Anda di halaman 1dari 2

Jika Suatu Saat Nanti Kau Jadi Ibu

December 19, 2013 at 6:24am

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, ketahuilah bahwa telah lama umat menantikan ibu
yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khalid bin Walid. Agar kaulah yang mampu
menjawab pertanyaan Anis Matta dalam"Mencari Pahlawan Indonesia": "Ataukah tak
lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan? Seperti wanita-wanita
Arab yang tak lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?"
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Asma' binti Abu Bakar yang menjadi
inspirasi dan mengobarkan motivasi anaknya untuk terus berjuang melawan kezaliman.
"Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!)," kata Asma' kepada
Abdullah bin Zubair. Maka Ibnu Zubair pun terus bertahan dari gempuran Hajjaj bin
Yusuf as-Saqafi, ia kokoh mempertahankan keimanan dan kemuliaan tanpa mau tunduk
kepada kezaliman. Hingga akhirnya Ibnu Zubair syahid. Namanya abadi dalam sejarah
syuhada' dan kata-kata Asma' abadi hingga kini.
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Nuwair binti Malik yang berhasil
menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang
anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun. Ia datang membawa pedang yang
panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah tidak
mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun
sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani
Rasulullah dengan potensinya yang lain. Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah
karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur'an. Beberapa tahun
berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga
kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela
menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah.
Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk
taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama
hadits dan imam Madzhab. Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti
Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang
anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan
anaknya: "Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan
aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut
ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah,
permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku
dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna,

amin!". Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi
ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal
nama besarnya: Imam Syafi'i.
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang menyemangati anaknya untuk
menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman. Sejak kecil ia menanamkan cita-cita
ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang
menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita itu. "Wahai Abdurrahman, sungguhsungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram...", katanya
memotivasi sang anak. "Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam
masjidil haram...", sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya
Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang
disegani. Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah
menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais.
Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu
pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti
ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan "Kamar DR. Zewail" di pintu
kamar anak itu. Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. Diikuti
keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang
doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim
penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.

Anda mungkin juga menyukai