Anda di halaman 1dari 91

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada era pasar bebas diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang
siap menghadapi persaingan global terbuka. Persaingan global terbuka
dibutuhkan tenaga kerja lokal yang dapat bersaing dengan pekerja asing.
Dengan adanya hal tersebut, tantangan utama yang harus dihadapi mahasiswa
sebagai calon tenaga kerja lokal adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya
sebelum memasuki dunia kerja yang sebenarnya.
Salah satu upaya peningkatan SDM, khususnya dalam pendidikan
tinggi adalah melalui kegiatan On The Job Training (OJT). On The Job
Training (OJT) memungkinkan mahasiswa memperoleh kemampuan yang
praktis dengan dihadapkan pada aplikasi dunia kerja diluar kampus. Sehingga
diharapkan melalui On The Job Training (OJT) tersebut akan diperoleh calon
lulusan yang mandiri.
Atas dasar pemikiran tersebut, On The Job Training (OJT) menjadi
salah satu kurikulum wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa D-2 Jurusan
Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Pendidikan Diluar
Domisili Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya selama dua bulan dengan
beban kredit sebesar 13 Satuan Kredit Semester (SKS) atau 30 jam per
minggu. Dengan syarat kelulusan yang ditetapkan, mata kuliah On The Job
Training (OJT) telah menjadi salah satu pendorong utama bagi tiap
mahasiswa untuk mengenal kondisi di lapangan kerja dan untuk melihat
keselarasan antara ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku perkuliahan
dengan aplikasi praktis di dunia kerja.

1.2

Tujuan

Kegiatan On The Job Training (OJT) di PT Envilab Indonesia bertujuan


sebagai berikut:
1. Memberi

kesempatan

kepada

mahasiswa

untuk

mengaplikasikan

teori/konsep ilmu pengetahuan sesuai program studinya yang telah


dipelajari di bangku kuliah pada suatu organisasi/perusahaan.
2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk pengalaman praktis sesuai
dengan pengetahuan dan keterampilan program studinya.
3. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menganalisis, mengkaji
teori/konsep dengan kenyataan kegiatan penerapan ilmu pengetahuan dan
keterampilan di suatu organisasi /perusahaan.
4. Menerapkan kemampuan mahasiswa D2 PDD PPNS (sesuai

program

studi terkait) dalam pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam


penerapan pengetahuan dan attitude / perilaku mahasiswa dalam bekerja.
5. Mahasiswa mampu membuat laporan tugas yang bersifat umum maupun
yang bersifat khusus.
1.3

Permasalahan khusus
Permasalahan khusus yang dibahas dalam laporan On The Job Training
(OJT) di PT Envilab Indonesia sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengidentifikasi bahaya yang ditimbulkan pada proses
analisis di Laboratorium PT Envilab Indonesia dengan metode Job Safety
Analysis?
2. Bagaimana melakukan penilaian risiko terhadap potensi potensi bahaya
yang ada?
3. Bagaimana cara pengendalian risiko terhadap potensi potensi bahaya
yang ada?

1.4

Batasan Permasalahan
Adapun batasan permasalahan dalam laporan On The Job Training (OJT)
di PT Envilab Indonesia sebagai berikut:
1. Penelitian selama On The Job Training (OJT) di lakukan di ruang analisis
Laboratorium PT Envilab Indonesia.

2. Penelitian difokuskan pada pengujian Minyak dan lemak, TDS, NOX


emisi, Kadar fenol, Logam Cu, NH3 udara ambien, NO3 air, COD, Total
coli, dan Plankton.
3. Pengendalian risiko mempertimbangkan kondisi yang ada di ruang
analisis Laboratorium PT Envilab Indonesia.

BAB II
DATA UMUM PERUSAHAAN
2.1

Profil Perusahaan

PT Envilab Indonesia berlokasi di Jalan Tridharma 03 Ruko KIG Blok


A-28 dan B-20, Gresik. PT Envilab Indonesia merupakan suatu perusahaan
yang bergerak di bidang jasa pengujian parameter kualitas lingkungan untuk
mendukung pengelolaan lingkungan hidup sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku, yang berdiri pada tanggal 1 Juni 2006 dan disahkan
pada tanggal 10 Agustus 2006 disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia

berdasarkan

surat

keputusan

menteri

nomor

C-23539

HT.01.01.TH.2006. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Asasi


Manusia menerbitkan surat nomor B-203/PS-VII/LH/07/2007 perihal
rekomendasi laboratorium lingkungan kepada Laboratorium PT Envilab
Indonesia. Pada tanggal 4 September 2007 Gubernur Jawa Timur
menerbitkan Keputusan Gubernur No 188/336/KPTS/013/2007 tentang
penunjukkan laboratorium PT Envilab Indonesia sebagai laboratorium
lingkungan di Jawa Timur. PT Envilab Indonesia telah mendapatkan
akreditasi sebagai laboratorium penguji dari Komite Akreditasi Nasional
(KAN) dengan nomor akreditasi LP-572-IDN serta mendapatkan surat
penunjukan sebagai laboratorium lingkungan dari Kementrian Lingkungan
Hidup (KLH). Serta telah ditunjuk oleh Kemenakertrans untuk pemeriksaan
dan pengujian lingkungan kerja.
2.2

Produk dan Pemasaran


2.2.1

Produk
PT Envilab Indonesia menerima jasa pengujian parameter
lingkuangan yaitu pengujian udara terdiri dari : udara ambien, udara
emisi dan udara lingkungan kerja; serta pengujian air terdiri dari : air
minum, air bersih, air badan air, air limbah, air limbah domestik dn air
laut.
Tabel 2.1 Ruang Lingkup Pengujian

Bahan-Bahan /
Produk yang Diuji
Udara ambien dan
udara tempat kerja

Jenis Pengujian /
Sifat yang Diukur
Sulfur Dioksida (SO2)
Nitrogen Dioksida
(NO2)

Spesifikasi/Identitas Metoda
Pengujian
SNI 19-7119.7-2005
SNI 19-7119.2-2005

Bahan-Bahan /
Produk yang Diuji

Udara emisi sumber


tidak bergerak (gas
buang)

Air limbah, Air tanah,


air permukaan

Jenis Pengujian /
Sifat yang Diukur
Oksidan (O3)
Amonia (NH3)
Debu (partikel
tersuspensi total )
Timbal (Pb)
Sulfur Dioksida (SO2)
Nitrogen Oksida
(sebagai NO2)
Nitrogen Oksida (NOx)
Amonia (NH3)
Hidrogen Klorida
(HCl)
Hidrogen Fluorida
(HF)
Karbon Monoksida
(CO)
Karbon Dioksida
(CO2)
Oksigen (O2)
Opasitas
Chemical Oxygen
Demand (COD)
Biochemical Oxygen
Demand (BOD)
Total padatan
tersuspensi (TSS)
Minyak & Lemak
Amonia (NH3)
Hidrogen Sulfida
(H2S)
Ph
Suhu
Total padatan terlarut
(TDS)
Residu Klorin
Free Klorin
Fluorida (F)
Nitrit NO2)

Air limbah, Air tanah,


air permukaan

Klorida (Cl)
Sulfat (SO4)
Kesadahan total
Oksigen terlarut (DO)
Cromium VI
Nitrat (NO3)

Spesifikasi/Identitas Metoda
Pengujian
SNI 19-7119.8-2005
SNI 19-7119.1-2005
SNI 19-7119.3-2005;
SK Gub Jatim 128/1997
SNI 19-7119.4-2005
SNI 19-7117.3.1-2005;
SNI 19-7117.10-2005
SNI 19-7117.5-2005
SNI 19-7117.10-2005
SNI 19-7117.6-2005
SNI 19-7117.8-2005
SNI 19-7117.9-2005
SNI 19-7117.10-2005
SNI 19-7117.10-2005
SNI 19-7117.10-2005
SNI 19-7117.11-2005
SNI 6989.73:2009
SNI 6989.72:2009
SNI 06-6989.3-2004
SNI 06-6989.10-2004
SNI 06-6989.30-2005
SNI 6989.75:2009
SNI 06-6989.11-2004
SNI 06-6989.23-2005
SNI 06-6989.27-2005
EI 36.027 (by calculation)
EI 36.026 (spektrofotometri)
SNI 06-6989.29-2005
EI 36.028 (spektrofotometri)
SNI 06-6989.9-2004
EI 36.029 (spektrofotometri)
SNI 6989.19:2009
SNI 6989.20:2009
EI 36.030 (spektrofotometri)
SNI 06-6989.12-2004
SNI 06-6989.14-2004
SNI 6989.71:2009
SNI 19-6964.7-2003

Bahan-Bahan /
Produk yang Diuji

Lingkungan /
tempatkerja

2.2.2

Jenis Pengujian /
Sifat yang Diukur
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Cadmium (Cd)
Kromium (Cr)
Nikel (Ni)
Mangan (Mn)
Barium (Ba)
Besi (Fe)
Kobal (Co)
Seng (Zn)
Kebisingan

Spesifikasi/Identitas Metoda
Pengujian
EI 36.031 (spektrofotometri)
SNI 6989.8:2009
SNI 6989.6:2009
SNI 6989.16:2009
SNI 6989.17:2009
SNI 06-6989.18-2004
SNI 6989.5:2009
SNI 06-6989.39-2005
SNI 6989.4:2009
SNI 6989.68:2009
SNI 06-6989.7-2004
SNI 7231:2009

Pemasaran
Wilayah Pemasaran PT Envilab Indonesia adalah semua
perusahaan atau instansi pemerintah yang memerlukan pengujian
parameter lingkuangan.
Perusahaan yang bekerjasama dengan PT Envilab Indonesia
diantaranya :
1.
2.
3.
4.
5.

PT. PJB UP Paiton


PT. Nestle Indonesia
PT. Pertamina Hulu Energi WMO
PT. Sampoerna
PT. Semen Indonesia, dll
Sedangakan Instansi Pemerintah yang bekerjasama dengan PT

Envilab Indonesia diantaranya:


1. BLH Gresik
2. BLH Surabaya
3. BLH Pasuruan, dll

2.3

Kebijakan Perusahaan tentang Safety dan Lingkungan


Kebijakan Laboratorium PT Envilab Indonesia yang terkait dengan
keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang ditetapkan dan dikeluarkan
secara formal oleh Direktur Utama sebagai berikut:

PT Envilab Indonesia bertekad menjadi Laboratorium pilihan di


Indonesia yang memberikan jasa pengujian parameter kualitas lingkungan
kepada customer melalui komitmen manajemen dan semua personil untuk:
1. Menyediakan sistem, tempat dan lingkungan kerja yang aman serta
sumber daya agar mematuhi ketentuan tentang keselamatan, kesehatan
dan lingkungan di perusahaan.
2. Mematuhi peraturan terkait keselamatan, kesehatan dan lingkungan yang
berlaku untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
3. Memberikan informasi, instruksi, pelatihan atau sosialisasi dan
pengendalian atau pengawasan terhadap personel, kontraktor, pelanggan
dan tamu guna memastikan keselamatan mereka.
4. Melibatkan diri dalam pengembangan, peningkatan, dan pelaksanaan
sistem manajemen keselamatan, kesehatan dan lingkungan.
5. Melakukan pencegahan polusi atau pencemaran lingkungan melalui
pengelolaan di laboratorium.
6. Melakukan program minimalisasi limbah.
Kebijakan ini dikomunikasikan kepada, dimengerti, dan dipelihara
oleh semua personel PT Envilab Indonesia. Komitmen terhadap kebijakan ini
wajib bagi semua personel dalam pekerjaan sehari hari setiap waktu.
2.4

Lain-lain
PT Envilab Indonesia merupakan suatu perusahaan yang bergerak
dibidang jasa pengujian parameter kualitas lingkungan, diantaranya bergerak
dalam uji emisi, uji udara ambien dan jasa pengujian kualitas udara dalam
ruangan. Selain itu, PT Envilab Indonesia juga menyediakan jasa pengujian
lingkungan yaitu air (air limbah, air permukaan, air tanah), padat (lumpur,
tanah, sedimen), dll. PT Envilab Indonesia berkomitmen memberikan hasil
pengujian yang lebih baik (valid), lebih cepat (tepat waktu) dan diterima
customer (acceptable) sesuai metode pengujian yang yang telah ditetapkan
dan persyaratan customer.
Data pengujian dapat dikatakan valid apabila memenuhi standar
perencanaan dan pelaksanaan pengambilan contoh uji, penanganan, preparasi,
pengujian termasuk pengendalian mutu internal, verifikasi dan verifikasi data

serta laporan pengujian. PT Envilab Indonesia memiliki kebijakan dalam


pengendalian mutu hasil pengujian sebagai berikut:
2.4.1

Pengendalian mutu internal


Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa tahapan proses
pengujian dapat berjalan secara efektif dan efisien dengan cara
mengendalikan

ketidaksesuaian

yang

mungkin

terjadi.

Ketidaksesuaian yang harus dihindari dalam pengujian, antara lain:


1. Pengoperasian peralatan yang tidak sesuai dengan instruksi kerja
2. Peralatan ukur tidak dilakukan kalibrasi dan/atau uji kinerja
3. Penerapan metode pengujian termasuk preparasi yang kurang
tepat
4. Kondisi akomodasi dan lingkungan pengujian yang kurang
memadai
5. Analis yang kurang kompeten, dan
6. Penggunaan bahan kimia yang tidak sesuai persyaratan teknis.
Adapun parameter pengendalian mutu internal laboratorium antara
lain:
1. Repeatibility dan Reproducibility
Repeatibility adalah kedekatan antara hasil-hasil pengukuran
yang berurutan untuk besaran ukur yang sama yang dilakukan
pada kondisi yang sama. Contohnya: kondisi tersebut harus
spesifik, misalnya waktu, suhu, kelembapan saat pengukuran
dilaksanakan.
Reproducibility

merupakan

kedekatan

antara

hasil-hasil

pengukuran yang berurutan untuk besaran yang berbeda dalam


kondisi yang berbeda pula.
2. Akurasi
Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan
derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya.
Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (%
recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui
dua cara, yaitu metode simulasi dan metode penambahan bahan
baku (spiked placebo recovery).
3. Limit deteksi dan limit kuantitasi
Limit deteksi adalah konsentrasi terendah dari analit dalam
contoh yang dapat dideteksi. Sedangkan limit kuantitasi

merupakan konsentrasi terendah dari analit yang ditentukan oleh


presisi dan akurasi yang dapat diterima.
4. Perolehan kembali (recovery)
Untuk mengecek efisiensi proses preparasi yang meliputi
antara lain pelarutan, distilasi, destruksi atau ekstraksi maka
dilakukan uji perolehan kembali (recovery test, %R) yang
merupakan perbandingan nilai terukur dengan nilai target dan
dirumuskan sebagai berikut:
Nilai terukur
R=
x 100
Nilai target
Untuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap evaluasi
akurasi metode melalui uji perolehan kembali maka kadar akhir
contoh uji setelah ditambahkan analit (spike) berkisar antara 2 -5
kali kadar contoh uji sebelum ditambahkan analit. Recovery test
yang bagus berkisar antara 85%-115%
5. Linearitas
Penentuan kadar analit dalam contoh uji secara kuantitatif
dengan menggunakan instrumentasi kimia secara umum dapat
dilakukan melalui kurva kalibrasi yang memiliki linearitas
memenuhi batas keberterimaan. Kurva kalibrasi merupakan grafik
yang membentuk garis lurus (linear) yang menyatakan hubungan
antara kadar larutan kerja termasuk blanko dengan respon yang
proporsional dari instrumen.
2.4.2

Pengendalian mutu eksternal


Kompetensi suatu laboratorium dapat dievaluasi oleh badan
akreditasi melalui penilaian laboratorium. Secara teknis kempetensi
laboratorium dapat juga diukur dengan keikutsertaannya dalam uji
profisiensi dan uji banding antar laboratorium. Uji profisiensi
merupakan salah satu cara untuk mengetahui unjuk kerja laboratorium
pengujian yang diadakan oleh lembaga yang berwenang, misalkan
LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Sedangkan uji banding
adalah pengelolaan, unjuk kerja dan evaluasi pengujan atas bahan
yang sama atau serupa oleh dua atau lebih laboratorium yang berbeda

sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan terlebih dahulu. Secara


umum, uji profisiensi dan uji banding antar laboratorium dilakukan
oleh laboratorium minimal sekali dalam setahun untuk semua
parameter ruang lingkup pengujian, bila memungkinkan.
Selain itu, pengendalian mutu eksternal dilakukan untuk
pemantauan keabsahan pengujian yang dilakukan. Uji banding dan uji
profisiensi dapat dilaksanakan ketika:
1. Penentuan unjuk kerja laboratorium

secara

menyeluruh

sehubungan dengan persyaratan akreditasi


2. Penentuan verifikasi metode pengujian
3. Kalibrasi tidak dapat sepenuhnya dilaksanakan dalam satuan sistem
internasional
4. Penentuan nilai in-house reference materialic
5. Penentuan kompetensi personil laboratorium
6. Memberikan kepercayaan kepada pelanggan atas kompetensi
laboratorium berkaitan dengan adanya pengaduan.

BAB III
TEORI DASAR
3.1

On The Job Training (OJT)


On The Job Training (OJT) merupakan serangkaian kegiatan yang
meliputi pemahaman teori/konsep ilmu pengetahuan yang diaplikasikan
dalam pekerjaan sesuai profesi bidang studi. On The Job Training (OJT)
dapat menambah wacana, pengetahuan dan skill mahasiswa, serta mampu
menyelesaikan persoalan-persoalan ilmu pengetahuan sesuai dengan teori
yang mereka peroleh di bangku kuliah.
Pelaksanaan On The Job Training (OJT) bertujuan untuk memenuhi
beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditempuh sebagai
persyaratan akademis di Program Studi D-2 Teknik Keselamatan dan
Kesehatan Kerja PPNS, mengenal secara khusus bidang yang menjadi minat
peserta yakni tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Envilab
Indonesia, menumbuhkan dan menciptakan pola berpikir konstruktif yang

lebih berwawasan bagi mahasiswa, mahasiswa dapat mengetahui dan


memahami implementasi K3 di dunia industri sekaligus mampu mengadakan
pendekatan masalah secara utuh serta menganalisa kekurangan dan
kelebihannya, membuka wawasan mahasiswa agar dapat mengetahui,
memahami dan mengembangkan pelaksanaan aplikasi teoretis ilmunya ke
dalam praktek secara nyata di dunia industri sehingga mahasiswa mampu
menyerap dan berasosiasi dengan dunia kerja secara utuh.
3.2

Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan suatu tahapan yang dilakukan dengan
cara mengidentifikasi hal-hal tertentu (hazard) dalam pekerjaan yang dapat
menyebabkan sebuah risiko terjadi (Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah,
2011). Menurut Australian Standard/New Zealand Standard 4360 : 2004
dalam Farhan Ferdiansyah (2011), identifikasi bahaya adalah langkah dalam
proses manajemen risiko untuk mengidentifikasi apa penyebab atau
kemungkinan terjadinya kegagalan dan bagaimana skenario dari kegagalan
tersebut terjadi.
Identifikasi bahaya dimulai dengan melakukan identifikasi semua
sumber bahaya pada area yang berpotensi bahaya. Dalam melakukan sebuah
identifikasi bahaya dibutuhkan metode yang logis dan terstruktur untuk
memastikan bahwa tidak ada area lain yang terlewatkan. Struktur tersebut
dijadikan sebagai dasar untuk menanyakan pertanyaan dengan cara yang
imajinatif tentang apa yang mungkin terjadi dan bagaimana hal itu dapat
terjadi (Cross, 1998 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
Ada beberapa metode efektif yang dapat digunakan dalam melakukan
identifikasi bahaya. Beberapa contoh metode identifikasi bahaya, yaitu :
1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
Preliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan
sebagai analisis awal (Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
Preliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak ada suatu informasi
mengenai sistem (Colling, 1990 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)

Hazard and Operability Study adalah suatu metode analisis yang lebih
detail pada desain dan operasi (Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah,
2011). Hazard and Operability Study digunakan untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi proses yang berhubungan dengan safety dan bahaya
pada lingkungan, serta memproses masalah yang dapat berdampak pada
efisisensi operasi (Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
3. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
Failure Modes and Effects Analysis adalah suatu metode analisis yang
mendalam sebagai akibat kegagalan peralatan dan pengaruhnya (Budiono,
2003 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Failure Modes and Effects
Analysis secara sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang
bagaimana sistem tersebut dapat mengalami kegagalan, kemudian
mengevaluasi efek yang terjadi dari kegagalan tersebut dan tingkat
bahaya yang dihasilkan akibat kegagalan sistem, serta bagaimana
kegagalan tersebut dapat dicegah atau diminimalisasi (Colling, 1990
dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
4. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis adalah suatu model analisis desain, prosedur, dan
kesalahan pada fakr manusia (Budiono, 2003 dalam Farhan Ferdiansyah,
2011). Fault Tree Analysis dapat digunakan untuk memprediksi dan
mencegah terjadinya kecelakaan atau alat investigasi setelah terjadinya
kecelakaan (Geotsch, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011).
5. Job Safety Analysis (JSA)
Menurut Soeripto (1997) dalam Farhan Ferdiansyah (2011), Job Safety
Analysis adalah suatu cara yang digunakan untuk memeriksa metode kerja
dan menentukan bahaya yang sebelumnya telah diabaikan dalam
merencanakan pabrik atau gedung dan di dalam rancang bangun masinmesin, alat-alat kerja, material, lingkungan tempat kerja, dan proses kerja.
Terdapat 4 langkah dalam membuat Job Safety Analysis :
a. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa. Pekerjaan tidak
dapat dipilih secara acak, pekerjaan dengan pengalaman kecelakaan
terburuk seharusnya di analisis terlebih dahulu. Dalam memilih

pekerjaan untuk di analisis dan dalam menyusun tata cara analisis,


pengawasan utama yang harus diikuti adalah :
1) Banyaknya kecelakaan yang terjadi dalam sebuah pekerjaan.
2) Kecelakaan yang menghasilkan luka berat.
3) Kecelakaan yang menghasilkan luka cacat.
4) Pekerjaan baru dengan perubahan di dalam peralatan kerja atau
proses.
b. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan.
Sebelum penelitian terhadap bahaya dimulai, pekerjaan harus di bagi
ke dalam beberapa langkah yang menggambarkan apa yang telah
selesai dikerjakan. Untuk menghindari 2 kesalahan umum, yaitu :
1) Membagi pekerjaan menjadi terlalu rinci yang seharusnya tidak
perlu menghasilkan sejumlah banyak langkah.
2) Membuat rincian kerja yang terlalu umum, sehingga langkah dasar
tidak tertulis.
c. Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang
potensial.
d. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan
bahaya

dan

mencegah

kemungkinan

terjadinya

kecelakaan.

Mengembangkan suatu prosedur kerja yang aman untuk :


1) Mencegah timbulnya kecelakaan.
2) Mencari data baru untuk melakukan pekerjaan itu.
3) Merubah kondisi fisik yang menimbulkan risiko.
4) Mehilangkan bahaya yang masih ada dan mengganti prosedur.
5) Mengurangi frekuensi melaksanakan tugas.
Menurut Diberardinis (1999) dalam Farhan Ferdiansyah (2011),
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode
Job Safety Analysis adalah :
a. Pendekatan Job Safety Analysis sangat mudah dipahami dan tidak
membutuhkan suatu tahapan training, serta dapat dengan cepat
disesuaikan dengan pandangan individu yang berpengalaman.

b. Proses pada Job Safety Analysis dapat memberikan kesempatan pada


individu untuk mengenali atau memberikan pengetahuan mengenai
operasi.
c. Hasil dari analisis dapat digunakan untuk dokumentasi yang dapat
digunakan untuk melatih pekerja baru.
d. Dokumentasi Job Safety Analysis juga dapat digunakan sebagai bahan
audit.
Menurut Colling (1990) dalam Farhan Ferdiansyah (2011), Job Safety
Analysis berisikan beberapa informasi yang berkaitan dengan suatu proses
pekerjaan, yaitu :
a. Job (Pekerjaan), berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan
dalam unit produksi untuk diidentifikasi risikonya.
b. Task (Rincian Kegiatan), berisikan penjelasan mengenai rincian
kegiatan yang dilakukan untuk masing-masing tahapan kegiatan yang
dapat menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.
c. Hazard (Bahaya), untuk mengetahui jenis bahaya apa yang
ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan.
d. Probability (Kemungkinan), berisikan tentang kemungkinan pekerja
untuk terkena cidera dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan
pekerjaan.
e. Consequency (Konsekuensi), berisikan penjelasan mengenai dampak
yang ditimbulkan dari setiap kegiatan kerja.
3.3

Analisis Risiko
Analisis risiko adalah sebuah bentuk sistematika dalam penggunaan
informasi yang telah tersedia untuk mengidentifikasi bahaya (hazard) dan
untuk memperkirakan suatu risiko terhadap individu, populasi, bangunan, dan
lingkungan (Kolluru, 1996 dalam Farhan Ferdiansyah, 2011). Tujuan
melakukan analisis risiko adalah untuk membedakan antara risiko kecil
dengan risiko besar dan menyediakan data untuk membantu evaluasi dan
penanganan risiko. Terdapat 3 metode dalam melakukan analisis risiko, yaitu:

1. Analisis Kualitatif, menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk


menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang
akan terjadi. Dalam analisis kualitatif dihasilkan skala kategori tingkat
risiko, yaitu risiko sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Analisis
kualitatif biasanya digunakan sebagai skrining awal dalam identifikasi
risiko yang membutuhkan analisis lebih lengkap juga dapat digunakan
jika data numerik tidak memadai untuk melakukan analisis kuantitatif.
Tabel 3.1 Analisis Risiko Kualitatif Faktor Kemungkinan (Probability)
Nilai

Kategori

Deskripsi
Kecelakaan tersebut hamper dapat dipastikan
5
Critical
terjadi, kemungkinan 75%, aspek muncul dalam
sehari
Suatu keadaan dimana bahaya kemungkinan
besar terjadi atau kemungkinan terjadi diatas rata4
Likely
rata 51% s/d 75%, aspek muncul sekali dalam
seminggu
Suatu keadaan dimana bahaya dapat terjadi
3
Possible
kadang-kadang, atau kemungkinan terjadi ratarata 50%, aspek muncul sekali dalam sebulan
Suatu keadaan dimana bahaya dapat terjadi pada
saat-saat tertentu saja, kemungkinan dibawah
2
Unlikely
rata-rata atau kemungkinan terjadi 25% s/d 49%,
aspek muncul sekali dalam setahun
Suatu keadaan dimana bahaya terjadi sangat kecil
terjadi, atau hamper tidak mungkin terjadi atau
1
Rate
tingkat kemungkinan dibawah 25%, aspek
muncul sekali dalam lima tahun
Sumber: SOP/01/IBPR/VIII/2010 PT. Marunda Grahamineral dalam Dzulfiqar,
Penerapan Risk Management , suatu Laporan Khusus, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm.56.

Tabel 3.2 Analisis Risiko Kualitatif Faktor Keparahan (Severity)


Nilai

Kategori

Fatality

Major

Moderate

Minor

Deskripsi
Ada kematian, kerusakan harta benda diatas U$
10.000, penutupan usaha, kerusakan lingkungan
yang eksternal serius jangka panjang
LTI dengan cacat permanen, kerusakan harta
benda U$ 5000 s/d 10.000, kerusakan lingkungan
eksternal serius jangka pendek
LTI dengan tanpa cacat permanen, kerusakan
harta benda U$ 500 s/d 5000, kerusakan eksternal
ringan
Minor injury/sakit tanpa gangguan fungsi,

kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500, ada


dampak lingkungan internal serius
Ada cidera ringan/hanya memerlukan P3K,
1
Insignificant
kerugian harta benda kurang dari U$ 10, dampak
lingkungan internal ringan
Sumber: SOP/01/IBPR/VIII/2010 PT. Marunda Grahamineral dalam Dzulfiqar,
Penerapan Risk Management , suatu Laporan Khusus, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm.56.

Tabel 3.3 Kategori risiko, nilai risiko, kode risiko dan tindakan
pengendalian
Kategori
risiko
Extreme
(sangat
tinggi)
High
(tinggi)

Nilai risiko

Kode
risiko

16-25

9-15

Tindakan pengendalian
Hentikan, isolasi, segera laporkan
keatasan, perbaiki segera mungkin
dalam waktu 2x24 jam
Segera laporkan keatasan, putuskan
lanjutan
dengan
catatan
atau
perbaikikan segera maksimum 2
minggu
Laporkan keatasan, perbaiki dalam
waktu maksimum 1 bulan
Harus dilakukan perbaikan dengan
skala prioritas rendah

Moderate
5-8
M
(sedang)
Low
2-4
L
(rendah)
Negligible
Dapat diterima, perbaiki sesuai dengan
(sangat
1
N
kondisi dan situasi yang terjadi
rendah)
Sumber: SOP/01/IBPR/VIII/2010 PT. Marunda Grahamineral dalam Dzulfiqar,
Penerapan Risk Management , suatu Laporan Khusus, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm.58.

2. Analisis Kuantitatif, menggunakan hasil perhitungan numerik untuk tiap


konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data variasi,
seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen. Dengan adanya sumber
data tersebut, hasil analisis kuantitatif memiliki keakuratan lebih tinggi
dibandingkan dengan analisis risiko yang lain (Kolluru, 1996 dalam
Farhan Ferdiansyah, 2011).
3. Analisis Semi Kuantitatif, metode ini pada prinsipnya hampir sama
dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada deskripsi
parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau
skor tertentu. Menurut AS / NZS 4360 : 1999 dalam Farhan Ferdiansyah
(2011), analisis semi kuantitatif mempertimbangkan kemungkinan untuk

menggabungkan 2 elemen, yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan


(exposure) sebagai frekuensi.
3.4

Evaluasi Risiko
Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 2004
dalam Farhan Ferdiansyah (2011), evaluasi risiko merupakan suatu proses
membandingkan estimasi level risiko dengan kriteria yang telah disusun
terlebih dahulu dan mempertimbangkan keseimbangan antara manfaat
potensial dan hasil yang tidak menguntungkan untuk menilai dan menentukan
prioritas pengendalian risiko berdasarkan kriteria yang ditetapkan mengenai
batasan risiko mana yang bisa diterima, risiko mana yang harus dikurangi
atau dikendalikan dengan cara yang lain.

3.5

Pengendalian Bahaya
Menurut PERMENAKER No. 05 / MEN / 1996, pengendalian bahaya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam
metode, yaitu:
a. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi,
isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control).
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus,
insentif, penghargaan, dan motivasi diri.
d. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi.
e. Penegakan hukum.
Menurut Suardi (2005) dalam Farhan Ferdiansyah (2011), dalam
melakukan

langkah-langkah

untuk

mengatasi

bahaya

yang

timbul,

dibutuhkan suatu skala prioritas yang dapat membantu dalam pemilihan


pengendalian suatu bahaya yang disebut dengan hierarki pengendalian.
Urutan prioritas atau hierarki tersebut, yaitu :

a. Eliminasi adalah langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi
pilihan pertama dalam melakukan pengendalian risiko. Eliminasi berarti
menghilangkan peralatan yang dapat menimbulkan bahaya.
b. Substitusi, prinsip dari alat kendali ini adalah mengendalikan sumber
risiko dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih
rendah atau tidak ada.
c. Rekayasa Engineering dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja,
peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi tingkat risiko. Ciri khusus
dari tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam
bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan melakukan
pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan
kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi
dalam melakukan kegiatan berbahaya.
d. Pengendalian Administrasi, dalam tahap ini menggunakan prosedur,
standar operasi kerja, atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi
risiko. Akan tetapi banyak kasus yang ada, pengendalian administrasi
tetap membutuhkan sarana pengendalian risiko lainnya.
e. Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan
untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini
disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat
pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan
kesehatan personel akan lebih efektif.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil Pelaksanaan On The Job Training (OJT)


4.1.1

Pelaksanaan
Kegiatan On The Job Training (OJT) dilaksanakan sejak
tanggal 5 Januari 2015 sampai dengan 27 Februari 2015 di ruang
analisis Laboratorium PT Envilab Indonesia, Jalan Tridharma 03
Ruko KIG Blok A-28 dan B-20, Gresik.

4.1.2

Hasil pelaksanaan
A. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis minyak dan lemak
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis minyak dan lemak.
Prosedur analisis:

1.

Pindahkan contoh uji ke corong pisah. Tentukan


volume contoh uji seluruhnya (tandai botol contoh uji pada
meniskus air atau timbang berat contoh uji). Bilas botol contoh
uji dengan 30 mL pelarut organik dan tambahkan pelarut

pencuci ke dalam corong pisah.


2.
Kocok dengan kuat selama 2 menit. Biarkan lapisan
3.

memisah, keluarkan lapisan air.


Keluarkan lapisan pelarut melalui corong yang telah
dipasang kertas saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat, yang
keduanya telah dicuci dengan pelarut, ke dalam labu bersih

4.

yang telah ditimbang.


Ekstraksi 2 kali lagi dengan pelarut 30 mL,
sebelumnya cuci dahulu wadah contoh uji dengan tiap bagian

5.

pelarut.
Gabungkan ekstrak dalam labu Erlenmeyer yang telah

ditimbang
6.
Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 70 C.
7.
Saat terlihat kondensasi pelarut berhenti, pindahkan
labu dari penangas air. Kemudian oven pada suhu 70 C
8.

selama 30 45 menit.
Dinginkan dalam desikator selama 30 menit pastikan
labu kering dan timbang sampai diperoleh berat tetap.
Pada uraian proses analisis minyak dan lemak diatas, bahaya

keselamatan kerja yang pertama dimulai saat penimbangan bahan


kimia Sodium sulfat berupa bahaya iritasi jika kontak dengan
kulit, mata dan pernafasan apabila pekerja tidak hati-hati saat
penimbangan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia
yang dapat berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga
pernafasan.
Uraian

kegiatan

selanjutnya

yaitu

proses

ekstraksi

menggunakan pelarut n-Hexane dapat menimbulkan bahaya


keracunan, gangguan system saraf, iritasi saluran pernafasan
akibat percikan bahan n-Hexane yang dapat tersembur saat

membuka-menutup kran corong pemisah selama proses ekstraksi.


Potensi bahaya lain dari proses ekstraksi yaitu bahaya ledakan
corong pisah ringan hingga pecah akibat tekanan yang tinggi pada
corong pemisah.
Selanjutnya proses destilasi dapat menimbulkan luka bakar
ringan akibat kurang hati-hati saat meletakkan Erlenmeyer diatas
penangas air (waterbath) sehingga tangan pekerja tersentuh
permukaan penangas air (waterbath). Proses destilasi juga dapat
berpotensi untuk terjadinya arus pendek listrik akibat kabel
terkelupas.
Selanjutnya

pada

proses

pengovenan

hasil

uji

dapat

menimbulkan luka bakar ringan akibat kurang hati-hati saat


meletakkan Erlenmeyer kedalam oven sehingga tangan pekerja
tersentuh permukaan dalam oven.
Uraian proses yanga terakhir yaitu proses penstabilan suhu
hasil uji dapat menimbulkan luka tangan atau bagian tubuh yang
lain akibat kurang hati-hati saat membuka atau menutup desikator
sehingga desikator pecah dan tangan tergores atau kejatuhan
pecahan desikator tersebut.
Pada proses penimbangan bahan Sodium Sulfat dengan bahaya
iritasi akibat tumpahan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam
seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.
Pada proses ekstraksi dengan pelarut n-hexane dengan bahaya
percikan n-hexane yang tersembur saat proses ekstraksi, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 5 yaitu aspek
muncul dalam sehari dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu ada
cidera ringan dan kerugian harta benda kurang dari U$ 10.

Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 5 (moderate) yang


artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Untuk potensi bahaya meledak, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 4 yaitu LTI dengan cacat
permanen atau kerusakan harta benda U$ 5000 s/d 10.000.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 8 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Proses destilasi pelarut n-hexane dengan bahaya luka bakar
ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek
muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$
10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Untuk potensi bahaya arus pendek listrik,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul
sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu ada
cidera ringan atau kerugian harta benda kurang dari U$ 10.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 2 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Proses pengovenan hasil uji dengan bahaya luka bakar ringan,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul
sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Sedangkan pada proses penstabilan suhu hasil uji dengan
bahaya luka tangan atau bagian tubuh yang lain, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.

Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 4 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis minyak dan lemak kepada pekerja
yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja
akan lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja
juga diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up untuk
mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau
perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerja dengan pemasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat menngetahui performa alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung

diri

(APD)

merupakan

upaya

terahir

dalam

melaksanakan proses analisa minyak dan lemak, hal ini


dikaranakan APD adalah perlindungan terahir pekerja sebelum
terjadinya insiden kecelakaan.
B. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Total Dissolved Solid (TDS)

Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya


yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis Total Dissolved Solid (TDS)
Prosedur analisis:
1.

Persiapan kertas saring


a. Masukkan kertas saring kedalam alat penyaring.
b. Hubungkan alat saring dengan pompa penghisap dan bilas
dengan air suling sebanyak 3 kali masing-masing 20 mL.
c. Lanjutkan penghisap untuk menghilangkan seluruh
kotoran yang halus dalam kertas saring.
d. Buang air hasil pembilasan.
e. Kertas saring ini siap digunakan untuk pengujian padatan

terlarut.
2.
Persiapan cawan
a. Panaskan cawan yang telah bersih pada suhu 180C 2C
selama 1 jam di dalam oven.
b. Pindahkan cawan dari oven dengan penjepit dan dinginkan
dalam desikator.
c. Setelah dingin segera timbang dengan neraca analitik.
d. Ulangi langkah 1). Sampai 3). Sehingga diperoleh berat
3.

tetap.
Pengujian padatan terlarut total
a. Aduk dengan magnetic stirer contoh uji sampai homogen.
b. Pipet 50 mL sampai 100 mL contoh uji ke dalam alat
penyaring yang telah dilengkapi dengan alat pompa
penghisap dan kertas saring.
c. Operasikan alat penyaringnya.
d. Setelah contoh tersaring semuanya bilas kertas saring
dengan air suling sebanyak 10 mL dan dilakukan 3 kali
pembilasan.
e. Lanjutkan penghisapan selama kira-kira 3 menit setelah
penyaringan sempurna.
f. Pindahkan seluruh hasil saringan termasuk air bilasan
kedalam cawan yang telah mempunyai berat tetap.
g. Uapkan hasil saringan yang ada dalam cawan sehingga
kering pada penangas air.

h. Masukkan cawan yang berisi padatan terlarut yang sudah


kering ke dalam oven pada suhu 180C 0,2C selama 1
jam.
i. Pindahkan cawan dari oven dengan penjepit dan dinginkan
dalam desikator
j. Setelah dingin segera timbang dengan neraca analitik.
k. Uangi langkah h. Samapi j. Sehingga diperoleh berat tetap.
Pada uraian proses analisis Total Dissolved Solid (TDS) diatas,
bahaya keselamatan kerja yang pertama dimulai saat proses filtrasi
dengan pompa penghisap dengan bahaya tersengat listrik apabila
tangan pekerja atau tombol power yang basah ketika menyalakan
pompa penghisap.
Uraian

kegiatan

selanjutnya

yaitu

pengeringan

atau

pengovenan cawan porselen dapat menimbulkan luka bakar ringan


akibat kurang hati-hati saat meletakkan cawan porselen kedalam
oven sehingga tangan pekerja tersentuh permukaan dalam oven.
Selanjutnya proses penguapan hasil uji diatas penangas air
(waterbath) dapat menimbulkan luka bakar ringan akibat tersentuh
permukaan penangas air (waterbath) serta terkena letupan hasil uji
yang mengenai tangan atau bagian tubuh yang lain. Proses
penguapan hasil uji juga dapat berpotensi untuk terjadinya arus
pendek listrik akibat kabel terkelupas.
Uraian proses yanga terakhir yaitu proses penstabilan suhu
hasil uji dapat menimbulkan luka tangan atau bagian tubuh yang
lain akibat kurang hati-hati saat membuka atau menutup desikator
sehingga desikator pecah dan tangan tergores atau kejatuhan
pecahan desikator tersebut.
Pada proses filtrasi dengan pompa penghisap dengan bahaya
tersengat listrik, penulis penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan
fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada

bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya


memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Proses pengeringan atau pengovenan cawan porselen dengan
bahaya luka bakar ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat 6 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Pada proses penguapan hasil uji dengan bahaya luka bakar
ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek
muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$
10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Untuk potensi bahaya arus pendek listrik,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul
sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu ada
cidera ringan atau kerugian harta benda kurang dari U$ 10.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 2 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Sedangkan pada proses penstabilan suhu hasil uji dengan
bahaya luka tangan atau bagian tubuh yang lain, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 4 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis Total Dissolved Solid (TDS) kepada
pekerja yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka
pekerja akan lebih kompeten dalam melakukan proses analisa.

Pekerja juga diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up


untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus
dipantau perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan
Instruksi kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah
satu upaya pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka
potensi bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki
sifat hati hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi
bahaya merupakan upaya yang harus diterapkan pekerja agar
terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan
pemasangan exhaust fan sehingga udara dapat ditukarkan secara
teratur. Pada penggunaan peralatan, harus dilengkapi dengan
daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya alat dan selalu
dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting karena dapat
menegtahui peforma alat dan dapat meminimalisir potensi bahaya
yang ditimbulkan oleh alat. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
merupakan upaya terahir dalam melaksanakan proses analisa Total
Dissolved Solid (TDS), hal ini dikaranakan APD adalah
perlindungan

terahir

pekerja

sebelum

terjadinya

insiden

kecelakaan.
C. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis NOx emisi
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis NOx emisi
Prosedur analisis:
1. Pindahkan contoh uji ke cawan penguap, bilas labu dengan
sedikit aquadest.
2. Tambahkan bilasan ke dalam cawan penguap, ulangi
pembilasan sampai tiga kali.

3. Tambahkan larutan KOH 5,6% (b/v) tetes demi tetes ke dalam


cawan penguap sampai bersifat basa, uji dengan kertas
lakmus.
4. Uapkan di atas penangas air sampai kering dan membentuk
Kristal.
5. Diamkan sampai suhu kamar, tambahkan 2 ml larutan PDS
kemudian aduk dengan batang pengaduk sampai seluruh
Kristal larut.
6. Tambahkan 1 ml aquadest dan 4 tetes H 2SO4 pekat, lalu
panaskan pada penangas air selama 3 menit sambil diaduk.
7. Diamkan sampai suhu kamar, kemudian tambahkan 10 ml
aquades dan aduk dengan baik.
8. Masukkan 15 ml NaOH 25% (b/v) ke dalam cawan penguap.
9. Saring larutan dengan kertas saring dan tamping pada labu
ukur 100 ml berwarna coklat.
10. Bilas cawan penguap dengan sedikit aquadest, saring lalu tera
menggunakan aquades.
11. Baca dan catat serapan pada 400 nm.
Pada uraian proses analisis NOx emisi diatas, bahaya
keselamatan kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan
uji yaitu penimbangan bahan kimia KOH dan NaOH berupa
bahaya iritasi, korosif, apabila pekerja tidak hati-hati saat
penimbangan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia
yang dapat berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan.
Pembuatan larutan uji lainnya menggunakan proses pemipetan,
karena menggunakan bahan kimia cair pekat sebagai bahan utama,
yaitu pemipetan H2SO4

berupa bahaya iritasi, korosif dan

flammable; pemipetan H2O2 30% berupa bahaya iritasi, Harmful,


korosif,

gesekan

dapat

menimbulkan

kebakaran/ledakan;

pemipetan H2SO4 Fumming berupa bahaya iritasi kulit, mata dan


saluran pernafasan, korosif, karsinogenik;, apabila pekerja tidak
hati-hati saat pemipetan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan
kimia yang berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan,
untuk H2O2 30% yang berpotensi kebakaran/ledakan apabila

kontak dengan bahan kimia lain serta H2SO4 Fumming


mengeluarkan gas yang berpotensi untuk terhirup, khusus untuk
pembuatan larutan uji Fenol, proses diawali dengan peleburan
Fenol dengan penagas air yang memiliki bahaya gangguan syaraf,
iritatif dan korosif apablia kontak dengan kulit, mata hingga
tertelan dan juga bahaya terkena luka bakar ringan akibat
tersentuh permukaan penagas air.
Selanjutnya pada proses penambahan larutan uji seperti larutan
penjerap(Asam Sulfat, H2O2), larutan KOH(KOH) 5,6 %, Larutan
Phenol Disulphonic Acid(H2SO4, Fenol, H2SO4 Fuming), Larutan
NaOH 25 %(NaOH), masing masing memiliki bahaya seperti
bahan penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan
larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit, mata,
hingga tertelan.
Proses penguapan hasil uji diatas penangas air (waterbath)
dapat menimbulkan luka bakar ringan akibat tersentuh permukaan
penangas air (waterbath) serta terkena letupan hasil uji yang
mengenai tangan atau bagian tubuh yang lain. Proses penguapan
hasil uji juga dapat berpotensi untuk terjadinya arus pendek listrik
akibat kabel terkelupas. Dan pada proses pengukuran absorbansi
menggunakan spektrofotometri memiliki bahaya luka gores akibat
tergores atau kejatuhan kaca kuvet serta bahaya bahaya iritasi
yang terpapar akibat kontak dengan dengan kulit mata hingga
tertelan.
Pada proses penimbangan (NaOH dan KOH) dipembuatan
larutan uji, dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4
yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan
pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan
dalam waktu maksimum 1 bulan. Pada bahaya pemipetan (H2SO4,

H2O2 30%, H2SO4 Fuming) dipembuatan larutan uji, dengan


bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan; serta pemipetan H2O2 30% dipembuatan larutan uji, dengan
bahaya ledakan/kebakaran akibat gesekan atau kontak dengan
bahan kimia lain, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan
keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen
atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya
putuskan

lanjutan

dengan

catatan

atau

perbaikan

segera

maksimum 2 minggu; pemipetan H2SO4 Fuming dipembuatan


larutan uji, dengan bahaya terhirup asap atau bahan, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu %,
aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada
tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan
harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada
pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan dengan
catatan atau perbaikikan segera maksimum 2 minggu. Khusus
pembuatan larutan uji Fenol dengan bahaya tumpahan atau
percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan
dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat
permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya
putuskan lanjutan dengan catatan atau perbaikikan segera
maksimum 2 minggu; serta pembuatan larutan uji Fenol dengan
bahaya luka bakar ringan penulis menilai kemungkinan terjadinya

bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 6 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Bahaya pemipetan pada penambahan larutan uji(Larutan
penjerap, larutan KOH 5,6%, larutan NaOH 25%) dengan bahaya
tumpahan

atau

percikan

bahan

kimia,

penulis

menilai

kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul


sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan. Sedangkan penambahan larutan Phenol Disulphonic Acid
(PDS) dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3
yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan
pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau
kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan
dengan catatan atau perbaikan segera maksimum 2 minggu.
Pada proses penguapan hasil uji dengan bahaya luka bakar
ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek
muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$
10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat 6
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Untuk potensi bahaya arus pendek listrik,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul
sekali dalam setahun dengan keparahan pada tingkat 1 yaitu ada
cidera ringan atau kerugian harta benda kurang dari U$ 10.

Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 2 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Sedangkan pada bahaya pengukuran absorbansi menggunakan
alat spektofotometri, dengan bahaya tergores atau kejatuhan
pecahan kuvet, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2
yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda
U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan
skala prioritas rendah. Kecuali bahaya iritasi kontak dengan kulit,
mata dan pernafasan, penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis NOx emisi kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up

untuk

mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau


perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerjadengan memasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya

alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting


karena dapat mengetahui performa alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung

diri

(APD)

merupakan

upaya

terahir

dalam

melaksanakan proses analisa NOx emisi, hal ini dikaranakan APD


adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
D. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Fenol
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis Fenol.
Prosedur analisis:
1. Ambil 300 mL contoh uji dan masukkan kedalam labu
destilasi
2. Tambahkan beberapa tetes indikator MO sampai contoh uji
berwarna kuning, apabila tercium bau H2S, kocok sampai bau
H2S menghilang.
3. Tambahkan tetes demi setetes larutan H3PO4 1:9 hingga
warna contoh uji berubah menjadi merah muda. Apabila warna
hilang, tambahkan terus hingga contoh uji berwarna merah
mudah.
4. Operasikan peralatan destilasi hingga diperoleh destilat lebih
dari 100 mL
5. Ukur 100 mL destilat secara duplo dan masukkan ke dalam
gelas piala 250 mL
6. Tambahkan 2,5 mL larutan NH4OH 0,5N dan atur pH menjadi
7,9 0,1 dengan penambahan larutan penyangga Fosfat.
7. Tambahkan 1 mL larutan 4-Amino antipirin sambil diaduk

8. Tambahkan 1 mL larutan Kalium Ferisianida sambil di aduk,


diamkan selama 15 menit
9. Baca dan catat absorbansinya pada panjang gelombang 500
nm dengan menggunakan spektrofotometer.
Pada uraian proses analisis Fenol diatas, bahaya keselamatan
kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan uji yaitu
penimbangan bahan kimia K2HPO4 dan KH2PO4 berupa bahaya
iritasi

jika

kontak

dengan

kulit,

mata

dan

pernafasan;

penimbangan 4-Amino Antipirin dan K3Fe(CN)6 berupa bahaya


beracun, iritasi jika kontak dengan kulit, mata dan pernafasan;
serta penimbangan serbuk Indikator Metyl Orange (MO) berupa
bahaya pewarna tekstil;, apabila pekerja tidak hati-hati saat
penimbangan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia
yang dapat berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan.
Pembuatan larutan uji lainnya menggunakan proses pemipetan,
karena menggunakan bahan kimia cair pekat sebagai bahan utama,
yaitu pemipetan NH4OH berupa bahaya korosif, Iritasi saluran
pernafasan, kulit dan mata serta luka bakar; pemipetan H 3PO4
berupa bahaya Iritasi kulit, mata dan saluran pernafasan;, apabila
pekerja tidak hati-hati saat pemipetan sehingga mengakibatkan
tumpahan bahan kimia yang berpotensi kontak dengan kulit, mata
hingga tertelan, khusus untuk NH4OH mengeluarkan gas yang
berpotensi untuk terhirup.
Uraian kegiatan selanjutnya yaitu proses destilasi contoh uji
menggunakan larutan indikator MO dan H3PO4 1:9 dapat
menimbulkan bahaya seperti diatas, akibat percikan bahan pada
saat pemipetan. Proses destilasi juga dapat berpotensi untuk
terjadinya

arus

pendek

dan

tersetrum,

akibat

konsleting

elektromantle, kipas pendingin dan pompa pendingin. Berpotensi


pula untuk meledak akibat suhu dan tekanan labu destilasi yang
tinggi serta suhu kondensor yang terlalu panas. Juga dapat

menimbulkan luka bakar akibat tersentuh labu destilasi yang


sedang beroperasi.
Selanjutnya pada proses penambahan larutan uji seperti
NH4OH 5N, buffer phospat, 4-Amino Antipirin dan K 3Fe(CN)6
masing masing memiliki bahaya seperti diatas, diakibatkan
tumpahan atau percikan larutan pada saat pemipetan yang kontak
dengan kulit mata hingga tertelan. Dan pada proses pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometri memiliki bahaya luka
gores akibat tergores atau kejatuhan kaca kuvet serta bahaya
bahan kimia yang terpapar akibat kontak dengan dengan kulit
mata hingga tertelan.
Pada proses penimbangan(K2HPO4,

KH2PO4

,4-Amino

Antipirin dan K3Fe(CN)6) dipembuatan larutan uji, dengan


penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Kecuali penimbangan Indikator MO yang
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 1 yaitu aspek muncul
sangat jarang, sekali dalam lima tahun dengan keparahan tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 2 (low)
yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah.
Pada bahaya pemipetan(NH4OH dan H3PO4) dipembuatan
larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan
bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan

perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Kecuali pemipetan


NH4OH terdapat bahaya terhirup asap atau uap bahan,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul
sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI
dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan harta benda U$ 500
s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 9
(high) yang artinya putuskan lanjutan dengan catatan atau
perbaikan segera maksimum 2 minggu.
Bahaya proses destilasi, dengan bahaya arus pendek dan
tersetrum, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu
aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda
U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 4(low) yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala
prioritas rendah. Untuk potensi bahaya luka bakar ringan,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul
sekali dalam sebulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500,
sedangakan untuk

potensi bahaya

meledak,

kemungkinan

terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam


setahun dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa
cacat permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000.
Sedangkan bahaya iritasi kontak dengan kulit, mata dan
pernafasan, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko berturut turut 6, 6, 8 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Bahaya pemipetan pada penambahan larutan uji, dengan
penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek

muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2


yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan.
Sedangkan pada bahaya pengukuran absorbansi menggunakan
alat spektofotometri, dengan penyebab bahaya tergores atau
kejatuhan pecahan kuvet, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan
perbaikan dengan skala prioritas rendah. Kecuali bahaya iritasi
kontak dengan kulit, mata dan pernafasan, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis Fenol kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up

untuk

mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau


perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerja dengan pemasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan (LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung

diri

(APD)

merupakan

upaya

terahir

dalam

melaksanakan proses analisa Fenol, hal ini dikaranakan APD


adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
E. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Logam Cu
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis Logam Cu.
Prosedur analisis:
1. Homogenkan contoh uji, pipet 50 mL contoh uji dan
masukkan ke dalam gelas piala 100 mL atau Erlenmeyer 300
100 mL.
2. Tambahkan 5 mL HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala
tutup dengan kaca arloji dan bila dengan Erlenmeyer
gunakanlah corong sebagai penutup.
3. Panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 mL
sampai dengan 20 mL.
4. Jika dekstruksi belum sempurna (tidak jernih), maka
tambahkan lagi 5 mL HNO3 pekat, kemudian tutup dan
panaskan lagi (tidak sampai mendidih). Lakukan proses ini
secara berulang sampai semua logam terlarut, yang terlihat

dari warna endapan dalam contoh uji menjadi agak putih atau
contoh uji menjadi jernih.
5. Bilas kaca arloji dan masukkan ke dalam gelas piala.
6. Pindahkan contoh uji ke dalam labu ukur 50 mL (saring bila
perlu) dan tambahkan air bebas mineral sampai tanda tera dan
dihomogenkan.
7. Contoh uji siap diukur serapannya.
Pada uraian proses analisis Logam Cu diatas, bahaya
keselamatan kerja yang pertama dimulai saat proses destruksi
contoh uji yaitu penggunaan bahan HNO3 pekat yang ditambahkan
pada contoh uji berupa bahaya korosif dan oksidator yang kuat,
HNO3 pekat dapat menimbulkan gas atau uap sehingga rawan
untuk terhirup serta apabila terkena panas, gesekan atau kontak
dengan bahan kimia lainnya akan cepat bereaksi karena
merupakan oksidator yang kuat. Pada proses destruksi juga
memrlukan pemanasan menggunakan hot plate sehingga dapat
menimbulakn luka bakar ringan apabila pekerja tersentuh
permukaan hot plate yang sedang beroperasi.
Uraian kegiatan selanjutnya yaitu proses pengujian contoh uji
menggunakan spektrofotometer AAS memiliki bahaya luka bakar
ringan apabila tersentuh flame AAS, bahaya sesak nafas dan
afiksial karena proses pembakaran menggunkan gas asetilen,
bahaya ledakan dan kebakaran akibat kebocoran gas asitelin atau
pecahnya tabung asetilen, bahaya luka pada tangan dan tubuh
lainnya akibat tergores atau kejatuhan pecahan lampu katoda Cu
dan bahaya gangguan penglihatan akibat nyala api dari flame yang
cukup terang.
Pada proses destruksi contoh uji, dengan bahaya luka bakar
ringan, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini

berada pada tingkat risiko 6 (moderate) yang artinya memerlukan


perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Sedangkan pada
bahaya korosif dan oksidator kuat, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 5 yaitu aspek muncul sekali dalam
sehari dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa
cacat permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 15 (high)
yang artinya putuskan lanjutan dengan catatan atau perbaikikan
segera maksimum 2 minggu.
Sedangkan pada proses pengujian contoh uji menggunakan
alat spektofotometri AAS, denagn bahaya luka bakar ringan,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2
yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda
U$ 10 s/d 500, untuk penyebab bahaya tergores atau kejatuhan
pecahan pecahan lampu katoda Cu, kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 1 yaitu aspek muncul sekali dalam lima tahun
dengan keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat
permanen atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga
pada bahaya ini berada pada tingkat risiko berturut turut 4, 3 (low)
yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas
rendah. Sedangkan untuk bahaya sesak nafas dan asfiksial,
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500,
pada bahaya meledak dan kebakaran, kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 1 yaitu aspek muncul sekali dalam lima tahun
dengan keparahan pada tingkat 5 yaitu ada kematian, kerusakan
harta benda diatas U$ 10.000, penutupan usaha, kerusakan
lingkungan yang eksternal serius jangka panjang, dan pada bahaya
gangguan penglihatan, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan

keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau


kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko berturut turut 8, 5, 6 (moderate) yang
artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis logam Cu kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up

untuk

mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau


perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerja dengan memasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau MSDS bahan, sehingga potensi bahaya yang timbul dapat
diminimalisir. Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan
upaya terahir dalam melaksanakan proses analisa logam Cu, hal
ini dikaranakan APD adalah perlindungan terahir pekerja sebelum
terjadinya insiden kecelakaan.
F. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis NH3 ambien

Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya


yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis NH3 Udara Ambien.
Prosedur analisis:
1. Pindahkan contoh uji (larutan penjerap/absorben) kedalam
tabung uji 25 ml.
2. Tambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing labu ukur
2 ml larutan penyangga, 5 ml larutan pereaksi Fenol, dan 2,5
ml

larutan

pereaksi

Natrium

Hipoklorit,

lalu

tera

menggunakan aquades.
3. Tunggu hingga 30-60 menit.
4. Ukur serapan masing-masing contoh uji pada 630 nm pada
spektrofotometer.
Pada uraian proses analisis NH3 Udara Ambien diatas, bahaya
keselamatan kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan
uji yaitu penimbangan bahan kimia NAOH, Natrium Nitropuside
dan Na2PO4.12H2O berupa bahaya iritasi jika kontak dengan kulit,
mata dan pernafasan, apabila pekerja tidak hati-hati saat
penimbangan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia
yang dapat berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan.
Pembuatan larutan uji lainnya menggunakan proses pemipetan,
karena menggunakan bahan kimia cair pekat sebagai bahan utama,
yaitu pemipetan H2SO4 berupa bahaya iritasi, korosif, dan
flamable; pemipetan NaOCl berupa bahaya korosif, dan berbahaya
bagi lingkungan; pemipetan Methanol berupa bahaya Flammable,
iritasi saluran nafas atas, mata dan kulit;, apabila pekerja tidak
hati-hati saat pemipetan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan
kimia yang berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan,
khusus untuk pembuatan larutan uji Fenol, proses diawali dengan
peleburan Fenol dengan penangas air yang memiliki bahaya
gangguan syaraf, iritasi, dan korosif apablia kontak dengan kulit,

mata hingga tertelan dan juga bahaya terkena luka bakar ringan
akibat tersentuh permukaan penangas air.
Selanjutnya pada proses penambahan larutan uji seperti larutan
penjerap(H2SO4 encer), larutan kerja Hipoklorit(NaOH dan
NaOCl),

larutan

kerja

Fenol(Fenol,

Methanol,

Natrium

Nitropuside), dan larutan penyangga(Na2PO4.12H2O dan NaOH),


masing masing memiliki bahaya seperti bahan penyusunnya
diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan larutan pada saat
pemipetan yang kontak dengan kulit mata hingga tertelan. Dan
pada

proses

pengukuran

absorbansi

menggunakan

spektrofotometri memiliki bahaya luka gores akibat tergores atau


kejatuhan kaca kuvet serta bahaya bahan kimia yang terpapar
akibat kontak dengan dengan kulit mata hingga tertelan.
Pada proses penimbangan (NaOH, Natrium Nitropuside, dan
Na2PO4.12H2O) dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya
tumpahan

atau

percikan

bahan

kimia,

penulis

menilai

kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul


sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan. Pada bahaya pemipetan (H2SO4, NaOCl, dan Methanol)
dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan atau
percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Khusus pembuatan
larutan uji Fenol dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan
bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan

keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen


atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya
putuskan

lanjutan

dengan

catatan

atau

perbaikan

segera

maksimum 2 minggu; serta pembuatan larutan uji Fenol dengan


penyebab bahaya luka bakar ringan penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam
satu bulan dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan
fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 6 (moderate) yang artinya
memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Bahaya pemipetan pada penambahan larutan uji(larutan kerja
Hipoklorit, larutan kerja Fenol dan larutan penyangga) dengan
penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Sedangkan penambahan larutan penjerap,
dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4
yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan
pada tingkat 1 yaitu Ada cidera ringan/hanya memerlukan P3K.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 4 (low) yang
artinya harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah,
hal ini dikarenakan penggunaan bahan H2SO4 pada larutan
penjerap sangat encer.
Sedangkan pada bahaya pengukuran absorbansi menggunakan
alat spektofotometri, dengan penyebab bahaya tergores atau
kejatuhan pecahan kuvet, kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan

keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau


kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan
perbaikan dengan skala prioritas rendah. Kecuali bahaya iritasi
kontak dengan kulit, mata dan pernafasan, penulis menilai
kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul
sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis NH3 udara Ambien kepada pekerja
yang bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja
akan lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja
juga diharapkan untuk melaksanakan Medical chek up untuk
mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau
perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerjadengan memasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat mengetahui performa alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)

atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi


bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung

diri

(APD)

merupakan

upaya

terahir

dalam

melaksanakan proses analisa NH3 udara Ambien, hal ini


dikaranakan APD adalah perlindungan terahir pekerja sebelum
terjadinya insiden kecelakaan.
G. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis NO3 air
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis NO3 Air.
Prosedur analisis:
1.
2.
3.
4.

Atur pH contoh uji antara 7-9 dengan HCl atau NaOH.


Siapkan 25 mL contoh uji di gelas piala 250 mL.
Tambahkan 75 mL NH4Cl-EDTA pekat, kocok.
Lewatkan larutan tersebut melalui kolom reduksi dengan laju

7-10 mL/menit.
5. Buang 25 mL tampungan pertama.
6. Selanjutnya tampung 50 mL contoh uji yang sudah direduksi
ke dalam tabung reaksi bertutup.
7. Tambahkan 2 mL larutan pewarna, Kocok.
8. Ukur absorbansinya dalam kisaran waktu antara 10 menit
sampai 2 Jam setelah penambahan larutan pewarna pada
panjang gelombang optimal di sekitar 543 nm.
9. Kadar yang terukur adalah kadar nitrat dan nitrit.
10. Lakukan pengukuran blanko:
Ke dalam 25 ml air laut buatan di dalam gelas piala 250 ml,
lakukan langkah 3 sampai dengan 8.
11. Untuk kontrol kontaminasi pada kertas saring, lakukan juga
langkah 3 sampai dengan 8.
12. Lakukan analisis duplo.
13. Pembuatan spike matriks :
a) Ke dalam 20 mL contoh uji tambahkan 5 mL larutan kerja
2 mg/l. Kadar standar yang diperoleh 0,4 mg/l. Lakukan
langkah 3 sampai dengan 8.

b) Ke dalam 20 mL contoh uji tambahkan 5 mL air laut


buatan. Lakukan langkah 3 sampai dengan 8.
Pada uraian proses analisis NO3 Air diatas, bahaya
keselamatan kerja yang pertama dimulai saat pembuatan larutan
uji yaitu penimbangan bahan kimia NH4Cl, Na2EDTA dan NEDdihidroklorida berupa bahaya iritasi kulit, mata dan pernafasan;
penimbangan Sulfanilamida berupa bahaya korosif, iritasi saluran
pernafasan, kulit dan mata; penimbangan CuSO 4 berupa bahaya
iritatif, dan mutagenik sel somatik mamalia;, apabila pekerja tidak
hati-hati saat penimbangan sehingga mengakibatkan tumpahan
bahan kimia yang dapat berpotensi kontak dengan kulit, mata
hingga tertelan.
Pembuatan larutan

uji

lainnya

menggunakan

proses

pemipetan, karena menggunakan bahan kimia cair pekat sebagai


bahan utama, yaitu pemipetan NH4OH berupa bahaya korosif,
Iritasi saluran pernafasan, kulit dan mata serta luka bakar;
pemipetan H3PO4 berupa bahaya iritasi kulit, mata dan saluran
pernafasan; HCl berupa bahaya sangat korosif, toksik, dan iritatif;,
apabila

pekerja

tidak

hati-hati

saat

pemipetan

sehingga

mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang berpotensi kontak


dengan kulit, mata hingga tertelan, khusus untuk NH4OH dan HCl
mengeluarkan gas yang berpotensi untuk terhirup.
Selanjutnya pada proses reduksi sampel, terdapat penambahan
larutan uji seperti larutan NH4Cl-EDTA(NH4Cl-EDTA, Na2EDTA
dan NH4OH), masing masing memiliki bahaya seperti bahan
penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau percikan larutan
pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit mata hingga
tertelan, serta penggunaan butiran Cd-Cu berupa bahaya beracun
dan karsinogenik, apabila kontak dengan kulit, mata hingga
tertelan.
Proses selanjutnya yaitu penambahan larutan pewarna(H 3PO4,
Sulfanilamida, dan NED-dihidroklorida), masing masing

memiliki bahaya seperti bahan penyusunnya diatas, diakibatkan


tumpahan atau percikan larutan pada saat pemipetan yang kontak
dengan kulit mata hingga tertelan. Dan pada proses pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometri memiliki bahaya luka
gores akibat tergores atau kejatuhan kaca kuvet serta bahaya
bahan kimia yang terpapar akibat kontak dengan dengan kulit
mata hingga tertelan.
Pada proses penimbangan (NH4Cl, Na2EDTA, Sulfanilamida,
NED-dihidroklorida, dan CuSO4) dipembuatan larutan uji, dengan
penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Pada bahaya pemipetan (NH4OH, H3PO4, dan
HCl) dipembuatan larutan uji, dengan penyebab bahaya tumpahan
atau percikan bahan kimia, penulis menilai kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam
seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan
fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya
memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Kecuali
pemipetan NH4OH dan HCl terdapat bahaya terhirup asap atau
uap bahan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu
aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan keparahan pada
tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen atau kerusakan
harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada bahaya ini berada
pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya putuskan lanjutan dengan
catatan atau perbaikikan segera maksimum 2 minggu.
Penilaian risiko pada proses reduksi, dengan penyebab bahaya
tumpahan

atau

percikan

bahan

kimia,

penulis

menilai

kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul


sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu
tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500.
Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8 (moderate)
yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu maksimum 1
bulan.
Selanjutnya

pada

proses

penambahan

larutan

(larutan

pewarna), dengan penyebab bahaya tumpahan atau percikan bahan


kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Sedangkan pada bahaya pengukuran absorbansi menggunakan
alat spektofotometri, dengan bahaya tergores atau kejatuhan
pecahan kuvet, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2
yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda
U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan
skala prioritas rendah. Kecuali bahaya iritasi kontak dengan kulit,
mata dan pernafasan, penulis menilai kemungkinan terjadinya
bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu
dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis NO3 Air kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up

untuk

mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau


perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerja dengan pemasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat mengetahui performa alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)
atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi
bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung

diri

(APD)

merupakan

upaya

terahir

dalam

melaksanakan proses analisa NO3 Air, hal ini dikaranakan APD


adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
H. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
Prosedur analisis:
1. Pipet 10 mL contoh uji dan masukkan kedalam tabung reaksi
atau ampul 10 mL.
2. Tambahkan 1,5 mL Digestion Solution dan 3,5 mL larutan
pereaksi Asam Sulfat ke dalam tabung atau ampul.

3. Tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen.


4. Letakkan tabung pada pemanas (COD Reactor) yang telah
dipanaskan pada suhu 150 C, lakukan digestion selama 2 jam.
5. Dinginkan perlahan-lahan contoh uji yang sudah direfluks
sampai suhu ruang. Saat pendinginan sesekali tutup contoh uji
dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas.
6. Pindahkan secara kuantitatif contoh uji dari tube atau ampul ke
dalam Erlenmeyer untuk titrasi.
7. Tambahkan indikator Ferroin 0,05 mL - 0,1 mL atau 1 - 2 tetes
dan aduk dengan pengaduk magnetik sambil dititrasi dengan
larutan baku FAS 0,05 M sampai terjadi perubahan warna
yang jelas dari hijau-biru menjadi coklat-kemerahan, catat
volume larutan FAS yang digunakan.
8. Lakukan langkah 1. sampai dengan 7. terhadap air bebas
organik sebagai blanko. Catat volume larutan FAS yang
digunakan.
Pada uraian proses analisis Chemical Oxygen Demand (COD)
diatas, bahaya keselamatan kerja yang pertama dimulai saat
pembuatan larutan uji yaitu penimbangan bahan kimia kristal
Ag2SO4 berupa bahaya iritasi mata, kulit, hidung, membrane
mukosa dan sistem pernafasan; penimbangan K2Cr2O7 berupa
bahaya karsinogenik, korosif; penimbangan 1,10-phenanthrolin
monohidrat berupa bahaya beracun, iritasi, dan bahaya bagi
lingkungan; penimbangan FeSO4.7H2O berupa bahaya Iritasi
saluran pernafasan, kulit dan mata, mutagenik untuk jenis bakteri;
penimbangan Ferro Amonium Sulfat (FAS) dan Kalium Hidrogen
Ftalat (KHP) berupa bahaya iritasi saluran pernafasan, kulit dan
mata serta penimbangan Asam Sulfamat berupa bahaya iritasi
kulit dan mata, korosif dan bahaya bagi organisme air;, apabila
pekerja tidak hati-hati saat penimbangan sehingga mengakibatkan
tumpahan bahan kimia yang dapat berpotensi kontak dengan kulit,
mata hingga tertelan. Pembuatan larutan uji lainnya menggunakan

proses pemipetan, karena menggunakan bahan kimia cair pekat


sebagai bahan utama, yaitu pemipetan Asam Sulfat berupa bahaya
iritasi, korosif dan flammable, apabila pekerja tidak hati-hati saat
pemipetan sehingga mengakibatkan tumpahan bahan kimia yang
berpotensi kontak dengan kulit, mata hingga tertelan.
Uraian kegiatan selanjutnya pada proses penambahan
larutan/reagen/bahan kimia padatan seperti serbuk Mercury Sulfat,
larutan baku Kalium diKromat(K2Cr2O7, H2SO4, HgSO4), larutan
Pereaksi Asam Sulfat(Ag2SO4, H2SO4), Indikator Ferroin(1,10Phenanthrolin

Monohidrat,

FeSO 4.7H2O),

larutan

Asam

Sulfamat(Asam Sulfamat), masing masing memiliki bahaya


seperti bahan penyusunnya diatas, diakibatkan tumpahan atau
percikan larutan pada saat pemipetan yang kontak dengan kulit
mata hingga tertelan.
Selanjutnya proses pemanasan sampel uji dengan refluks
tertutup dapat menimbulkan luka bakar ringan akibat tersentuh
tabung reaksi atau bagian pemanas reactor COD saat pengambilan
atau peletakan tabung reaksi. Proses pemanasan sampel uji dengan
refluks tertutup dapat berpotensi luka tangan atau bagian tubuh
yang lain akibat kurang hati-hati saat mengambil atau meletakkan
tabung reaksi sehingga tabung reaksi pecah dan tangan tergores
atau kejatuhan pecahan tabung reaksitersebut. Berpotensi pula
untuk meledak akibat tekanan gas di dalam tabung reaksi yang
tinggi.
Proses memasukkan larutan penitran (Larutan Ferroin
Ammonium Sulfat) ke dalam buret dapat menimbulkan iritasi
saluran pernafasan, kulit dan mata akibat tumpahan atau percikan
saat memasukkan larutan penitran ke dalam buret. Dan pada
proses titrasi dapat menimbulkan iritasi saluran pernafasan, kulit
dan mata akibat tumpahan atau percikan bahan kimia saat proses
titrasi.
Pada

proses

penimbangan(Ag2SO4,

K2Cr2O7,

,10-

Phenanthrolin Monohidrat, FeSO4.7H2O, Ferro Amonium Sulfat,

Asam Sulfamat, Kalium Hidrogen Ftalat) dipembuatan larutan uji,


dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Sedangkan pada bahaya pemipetan H2SO4
dipembuatan larutan uji, dengan bahaya tumpahan atau percikan
bahan kimia, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Bahaya pemipetan pada penambahan larutan uji(larutan baku
Kalium diKromat, larutan pereaksi Asam Sulfat, indikator
Ferroin); bahaya penambahan bahan kimia serbuk Asam Sulfamat
dengan bahaya tumpahan atau percikan bahan kimia;, penulis
menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 4 yaitu aspek
muncul sekali dalam seminggu dengan keparahan pada tingkat 2
yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d
500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat risiko 8
(moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam waktu
maksimum 1 bulan. Sedangkan bahaya penambahan serbuk
Mercury Sulfat, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam satu bulan dengan
keparahan pada tingkat 3 yaitu LTI dengan tanpa cacat permanen
atau kerusakan harta benda U$ 500 s/d 5000. Sehingga pada
bahaya ini berada pada tingkat risiko 9 (high) yang artinya
putuskan

lanjutan

maksimum 2 minggu.

dengan

catatan

atau

perbaikan

segera

Pada proses pemanasan sampel uji dengan refluks tertutup


dengan bahaya luka bakar ringan, kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 3 yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat 6 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Sedangkan untuk
bahaya luka tangan atau bagian tubuh yang lain, kemungkinan
terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu aspek muncul sekali dalam
setahun dengan keparahan pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa
gangguan fungsi atau kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500, untuk
bahaya meledak, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 1
yaitu aspek muncul sekali dalam lima tahun dengan keparahan
pada tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan
harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat risiko berturut-turut 4, 2 (low)

yang artinya harus

dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.


Pada proses memasukkan larutan penitran(larutan Ferroin
Ammonium Sulfat) ke dalam buret dengan bahaya Tumpahan atau
percikan saat memasukkan larutan penitran ke dalam buret; proses
titrasi dengan bahaya tumpahan atau percikan saat proses titrasi;,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3
yaitu aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu sakit tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta
benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada
tingkat 6 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam
waktu maksimum 1 bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan proses analisis Chemical Oxygen Demand
(COD) kepada pekerja yang bersangkutan, dengan adanya
pelatihan ini maka pekerja akan lebih kompeten dalam melakukan
proses analisa. Pekerja juga diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up untuk mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan


dapat terus dipantau perkembangan kondisi kesehatan pekerja.
Penggunaan Instruksi kerja atau prosedur kerja yang jelas
merupakan salah satu upaya pengendalian, dengan kejelasan
instruksi kerja maka potensi bahaya dapat dicegah atau
diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati hati dalam bekerja dan
waspada terhadap potensi bahaya merupakan upaya yang harus
diterapkan pekerja agar terselamatkan dari bahaya yang ada. Pada
penggunaan peralatan, harus dilengkapi dengan daftar riwayat
alat, safety sign terkait bahaya alat dan selalu dilakukan
pengecekan berkala, hal ini penting karena dapat menegtahui
peforma alat dan dapat meminimalisir potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada bahan, penggunaan
bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui bahaya bahan
melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB) atau Material
Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi bahaya yang
timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
merupakan upaya terahir dalam melaksanakan proses analisis
Chemical Oxygen Demand (COD), hal ini dikaranakan APD
adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
I. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Total coli
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis Total coli.
Prosedur analisis:
1.

Persiapan sterilisasi botol contoh uji


a. Sterilkan bagian dalam dan luar botol contoh uji dengan
10 mL air suling hingga bersih. Lakukan langkah ini
sebanyak 3 kali.

b. Lakukan sterilisasi kembali seperti langkah 1.a) dengan


menggunakan Ethanol pekat.
c. Bungkus botol contoh uji dengan kertas gelap.
d. Kemudian masukkan kedalam autoclave pada suhu 121 oC
selama 15 menit.
2.

Proses pengujian
a. Pipet 1 mL contoh uji dan teteskan pada media Petrifilm.
b. Kemudian masukkan ke dalam incubator selama 24 jam
dengan suhu 20 oC.
Pada uraian proses analisis Total Coli diatas, bahaya

keselamatan kerja yang pertama dimulai saat persiapan sterilisasi


berupa bahaya iritasi saluran pernafasan atas akibat terjadi
inhalasi saat proses persiapan sterilisasi.
Selanjutnya pada proses sterilisasi dapat menimbulkan ledakan
autoclave apabila tekanan dan suhu autoclave yang tinggi. Proses
sterilisasi juga dapat berpotensi bahaya luka bakar ringan akibat
tersentuh bagian dalam atau luar autoclave yang panas saat
meletakkan botol contoh uji kedalam autoclave. Berpotensi pula
terjadinya arus pendek listrik akibat kabel terkelupas.
Pada proses persiapan sterilisasi dengan bahaya iritasi saluran
pernafasan atas, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya
pada tingkat 4 yaitu aspek muncul sekali dalam seminggu dengan
keparahan pada tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau
kerusakan harta benda U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 8 (moderate) yang artinya memerlukan
perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan.
Sedangkan pada proses sterilisasi dengan bahaya autoclave
meledak, penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 1 yaitu aspek muncul sekali dalam lima tahun dengan
keparahan pada tingkat 5 yaitu ada kematian, kerusakan harta
benda diatas U$ 10.000, penutupan usaha, kerusakan lingkungan
yang eksternal serius jangka panjang. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko 5 (moderate) yang artinya memerlukan

perbaikan dalam waktu maksimum 1 bulan. Untuk bahaya luka


bakar ringan, kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 3 yaitu
aspek muncul sekali dalam sebulan dengan keparahan pada
tingkat 1 yaitu hanya cidera ringan/hanya memerlukan P3K,
kerugian harta benda kurang dari U$ 10, untuk bahaya aliran
pendek listrik kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2 yaitu
aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada
tingkat 1 yaitu hanya cidera ringan/hanya memerlukan P3K,
kerugian harta benda kurang dari U$ 10. Sehingga pada bahaya ini
berada pada tingkat risiko berturut turut 3, 2 (low). yang artinya
harus dilakukan perbaikan dengan skala prioritas rendah.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis Total Coli kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up

untuk

mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau


perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pengendalian lingkungan


kerja dengan memasangan exhaust fan sehingga udara dapat
ditukarkan secara teratur. Pada penggunaan peralatan, harus
dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait bahaya
alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini penting
karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat meminimalisir
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat. Demikian pula pada
bahan, penggunaan bahan kimia harus terlebih dahulu mengetahui
bahaya bahan melalui lembar data keselamatan bahan(LDKB)

atau Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan, sehingga potensi


bahaya yang timbul dapat diminimalisir. Penggunaan alat
pelindung

diri

(APD)

merupakan

upaya

terahir

dalam

melaksanakan proses analisa Total Coli, hal ini dikaranakan APD


adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya insiden
kecelakaan.
J. Identifikasi bahaya, Penilaian risiko dan Pengendalian bahaya
pada analisis Plankton
Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian bahaya
yang dilaksanakan selama On The Job Training (OJT) di PT
Envilab Indonesia pada analisis Plankton.
Prosedur analisis:
1. Tempatkan benda uji sebanyak 1 mL ke dalam sel hitung
Sedwick-Rafter atau pada kaca obyek.
2. Tempatkan sel hitung Sedwick-Rafter atau pada kaca
obyekyang berisi benda uji pada meja mikroskop.
Pada

uraian

proses

analisis

Plankton

diatas,

bahaya

keselamatan kerja yaitu pada saat pengujian plankton dengan


menggunakan mikroskop binokuler berupa bahaya luka tangan
atau luka pada bagian tubuh yang lain akibat tergores atau
kejatuhan

pecahan

kaca

preparat

dan

bahaya

gengguan

penglihatan akibat nyala lampu dari mikroskop yang terlalu


terang.
Penilaian risiko pada proses pengujian plankton, dengan
penyebab bahaya tergores atau kejatuhan pecahan kaca preparat,
penulis menilai kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat 2
yaitu aspek muncul sekali dalam setahun dengan keparahan pada
tingkat 2 yaitu tanpa gangguan fungsi atau kerusakan harta benda
U$ 10 s/d 500. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 4 (low) yang artinya harus dilakukan perbaikan dengan
skala prioritas rendah. Sedangkan dengan penyebab bahaya nyala

lampu dari mikroskop yang terang, penulis menilai kemungkinan


terjadinya bahaya pada tingkat 5 yaitu aspek muncul sekali dalam
sehari dengan keparahan kemungkinan terjadinya bahaya pada
tingkat 5 yaitu aspek muncul sekali dalam sehari dengan
keparahan pada tingkat 1 yaitu Ada cidera ringan/hanya
memerlukan P3K. Sehingga pada bahaya ini berada pada tingkat
risiko 5 (moderate) yang artinya memerlukan perbaikan dalam
waktu maksimum 1 bulan.
Upaya pengendalian bahaya agar pekerja selalu terlindungi
diantaranya pelatihan analisis Plankton kepada pekerja yang
bersangkutan, dengan adanya pelatihan ini maka pekerja akan
lebih kompeten dalam melakukan proses analisa. Pekerja juga
diharapkan untuk melaksanakan

Medical chek up

untuk

mengetahui kondisi kesehatan pekerja dan dapat terus dipantau


perkembangan kondisi kesehatan pekerja. Penggunaan Instruksi
kerja atau prosedur kerja yang jelas merupakan salah satu upaya
pengendalian, dengan kejelasan instruksi kerja maka potensi
bahaya dapat dicegah atau diminimalisir. Selalu memiliki sifat hati
hati dalam bekerja dan waspada terhadap potensi bahaya
merupakan

upaya

yang

harus

diterapkan

pekerja

agar

terselamatkan dari bahaya yang ada. Pada penggunaan peralatan,


harus dilengkapi dengan daftar riwayat alat, safety sign terkait
bahaya alat dan selalu dilakukan pengecekan berkala, hal ini
penting karena dapat menegtahui peforma alat dan dapat
meminimalisir potensi bahaya yang ditimbulkan oleh alat.
Penggunaan alat pelindung diri (APD) merupakan upaya terahir
dalam melaksanakan proses analisa Plankton, hal ini dikaranakan
APD adalah perlindungan terahir pekerja sebelum terjadinya
insiden kecelakaan.
4.2

Pembahasan

4.2.1 Identifikasi Bahaya Proses Analisis di Laboratorium PT Envilab


Indonesia dengan Metode Job Safety Analysis (JSA)
Identifikasi bahaya dimulai dengan melakukan identifikasi semua
sumber bahaya pada area yang berpotensi bahaya. Ada beberapa
metode identifikasi bahaya efektif yang dapat digunakan dalam
melakukan identifikasi bahaya. Beberapa contoh metode identifikasi
bahaya, sebagai berikut :
1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
3. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
4. Fault Tree Analysis (FTA)
5. Job Safety Analysis (JSA)
Laporan On The Job Training (OJT) ini digunakan metode Job
Safety Analysis (JSA) dalam Identifikasi bahaya proses analisis di
Laboratorium PT Envilab Indonesia. Metode Job Safety Analysis
(JSA) menurut Diberardinis (1999) dalam Farhan Ferdiansyah (2011)
memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Metode Job Safety Analysis (JSA) sangat mudah dipahami dan
dapat dengan cepat disesuaikan dengan tenaga ahli.
2. Dapat digunakan sebagai pengenalan prosedur kerja.
3. Dapat digunakan sebagai pelatihan atau training karyawan baru.
4. Dapat juga digunakan sebagai bahan audit.
Dengan beberapa kelebihan tersebut, sehingga pada laporan On
The Job Training (OJT) ini digunakan metode Job Safety Analysis
(JSA) dalam identifikasi bahaya proses analisis di Laboratorium PT
Envilab Indonesia.
Job Safety Analysis (JSA) disusun melalui 4 langkah sebagai berikut :
1. Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisa.
Menentukan jenis pekerjaan yang akan diidentifikasi di
Laboratorium PT Envilab Indonesia didasarkan pada pekerjaan
yang mencakup seluruh peralatan yang ada, mempunyai
historis/catatan

kecelakaan,

mempunyai

kemungkinan

menimbulkan kecacatan, dan pekerjaan baru yang timbul dari


proses pekerjaan serta penilaian risiko .
2. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa langkah atau kegiatan.
Pekerjaan yang dianalisa diuraikan menjadi langkah-langkah
dasar yang terdiri dari beberapa tahap sesuai dengan aktivitas
pekerjaan tersebut. Dimana di dalam menguraikan tahap-tahap
pekerjaan ini dilakukan dengan ringkas dan jelas. Penguraian
tahap-tahap ini tidak terlalu detail, mudah diingat dan mudah
dikenali. Yang harus diperhatikan dalam langkah kerja ini adalah
bahwa langkah kerja harus dievaluasi dengan langkah itu sendiri
yang bertujuan untuk mencegah kerugian dari cidera.
3. Melakukan identifikasi terhadap bahaya dan kecelakaan yang
potensial.
Di

dalam

melakukan

identifikasi

bahaya

ini

telah

memperhatikan aspek yang sangat berhubungan dengan pekerjaan


dan lingkungan kerja yaitu : tenaga kerja, peralatan, material,
cara kerja dan lingkungan. Dimana masing-masing dari aspek
tersebut adalah merupakan sumber bahaya yang berada di
lingkungan pekerjaan yang memungkinkan dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja. Di dalam masing-masing sumberbahaya tersebut
telah dilakukan upaya pengendalian yang menyeluruh. Didalam
penguraian langkah-langkah kerja suatu pekerjaan selalu diamati
apakah tindakan yang dilakukaan tenaga kerja membahayakan
sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan, apakah mesin-mesin
yang digunakan

mempunyai potensi bahaya yang dapat

menyebabkan kecelakaan atau kerugian-kerugian yang lain,


apakah meterial mengandung bahan-bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan suatu kejadian yang tidak diinginkan. Lingkungan
juga diperhatikan apakah faktor kimia dan faktor fisika di
lingkungan tersebut menimbulkan potensi bahaya penyebab
kecelakaan kerja yang akan menimbulkan kerugian.

4. Mengembangkan prosedur kerja yang aman untuk menghilangkan


bahaya dan mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Pengendalian

bahaya

yang

dilakukan

dengan

cara

menyesuaikan antara kegiatan proses produksi dengan kesesuaian


pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat meminimalisasi
terjadinya kecelakaan yang terjadi di lingkungan pekerjaan. Cara
yang paling aman untuk mengendalikan bahaya dilakukan adalah
dengan melibatkan tenaga kerja yang berhubungan dengan kegiatan
pekerjaan yang mereka kerjakan.
Program identifikasi bahaya dengan metode Job Safety Analysis
(JSA) belum dilaksanakan di PT Envilab Indonesia. Sehingga pada
kegiatan On The Job Training (OJT) ini, kami mencoba menyusun
Job Safety Analysis (JSA) pada beberapa proses analisis contoh uji di
PT Envilab Indonesia.
4.2.2

Penilaian Risiko terhadap Proses Analisis di Laboratorium PT Envilab


Indonesia
Tahapan setelah dilakukan identifikasi bahaya adalah melakukan
penilaian risiko terhadap faktor kemungkinan dan faktor keparahan
pada proses analisis di Laboratorium PT Envilab Indonesia dengan
menggunakan metode kualitatif. Faktor kemungkinan (probability)
mewakili nilai peluang terjadinya bahaya sesuai Tabel 3.1 Analisis
Risiko Kualitaif Faktor Kemungkinan (Probability), sedangkan
keparahan (severity) menunjukkan nilai keparahan suatu kecelakaan
berdasarkan Tabel 3.2 Analisis Risiko Kualitatif Faktor Keparahan
(Severity). Setelah memperhitungkan nilai kemungkinan (probability)
dan keparahan (severity) maka akan ditemukan nilai risiko dari suatu
bahaya berdsarkan Tabel 3.3 Kategori risiko, nilai risiko, kode risiko
dan tindakan pengendalian. Dalam metode kualitatif, nilai risiko
didapatkan dari perkalian antara nilai kemungkinan dan nilai

keparahan. Kemudian nilai risiko dimasukkan dalam kategori risiko


agar mudah dalam melakukan prioritas pengendalian risiko.
4.2.3

Pengendalian Risiko Proses Analisis di Laboratorium PT Envilab


Indonesia
Langkah akhir dalam penyusunan Job Safety Analysis (JSA)
adalah upaya untuk mengembangkan solusi dari potensi bahaya yang
telah ditemukan pengendalian bahaya. Langkah ini disertai dengan
pengembangan tindakan perbaikan guna pencegahan sedini mungkin
terjadinya suatu kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan suatu
kecelakaan yang besar. Teknik pengendalian yang dilakukan
meliputi tindakan perbaikan yang ditujukan kepada tenaga kerja,
mesin dan peralatan yang digunakan, material dan lingkungan kerja.
Dalam hirarki pengendalian risiko, tindakan pengendalian yang
pertama kali dilakukan adalah dengan eliminasi atau subtitusi yaitu
dengan mengganti atau menghilangkan sumber bahaya berisiko tinggi
ke bahaya yang berisiko rendah. Contoh pengendalian eliminasi yang
dapat

diterapkan

di

PT

Envilab

Indonesia

adalah

dengan

menghilangkan proses penguapan pelarut n-Hexane dengan metode


destilasi dan mengganti (substitusi) dengan penguapan pelarut dengan
penangas air . Jika metode eliminasi atau subtitusi ini belum berhasil
dilakukan pengendalian rekayasa yaitu dengan melakukan perubahan
struktural terhadap lingkungan kerja atau proses kerja sebagai contoh
ketersediaan bahan scrubber pada lemari asam sehingga gas atau uap
yang keluar dari cerobong lemari asam telah dinetralkan. Sedangkan
pengendalian administratif yang dapat dilakukan yaitu dengan
kejelasan instruksi kerja yang berpanduan pada prosedur kerja yang
telah berstandar (SNI dan EI). Untuk perekomendasian alat pelindung
diri merupakan pilihan terakhir sebagai alternatif perlindungan
terhadap sumber bahaya yang ada di dalam upaya melindungi tenaga
kerja dari paparan bahaya.

4.3

Job Safety Analysis (JSA) yang dihasilkan


Job Safety Analysis (JSA) yang dihasilkan selama melaksanakan On
The Job Training (OJT) di ruang analisis Laboratorium PT Envilab Indonesia,
Jalan Tridharma 03 Ruko KIG Blok A-28 dan B-20, Gresik. Tabel Job Safety
Analysis (JSA) tercantum pada Tabel 4.1. Pada tabel Job Safety Analysis
(JSA) terdiri dari kolom pekerjaan, rincian pekerjaan, sumber daya yang
terlibat, bahaya, penyebab, penilaian risiko, tingkat risiko, dan pengendalian.
Pada kolom penilaian risiko terdirir darai kolom probability dan
severity, sementara kolom tingkat risiko merupakan hasil perkalian antara
probability dan severity . Sedangkan pada kolom pengendalian diharapkan
menjadi solusi atau tindakan yang seharusnya
meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.

dilakukan

untuk

Tabel 4.1 Job Safety Analysis (JSA) di Ruang Analisis


Lokasi

Tanggal

Lembar No

Leader

Diperiksa Oleh

Tanda Tangan

Anggota

Disetujui Oleh

Tanda Tangan

Pekerjaan
1
1. Analisis
minyak
dan
lemak

Rincian pekerjaan

Sumber daya yang


terlibat

2
3
Penimbangan bahan Sodium Sulfat
kimia
( Na2SO4 )
Neraca anaitik
Pekerja

Proses ekstraksi

Pelarut n-Hexane
Pekerja
Lemari asam

Bahaya
4
Iritasi jika kontak
dengan kulit,
mata dan
pernafasan

Mudah terbakar
Beracun
Gangguan sistem
saraf
Iritasi saluran
pernapasan atas
dan mata
Meledak

Penyebab
5
Tumpahan
bahan kimia

Penilaian
risiko
P

6
4

7
2

Percikan nhexane yang


tersembur saat
proses
ekstraksi

Tekanan yang
tinggi pada
corong pisah

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

8
9
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD
5(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
Pengerjaan
8(M)
dilakukan di
lemari asam
APD

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2
Destilasi pelarut

Sumber daya yang


terlibat
3
Penangas air
(waterbath)
Lemari asam
Pekerja

Pengovenan hasil uji Pekerja


Pemanas ( Oven )

2. Analisis
Total

Bahaya

Penyebab

Penilaian
risiko
P

4
Luka bakar
ringan

5
Tersentuh
permukaan
penangas air
( waterbath )

6
3

7
2

Aliran pendek
listrik

Kabel
terkelupas

Luka bakar ringan

Tersentuh
permukaan
dalam oven

Tergores atau
kejatuhan
pecahan
desikator
Tangan pekerja
atau tombol

Penstabilan suhu
hasil uji

Pekerja
Desikator

Luka
tangan/bagian
tubuh yang lain

Proses filtrasi
dengan pompa

Pekerja
Pompa penghisap

Tersengat listrik

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

8
9
6(M) Pelatihan
Safety sign
Pemasangan
exhaust fan
Kejelasan instruksi
kerja
APD
2(L) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Pengecekan berkala
APD
6(M) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Kejelasan Intruksi
kerja
APD
4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
APD
8(M) Pelatihan
Safety sign

Pekerjaan
1
Dissolv
ed Solid
( TDS )

Rincian pekerjaan

Sumber daya yang


terlibat

Bahaya

2
penghisap

Pengeringan cawan Pekerja


porselen
Oven

Luka bakar
ringan

Penguapan hasil uji Pekerja


Penangas air
(waterbath)
Lemari asam

Luka bakar ringan

Aliran pendek
listrik

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

5
power yang
basah ketika
menyalakan
pompa
penghisap
Tersentuh
permukaan
dalam oven

Tersentuh
permukaan
penangas air
( waterbath ),
Letupan hasil
uji yang
mengenai
tangan atau
bagian tubuh
yang lain
Kabel
terkelupas

Penyebab

Pengendalian
9
terkait bahaya
Pengecekan berkala
APD

6(M) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Kejelasan instruksi
kerja
APD
6(M) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Kejelasan instruksi
kerja
Pemasangan
exhaust fan
APD

2(L) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Penstabilan suhu
hasil uji

3. Analisis
udara
NOx
emisi

Pembuatan larutan
uji

Sumber daya yang


terlibat

Bahaya

Pekerja
Desikator

Luka
tangan/bagian
tubuh yang lain

Pekerja
H2SO4
Lemari asam

Iritasi, Korosif
dan flamable

Pekerja
H2O2 30%
Lemari asam

Iritasi, Harmful,
korosif

Pekerja
KOH
Neraca analitik
Pekerja
NaOH
Neraca analitik

Gesekan dapat
menimbulkan
kebakaran/
ledakan
Iritasi, korosif

Iritasi, korosif

Penyebab
5

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

4(L)

Tergores atau
kejatuhan
pecahan
desikator
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

8(M)

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Gesekan atau
kontak dengan
bahan kimia
lain
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

8(M)

9(H)

8(M)

8(M)

9
Pengecekan berkala
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat
3
Pekerja
H2SO4 fumming
Lemari asam

Pekerja
Fenol
Penagas air
(waterbath)
Neraca analitik
Lemari asam
Penambahan
larutan/reagen

Bahaya

Penyebab

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

4
Iritasi kulit, mata
dan saluran
pernafasan,
korosif,
karsinogenik
Gangguan syaraf,
iritatif dan korosif

5
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Terhirup asap
atau uap bahan
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

6
4

7
2

8
8(M)

9(H)

9(H)

Luka bakar ringan

Tersentuh
permukaan
penangas air
( waterbath )
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada

6(M)

8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
8(M)
bahaya
Medical check-up
APD

Pekerja
Larutan penjerap

Iritasi, Korosif,
flamable, dan
Harmful

Pekerja
Larutan KOH 5,6 %

Iritasi, korosif

Pekerja
Larutan Phenol
Disulphonic Acid

Korosif,
mutagenic

9(H)

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Penguapan contoh
uji

Sumber daya yang


terlibat
3
(PDS)
Lemari asam
Pekerja
Larutan NaOH 25
%
Pekerja
Waterbath
Lemari asam

Pegukuran
Pekerja
absorbansi hasil uji Spektrofotometri
Kuvet

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

5
saat pemipetan

8(M)

6(M)

Aliran pendek
listrik

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tersentuh
permukaan
penangas air
( waterbath ),
Letupan hasil
uji yang
mengenai
tangan atau
bagian tubuh
yang lain
Kabel
terkelupas

Luka tangan atau


bagian tubuh yang
lain

Tergores atau
kejatuhan
pecahan kuvet

Bahaya
4

Iritasi, korosif

Luka bakar ringan

Penyebab

Pengendalian
9

Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Kejelasan instruksi
kerja
Pemasangan
exhaust fan
APD
2(L) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Pengecekan berkala
APD
4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja

Pekerjaan
1

16. Analisis
Fenol

Rincian pekerjaan
2

Proses Destilasi

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pengujian

Konsleting
elektromanl
e
Konsleting
kipas
pendingin
Konsleting
pompa
pendingin.
Luka bakar ringan Tersentuh
Labu destilasi
pada saat
proses destilasi

Bahaya

Iritasi jika kontak


dengan kulit,
mata dan
pernafasan

Pekerja
Elektromantel
Labu destilasi
Kondensor
H3PO4 (1+9)
Ind. MO

Penilaian
risiko

Tingkat
risiko
(P x S)

Sumber daya yang


terlibat

Arus Pendek
Tersetrum

Penyebab

Pengendalian

9
Hati hati dalam
bakerja
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD
4(L) Safety sign terkait
bahaya
Daftar Riwayat
Peralatan
Pengecekan berkala
APD

6(M) Safety sign terkait


bahaya
APD

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat
3

Bahaya

Penyebab

5
Suhu dan
tekanan labu
destilasi
yang tinggi
Suhu
Kondensor
yang tinggi
Iritasi jika kontak Tumpahan atau
dengan kulit,
Percikan bahan
mata dan
kimia
pernafasan

6
2

7
3

Korosif,
Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata
Luka bakar

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia

Terhirup asap
atau uap bahan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia

Meledak

Pembuatan larutan
Uji

Pekerja
NH4OH
Lemari asam

Pekerja
K2HPO4
Neraca analitik

Penilaian
risiko

Iritasi kulit, mata


dan saluran
pernafasan

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

8
9
6(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Pemantauan Suhu
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
9(H)
bahaya

Medical
check-up
8(M)
APD

Pekerjaan
1

Sumber daya yang


terlibat

Rincian pekerjaan
2

Penambahan
larutan/ reagen

3
Pekerja
KH2PO4
Neraca analitik
Pekerja
4-Amino Antipirin
Neraca analitik
Pekerja
K3Fe(CN)6
Neraca analitik
Pekerja
H3PO4
Lemari asam
Pekerja
Ind. MO
Neraca analitik
Pekerja
NH4OH 5N
Lemari asam

Pekerja
Buffer Phospat

Bahaya
4
Iritasi kulit, mata
dan saluran
pernafasan
Beracun, Iritasi
kulit, mata dan
saluran pernafasan
Beracun, Iritasi
kulit, mata dan
saluran pernafasan
Iritasi kulit, mata
dan saluran
pernafasan
Merupakan
pewarna kimia
tekstil
Iritasi jika kontak
dengan kulit,
mata dan
pernafasan
Iritasi kulit, mata
dan saluran
pernafasan

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

5
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Apabila
termakan

6
4

7
2

8
8(M)

8(M)

8(M)

8(M)

2(L)

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan

8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
8(M)
bahaya
Medical check-up
APD

Penyebab

Pengendalian
9

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat

17. Analisis
Logam
Cu

Destruksi Sample

Tingkat
risiko
(P x S)

6
4

7
2

8
8(M)

8(M)

Luka tangan atau


bagian tubuh yang
lain

5
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tergores atau
kejatuhan
pecahan kuvet

Iritasi jika kontak


dengan kulit,
mata dan
pernafasan

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pengujian

Luka bakar ringan

Tersentuh Hot
plate pada saat
proses

4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Hati hati dalam
bakerja
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD
6(M) Safety sign terkait
bahaya
APD

Bahaya

3
Pekerja
4 - Amino Antipirin

4
Beracun, Iritasi
kulit, mata dan
saluran pernafasan

Pekerja
K3Fe(CN)6

Beracun, Iritasi
kulit, mata dan
saluran pernafasan

Pegukuran
Pekerja
absorbansi hasil uji Spektrofotometri
Kuvet

Hot plate
HNO3
Lemari asam

Penilaian
risiko

Penyebab

Pengendalian
9

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Pengujian Sample

5
destruksi

Korosif, oksidator
kuat

Gas atau Uap


yang terhirup,
panas, gesekan
atau kontak
dengan bahan
kimia lainnya.

Luka bakar ringan

Tersentuh
flame AAS
pada saat
flame bekerja
Terhirup gas
asetilen

Kebocoran gas
asetilen atau
pecahnya
tabung asetilen

Bahaya

Spektrofotometri
AAS
Lampu Katoda Cu
Standart Cu

Penilaian
risiko

Tingkat
risiko
(P x S)

Sumber daya yang


terlibat

Sesak nafas dan


asfiksial

Meledak dan
kebakaran

Penyebab

Pengendalian
9

15(H) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
Pemasangan
Exhaust fan
APD
4(L) Safety sign terkait
bahaya
APD
8(M) Safety sign terkait
bahaya
Exhaust Fan
APD
5(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat

Bahaya

Luka tangan atau


bagian tubuh yang
lain

Gangguan
Penglihatan

Penyebab
5

Tergores atau
kejatuhan
pecahan lampu
katoda Cu

Nyala api dari


flame yang
terang

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

3(L)

6(M)

18. Analisis
NH3
Udara
Ambien

Pembuatan Larutan Pekerja


Uji
H2SO4
Lemari asam

Pekerja
NaOH
Neraca analitik
Pekerja

Iritasi, Korosif
dan flamable

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

8(M)

Iritasi saluran
nafas atas, mata
dan kulit
Gangguan syaraf,
iritatif dan korosif

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan

8(M)

9(H)

9
Exhaust Fan
Pengecekan berkala
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Hati hati dalam
bakerja
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat
3
Fenol
Penagas air
(waterbath)
Neraca analitik
Lemari asam
NaOCl

4
Luka bakar ringan

Pekerja
Larutan penjerap

Korosif,
berbahaya bagi
lingkungan
Iritasi saluran
nafas atas, mata
dan kulit
Iritasi saluran
nafas atas, mata
dan kulit
Flamable, Iritasi
saluran nafas atas,
mata dan kulit
Iritasi, Korosif
dan flamable

Pekerja
Larutan kerja
Hipoklorit

Korosif, Iritasi
saluran nafas atas,
mata dan kulit

Pekerja
Natrium Nitropusid
Na2PO4.12H2O

Methanol

Penambahan
larutan/reagn

Bahaya

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

5
bahan Kimia

Tersentuh
permukaan
penangas air
( waterbath )
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada

6(M)

8(M)

8(M)

8(M)

8(M)

4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
8(M) Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up

Penyebab

Pengendalian
9

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

5
saat pemipetan

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan

8(M)

8(M)

Luka tangan atau


bagian tubuh yang
lain

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan
Tergores atau
kejatuhan
pecahan kuvet

Iritasi jika kontak


dengan kulit,
mata dan
pernafasan

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pengujian

4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Hati hati dalam
bakerja
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD

Bahaya

4
Gangguan syaraf,
Iritasi saluran
pernafasan , mata
kulit,
Korosi, flamable
Iritasi saluran
pernafasan , mata
kulit

Pekerja
Larutan kerja fenol

Pekerja
Larutan Penyangga

Pegukuran
Pekerja
absorbansi hasil uji Spektrofotometri
Kuvet

Penilaian
risiko

Tingkat
risiko
(P x S)

Sumber daya yang


terlibat

Penyebab

Pengendalian
9

APD

Pekerjaan
1
19. Analisis
NO3
Air

Sumber daya yang


terlibat

Rincian pekerjaan
2
Pembuatan larutan
uji

Bahaya

Penyebab

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

3
Pekerja
NH4Cl
Neraca analitik

4
Iritasi kulit, mata
dan saluran
pernafasan

5
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia

6
4

7
2

Pekerja
Na2EDTA
Neraca analitik
Pekerja
NH4OH
Lemari asam

8(M)

9(H)

Pekerja
H3PO4
Lemari asam
Pekerja
Sulfanilamida
Neraca analitik

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Terhirup asap
atau uap bahan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia

Iritasi kulit, mata


dan saluran
pernafasan
Korosif,
Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata
Luka bakar
Iritasi kulit, mata
dan saluran
pernafasan
Korosif,
Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata
Iritasi kulit, mata
dan saluran

8(M)

8(M)

Tumpahan atau
Percikan bahan

8(M)

Pekerja
NED-dihidroklorida

Pengendalian

8
9
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
8(M) Pemasangan
exhaust fan
APD

Pekerjaan
1

Sumber daya yang


terlibat

Rincian pekerjaan
2

Bahaya

3
Neraca analitik

4
pernafasan

Pekerja
HCl
Lemari asam

Sangat Korosif,
toksik, iritatif

Proses Reduksi

Sample

menggunakan kolom
reduksi

Pekerja
CuSO4
Neraca analitik
Pekerja
Kolom reduksi
NH4Cl-EDTA
Butiran Cd-Cu
Sample

Penambahan Larutan Pekerja


Larutan Pewarna

Iritatif, Mutagenik
sel somatik
mamalia
Iritasi jika kontak
dengan kulit,
mata dan
pernafasan
Beracun dan
karsinogenik
Iritasi saluran
pernafasan atas
dan mata, Kulit

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Terhirup asap
atau uap bahan
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia
Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat proses
reduksi

8(M)

9(H)

8(M)

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pemipetan

8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD

Penyebab

Pengendalian
9

kimia

Pekerjaan
1

29. Analisis
COD

Sumber daya yang


terlibat

Rincian pekerjaan

2
3
Pegukuran
Pekerja
absorbansi hasil uji Spektrofotometri
Kuvet

Pembuatan larutan
uji

Pekerja
Kristal Ag2SO4
Neraca analitik

Pekerja
H2SO4
Lemari asam
Pekerja
K2Cr2O7
Neraca analitik

Bahaya

Penyebab

Penilaian
risiko
P

4
Luka tangan atau
bagian tubuh yang
lain

5
Tergores atau
kejatuhan
pecahan kuvet

6
2

7
2

Iritasi jika kontak


dengan kulit,
mata dan
pernafasan

Tumpahan atau
Percikan bahan
kimia pada
saat pengujian

Iritasi mata, kulit,


hidung, membrane
mukosa dan
sistem pernafasan
Iritasi, Korosif
dan flamable

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

Karsinogenik,
korosif

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

8
9
4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Hati hati dalam
bakerja
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
APD
8(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
8(M)
bahaya
Medical check-up
APD
8(M)

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat
3
Pekerja
1,10-Phenanthrolin
monohidrat
Neraca analitik
Pekerja
FeSO4.7H2O
Neraca analitik
Pekerja
Ferro Amonium
Sulfat (FAS)
Neraca analitik
Pekerja
Asam Sulfamat
Neraca analitik

Pekerja
Kalium Hidrogen
Ftalat (KHP)
Penambahan
Pekerja
larutan/reagen/bahan Serbuk Mercury
kimia padatan
sulfat, HgSO4

Bahaya

Penyebab

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

4
Beracun, Iritasi,
Bahaya bagi
lingkungan

5
Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

6
4

7
2

8
8(M)

Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata,
mutagenik untuk
jenis bakteri
Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

8(M)

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

8(M)

Iritasi kulit dan


mata, Korosif,
bahaya bagi
organisme air
Iritasi mata, kulit,
dan saluran
pernafasan
Sangat beracun,
iritasi, bahaya
bagi lingkungan

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia

8(M)

Tumpahan
atau percikan
bahan Kimia
Tumpahan
atau Percikan
bahan kimia

8(M)

9(H) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat
3
Pekerja
Larutan baku
Kalium dikromat,
K2Cr2O7 0,01667
M
Pekerja
Pereaksi Asam
Sulfat
Lemari asam
Pekerja
Indikator ferroin

Pekerja
Asam Sulfamat
Pemanasan sampel Pekerja
uji dengan refluks Reaktor COD
tertutup
Tabung reaksi

Bahaya
4
Karsinogenik,
berbahaya
(korosif) jika kena
kulit
Iritasi mata, kulit,
hidung, membrane
mukosa dan
sistem pernafasan
Korosif, flamable
Iritasi mata, kulit,
dan saluran
pernafasan

Iritasi mata, kulit,


korosif, bahaya
untuk organisme
Luka bakar
ringan

Penyebab
5
Tumpahan
atau Percikan
bahan kimia
pada saat
pemipetan
Tumpahan
atau Percikan
bahan kimia
pada saat
pemipetan
Tumpahan
atau Percikan
bahan kimia
pada saat
pemipetan
Tumpahan
atau Percikan
bahan kimia
Tersentuh
tabung reaksi
atau bagian
pemanas
reactor COD
saat

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

6
4

7
2

8
8(M)

8(M)

8(M)

8(M)

6(M) Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Kejelasan instruksi
kerja
APD

Pengendalian
9
bahaya
Medical check-up
APD

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

5
pengambilan
atau peletakan
tabung reaksi
Tergores atau
kejatuhan
pecahan
tabung reaksi

Meledak

Tekanan gas di
dalam tabung
reaksi yang
tinggi

Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata

Tumpahan atau
percikan saat
memasukkan
larutan
penitran ke
dalam buret

Bahaya

Luka tangan atau


luka bagian tubuh
yang lain

Memasukkan
Pekerja
Larutan penitran ke Buret
dalam buret
Larutan ferroin
ammonium sulfat
( FAS ) 0,1 N

Penilaian
risiko

Tingkat
risiko
(P x S)

Sumber daya yang


terlibat

Penyebab

Pengendalian
9

4(L) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Hati hati dalam
bakerja
APD
2(L) Pelatihan
Safety sign terkait
bahaya
Tutup tabung
sesekali dibuka
APD
6(M) Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Menggunakan
corong gelas saat
penambahan

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Proses titrasi

42. Analisis
Total
Coli

Sumber daya yang


terlibat

Bahaya

Pekerja
Peralatan titrasi
Larutan Penitran
Larutan Titran

Persiapan sterilisasi Pekerja


Botol sampel
Ethanol

Iritasi saluran
pernafasan, kulit
dan mata

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Tumpahan atau
percikan saat
proses titrasi

Penyebab

Pengendalian

6(M)

Iritasi saluran
pernafasan atas

Terjadi
inhalasi saat
proses
persiapan
sterilisasi

8(M)

Proses sterilisasi

Pekerja
Autoclave

Meledak

Tekanan dan
suhu autoclave
yang tinggi

5(M)

9
penitran
Medical check-up
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
Pelatihan
Pekerjaan dilakukan
di lemari asam
Safety sign terkait
bahaya
Medical check-up
Pemasangan
exhaust fan
APD(Respirator)
Pelatihan
Safety sign terkait
bahaya
Pemantauan Suhu
dan tekanan
autoclave
Pemantauan volume

Pekerjaan
1

Rincian pekerjaan
2

Sumber daya yang


terlibat

Bahaya

Luka bakar
ringan

Aliran pendek
listrik

43. Analis
a
Plankt
on

Pengujian Palnkton Pekerja


Mikroskop
binokuler
Pipet tetes

Luka tangan atau


luka bagian tubuh
yang lain

Gangguan
Penglihatan

Penyebab
5

Tersentuh
bagian dalam
atau luar
autoclave

Kabel
terkelupas

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian

3(L)

Tergores atau
kejatuhan
pecahan kaca
preparat

Nyala lampu
dari mikroskop
yang terang

2(L)

4(L)

5(M)

9
air pemanas pada
level normal
APD
Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Kejelasan instruksi
kerja
APD
Pelatihan
Safety sign
terkait bahaya
Pengecekan berkala
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Hati hati dalam
bakerja
APD
Pelatihan
Kejelasan Intruksi
kerja
Safety sign terkait

Pekerjaan

Rincian pekerjaan

Keterangan:

Sumber daya yang


terlibat

Bahaya

N (Negligible) = Sangat Mudah


L (Low)

= Rendah

M (Moderate) = Sedang
H (High)

= Tinggi

E (Extreme)

= Sangat Tinggi

Penyebab
5

Penilaian
risiko
P

Tingkat
risiko
(P x S)

Pengendalian
9
bahaya
Medical check-up
APD

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Bedasarkan

hasil

identifikasi

bahaya,

penilaian

risiko

dan

pengendalian risiko pada kegiatan On The Job Training (OJT) di


Laboratorium PT Envilab Indonesia dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Secara umum potensi bahaya pada kegiatan analisis di Laboratorium
PT Envilab Indonesia yang paling banyak yaitu bahaya kimia akibat
penggunaan dari bahan kimia yang digunakan pada proses analisis.
2. Program identifikasi bahaya di PT Envilab Indonesia belum
dilaksanakan di tiap departemen.
3. Tingkat risiko pada analisis di Laboratorium PT. Envilab Indonesia
yang didapatkan yaitu risiko dengan tingkat risiko Low (rendah)
sebanyak 19 risiko, Moderate (sedang) sebanayak 77 risiko, dan High
(tinggi) sebanyak 10 risiko.
4. Risiko dengan tingkat risiko High terdapat pada analisis NOx emisi,
analisis Fenol, analisis logam Cu, analisis NH3 udara ambient, analisis
NO3 air, dan analisis COD.
5. Risiko tertinggi dengan nilai risiko 15 (High) terdapat pada proses
destruksi contoh uji analisis logam Cu.
5.2

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis sampaikan, maka penulis
dapat menyampaikan saran sebagai berikut :
1. Budayakan cara kerja yang aman dalam setiap aktivitas pekerjaan.
2. Perlu dibuat Job Safety Analysis (JSA) di PT. Envilab Indonesia
untuk semua jenis aktivitas pekerjaan.
3. Perlu adanya tindak lanjut dari penerapan Job Safety Analysis (JSA),
sebagai metode analisa yang efektif untuk mengetahui dan
mengendalikan sumber-sumber bahaya dari tiap aktifitas pekerjaan.
4. Perlu adanya sosialisasi Job Safety Analysis (JSA) kepada setiap
karyawan yang terlibat.

Untuk mengontrol sistem Job Safety Analysis (JSA), PT. Envilab


Indonesia, seharusnya melakukan audit SMK3 yang salah satu auditnya
adalah audit Job Safety Analysis (JSA). Karena dengan dilaksanakan audit
untuk Job Safety Analysis (JSA), dapat dilihat hal-hal apa yang perlu direvisi
dan dapat segera dilakukan tindakan perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA

3M Microbiology. 2003. Petrifilm E.coli/Coliform Count Plate . St. Paul, MN 551441000 USA
Fauzan, Dzulfiqar Aziz. 2011. PENERAPAN RISK MANAGEMENT DENGAN
METODE JOB SAFETY ANALYSIS (JSA) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN
KECELAKAAN KERJA DI AREA COAL CRUSHING PLANT(CCP) PT.
MARUNDA GRAHA MINERAL LAUNG TUHUP SITE KALIMANTAN
TENGAH. Laporan Khusus. Surakarta.
Ferdiansyah, Farhan. 2011. IDENTIFIKASI BAHAYA KESELAMATAN KERJA DAN
UPAYA PENGENDALIAN YANG DILAKUKAN DENGAN METODE JOB
SAFETY ANALYSIS (JSA) PADA GEDUNG DEPARTEMEN PRODUCTION
LOGISTIC (PLG) PT. X. Laporan Magang. Jakarta.
Imamkhasani, Soemanto. 1998. LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN Vol. I.
Puslitbang Kimia Terapan LIPI. Jakarta.
Imamkhasani, Soemanto. 1999. LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN Vol. II.
Puslitbang Kimia Terapan LIPI. Jakarta.
Imamkhasani, Soemanto. 2001. LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN Vol. III.
Puslitbang Kimia Terapan LIPI. Jakarta.
Imamkhasani, Soemanto. 2003. LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN Vol. IV.
Puslitbang Kimia Terapan LIPI. Jakarta.
Rijanto, B.Boedi. 2010. PEDOMAN PRAKTIS KESELAMATAN, KESEHATAN
KERJA DAN LINGKUNGAN(K3L). Mitra Wacana Media. Jakarta.
SNI

06-3963. 1995, Cara Uji Pengujian Jenis dan Jumlah Plankton, Jakarta.

SNI 06-6964.7, 2003, Cara Uji Nitrat dengan Reduksi Cadmium secara
Spektrofotometri, Jakarta.
SNI 06-6989.6, 2009, Cara Uji Tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA-nyala), Jakarta.
SNI 06-6989.10, 2004, Cara Uji Minyak dan Lemak (O&G) secara Gravimetri,
Jakarta.
SNI 06-6989.21-2004, Cara Uji Kadar Fenol secara Spektrofotometri, Jakarta.
SNI 06-6989.27, 2005, Cara Uji Padatan Terlaruti Total (TDS) secara Gravimetri,
Jakarta.

SNI 06-6989.73, 2009, Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen
Demand, COD) dengan Refluks tertutup secara Titirimetri, Jakarta.
SNI 19-7119.1, 2005, Cara Uji Kadar Ammonia (NH3) dengan metode Indofenol
menggunakan Spektrofotometer, Jakarta.
SNI 19-7117.5, 2005, Cara Uji Kadar Oksida Nitrogen (NOx) dengan metode Phenol
Disulphonic Acid menggunakan Spektrofotometer, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai