Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan peserta
didik yang berguna dalam kelangsungan hidupnya. Pendidikan yang berkualitas
mencerminkan kemajuan bangsa dan negara. Untuk mengikuti perkembangan
pengetahuan

dan

teknologi dibutuhkan kompetensi yang berkualitas. Untuk

mendapatkan kompetensi yang berkualitas maka seseorang harus mengalami


proses pengalaman salah satunya dengan pendidikan. Peranan pendidikan sangat
penting dalam pembangunan bangsa maka kualitas dari pendidikan harus
ditingkatkan melalui peningkatan kualitas pembelajaran.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang bersumber dari nilai-nilai dan kebudayaan bangsa dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut dibutuhkan
suatu visi pendidikan yang kuat yang dapat membentuk masyarakat Indonesia
yang berkualitas. Visi tersebut diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Mengacu pada peraturan tersebut proses pembelajaran pada setiap satuan
pendidikan dasar harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, mengembangkan prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis siswa.

Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen


disebutkan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut guru membutuhkan acuan berupa
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 64
tahun 2013 tentang standar isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar Isi untuk
pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi mencakup
lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Materi
yang akan dikaji lebih lanjut adalah materi IPS SD. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah salah satu bahan kajian dari standar isi mata pelajaran
tersebut. Guru mempunyai tugas untuk menerapkan dan mengembangkan KTSP
tersebut dalam pembelajaran mata pelajaran IPS.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun
2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
standar nasional pendidikan menyatakan bahan kajian Ilmu Pengetahuan Sosial,
antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan sebagainya dimaksudkan
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis
peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat.
Pembelajaran

KTSP

pada

mata

pelajaran

IPS

dirancang

untuk

mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap


kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang

dinamis. Selain itu mata pelajaran ini disusun secara sistematis, komprehensif,
dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta
didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang
ilmu yang berkaitan (KTSP,2006).
Istilah IPS bagi sekolah dasar dan menengah merupakan hasil perpaduan
dari mata pelajaran geografi, ekonomi, ilmu poitik, ilmu hukum, sejarah,
antropologi, psikologi, dan sosiologi. Materi IPS untuk jenjeng sekolah dasar
tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih dipentingkan adalah dimensi
pedagogik dan psikologis serta karakteristik kemampuan berfikir peserta didik
yang bersifat holistik (Taneo,2010:6).
Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi
warga Negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga
dunia yang cinta damai. Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi
tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan
setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan sosial di Indonesia untuk
memberikan pengetahuan yang merupakan kemampuan untuk mengingat kembali
atau mengenal ide-ide atau penemuan yang telah dialami dalam bentuk yang sama
atau dialami sebelumnya. Tujuan yang bersifat afektif, berupa pengembangan
sikap-sikap, pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang akan meningkatkan pola

hidup demokratis dan menolong siswa megembangkan filsafat hidupnya


(Taneo,2010:26). Sedangkan menurut Fenton, dalam Taneo (2010:26), tujuan
pengajaran IPS adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga negara yang
baik, mengajar anak didik agar mempunyai kemampuan berpikir dan dapat
melanjutkan kebudayaan bangsa.
Temuan NCSS (Nasional Council for the Social Studies) tahun 2009,
menyatakan bahwa dari 44% kabupaten yang disurvei telah mengurangi waktu
untuk mempelajari IPS. Dan persentase tersebut meningkat menjadi 51% di
kabupaten-kabupaten tersebut dengan

kegagalan sekolah. NCSS

juga

menyatakan bahwa di banyak negara nilai tes membaca dan matematika menjadi
satu-satunya pengukuran pembelajaran. Bahkan ketika IPS termasuk dalam
standar tes yang tinggi, guru hanya menyesuaikan pembelajaran dengan kisi-kisi
tes, bukan menekankan pada pembelajaran bermakna. Sebagai hasil praktik
pendidikan tersebut, siswa hanya akan menerima nilai tes yang baik, sehingga
tingkat kesiapan siswa untuk aktif sebagai warga negara masih kurang.
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti di kelas IIIC SDN
Ngaliyan 01 Semarang menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran IPS di kelas
IIIC belum optimal, hal ini dikarenakan pembelajaran yang dilakukan belum
menerapkan model pembelajaran yang berupa permainan, belum maksimalnya
penggunaan media menyebabkan siswa kurang aktif dan cepat merasa bosan,
sehingga perolehan hasil belajar siswa belum optimal. Pembentukan kelompok
belajar siswa belum tepat, karena belum bisa menumbuhkan hubungan sosial yang
baik antar siswa. Masalah tersebut membuat siswa menjadi tidak aktif dan kurang

bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Kepasifan siswa juga sangat terlihat


pada saat kegiatan diskusi, hanya sebagian siswa saja yang aktif mengikutinya,
rasa tanggung jawab siswa terhadap tugas yang diberikan juga masih kurang.
Selain itu media yang digunakan masih kurang sehingga membuat minat siswa
terhadap pembelajaran menjadi berkurang.
Hal itu didukung data dari pencapaian hasil belajar siswa kelas IIIC pada
mata pelajaran IPS KD 1.2 masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai
terendah 37 dan nilai tertinggi 76, dengan rata-rata kelas 64,2. Sebanyak 15 dari
39 siswa (38,4%) memperoleh nilai di atas KKM. Dengan melihat data hasil
belajar dan pelaksanaan mata pelajaran IPS tersebut perlu untuk segera dicarikan
alternatif pemecahan masalahnya.
Berdasarkan diskusi peneliti dengan kolaborator, untuk memecahkan
masalah pembelajaran tersebut, tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan
untuk

meningkatkan

kualitas

pembelajaran

yang

dapat

meningkatkan

keterampilan guru, mendorong aktifitas siswa dalam pembelajaran, sehingga akan


meningkatkan hasil belajar siswa. Maka peneliti menggunakan salah satu model
pembelajaran aktif yaitu model role playing dengan media boneka jari, karena
peneliti menganggap model role playing dapat mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran,

serta

dapat

memberikan

pengalaman

langsung,

sehingga

pembelajaran IPS lebih bermakna. Peneliti memilih boneka jari sebagai media
karena boneka jari meupakan salah satu media konkrit, bisa dipegang dan
berwarna-warni sehingga dapat menarik minat siswa untuk belajar.

Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui


pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan
penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau
benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang,
bergantung pada apa yang diperankan. Pada strategi role playing, titik tekannya
terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indra ke dalam situasi
permasalahan yang secara nyata dihadapi. Siswa diperlakukan sebagai subjek
pembelajaran yang secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya
dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu (Huda,2013:209).
Menurut Shoimin (2014:162-163) model role playing memiliki kelebihan : (1)
siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh; (2) permainan
merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu
yang berbeda; (3) guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui
pengamatan pada waktu melakukan permainan; (4) berkesan dengan kuat dan
tahan lama dalam ingatan siswa; (5) sangat menarik bagi siswa sehingga
memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias; (6) Membangkitkan
gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi; (7) dapat menghayati
peristiwa yang berlangsung dengan mudah dan dapat memetik butir-butir hikmah
yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri; (8)
dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat
menumbuhkan/membuka kesempatan bagi lapangan kerja.

Pembelajaran IPS dengan model role playing akan lebih bermakna jika
didukung dengan media yang dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas
belajar, dan hasil belajar siswa. Media pembelajaran berfungsi untuk
meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar, pada umumnya hasil belajar siswa
dengan menggunakan media pembelajaran akan tahan lama mengendap sehingga
kualitas pembelajaran memiliki nilai tinggi (Anitah,2012:6.9). Media yang tepat
untuk menunjang pembelajaran tersebut adalah media boneka jari. Menurut
Daryanto (2013:33) boneka merupakan benda tiruan dari bentuk manusia dan atau
binatang. Sebagai media pendidikan, dalam penggunaannya boneka dimainkan
dalam bentuk sandiwara boneka. Media boneka dalam penggunaannya efisien
terhadap waktu, tempat, biaya, dan persiapan, tidak memerlukan keterampilan
yang rumit, dapat mengembangkan imajinasi dan aktivitas anak dalam suasana
gembira.
Penelitian yang mendukung pemilihan model role playing dengan media
boneka jari dalam adalah penelitian yang dilakukan oleh Rini Meita Indrawati
pada tahun 2013 yang dimuat dalam Jurnal PGSD UNNES yang terdapat dalam
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jee diakses pada tanggal 03 Januari 2015
pukul 17.35 WIB dengan judul Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi
Peristiwa Sekitar Proklamasi Melalui Bermain Peran. Hasil

penelitian

menunjukkan pada siklus I nilai akhir performansi guru 82,66, rata-rata nilai
78,93, ketuntasan belajar klasikal 85,71%, dan persentase aktivitas belajar
siswa 68,56% dengan kriteria tinggi. Sementara pada siklus II nilai akhir
performansi guru 89,23, rata-rata nilai 80,24, ketuntasan belajar klasikal

92,86%, dan persentase aktivitas belajar siswa 77,89% dengan kriteria sangat
tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan

bahwa

metode

bermain

peran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa serta performansi
guru kelas V SD Negeri 4 Cipaku Mrebet Purbalingga pada materi Peristiwa
Sekitar Proklamasi. Untuk

itu,

metode

bermain

peran

dapat

dijadikan

alternatif metode dalam pembelajaran IPS dengan tetap memperhatikan


karakteristik materi dan kondisi siswa.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Tati Sukerti pada tahun 2013
yang

dimuat

dalam

Jurnal

PGSD

UNTAN

yang

terdapat

dalam

http://journal.untan.ac.id/sju/index.php/ diakses pada tanggal 03 Januari 2015


pukul 17.50 WIB dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Percakapan Sederhana dengan Menggunakan Boneka Jari di kelas
I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Dengan menggunakan media boneka jari
ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas I yaitu pada siklus I
dengan rata-rata 58,96, sedangkan pada siklus II dengan rata-rata 76,46 ; terjadi
peningkatan sebesar 17,50. Dari data yang diperoleh menunjukkan

bahwa

penggunaan media boneka jari dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas I
pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti akan melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS
melalui Model Role Playing dengan Media Boneka jari pada Siswa Kelas IIIC
SDN Ngaliyan 01 Kota Semarang

1.2. Perumusan Masalah dan Paemecahan Masalah


1.2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
Bagaimanakah cara meningkatkan kualitas pembelajaran IPS KD 2.1 Jenis-jenis
pekerjaan melalui model role playing dengan media boneka jari pada siswa kelas
IIIC SDN Ngaliyan 01 kota Semarang?
Adapun rumusan masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1) bagaimanakah cara meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS
KD 2.1 Jenis-jenis pekerjaan melalui model role playing dengan media
boneka jari pada siswa kelas IIIC SDN Ngaliyan 01 kota Semarang?
2) bagaimanakah cara meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS
KD 2.1 Jenis-jenis pekerjaan melalui model role playing dengan media
boneka jari pada siswa kelas IIIC SDN Ngaliyan 01 kota Semarang?
3) bagaimanakah cara meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS
KD 2.1 Jenis-jenis pekerjaan melalui model role playing dengan media
boneka jari pada siswa kelas IIIC SDN Ngaliyan 01 kota Semarang?
1.2.2. Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah maka peneliti memilih model role playing
dengan media boneka jari untuk memecahkan permasalahan yang terjadi.
Adapun langkah-langkah Role Playing, menurut Huda (2013:116-117)
sebagai berikut:
1) pemanasan suasana kelompok (pengantar serta pembahasan cerita dari guru);

2) seleksi partisipan;
3) pengaturan setting;
4) persiapan memilih siswa sebagai pengamat;
5) pemeranan;
6) diskusi dan evaluasi;
7) pemeranan kembali;
8) diskusi dan evaluasi lebih lanjut;
9) sharing dan generalisasi pengalaman.
Langkah-langkah penerapan model role playing dengan media boneka jari
dalam pembelajaran IPS KD 2.1 Jenis-jenis Pekerjaan sebagai berikut:
1. siswa membentuk kelompok yang anggotanya 5-8 orang;
2. siswa menyusun naskah drama yang akan diperagakan dengan media boneka
jari;
3. siswa membantu guru menyiapkan boneka jari yang akan digunakan sebagai
media role playing;
4. siswa memilih karakter tokoh yang sesuai diri mereka dengan bimbingan
guru;
5. siswa menyiapkan tempat/setting untuk memeragakan naskah drama tersebut;
6. siswa bersama keompoknya mempelajari kembali naskah drama yang telah
mereka susun sebelumnya, serta mempersiapkan diri untuk pentas role
playing dengan media boneka jari;
7. siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai urutan kelompok yang akan
pentas, dan kelompok yang menjadi pengamat;

8. siswa secara urut maju memeragakan naskah drama dengan media boneka jari
bersama kelompoknya;
9. setelah semua kelompok maju mementaskan cerita, siswa bersama guru
mengevaluasi pemeranan dengan media boneka jari (kejadian, posisi,
penghayatan), siswa mendengarkan masukan atau alternatif perilaku dalam
langkah selanjutnya;
10. salah satu kelompok yang terpilih, kembali memerankan naskah drama
mereka setelah melakukan evaluasi bersama, dan kelompok yang lain sebagai
pengamat;
11. siswa diarahkan guru untuk menghubungkan situasi yang diperankan tadi
dengan kehidupan nyata.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS KD 2.1 jenis-jenis pekerjaan
pada siswa kelas IIIC SDN Ngaliyan 01 kota Semarang.
1.3.2. Tujuan khusus
1) Meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS KD 2.1
jenis-jenis pekerjaan melalui model role playing dengan media boneka
jari.
2) Meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS KD 2.1 jenisjenis pekerjaan melalui model role playing dengan media boneka jari.

3) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS KD 2.1


jenis-jenis pekerjaan melalui model role playing dengan media boneka
jari.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi umumnya. Selain itu penelitian
ini juga diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1.4.1

Bagi Siswa
Dengan penerapan model role playing dengan media boneka jari, siswa

dapat menerima pengalaman belajar yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan


aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran khususnya pada pembelajaran
IPS dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
1.4.2

Bagi Guru
Memberikan wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang model role

playing yang dapat dijadikan pedoman atas pembelajaran yang telah dilakukan,
sehingga guru dapat meningkatkan keterampilan mengajar guru dan memotivasi
guru untuk berpikir inovatif.
1.4.3

Bagi Sekolah
Menambah pengetahuan bagi guru-guru di SDN Ngaliyan 01 kota Semarang

tentang model role playing dengan media boneka jari dan memberi kontribusi
yang lebih baik dalam perbaikan pembelajaran, sehingga mutu sekolah dapat
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai