Anda di halaman 1dari 33

Cara Pembuatan Obat yang baik.

Lahirnya CPOB sendiri dilatarbelakangi oleh


perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi. Selain itu juga terjadi
perubahan paradigma dalam konsep pelaksanaan sistem pengawasan mutu produk (obat)
dari konsep "Pengawasan Mutu" menuju konsep "Penjaminan Mutu". Dalam
pembuatannya obat yang baik tidak hanya lolos dari serangkaian uji kualitas mutu obat
tetapi yang lebih penting bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Konsep
penjaminan mutu ini mengharuskan pembuatan obat dilakukan dalam kondisi yang
dikendalikan

dan

dipantau

secara

cermat.

Tujuan dari penerapan CPOB antara lain :


1. Adanya jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu obat produksi industri farmasi
indonesia.
2. Sebagai upaya pemerintah (BPOM) untuk meningkatkan kemempuan Industri Farmasi
Indonesia sesuai dengan standard internasional agar lebih kompetitif baik untuk pasar
domestik maupaun untuk pasar ekspor
3. Mendorong industri farmasi di Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam
pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling fleksibel
untuk dikembangkan
Sejarah CPOB :
- 1969 Konsep WHO "Good Practices in Manufacture and quality Control of Drug
- 1971 Mulai diterapkan di Indonesia, tetapi masih bersifat sukarela
- 1988 Pedoman CPOB Edisi 1, dikeluarkan & mulai penerapannya
- 1989-1994 Batas waktu pemenuhan CPOB oleh industri farmasi
- 2001 Dikeluarkannya CPOB edisi 2
- 2004 Addendum IV, GMP for Human Blood & Blood Products
- 2005 Draft pedoman CPOB Edisi 3 (c-GMP)
- 2006 Finalisasi Pedoman CPOB Edisi 3 (c-GMP)
- 2007 Batas Waktu pemenuhan c-GMP

CPOB 2006 mengalami perubahan dibandingkan dengan CPOB 2001 terutama


pada : Quality Management System, Persyaratan HVAC (terutama untuk produk steril)
dan Persyaratan Water System. Sedangkan acuan yang digunakan dalam CPOB adalah
PCI/S 2006, WHO TRS 902, 908, 929,937 dan CPOB Edisi 2001.
Aspek-Aspek CPOB 2006 meliputi :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Aspek-Aspek CPOB 2006 Annexes meliputi :
1. Pembuatan Produksi Steril
2. Produksi Produk Biologi
3. Pembuatan Gas Medisinal
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekenan (Aerosol)
5. Pembuatan Produk Darah
6. Pembuatan Obat Investigasi untuk Uji Klinis
7. Sistem Komputerisasi

CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)


Pembuatan

Obat

Yang

Baik

(CPOB)

menyangkut

seluruh

aspek

produksi dan pengendalian mutu dan bertujuan untuk menjamin bahwa produk
obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya Pada pembuatan obat, pengawasan menyeluruh adalah
sangat
untuk

esensial
menjamin

Pembuatan
yang

secara

digunakan

bahwa

konsumen

sembarangan
untuk

menerima

obat

tidak

dapat

menyelamatkan

jiwa

yang

bemutu

dibenarkan
atau

tinggi.

bagi

obat

memulihkan

atau

memelihara kesehatan.Cara. .Bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan
memastikanobat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk
yang

dihasilkan

memenuhi

persyaratan

mutu

yang

ditetapkan

sesuai tujuan penggunaan produk disamping persyaratan lainnya.


Bagi orang farmasi tentu tidak asing lagi mendengar istilah CPOB, namun bagi
masyarakat umum belum tentu tahu apa itu CPOB.. CPOB sendiri kepanjangan dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik. CPOB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan
bagi industri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman CPOB disusun
sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan
obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena
tidak aman, mutu rendah atau tidak bertanggung jawab. Untuk pencapaian tujuan ini
melalui Kebijakan Mutu, yang memerlukan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai
tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang di
desain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk


menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara
sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelematkan jiwa,
atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugas. Tiap personil hendaklah
memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
Berikut

ini

beberapa

persyaratan

mendasar

dari

CPOB:

1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak
bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia.
Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar
3. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB antara lain: personil yang
terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai, peralatan dan
sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan label yang benar.
CPOB adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap Industri Farmasi, karena
produk obat bersentuhan langsung dengan keselamatan manusia, sehingga produk obat
yang dikonsumsi oleh manusia harus dijamin mutu dan keamanannya.
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB.
Konsep CPOB yang bersifat dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu
mengikuti perkembangan atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula

perkembangan penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah ditanda-tanganinya


Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di mana
kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komoditi yang ikut serta dalam
harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan
industri farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri
farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini)
bagi industri farmasi di Indonesia mulai 1 Januari 2007 dengan surat keputusan Kepala
Badan POM Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006.
Dalam Pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan antara lain
WHOTechnical Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6, TRS 908/2003 Aneks 4, TRS
929/2005 Aneks 2,3,4, TRS 937/2006 Aneks 2,4 GMP for Medical Products PIC/S 2006,
dan lain-lain.
Apabila dilihat dari perjalanan sejarah penerapan CPOB di Indonesia, maka
penerapan CPOB Terkini, merupakan CPOB edisi ke-3, sejak diberlakukannya penerapan
CPOB bagi industri farmasi di Indonesia tahun 1989. Berbeda dengan CPOB edisi 1988
maupun 2001 yang dikenal sekarang, c-GMP atau CPOB Terkini (2006) lebih
menekankan pada sistem atau manajemen (management/system) pada setiap kegiatan di
industri serta konsistensi industri farmasi yang bersangkutan dalam melaksanakan
berbagai peraturan dan persyaratan tersebut. Hal-hal baru yang diatur dalam CPOB
Terkini antara lain adalah Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System/QMS),
Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS), terutama untuk produk-produk steril serta
persyaratan Air Untuk Produksi (water system). Perbedaan antara CPOB: 2006 denga
CPOB: 2001
Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :
1. Sistem Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang
4. Peralatan

5. Sanitasi dan Higiene


6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplement), yaitu :
1. Pembuatan Produk Steril
2. Pembuatan Produk Biologi,
3. Pembuatan Gas Medisinal,
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol),
5. Pembuatan Produk Darah,
6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan
7. Sistem Komputerisasi.
Penerapan CPOB Terkini (CPOB: 2006) merupakan upaya pemerintah (Badan
POM) untuk meningkatkan mutu produk farmasi/obat secara terus-menerus serta
memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat. Di samping itu,
penerapan CPOB: 2006 ini juga bertujuan, antara lain: (1) meningkatkan kemampuan
industri farmasi Indonesia sesuai dengan standar internasional agar lebih kompetitif baik
secara domestik maupun untuk pasar ekspor, (2) mendorong industri farmasi Indonesia
agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan
fasilitas produksi yang paling layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri
farmasi Indonesia mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat lebih

terjamin, (3) peningkatan company image dan volume pasar, (4) menghindari produk
yang tidak memenuhi syarat dan pemborosan biaya, (5) menghindari resiko regulasi serta
(6) lebih menjamin waktu pemasaran. Diharapkan dengan penerapan CPOB yang terbaru
ini industri farmasi di Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar farmasi yang
sudah di depan mata.
Namun demikian, hal yang patut diwaspadai adalah adanya fakta bahwa di negara
lain, seperti Singapura dan Malaysia, yang sudah menerapkan c-GMP, banyak industri
farmasi lokal yang gulung tikar. Di Singapura, seperti disinyalir oleh Anthony Ch.
Sunarjo, MBA (Ketua Umum GP Farmasi Indonesia), hampir seluruh industri farmasi
lokalnya mati, sedangkan di Malaysia 50% gulung tikar (Republika, 13 Juni 2006).
Memang, penerapan c-GMP ini membutuhkan biaya investasi yang sangat besar
(menurut Anthony Ch. Sunarjo sekitar Rp. 30 Milyar). Untuk itu beberapa opsi
ditawarkan untuk dapat mengatasi kendala ini, antara lain adalah :
1. Contract Manufacturing, artinya industri farmasi, terutama yang kecil dan
menengah memproduksi obat dengan cara menitipkannya di industri lain yang
sudah memenuhi syarat
2. Merger (penggabungan) beberapa industri farmasi kecil dan menengah
3. Focusing, artinya industri farmasi melakukan pilihan secara terbatas produkproduk apa saja yang bisa diproduksi, sehingga sumber daya dan dana yang
tersedia dikonsentrasikan pada sediaan tertentu saja (tidak semua item produk
diproduksi)
Tentu saja semua langkah dan strategi tersebut di atas perlu dipersiapkan dengan
matang, baik oleh industri farmasi sendiri maupun oleh pemerintah, dalam hal ini Badan
POM selaku regulator industri farmasi di Indonesia, agar penerapan c-GMP bagi industri
farmasi di Indonesia ini tidak membawa dampak yang buruk bagi perkembangan industri
farmasi di Indonesia, khususnya bagi industri farmasi skala kecil dan menengah. Karena
bagaimanapun, keberadaan industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu bagian
penting dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

PENDAHULUAN

PRINSIP
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
UMUM
1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu,
bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian
tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan
dipantau secara cermat.
4. CPOB bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya, bila perlu dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat
bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan telah dicapai.
5. Otoritas pengawasan obat hendaklah menggunakan pedoman ini sebagai acuan dalam
penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang berkaitan dengan CPOB
hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman in.

6. Pedoman ini dimaksukan untuk digunakan oleh industry farmasi sebagai dasar
pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
7.Selain aspek umum yang tercakup dalam pedoman ini, dipadukan juga serangkaian
pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku untuk industry farmasi yang
aktivitasnya berkaitan.
8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produksi jenis yang digunakan
manusia.
9. Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang memenuhi
prinsip pedoman ini. Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangan
konsep baru, atau teknologi baru yang telah di validasi dan memberikan tingkat
pemastian mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum dalam
pedoman ini.

BAB 1
MANAJEMEN MUTU

PRINSIP
Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
kebijakan mutu , yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di
semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Unsur dasar manajemen mutu adalah :
Suatu infrastruktur atau system mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya, dan
Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut
Pemastian Mutu.

CPOB
Pedoman CPOB sesuai dengan Badan POM meliputi 12 aspek yaitu: manajemen
mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan produk dan
penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak, kualifikasi dan validasi.

1.

MANAJEMEN MUTU
Industri farmasi harus mampu membuat obat agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar dan
tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya. Diperlukan adanya
manajemen mutu untuk dapat mencapai tujuan mutu secara konsisten yang didesain
secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Unsur dasar manajemen mutu adalah : Suatu sistem mutu yang tepat mencakup
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa layanan) yang dihasilkan selalu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut
Pemastian Mutu.
Dalam aspek manajemen mutu terdapat hal-hal penting, yaitu:
Pemastian mutu (QA)
Pemastian mutu merupakan totalitas semua pengukuran yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya.
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikehendaki
secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan
dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup semua
produksi dan pengawasan mutu.
Pengawasan mutu (QC)

Bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi


dan pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahan yang belum
diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dapat dijual atau
dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Fungsi/badan ini
hendaknya bersifat independen dari bagian lain.
Pengkajian mutu produk
Pengkajian mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar,
termasuk produk ekspor untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari
spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend dan
mengidentifikasi perbaikan yang biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan,
dengan mempertimbangkan kajian ulang sebelumnya.

2.

PERSONALIA
Jumlah karyawan di semua bagian hendaknya memiliki cukup pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan sesuai dengan bidangnya, memiliki kesehatan mental dan
fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan
sebagaimana mestinya, serta mempunyai sikap dan kesadaran tinggi untuk melaksanakan
sesuai CPOB.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah:
Organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab
Bagian produksi dan bagian pengawasan mutu dalam struktur organisasi
perusahaan farmasi dipimpin oleh apoteker yang berlainan agar tangggung jawab dan
wewenang kedua bagian tersebut jelas. Masing-masing bagian diberi wewenang penuh
dan sarana yang cukup untuk melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Kedua
bagian tersebut tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik,
sehingga dapat menghambat, membatasi tanggung jawab bagian tersebut dan

menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Selain itu, seorang


manajer produksi dan pengawasan mutu harus seorang apoteker yang terampil, terlatih
dan memiliki pengalaman praktis yang memadai dibidang Industri Farmasi dan
keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara
profesional.
Seorang manajer produksi memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk
mengelola produksi obat, bertanggung jawab atas kualitas obat, baik dengan manajer
pengawasan mutu maupun manajer teknik.
Seorang manajer pengawasan mutu memiliki wewenang dan tanggung jawab
penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yaitu dalam penyusunan, verifikasi dan
pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Selain itu, seorang manajer pengawasan
mutu memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan
dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila
tidak cocok dengan spesifikasinya atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang
disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Manajer produksi dan manajer pengawasan mutu bersama-sama bertanggung
jawab atau ikut bertanggung jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur
tertulis, pemantauan dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan
validasi proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian
persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan bahan
terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dan dalam penyimpanan catatan-catatan.
Tenaga penunjang untuk membantu tenaga inti tersebut di atas, dapat ditunjuk
tenaga yang terampil dalam jumlah yang sesuai untuk melaksanakan supervisi langsung
di bagian produksi dan pengawasan mutu. Disamping staf tersebut di atas hendaklah
tersedia tenaga yang terlatih secara teknis dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan kegiatan produksi dan pengawasan mutu yang sesuai dengan prosedur dan
spesifikasi yang telah ditentukan, serta memahami petunjuk kerja yang tertulis. Tanggung

jawab yang diberikan kepada setiap karyawan tidak boleh berlebihan sehingga dapat
menimbulkan risiko terhadap mutu obat.
Pelatihan
Pelatihan diberikan pada seluruh karyawan, baik yang berhubungan langsung
dengan proses produksi obat maupun tidak. Karyawan dilatih mengenai kegiatan yang
sesuai dengan tugasnya dan mengenai prinsip CPOB. Pelatihan ini diberikan oleh tenaga
ahli. Perhatian khusus dalam pelatihan diberikan bagi mereka yang bekerja diruang steril
dan bagi mereka yang bekerja menggunakan bahan yang mempunyai risiko tinggi yang
berbahaya, toksik, menimbulkan sensitisasi.
Latihan mengenai CPOB harus dilakukan secara berkesinambungan dan dengan
frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para karyawan memahami dan mengerti
betul dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya. Pelatihan mengenai
CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui oleh manajer produksi
dan manajer pengawasan.
Catatan pelatihan karyawan mengenai CPOB disimpan dan efektivitas program
pelatihan hendaklah dinilai secara berkala. Setelah mengadakan pelatihan, prestasi
karyawan dinilai untuk menentukan apakah mereka telah memiliki kualifikasi yang
memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

3.

BANGUNAN DAN FASILITAS


Bangunan untuk pembuatan obat memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi

serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan
pemeliharaan yang baik. Sarana kerja yang memadai sangat diperlukan untuk
meminimalkan risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan
lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan dan dikendalikan.
Syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut:

Lokasi bangunan dirancang untuk mencegah terjadinya pencemaran dari


lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air.

Gedung dirancang dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir,
rembesan melalui tanah serta masuk dan bersarangnya hewan.

Pertimbangan yang diperlukan dalam menentukan rancang bangun dan tata letak
bangunan adalah sebagai berikut:
1) Kesesuaian dengan kegiatan lain, yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama
atau dalam sarana yang berdampingan.
2) Tata letak ruang yang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Permukaan bagian dalam ruangan, dinding, lantai dan langit-langit harus licin,
bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan, dan bila perlu
mudah didesinfeksi. Lantai dan dinding di daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap
air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Sudutsudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis dibentuk
lengkungan.
Bangunan harus mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi
dengan fasilitas pengendali udara.
Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi pada
bangunan terpisah yang dilengkapi peralatan pengendali udara khusus untuk produksi
obat tersebut.
Pencegahan kontaminasi silang dilakukan terhadap produk oleh bahan biologi
aktif atau produk obat seperti steroid tertentu atau bahan sitotoksik yang dalam jumlah
sangat sedikit yang dapat menyebabkan efek fisiologis.

Pembagian kelas ruangan dilakukan untuk memisahkan ruangan di dalam


bangunan produksi, misalnya ruangan ganti pakaian, ruangan bahan baku dan ruangan
pengolahan produksi.
Tersedianya sarana penyimpanan dengan kondisi khusus, misalnya: suhu,
kelembaban dan keamanan tertentu. Pembuatan saluran air limbah harus cukup besar dan
mempunyai bak kontrol yang baik.
4.

PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat memiliki rancang bangun dan

konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga
mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch
serta untuk memudahkan pembersihan dan peralatannya.
Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah sebagai berikut:
Desain dan konstruksi
1) Peralatan yang digunakan tidak boleh bereaksi atau menimbulkan akibat bagi bahan
yang diolah.
2) Peralatan dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun bagian luar
serta peralatan tersebut tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap
produk.
3) Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah terbakar,
atau ditempatkan di daerah di mana digunakan bahan yang mudah terbakar, hendaklah
dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosif serta dibumikan dengan
sempurna.
4) Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat
hendaklah dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat.

Pemasangan dan penempatan


1) Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses
produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2) Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian
rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.
3) Tiap peralatan utama hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas.
4) Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi
yang baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan
energi.
5) Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air
minum, kemurnian air, penyulingan air dan fasilitas yang lainnya hendaklah divalidasi
untuk memastikan bahwa sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi sesuai dengan
tujuan.
Pemeliharaan
1) Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan
mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu atau kemurnian
produk.
2) Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan dibuat dan dipatuhi.
3) Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama
dicatat dalam buku catatan harian. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk
satu produk saja dapat dimasukkan ke dalam catatan produksi batch produk tertentu.

5.

SANITASI DAN HIGIENI

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek pembuatan
obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

a. Personalia
1) Semua karyawan menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum dan selama bekerja, dan
pemeriksaan mata secara berkala.
2) Semua karyawan menerapkan higiene perorangan yang baik .
3) Tiap karyawan yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk
dilarang menangani bahan-bahan sampai sembuh kembali.
4) Semua karyawan melaporkan keadaan yang dapat merugikan produk.
5) Pemakaian sarung tangan untuk menghindari sentuhan langsung antara tangan dengan
bahan dan produk.
6) Karyawan menggunakan pakaian pelindung untuk keamanan sendiri.
7) Hanya petugas yang berwenang yang boleh memasuki bangunan dan fasilitas daerah
terbatas.
8) Karyawan diinstruksikan agar mencuci tangan sebelum memasuki daerah produksi.
9) Merokok, makan, dan minum dilarang di daerah produksi, laboratorium, dan daerah
lain yang dapat merugikan produk.

10) Prosedur perorangan diberlakukan bagi semua orang.


b. Bangunan dan fasilitas
1) Gedung dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi
yang baik.
2) Toilet dengan ventilasi yang baik tersedia dengan cukup.
3) Tempat penyimpanan pakaian memadai.
4) Tempat pencucian diletakkan di luar daerah steril. Bila mungkin hendaknya dilengkapi
dengan suatu sistem yang baik.
5) Penyimpanan, penyiapan dan konsumsi makanan dibatasi di daerah khusus dan
memenuhi standar kebersihan.
6) Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk dan dikumpulkan di dalam wadah yang
sesuai.
7) Rodentisida, insektisida, bahan fumigasi, dan bahan pembersih tidak boleh mencemari
peralatan dan bahan-bahan.
8) Ada prosedur tertulis (SOP/Standart Operation Prosedure) yang menunjukkkan
penanggungjawab sanitasi dan higiene.
c. Pembersihan dan Peralatan
1) Peralatan dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa
kembali kebersihannya sebelum dipakai.
2) Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah, dan sedapat mungkin dihindari
pencemaran produk.

3) Pembersihan dan penyimpanan alat dan bahan pembersih dilakukan dalam ruangan
yang terpisah dari pengolahan.
4) Prosedur yang tertulis untuk pembersih dan sanitasi dibuat dipatuhi dan dilaksanakan.
5) Catatan pembersihan, sanitasi, sterilisasi, dan inspeksi diri disimpan.
Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi
Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk
memastikan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.
6.

PRODUKSI
Produksi dilaksanakan dengan prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa

dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.


Bahan awal
1) Semua pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan dicatat, meliputi keterangan mengenai
persediaan.
2) Setiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang
dinyatakan dalam spesifikasi.
3) Untuk setiap kiriman dan batch diberi nomor rujukan yang menunjukkan identitas
yang jelas.
4) Pada saat penerimaan barang dilakukan pemeriksaan visual, dan contoh yang diambil
petugas, diuji terhadap spesifikasi bahan yang bersangkutan.
5) Kiriman bahan awal dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai.
6) Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh penanggung jawab pengawasan mutu.
7) Persediaan awal diperiksa dalam selang waktu tertentu.

8) Bahan awal yang tidak stabil oleh pengaruh suhu, disimpan dalam suhu udara yang
diatur.
9) Bahan awal yang cenderung rusak potensinya dalam penyimpanan dinyatakan batas
umurnya.
10) Pengeluaran bahan awal dilakukan oleh petugas yang berwenang.
11) Tersedianya daerah penyerahan yang tersisa untuk mencegah adanya kontaminasi
silang.
12) Semua bahan awal yang tidak memenuhi syarat diberi tanda silang, disimpan terpisah
dan secepatnya dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasok.
Validasi Proses
1) Semua proses produksi divalidasi dengan tepat dan dilaksanakan dengan tepat menurut
prosedur yang telah ditentukan dan hasilnya disimpan.
2) Sebelum suatu proses pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan langkahlangkah untuk membuktikan kecocokan dengan pelaksanaan produksi.
3) Perubahan peralatan atau bahan disertai dengan tindakan validasi ulang.
4) Proses dan prosedur yang kritis dievaluasi kembali secara rutin.
Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan
kesehatan atau mengurangi daya terapetik atau mempengaruhi kualitas suatu produk,
tidak dapat diterima.
Sistem penomoran batch dan lot
1) Sistem penomoran dijabarkan secara rinci

2) Sistem penomoran saling berkaitan dengan produk yang dibuat.


3) Sistem penomoran menjamin bahwa nomor tidak digunakan berulang dan
memudahkan penandaan suatu produk bila terjadi sesuatu.
4) Pemberian nomor dicatat dalam buku harian.
Penimbangan dan Penyerahan
1) Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk
tercakup dalam prosedur tertulis.
2) Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan.
3) Bahan dan produk yang boleh diserahkan hanya yang telah diluluskan oleh
pengawasan mutu.
4) Sebelum dilakukan penimbangan dilakukan pemeriksaan terhadap penandaan.
5) Kapasitas, ketepatan, dan ketelitian alat timbang sesuai dengan jumlah bahan.
6) Pada setiap penimbangan, pengukuran dilakukan pembuktian kebenaran ketepatan
identitas dan jumlah bahan.
7) Kebersihan tempat penimbangan dan penyerahan dijaga.
8) Penimbangan dan penyerahan menggunakan peralatan yang cocok dan bersih.
9) Bahan baku produk yang diserahkan diperiksa ulang untuk meminimalkan resiko
penyalahgunaan dan kesalahan bahan baku yang akan diproduksi.
Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang
dikembalikan ke gudang penyimpanan adalah produk yang memenuhi persyaratan
spesifikasi yang telah ditetapkan dan didokumentasikan dengan benar serta direkonsilasi.

Pengolahan
1) Semua bahan yang dipakai diperiksa dahulu.
2) Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan.
3) Peralatan yang digunakan diperiksa terlebih dahulu.
4) Semua kegiatan pengolahan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan
penyimpangan dilaporkan dengan alasan dan penjelasan.
5) Wadah dan penutup bahan dan produk bersih.
6) Semua wadah dan peralatan yang berisi bahan dan produk diberi label yang tepat.
7) Semua produk diberi label yang tepat dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian
pengawasan mutu.
8) Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat dan diteliti.
9) Hasil sesungguhnya dicatat dan dicocokkan dangan hasil teoritis.
10) Dalam seluruh tahap pengolahan, diperhatikan masalah pencemaran silang.
Bahan dan produk kering
1) Bahan dan produk kering, penanganannya menimbulkan masalah debu, dan karenanya
perlu dipasang sistem penghisap untuk mencegah penyebaran debu. Produk hendaklah
dilindungi dari pencemaran dan jangan sampai ada produk yang tertinggal dalam
peralatan.
2) Pencampuran dan granulasi. Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi
dengan sistem pengendalian debu. Parameter dan operasional tercantum dalam Dokumen
Produksi Induk. Untuk bahan yang berisiko tinggi menggunakan kantong pelindung.
Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah terjadinya pencemaran.

3) Pencetakan tablet. Mesin dilengkapi dengan fasilitas memadai, dilakukan


pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan.
4) Penyalutan. Menggunakan alat spray yang bekerja secara otomatis dan sudah
divalidasi daya semprotnya.
5) Pengisian kapsul keras, kapsul kosong sebagai bahan awal, disimpan dalam kondisi
yang baik.
6) Pemberian tanda tablet bersalut dan kapsul harus jelas dan dapat dimengerti.
7) Produk cairan, krim dan salep dibuat terlindung dari pencemaranmikroba dan
pencemaran lainnya.
8) Bahan pengemas.
9) Kegiatan pengemasan
10) Pengawasan selama proses
11) Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
12) Karantina dan penyerahan produk jadi
13) Catatan pengendalian dan pengiriman obat
14) Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi
15) Pengiriman dan pengangkutan

7.

PENGAWASAN MUTU

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB agar tiap obat
yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Tugas pokok pengawasan
mutu meliputi penyusunan prosedur, penyiapan, instruksi, menyusun rencana
pengambilan contoh, meluluskan atau menolak bahan-bahan dan produk, meneliti catatan
sebelum produk didistribusikan, menetapkan tanggal

kadaluwarsa, mengevaluasi

pengujian ulang, menyetujui penunjukan pemasok, mengevaluasi keluhan, menyediakan


baku pembanding, menyimpan catatan, mengevaluasi obat kembalian, ikut serta dalam
program inspeksi diri dan memberikan rekomendasi untuk pembuatan obat oleh pihak
lain atas dasar kontrak. Di dalam pengawasan mutu hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain: Cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik
Laboratorium pengujian meliputi bangunan dan alat-alat penunjang lengkap dan
memadai, personalia terlatih dan bertanggung jawab, peralatan instrumen yang cocok
untuk prosedur dan kalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang sesuai
dengan monografi bersangkutan, spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi
dengan fasilitas yang digunakan, catatan pengujian menyangkut seluruh aspek yang
diperlukan dan contoh tertinggal yang disimpan dipergunakan dalam pengujian
selanjutnya.
Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi.
Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah spesifikasi, cara pengambilan
contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi, uji sterilisasi untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan
secara berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi dari air dan lingkungan produksi.
Dokumentasi
Dokumentasi penting yang berkaitan dengan pengawasan mutu, yang berisi:
Spesifikasi, prosedur pengambilan sampel, prosedur pencatatan dan pengujian (termasuk
lembarkerja analisis dan/atau buku catatan laboratorium), laporan dan/atau sertifikat
analisis/data pemantauan lingkungan (bila diperlukan), catatan validasi metode analisis
(bila diperlukan), prosedur dan catatan kalibrasi instrumen serta perawatan peralatan.

Semua dokumentasi yang terkait catatan bets disimpan selama 1 tahun setelah tanggal
daluarsa bets bersangkutan.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel merupakan kegiatan yang penting dari sistem pemastian
mutu. Personil yang mengambil sampel harus memperoleh pelatihan awal dan pelatihan
secara berkala. Pengambilan sampel dilakukan terhadap bahan awal dan bahan pengemas.
Jumlah sampel yang diambil hendaknya ditentukan secara statistik dan dicantumkan
dalam pola pengambilan sampel. Kegiatan pengambilan sampel dilakukan sedemikian
rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang berpengaruh terhadap mutu.
Sampel pertinggal dengan identitas lengkap yang mewakili tiap bets bahan awal.
Untuk sampel produk jadi hendaknya disimpan dalam kondisi yang sama dengan kondisi
pemasaran sebagaimana yang tertera pada label. Jumlah sampel tertinggal minimal 2 kali
dari jumlah yang dibutuhkan untuk pengujian, kecuali uji sterilitas. Sampel tertinggal dari
tiap bets hendaknya disimpan hingga 1 tahun setelah tanggal daluwarsa, untuk sampel
bahan awal disimpan 2 tahun setelah tanggal pelulusan produk terkait, bila stabilitasnya
memungkinkan.
Persyaratan pengujian
Pengujian dilakukan terhadap bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Pengendalian terhadap lingkungan hendaknya dilakukan sebagai berikut:
pemantauan terhadap air untuk proses dilakukan secara berkala, pemantauan
mikrobiologis pada lingkungan produksi dilakukan secara berkala, pemantauan terhadap
lingkungan sekitar area produksi untuk mendeteksi produk lain yang dapat mencemari
produk yang dilakukan secara berkala, dan pengendalian cemaran udara.
Semua pengawasan selama proses dilakukan menurut metode yang disetujui oleh
badan Pengawasan Mutu dan hasilnya dicatat. Setelah batas waktu penyimpanan untuk

bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi tersebut habis dilakukan
pengujian ulang. Berdasarkan hasil uji tersebut bahan atau produk dapat diluluskan
kembali untuk digunakan atau ditolak. Bila bahan disimpan pada kondisi tidak sesuai,
bahan tersebut diuji ulang dan dinyatakan lulus sebelum digunakan selama proses.
Dilakukan pengujian bahan tambahan pada produk jadi hasil pengolahan ulang.
Bagian pengawasan mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk dan
prosedur pengemasan induk.
Studi stabilitas dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program
ini dipatuhi dan mencakup jumlah, kondisi penyimpanan, dan metode pengujian.
Penelitian stabilitas dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula
dan batch yang diluluskan.

8.

INSPEKSI DIRI DAN AUDIT MUTU


Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
Hal-hal yang diinspeksi adalah mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan,
bahan awal obat dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi,
pemeliharaan gedung dan peralatan.
Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pemimpin perusahaan sekurang-kurangnya tiga
orang dari bidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB.
Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurangkurangnya sekali dalam setahun.
Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan
perbaikan.

Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pemimpin


perusahaan.
Audit mutu berguna sebagai pelengkap dari inspeksi diri, yang meliputi
pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan
tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar
atau independen atau tim khusus. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan
penerima kontrak. Daftar pemasok yang disetujui hendaknya ditinjau ulang secara
berkala dan dievaluasi secara teratur.
9.

Penanganan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk

Kembalian
Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch.
Hal ini dilakukan bila ada produk yang menimbulkan efek samping atau masalah medis
lainnya yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan
laporan hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian dilakukan penelitian dan
evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan
dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.
Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi
spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah
ulang.
Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian,
pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengawasan mutu yang seksama.
Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaknya dimusnahkan dan
dibuat prosedurnya.
Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan, dan
setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.

10.

DOKUMENTASI
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi dan

manajemen yang meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan obat jadi, dokumen dalam produksi, dokumen dalam pengawasan
mutu, dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan
dan pengendalian ruangan serta peralatan, dokumen dalam pengamanan keluhan obat dan
obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang inspeksi diri,
pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi karyawan.
11.

Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk

atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dan
penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap
bets produk yang menjadi tanggung jawab kabag pemastian mutu (QA).

12. KUALIFIKASI DAN VALIDASI


Perencanaan validasi
Semua kegiatan validasi hendaknya direncanakan dahulu dan di dokumentasikan
sementara secara singkat, tepat dan jelas dalam RIV (Rencana Induk Validasi). RIV
sekurang-kurangnya mencakup: kebijaksanaan validasi; struktur organisasi kegiatan
validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format
dokumen, protokol, dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan;
pengendalian perubahan; acuan dokumen yang digunakan.
Dokumentasi

Protokol validasi tertulis dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan
dilakukan, serta merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Protokol harus dikaji dan
disetujui oleh kabag QA.
Laporan harus dibuat yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol
validasi yang mencakup seluruh hasil yang diperoleh serta penyimpangan yang terjadi
dan perbaikan yang telah dilakukan dan didokumentasikan.
Setelah kualifikasi selesai diberikan persetujuan tertulis untuk dapat melanjutkan
tahap kualifikasi dan validasi.
Kualifikasi
1) Kualifikasi Desain (KD)
Merupakan unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem
atau peralatan yang baru.
2) Kualifikasi Instalasi (KI)
Dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.
Persyaratan minimal untuk melakukan KI adalah: instalasi peralatan, pipa dan sarana
penunjang dan instrumen sesuai spesifikasi dan gambar teknik yang didesain;
pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan peralatan dari
pemasok; ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan verifikasi bahan konstruksi.
3) Kualifikasi Oprasional (KO)
KO dapat dilakukan setelah KI. KO minimal mencakup: pengujian tentang proses,
sistem dan peralatan; dan pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang
mencakup batas oprasional atas dan bawah. Penyelesaian formal KO mencakup:
kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan pembersihan, pemilihan operator dan perawatan
preventif. Penyelesaian KO fasilitas, sistem dan peralatan dilengkapi dengan persetujuan
tertulis.

4) Kualifikasi Kinerja (KK)


KK dilakukan setelah KO selesai, meskipun dalam beberapa kasus KK disatukan
dengan KO. KK minimal mencakup: Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan
penganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan
pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan; dan uji yang meliputi satu
atau beberapa kondisi yang mencakup batas atas dan bawah.

5) Kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah oprasional


Agar dapat mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas
variabel kritis pengoprasian alat. Selain itu kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan
pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator harus
didokumentasikan.
Validasi proses
Terdapat 3 macam cara untuk melaksanakan validasi proses:
1) Validasi prospektif
Validasi proses sebelum produk dipasarkan.
2) Validasi konkuren
Validasi proses dilakukan selama proses produksi rutin.
3) Validasi retrospektif
Validasi yang dilakukan pada proses yang sudah berjalan (diambil dari data-data
sebelumnya). Validasi ini tidak berlaku jika terjadi perubahan formula, peralatan dan
prosedur pembuatan.

Validasi pembersihan
Pembersihan dilakukan dengan metode analisis yang tervalidasi yang memiliki
kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran serta memiliki batas deteksi yang peka
untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran. Prosedur pembersian untuk produk dan
proses serupa dilakukan pembersian pada rentang interval waktu tertentu. Syarat metode
tersebut telah tervalidasi adalah dengan melaksanakan prosedur 3 kali secara berurutan
dengan hasil memenuhi persyaratan.

Pengendalian perubahan
Prosedur pengendalian perubahan hendaknya memastikan bahwa data pendukung
cukup untuk menunjukkan bahwa proses yang diperbaiki akan menghasilkan suatu
produk yang sesuai mutu yang diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan.
Kemungkinan dampak perubahan fasilitas, sistem dan peralatan terhadap produk
hendaklah dievaluasi, termasuk analisis resiko, bila diperlukan kualifikasi dan validasi
ulang harus dipikirkan kebutuhan dan cakupannya.
Validasi ulang (revalidasi)
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan secara
berkala dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi yang telah dilakukan masih absah.
Jika terjadi perubahan maka dibutuhkan validasi ulang/revalidasi.
Validasi metode analisis
Tujuannya adalah untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai tujuan
penggunaanya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan 4 tahapan: uji identitas, uji
kuantitatif kemurnian kandungan, uji batas impuritas, dan uji kuantitatif zat aktif dalam
sampel bahan atau obat atau komponen obat tertentu.

Karakteristik validasi yang umumnya perlu diperhatikan, yaitu: akurasi, presisi,


repeatability,

intermediate

precision,

kuantifikasi/LOQ, linieritas, dan rentang.

Nama kelompok:
1. Aisyah laraswati
2. Amalia rahmi
3. Anggi windasari
4. Anita nuryani sinaga
5. Dewi kumala sari
6. Efnike mailina
7. Fitri anggraini
8. Indah anggraini
9. Irma Pematasari
10. Johanes saputra
11. Muhammad Irfan
12. Nilam atika sari
13. Novia nabila
14. Nurkamila putri
15. Rahmawati
16. Rizky ardiani dalimunthe
17. Reza asmiwati
18. Wandri martogap marbun
19. Yusni daniati

spesifikasi,

batas

deteksi/LOD,

batas

Anda mungkin juga menyukai