Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
peraturan
perundang-undangan
yang
ada,
dikaitkan
dengan
hukum
dikenal
dengan
adanya
bahwa
hukum
peradilan
kehakiman
adalah
kekuasaan
negara
yang
merdeka
untuk
dan
menjatuhkan
putusan.
Pasal
ini
mengandung
Subyek penemuan hukum pada prinsifnya adalah para pihak yang melakukan penemuan
hukum yang dalam undang-undang diperbolehkan untuk itu. Oleh karena itu apabila
dalam proses penemuan hukum bertentangan dengan undang-undang artinya bahwa
penemuan hukum tersebut tidak dilakukan bagi pihak yang diberikan wewenang
untuk itu, maka penemuan hukum tersebut tidak dapat dijadikan dasar pegangan
untuk berbuat atau dijadikan landasan kerangka berfikir dalam mempertimbangkan
persoalan-persoalan dalam penyelesaian hukum yang ada.
Berkaitan dengan hal diatas, adapun para pihak yang melakukan penemuaan hukum
antara lain sebagai berikut :
a. Hakim
Hakim diantara para pihak yang melakukan penemuan hukum, hakimlah sebagai
subyek yang paling menonjol dalam melakukan penemuan hukum sebab hakim
besifat konfliktif yaitu ada pertentangan atau konflik antara para pihak,
sebagaimana hasilnya merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat
sebagai hukum yang dituangkan dalam bentuk putusan, sementara hakim juga
penemuannya merupakan sebagai sumber hukum karena merupakan peraturan
hukum untuk waktu mendatang.
b. Pembentuk Undang-undang
Pembentuk Undang-undang atau dapat dikatakan legal Drafter, dalam hal ini sifatnya
adalah Preskriptif dimana apa yang seharusnya dilaqkukan. yang hasilnya
merupakan hukum, karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum
(dituangkan dalam bentuk undang-undang), juga sebagai sumber hukum, karena
merupakan peraturan hukum positif.
c. Notaris
Notaris dalam melakukan proses penemuan hukum bersifat problematis yang artinya
masalah-masalah yang diajukan oleh klien. dimana hasilnya merupakan hukum,
sebab mempunyai kekuatan mengikat, akan tetapi belaum dapat dikatakan
sebagai sumber hukum sebaba belum ada satupun dalam teori yang
mengemukakan tentang Notaris merupakan sumber hukum dalam menemukan
hukum, walaupun Notaris melakukan penemuan hukum, klien yang mengajukan
masalah hukum untuk menemukan hukumnya.
d. Dosen, Pakar dan Peneliti hukum
Dosen, Pakar dan Peneliti hukum sifatnya adalah Reflektif yang artinya adalah
merupakan hasil refleksi atau perenungan dari pakar. Dimana hasil yang
diperoleh dalam menemukan hukum merupakan bukan merupakan hukum
karena sifatnya hanya terbatas sebagai teori saja, akan tetapi merupakan sumber
hukum yang kategorinya sebagai doktrin.
e. Para Pihak
Para pihak disini adalah para pihak yang menemukan hukum untuk kepentingan diri
sendiri (Emosional) artinya bahwa penemuan hukum tersebut tidaklah
merupakan sebagai sumber hukum bahkan juga tidak dapat dijadikan hukum,
sekalipun pada dasarnya setiap orang dapat melakukan penemuan hukum.
4. Metode penemuan hukum
Metode penemuan hukum dapat juga dikatakan adalah cara atau teknik untuk menemukan
hukum. Adapun cara untuk menemukan hukum harus memenuhi syarat-syarat, yaitu
harus memenuhi kriteria yang terdapat dalam ke-3 unsur-unsur penemuan hukum
antara lain adalah Sumber Penemuan Hukum, Subyek Penemuan Hukum, dan Metode
penemuan hukum itu sendiri.
Metode penemuan hukum bukan merupakan suatu peraturan yang dibuat oleh Mahkamah
Agung atau Undang-undang, tetapi merupakan hasil penelitian yang tidak secara
khusus dilakukan dari yurisprudensi yang ada selama ini atau pengamatanpengamatan dari putusan pengadilan. Dapat disimpulkan dari yurisprudensi bahwa
hakim dalam menjatuhkan putusan menggunakan metode penemuan hukum.
Adapun penemuan hukum dapat disistemisasi atau dikategorikan menjadi sebagai
berikut :
a. Metode interpretasi atau penafsiran
Metode ini merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan
secara gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Penafsiran oleh hakim
merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat
diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa hukum
konkrit.
Metode Interprstasi ini adalah alat atau sarana untuk mengetahui makna undang-undang.
Pembenarannya terletak pada kegunaannya untuk melaksanakan ketentuan yang
konkrit dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri. Oleh karena itu harus
dikaji dengan hasil yang diperoleh.
Metode interpretasi atau penafsiran terdiri dari sebagai berikut :
1. Interpretasi Gramatikal
Metode ini merupakan metode yang disesuaikan dengan bahasa umum sehari-hari.
Artinya adalah suatu metode yang dipakai dengan cara penafsiran atau
penjelasan yang paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undangundang dengan menguraikannya menurut bahasa, susun kata atau bunyinya.
Contoh misalnya antara penggelapan Pasal 41 KUHP adakalanya ditafsirkan
sebagai menghilangkan.
2. Interpretasi Sistematis/Logis
Metode ini merupakan metode dimana dalam melakukan penafsiran undang-undanglah
yang dijadikan dasar dengan jalan menghubungkan dengan undang-undang
lain, dalam hal ini tidak boleh keluar dari konteks peraturan perundangundangan. Contoh misalnya berbicara tentang sifat pengakuan anak yang
dilahirkan diluar perkawinan oleh orang tuanya, tidak cukup hanya mencari
ketentaun-ketentuan dalam BW saja, tetapi harus dihubungkan juga dengan
pasal 278 KUHP.
3. Interpretasi Historis
Metode ini merupakan sutau metode yang mana dalam penerapannya mengacu kepada
sejarah terbentuknya suatu undang-undang begitu juga dengan sejarah
terebentuknya
hukum.
Untuk
dapat
mengetahui
bagaimana
proses
terbentuknya hukum bisa saja diliat dari sejarah-sejarah pada zaman romawi
kuno atau pada zaman yunani, kemudian untuk mengetahui proses
terbentuknya peraturan perundang-undangan ditinjau ketika DPR bersama
dengan pendukungnya dalam menentapkan suatu undang-undang.
4. Interpretasi Teleologis/Sosiologis
Metode ini yaitu apabila makna undang-undang itu ditetapkan berdasarkan tujuan
kemasyarakatan. Dengan Interpretasi teleologis ini undang-undang yang masih
berlaku tetapi sudah buram atau sudah tidak sesuai lagi, diterapkan terhadap
peristiwa, hubungan, kebutuhan dan kepentingan masa kini tidak perduli
apakah hal ini semuanya pada waktu diundangkannya undang-undang tersebut
dikenal
atau
tidak.
Disini
peraturan
peraturan
perundang-undangan
Ekstensif
dilampaui
batas-batas
yang
ditetapkan
oleh
undang yang harus diisi atau dilengkapi, sebab hakim tidak boleh menolak
memeriksa dan mengadili perkara dengan alasan tidak ada hukumnya atau tidak
lengkap hukumnya apabila mengacu pada Pasal 5 Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970 sekarang 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman. Dalam hal ini hakim dituntut untuk melakukan penemuan hukum.
Berkaitan dengan hal diatas, maka Metode Argumentasi dapat dibagi menjadi 2
golongan antara lain :
1). Argumentum Per Analogiam (Analogi)
Metode tersebut merupakan metode dalam menemukan hukum, yang dicari adalah
peristiwa khusus yang mirip, karena yang ditonjolkan adalah kemiripan.
Contoh Pasal 1576 KUHPerdata yang berbicara tentang penjualan apabila
dikaitkan dengan antara tukar menukar dengan jual beli.
2). Argumentum A Contrario (A Contraria)
Metode tersebut dalam mencari hukumnya bagi peristiwa khusus, dimana
hukumnya tidak ada, maka dicari adalah peraturan lain yang mengatur
peristiwa khusus konkrit yang mirip, tetapi terdapat perbedaan. Yang paling
menonjol dalam metode ini adalah perbedaannya.
Contoh berbicara mengenai janda dan duda, dimana hanya janda yang diberikan
batasan dalam hal perkawinan setelah bercerai. Sementara bagi seorang duda
yang ingin kawin lagi setelah bercerai tidak ada aturan yang mengatur tentang
batasan-batasan yang diberikan.
c. Penyempitan Hukum
Penyempitan Hukum terjadi apabila peraturan yang dijadikan sebagai dasar ruang
lingkupnya terlau umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk duterapkan
terhadap suatu peristiwa tertentu.
Dalam
penyempitan
hukum
dibentuklah
pengecualian-pengecualian
atau
hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciriciri. Contohnya adalah ditinjau dari pasal 1365 KUHperdata.
4. Prosedur Penemuan Hukum
Adapun prosedur penemuan hukum yang dilakukan diantaranya yaitu
mengkonstatasi, mengkualifikasi, dan mengkonstitusi yang selanjutnya dijabarkan
sebagai berikut :
a). Mengkonstatasi berarti merumuskan peristiwa konkrit.Dalam hal ini peristiwa tersebut
pembuktian tidak semua peristiwa yang sekiranya menjadi sengketa dibuktikan,
tetapi diseleksi dimana peristiwa yang relevan (relevan bagi hukum untuk
dibuktikan) dalam artian harus dibuktikan. Peristiwa yang irrelevan (tidak relevan
bagi hukum untuk dibuktikan) tidak perlu dibuktikan, misalnya dalam kasus
pembunuhan (ditembak kepalanya), ini tidak perlu dibuktikan bahwa orang yang
ditembak kepalanya, pasti akan mati.
b). Mengkualifikasi
Selanjutnya pada tahap ini peristiwa konkrit ini harus dikualifikasi atau
dikonversi atau diterjemahkan menjadi peristiwa hukum atau dicarikan hukumnya
(dikualifikasi). Mengkualifikasi,
pada
dasarnya
merupakan Legal
Problem
Mengkonstitusi,
yang
pada
dasarnya
merupakan Decision
pada
tahap
selanjutnya
(pelaksanaan)
atau
tidak
dapat
penerapan
peraturannya
digunakan
suatu
methode
yang