LaporanBiotek Kinetika1
LaporanBiotek Kinetika1
Kelas
:I
: 1. Apiyanti Ekatama
2. Bella Yashinta
3. Beriyanti Kawantary
4. Citra Pranata Niaga
5. Dina Heryani
6. Febby Elsa Nabila
7. Sadurrifki
: 2A
.131431002
.131431003
.131431004
.131431005
.131431006
.131431008
.131431022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Mikroba tumbuh dalam suatu spectrum lingkungan fisik dan kimiawi yang sangat
luas. Sehingga pertumbuhan dan kegiatan fisiologik lainnya merupakan suatu respon
terhadap lingkungan fisiko-kimiawinya.
Pertumbuhan mikroba bukan hanya menggambarkan pertumbuhan sel aktif, tetapi
juga kegiatan sel-sel istirahat dan sel mati. Pertumbuhan mikroba biasanya dicirikan
dengan waktu yang dibutuhkan unutuk gandakan massa sel atau jumlah sel.
Kinetika pertumbuhan mikroba secara batch
menunjukkan bahwa sel mikroba bervariasi terhadap waktu. Pada umumnya pertumbuhan
diukur dengan peningkatan massa, sehingga laju pertumbuhan spesifik,
dapat
digunakan.
1.2.
Tujuan Praktikum
Secara khusus mahasiswa diharapkan.
a. Menguasai dan terampil dalam pembuatan kultur mikroba, inokulum/starter, dengan
teknik aseptik.
b. Menguasai dan terampil dalam melakukan sampling pengukuran populasi sel secara
berkala.
c. Menguasai dan terampil dalam melakukan evaluasi populasi mikroba dengan berbagai
teknik (berat sel kering, spektrofotometri, kurva baku).
d. Menguasai dan dapat menerapkan hubungan antara jumlah sel (X) dengan waktu (t).
e. Menguasai dan dapat mengkaji fasa-fasa pertumbuhan mikroba.
f. Dapat menghitung nilai laju pertumbuhan spesifik ( ) dengan menggunakan
grafik ln X terhadap t.
BAB II
LANDASAN TEORI
Fase Lag
Fase lag merupakan waktu yang dibutuhkan mikrobia untuk tumbuh beradaptasi di
dalam medium baru. Adaptasi mikrobia dilakukan untuk mensintesis enzim-enzim
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lebih lanjut. Pada fase lag terjadi pertambahan
massa dan volume sel mikrobia. Panjang atau pendeknya interval fase lag tergantung
pada jenis inokulum mikrobia, medium yang sedikit nutrisi dan kondisi pertumbuhan
mikrobia saat diinokulasikan.
b
Fase Eksponensial
Pada fase eksponensial, populasi mikrobia mengalami pembelahan paling tinggi dan
konstan dalam waktu generasi yang pendek. Setiap sel mikrobia akan membelah 2x
lipat sehingga peningkatan jumlah populasi selalu 2n, n adalah jumlah generasi.
Pertambahan jumlah sel dalam populasi disebut sebagai pertumbuhan mikrobia.
Skala logaritmik menunjukkan jumlah sel dan skala aritmetik menunjukkan waktu
inkubasi. Titik perpotongan antara skala logaritmik dengan skala aritmetik
menunjukkan
adanya
pertumbuhan
eksponensial
dan
populasi
mengalami
dX
dt
: perubahan waktu
Fase Stasioner
Mikrobia mengalami pertumbuhan yang terbatas dan konstan selama fase stasioner.
Pada fase stasioner, pembelahan sel yang terjadi sangat lambat. Jumlah pembelahan
sel dengan sel yang mati seimbang, sehingga jumlah sel relatif konstan (pertumbuhan
0). Pada fase ini, sel mikroba tetap aktif melakukan metabolisme energi dan proses
biosintesis lainnya. Fase stasioner terjadi karena beberapa alasan yaitu:
-
kematian
terjadi
jika
terjadi
perubahan
lingkungan
menjadi
tidak
grafik fase eksponensial yaitu logaritmik (kematian sel tiap jam adalah konstan). Sel
mikrobia yang mati akan mengalami lisis.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikrobia antara lain sebagai berikut:
a. Suhu pertumbuhan mikroba
Pertumbuhan mikrobia memerlukan kisaran suhu tertentu. Kisaran suhu pertumbuhan
dibagi menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Suhu minimum
adalah suhu terendah tetapi mikrobia masih dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu
paling baik untuk pertumbuhan mikrobia. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi
untuk kehidupan mikrobia.
b. Kandungan air (pengeringan)
Setiap mikrobia memerlukan kandungan air bebas tertentu untuk hidupnya, biasanya
diukur dengan parameter aw (water activity) atau kelembaban relatif. Mikrobia
umumnya dapat tumbuh pada aw 0,998-0,6. bakteri umumnya memerlukan aw 0,900,999. Mikrobia yang osmotoleran dapat hidup pada aw terendah (0,6) misalnya
khamir Saccharomyces rouxii. Aspergillus glaucus dan jamur benang lain dapat
tumbuh pada aw 0,8. Bakteri umumnya memerlukan aw atau kelembaban tinggi lebih
dari 0,98, tetapi bakteri halofil hanya memerlukan aw 0,75. Mikrobia yang tahan
kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk
kista.
c. Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikrobia
diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu
terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma.
Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikrobia akan mengalami
plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak
dan akhirnya pecah. Berdasarkan tekanan osmosis yang diperlukan mikrobia dapat
dikelompokkan menjadi:
- Mikrobia Osmofil : tumbuh pada kadar gula tinggi, contoh beberapa jenis khamir,
mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % wt/wt (aw =
-
0,94).
Mikrobia Halodurik : tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar
garam tinggi (30 %).
Mikrobia Halofil : dapat tumbuh pada kadar garam yang tinggi, contoh: bakteri
Ion-ion lain
Logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, dan Pb pada kadar rendah dapat bersifat
meracuni (toksis) karena mempunyai daya oligodinamik, yaitu daya bunuh logam
berat pada kadar rendah. Ion-ion lain seperti ion sulfat, tartrat, klorida, nitrat, dan
benzoat dapat mengurangi pertumbuhan mikrobia tertentu dan sering digunakan
dalam pengawetan makanan, senyawa lain misalnya asam benzoat, asam asetat, dan
asam sorbat.
Listrik
Bila aliran listrik diberikan pada medium tumbuh mikroba akan menyebabkan:
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Labu Erlenmeyer 50 mL,100 mL, 1000 mL
- Pipet Ukur Steril 10 mL
- Kuvet
- Spektrofotometer
- Tabung Centrifuge
- Oven
- Neraca Analitik
- Alat Centrifuge
- Pembakar Spirtus
- Jarum Ose
- Shaker Incubator
- Otoklaf
3.1.2 Bahan
- Media NB (Nutrien Broth)
- Kultur S. aureus
- Kultur Rhizopus oryzae
3.2 Langkah Kerja
3.2.1 Pembuatan inoculum dan media pertumbuhan bakteri
Kultur padat S.
50 mL media NB
Inolukum Aktif
450 mL media NB
Media Pertumbuhan
3.2.2 Pembuatan inokulum dan media pertumbuhan jamur
Kultur padat R.oryzae
5 mL media NB
Media Pertumbuhan
45 mL media NB
Mengukur absorbansi
menggunakan Sp. Labo
Media pertumbuhan
diinkubasi kembali pada suhu
30oC selama 20 menit
Membuat grafik ln X vs t
Hitung laju pertumbuhan
spesifik ( )
Mengukur absorbansi
menggunakan Sp. Labo
Menimbang tabung
centrifuge+sel kering
Membuat grafil ln X vs t
Hitung laju pertumbuhan
spesifik ( )
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
4.1 Kinetika Pertumbuhan Bakteri S. aureus
4.1.2 Penentuan Kurva Baku Standar
x (mg/ml)
A
0.4
0.06
1.09
0.18
1.81
0.28
2.5
0.39
3.72
0.57
5.31
0.83
5.89
0.92
6.9
1.08
7.79
1.21
8.48
1.34
Tabel 1. Data Kurva Baku Standar
1.6
1.4
1.2
f(x) = 0.16x - 0
R = 1
1
Absorban (A)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
0.08
0.08
0.08
0.08
0.08
575
580
585
590
595
600
605
Panjang Gelombang
610
615
620
625
0.16
0.14
0.12
0.1
Absorban
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0
0.12
0.1
0.08
Absorban 0.06
0.04
0.02
0
0
20
40
60
1
0.9
0.8
0.7
0.6
Berat sel kering (mg/ml)
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
20
40
60
0.8
0.7
0.6
0.5
Berat Sel Kering (mg/ml)
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
50
100
150
Waktu (menit)
200
250
ln x
bakteri 1 bakteri 2 bakteri 1 bakteri 2
0
0
-0.63
-0.86
20
20
-0.56
-0.75
40
40
-0.55
-0.72
60
60
-0.45
-0.68
80
80
-0.40
-0.50
100
100
-0.38
-0.32
120
120
-0.11
-0.32
140
140
-0.09
-0.36
160
160
-0.09
-0.30
180
180
-0.66
-1.18
200
200
-0.73
-1.22
Tabel 5. Data ln X terhadap t Bakteri 1 dan 2
0.00
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
220
-0.10
-0.20
-0.30
ln x
-0.40
-0.50
-0.60
-0.70
-0.80
t (menit)
0
-0.05
95
100
105
110
115
120
125
-0.1
f(x) = 0.01x - 1.73
R = 1
-0.15
ln X
-0.2
-0.25
-0.3
-0.35
-0.4
t (menit)
= m = 0.0135
0.00
-0.10 0
20
40
60
80
100
120
140
-0.20
-0.30
-0.40
-0.50
ln x
-0.60
-0.70
-0.80
-0.90
-1.00
-1.10
-1.20
-1.30
t (menit)
160
180
200
220
40
50
60
70
80
90
100
110
-0.2
-0.3
f(x) = 0.01x - 1.22
R = 1
ln X -0.4
-0.5
-0.6
-0.7
-0.8
t (menit
= m = 0.009
Tabel 6. Data Kinetika Pertumbuhan Jamur R. oryzae Metoda Berat Sel Kering
ln X
1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
-0.20 0
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00
-1.20
-1.40
-1.60
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu (menit)
BAB V
PEMBAHASAN
adalah metode berat sel kering dimana, tabung sentrifuge ditimbang dalam keadaan
kering dan kosong kemudian diisi oleh sampel yang akan ditentukan beratnya dan
disentrifuge pada waktu tertentu. Hasil dari sentrifuge akan terpisah antara cairan
dengan padatan, dimana padatan berada didasar gelas. Cairan dibuang sehingga hanya
tersisa padatan yang kemudian di oven pada suhu tertentu sampai kering dan
ditimbang ketika suhunya sudah turun. Berat sel akan dihasilkan dari selisih antara
berat tabung sentrifuge yang berisi padatan kering dan tabung sentrifuge kosong.
Dalam praktikum, proses sentrifuge dilakukan selama 15 menit tetapi, jika belum
terpisah antara padatan dan cairan sentrifuge diulang selama 15 menit sehingga total
30 menit dengan kondisi proses kecepatan 2000 rpm. Sedangkan suhu oven yang
digunakan adalah 65-80oC. Sampling pada sampel dilakukan setiap 30 menit sekali
karena sampel merupakan jamur yang pertumbuhannya lambat tetapi, stabil berbeda
dengan bakteri.
Berdasarkan hasil praktikum akan didapatkan berat sel (X) terhadap waktu (t)
untuk menentukan laju pertumbuhan spesifik dari Rhizopus Oryzae dengan membuat
grafik antara ln X terhadap waktu (t). Dimana sifat dari jamur berbeda dengan bakteri,
dimana bakteri dapat tumbuh dengan cepat dan akan mencapai fase kematian dengan
cepat pula. Sedangkan jamur butuh waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
bakteri, begitu juga dengan fasa kematiannya akan lebih lama.
Dari grafiik yang telah diperoleh, sulit untuk mendeteksi fasa-fasa yang
terdapat pada pertumbuhan R. oryzae, hal ini kemungkinan disebabkan karena kultur
padat yang sudah mulai rusak saat akan dilakukannya inokulasi. Selain itu, tidak
meratanya mikroba yang tersebar dalam setiap inokulum karena mikroba tidak
disuspensikan terlebih dahulu, tetapi dengan metode gesekaan, dimana pada masingmasing sampel jumlah gesekannya berbeda. Laju pertumbuhan spesifik sulit untuk
didapatkan, sedangkan berdasarkan literature lajur pertmbuhan spesifik dari jamur R.
oryzae yaitu adalah 0,15/jam. Mungkin saja karena waktu sampling yang kurang tepat
dapat menjadi salah satu penyebabnya. Sehingga factor-faktor dari pertumbuhan
mikroba tersebut harus diperhatikan seperti nutrisi, pH, terutama kondisi lingkungan.
Mungkin juga disebabkan oleh pengambilan sampel yang beberapa kali di in-activekan sehingga pertumbuhannya menjadi tidak optimal.
b
Pada bakteri 2 diperoleh grafik yang cukup berbeda dengan bakteri 1. Pada
bakteri 2 fase adaptasi berada pada menit ke 0 hingga menit ke ke 60. Dari menit ke
60 hingga menit ke 100 terjadi fase logaritma. Dari menit ke 100 hingga menit ke 160
terjadi fase stasioner. Dan menit 160 ke menit 200 terjadi fase kematian. Berdasarkan
grafik 8 dan 10 bakteri 1 memiliki (laju pertumbuhan spesifik) sebesar 0,0315
mg/menit dan bakteri 2 memiliki (laju pertumbuhan spesifik) sebesar 0,009
mg/menit. Nilai (laju pertumbuhan spesifik) menunjukan laju pertumbuhan spesifik
dari suatu mikroorganisme yang diperoleh dari laju pertumbuhan optimum suatu
mikroorganisme, keadaan dimana terjadi kenaikan nilai konsentrasi mikroorganisme
yang secara signifikan. Berdasarkan literatur diperoleh fase pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, sebagai berikut: Fase logaritmik atau fase eksponensial
dicapai setelah waktu pertumbuhan 10-12 jam. Selanjutnya, fase stasioner dicapai
pada saat pertumbuhan mencapai 12-20 jam, dan fase kematian dicapai setelah 20
jam. Nilai (laju pertumbuhan spesifik) dari kedua bakteri uji S. aureus memiliki
nilai yang sama. Perbedaan waktu fase dan perbedaan nilai ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya: Pada saat praktikum mulai dari menit ke 0 hingga
menit ke 160 merupakan fase adaptasi bagi bakteri, sehingga seharusnya bakteri
masih menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pada praktikum karena waktu yang
terbatas pada saat menit ke 160 bakteri di inactive kan dengan cara dimasukkan di
dalam kulkas. Hal ini dapat menyebabkan bakteri yang seharusnya dalam fase
adaptasi pada saat akan diukur setelah dikeluarkan dari dalam kulkas masih dalam
keadaan inactive sehingga jumlah bakteri mengalami penurunan. Selain itu faktor
yang menjadi penyebab perbedaan fase dengan lieratur adalah bakteri yang digunakan
sudah cukup lama dan mungkin dalam kondisi yang kurang baik. Sehingga
pertumbuhan bakteri juga menjadi kurang baik.
Sehingga dapat dibandingkan antara kedua metode tersebut mana yang lebih
baik.dimana metode spektrofotometri cukup baik, tetapi selain itu banyak factor yang
menunjang antara kedua metode tersebut. Terutama pengambilan saat sampling, dan
saat inokulasi.
BAB VII
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031KUSNADI/KULIAH,KINETIKA_PERTUMBUHAN_MIKROBA.pdf (Diunduh tanggal 25
Maret 2015)
http://ipumum.blogspot.com/2013/09/fase-pertumbuhan-bakteri.html (Diunduh tanggal 25
Maret 2015)
Pambayun, Rindit, dkk. 2008. Sensitivitas bakteri gram positif terhadap katekin yang
diekstraksi dari gambir. Jurnal gritech. Vol. 28.
http://eprints.undip.ac.id/25193/1/rintis.pdf (diunduh 25 Maret 2015)