Anda di halaman 1dari 4

1.

A.
B.

VI.

Hasil Pengamatan
Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 N dan standarisasinya

dititrasi
K2Cr2O7 (orange) + HCl pekat (bening)
larutan orange + KI (bening)
larutan
merah bata
larutan hijau + 3 tetes amilum
larutan biru (7,2 ml Na2S2O3)
dititrasi
K2Cr2O7 (orange) + HCl pekat (bening)
larutan orange + KI (bening)
larutan
merah bata
larutan hijau + 3 tetes amilum
larutan biru (6,3 ml Na2S2O3)
dititrasi
K2Cr2O7 (orange) + HCl pekat (bening)
larutan orange + KI (bening)
larutan
merah bata
larutan hijau + 3 tetes amilum
larutan biru (6,4 ml Na2S2O3)
Volume total = = 6,35 ml
N tio =
= = 0,196 N
dititrasi
Penentuan Cu dari CuSO4
dititrasi
Sampel CuSO4(biru muda) + KI (bening)
larutan putih (8 ml)

larutan coklat + 3 tetes amilum

dititrasi
Sampel CuSO4(biru muda) + KI (bening)
larutan coklat + 3 tetes amilum
larutan putih (7,8 ml)
1.
Sampel CuSO4 (biru muda) + KI (bening)
larutan coklat + 3 tetes
amilum
larutan putih (8,2 ml)
Volume total = = 8 ml
1.
VII.
Analisis Data
A.
Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 N dan standarisasinya
Diketahui
: V K2Cr2O7 = 12,5 ml
V total tio
= 6,35 ml
N K2Cr2O7 = 0,1 N
Ditanyakan
: N Na2S2O3 = .
Penyelesaian :
N Na2S2O3
=
= = 0,196 N
1.
Penentuan Cu dari CuSO4
Diketahui
: V sampel CuSO4
= 12,5 ml
V total tio
= 8 ml
BM Cu
= 63,54 mg/mmol
Ditanyakan
: Kadar Cu
= .
Penyelesaian :
Reaksi yang terjadi adalah:
Cu2+ + 2eCu
Dari persamaan reaksi tersebut diperoleh bahwa 1 mol memiliki Ek = 2, sehingga

Kadar Cu
= x BM Cu
= x 63,54 g/mol
= x 63,54 g/mol
= x 63,54 g
= 3,99 mg/ml
1.
VIII. Pembahasan
Standarisasi larutan Na2S2O3, kita menentukan konsentrasi larutan standar sekunder. Larutan
Na2S2O3 perlu distandarisasi karena konsentrasinya mudah berubah dalam penyimpanan. Kestabilan
larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah dan sinar matahari. Selain itu, adanya bakteri
dikhawatirkan akan memakan kandungan belerangnya pada saat penyimpanan yang membuat
larutan ini tidak dapat digunakan lagi. Natrium tiosulfat memiliki sifat flouresen atau melapuk-lekang
yang menyebabkan larutan ini mudah berubah konsentrasinya. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat
pereduksi dengan persamaan reaksi sebagai beikut:
Na2S2O3
2 Na+ + S2O322 S2O32S4O62- + 2eLarutan K2Cr2O7 merupakan larutan standar primer yang digunakan dalam percobaan ini karena
merupakan suatu zat pengoksidasi yang cukup kuat, sangat stabil dan dapat diperoleh dalam derajat
kemurnian yang tinggi dan tidak bersifat higroskopis. Reaksi kalium dikromat berproses sebagai
berikut:
K2Cr2O7
2 K+ + Cr2O722+
Cr2O7 + 14 H + 6e
2 Cr3+ + 7 H2O
Eo = 1,33 V
Zat ini mempunyai keterbatasan dibandingkan KMnO 4, yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan
reaksinya lambat. K2Cr2O7 bersifat stabil dan inert terhadap HCl. Sehingga, dalam praktikum ini
digunakan HCl yang dapat memberikan suasana asam pada larutan yang dapat mengakibatkan
reaksi berlangsung lebihcepat. Larutan yang akan dititrasi berada dalam suasana basa, maka akan
membentuk senyawa hipoyodat.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator
kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titran karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator
yang dapat dipakai untuk iodida. Oleh sebab itu, iodometri merupakan proses titrasi yang sangat baik
untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawa iodida yang digunakan di dalam percobaan ini adalah
KI yang ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I 2. Hal ini ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi merah bata. KI berfungsi sebagai zat pereduksi, yakni
membebaskan iod dari iodida. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:
K2Cr2O7
2 K+ + Cr2O72KI
K+ + IOksidasi
: 2 II2 + 2e(x3)
2+
3+
Reduksi
: Cr2O7 + 14 H + 6e
2 Cr + 7 H2O
(x1)
Redoks
: Cr2O72- + 14 H+ + 6 I2 Cr3+ + I2 + 7 H2O
Sehingga, reaksi lengkapnya adalah:
K2Cr2O7 + 6 KI + 14 HCl
8 KCl + 2 CrCl3 + 3 I2 + 7 H2O
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara
bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari
penumpukan tiosulfat pada area tertentu, karena penumpukan konsentrasi tiosulfat dapat
menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini
dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid.
Penggunaan indikator amilum pada percobaan ini disebabkan oleh kemampuan amilum menekan
dengan mudah iodida pada konsentrasinya < 10-5 M. penambahan amilum sebaiknya dilakukan pada
saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda. Hal

ini disebabkan oleh kompleks amilum I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya, maka banyak I 2 yang
teradsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi. Selain itu, biasanya iodometri
dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Akhir titrasi
ditandai dengan hilangnya warna biru pada saat penetesan indikator. Adanya perubahan warna
menandakan bahwa semua iod yang dibebaskan telah bereaksi dengan natrium tiosulfat. Reaksi
yang terjasi adalah reaksi redoks. Persamaan reaksinya adalah:
KI
K+ + INa2S2O3
2 Na+ + S2O32Oksidasi
: 2 S2O32S4O62- + 2eReduksi
: I2 + 2e2 I2Redoks
: 2 S2O3 + I2
S4O62- + 2 ISehingga reaksi lengkapnya adalah:
2Na2S2O3 + I2
Na2S4O6 + 2 NaI
Penentuan Cu menggunakan larutan CuSO4 sebagai larutan sampel dalam percobaan ini. Larutan
CuSO4 yang berwarna biru ditambahkan dengan larutan KI yang mengakibatkan larutan berubah
warna menjadi coklat. Perubahan warna ini menunjukkan adanya reaksi antara KI dengan larutan
CuSO4. Reaksi ini juga membebaskan I2, yang dapat dilihat pada reaksi sebagai berikut.
KI
K+ + ICuSO4
Cu2+ + SO42Oksidasi
: 2 II2 + 2e2+
Reduksi
: Cu + 2e
Cu
Redoks
: Cu2+ + 2 ICu + I2
Sehingga, reaksi lengkapnya adalah:
2 CuSO4 + 4 KI
2 K2SO4 + Cu2I2 + I2
I2 yang dibebaskan akan bereaksi dengan larutan Na2S2O3 melalui titrasi yang menghasilkan
perubahan warna menjadi putih yang menandakan bahwa semua iod yang dibebaskan telah bereaksi
dengan natrium tiosulfat.
Penentuan kadar Cu melibatkan KI yang terbentuk sebagai agen pereduksi karena mengalami
oksidasi dengan melepas iod. Fungsi dari KI adalah penyedia iod. CuSO 4 berfungsi sebagai oksidator
karena mengoksidasi I- menjadi I2. CuSO4 mengalami reduksi menghasilkan tembaga (I) iodida.
I2 berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi karena mengalami reduksi menjadi
I- sedangkan Na2S2O3 berfungsi sebagai agen pereduksi karena mengalami oksidasi dan mereduksi
iod menjadi iodida.
Hasil percobaan standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N diperoleh normalitas tio sebesar 0,196 N dan
penentuan Cu dalam CuSO4 diperoleh kadarnya sebesar 3,98 mg/ml, artinya bahwa dalam 1 ml
larutan sampel CuSO4 terdapat 3,98 mg Cu.
1.
IX. Kesimpulan dan Saran
2.
Kesimpulan
3.
Titrasi yang dilakukan pada percobaan ini yaitu titrasi secara tidak langsung
dimana zat direaksikan dulu dengan zat lai sebelum dititrasi.
4.
Normalitas larutan Na2S2O3 yang diperoleh pada percobaan ini adalah 0,196N.
5.
Kadar Cu yang diperoleh dari percobaan ini adalah 3,98 mg/ml.
6.
Saran
A.
Diharapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada saat praktikum
disiapkan secara lengkap agar praktikum dapat berjalan lancar dan memberikan hasil
yang maksimal.

B.
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar memanfaatkan waktu
seefisien mungkin agar semua praktikum dapat selesai sebelum bata waktu yang
ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai