, Rindit, dkk. 2008. Sensitivitas bakteri gram positif terhadap katekin yang
diekstraksi dari gambir. Jurnal gritech. Vol. 28.
http://eprints.undip.ac.id/25193/1/rintis.pdf (diunduh 25 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai