Anda di halaman 1dari 16

UJIAN TENGAH SEMESTER TEOLOGI

II
EUTANASIA : PANDANGAN HUKUM,
ETIKA KEDOKTERAN DAN IMAN
KRISTIANI

Disusun oleh:
Iriani Papuani Upuya (07120090098)
Merisa Noviliany Rachmad (07120100023)
Anastasia Florentina (07120100036)
Jane (07120110017)
Marnellya Sylvia Anggreini (07120110020)
Chelsea Gabriella Gunawan (07120110036)
Lisa Karina Sudjadi (07120110040)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


2014
EUTHANASIA
I. PENDAHULUAN
Dalam menangani berbagai macam penyakit mematikan,
koma, kelumpuhan, permanent brain damage, kelahiran bayi
cacat, terminal condition, dan berbagai kasus pelik lainnya
sering menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai apakah kita
harus

menggunakan

setiap

jalan

yang

mungkin

untuk

mempertahankan seseorang tetap hidup bahkan ketika dokter


mengatakan bahwa tidak ada obat untuk menyembuhkan pasien
tersebut atau bahkan kita harus merelakan pasien tersebut
untuk

meninggal

begitu

saja.

Hal

ini

merupakan

suatu

permasalahan yang paling sering diperdebatkan di dalam


bidang

medis

dan

bahkan

sampai

sekarang

pun

belum

ditemukan suatu kesimpulan yang tepat.


Dewasa ini berbagai macam permasalahn moral muncul
dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti aborsi, bayi tabung,
eutanasia, dan kloning. Tindakan tersebut merusak moral hidup
manusia, manusia tidak lagi menghargai hidup serta Allah
sebagai pemberi hidup. Manusia dengan pengetahuannya serta
didasari atas superioritasnya atas ciptaan yang lain berupaya
untuk melampaui kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan
dengan berupaya untuk menjadi alter deus atau allah lain,
karena manusia berusaha untuk merampas kedaulatan Allah
sebagai satu-satunya pemegang kuasa untuk memberi hidup dan
mencabut hidup setiap makhluk di bumi ini.

Eutanasia merupakan salah satu permasalahan yang sering


diperdebatkan saat ini. Berbagai golongan berupaya untuk
memahami dan menjelaskan permasalah eutanasia ini dengan
pandangan dan ideologi masing-masing. Di satu pihak ada
golongan

yang

terus

berupaya

untuk

menolak

tindakan

eutanasia yang dilakukan secara sadar, sengaja, dan langsung.


Tetapi di lain pihak adapula golongan yang berupaya untuk
melegalkan tindakan eutanasia. Pertentangan antara dua kubu
ini hingga saat ini masih terus berlangsung.
Seiring dengan makin berkembangnya teknologi didunia
medis, berbagai macam cara penanganan telah dilakukan oleh
para profesional medis sebagai cara-cara medis modern, salah
satunya adalah eutanasia. Kata euthanasia berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu . (eu) yang artinya baik dan
(thanatos) yang berarti kematian. Secara etimologis, euthanasia
dapat diartikan sebagai mati yang layak atau mati yang baik
(good death) . Dalam pengertian asli yaitu bahasa Yunani kata
ini lebih berpusat pada cara seseorang mati yakni dengan hati
yang tenang dan damai,

namun bukan pada percepatan

kematian. Jadi secara harafiah, eutanasia tidak dapat di


kategorikan sebagai pembunuhan atau upaya menghilangkan
nyawa seseorang. Namun seiring dengan perjalanan waktu
euthanasia sendiri mengalami pergeseran arti. Sejak abad 19
terminologi

euthanasia

dipakai

untuk

penghindaran

dan

peringanan rasa sakit bagi para penderita penyakit yang tak


kunjung sembuh dan menghadapi kematian dengan pertolongan
dokter.
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan
sebagai kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama
dalam

kasus

penyakit

yang

penuh

penderitaan

dan

tak

tersembuhkan. Sementara itu menurut Kamus Kedokteran


Dorland euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama,
suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua,
pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan
seseorang

yang

menderita

penyakit

yang

tak

dapat

disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan


disengaja.
Menurut Fred Ameln, euthanasia dapat di klasifikasikan dalam
beberapa kelompok. Kelompok pertama yaitu berdasarkan
inisiatif, euthanasia dapat di bagi menjadi voluntary euthanasia,
non voluntary euthanasia, dan involuntary euthanasia.

Voluntary euthanasia adalah euthanasia yang dilakukan atas


permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak
dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa
sakit yang diakibatkannya

Non voluntary euthanasia adalah euthanasia yang dilakukan


atas

permintaan

orang

lain,

bukan

pasien,

mereka

mengandaikan bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan


diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar
tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya

Involuntary euthanasia adalah pengakhiran kehidupan pada


pasien tanpa persetujuan dari pasien tersebut.

Kelompok kedua yaitu berdasarkan akibat, euthanasia dapat


dibagi menjadi langsung dan tidak langsung.

Langsung adalah cara mengakhiri hidup dengan tindakan


medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup
seorang pasien

Tidak langsung adalah tindakan medis yang dilakukan


secara tidak langsung akan mengakhiri hidup pasien tetapi
diketahui bahwa tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup
pasien. Contoh : mencabut oksigen

Kelompok ketiga yaitu berdasarkan cara yang dilakukan untuk


euthanasia, yaitu aktif dan pasih.

Aktif adalah euthanasia yang dilakukan baik atas permintaan


pasien

atau

kesehatan

tidak,

secara

yaitu
sengaja

ketika

dokter

melakukan

atau

petugas

tindakan

untuk

memperpendek hidup pasien

Pasif adalah euthanasia yang dilakukan baik atas permintaan


pasien atau tidak, yaitu dokter secara sengaja tidak lagi
memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang
hidup pasien.
Tujuan dari pembahasan ini adalah :

1. Menelaah mengenai Euthanasia


2. Menelaah pro dan kontra mengenai euthanasia
3. Membandingkan pandangan euthanasia dari segi hukum,
etika kedokteran dan iman kristiani.

II.

PANDANGAN HUKUM MENGENAI


EUTHANASIA DI INDONESIA DAN NEGARA
LAIN

Hukum

di

Indonesia

secara

tegas

menolak

tindakan

euthanasia. Hukum secara tegas pula menindaki orang orang


yang terlibat langsung dalam tindakan euthanasia, karna dinilai
telah melakukan tindakan pembunuhan, dan untuk itu diberi
sanksi

yang kuat. Hukum-hukum yang mengatur tentang

euthanasia tersebut, yaitu :


1. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :

Barang siapa

merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri


yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Pasal

356

(3)

KUHP

yang

juga

mengancam

terhadap

Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan


yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk dimakan
atau diminum.
3. Pasal 304 KUHP dinyatakan, Barang siapa dengan sengaja
menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan
sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena

persetujuan,

dia

wajib

memberikan

kehidupan,

perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam


dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau denda paling banyak tiga ratus rupiah
4. Pasal

306

(2)

KUHP

dinyatakan,

Jika

mengakibatkan

kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara


maksimal sembilan tahun.
Dengan adanya hukum-hukum tersebut, maka Indonesia
dengan tegas menolak dilakukan euthanasia dalam keadaan
apapun, dan akan memberikan sanksi tegas bagi siapapun yang
melanggar hukum-hukum tersebut.

Tetapi dibeberapa negara lain ada yang menyetujui tindakan


euthanasia, seperti Negara Belanda, Swiss, Luxemberg, dan
Belgia.

Negara-negara

ini

setuju

dengan

dilakukannya

euthanasia karena negera tersebut didasarkan kepada suatu


paradigma yang melihat bahwa manusia selain memiliki hak
untuk hidup, mereka juga mempunyai hak untuk mati The right
to die. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir
hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera
diakhiri. Mereka menganggap bahwa eutanasia dengan bantuan
hanya

sekadar

mempercepat

kematiannya,

sekaligus

memungkinkan kematian yang baik, tanpa penderitaan yang


tidak perlu. Negara tersebut sudah mengatur hukum euthanasia
secara tegas. Beberapa contoh

yang dapat disebutkan antara

lain :
1. Belanda
Tanggal 10 april 2001 Belanda menerbitkan undang-undang
yang mengijinkan euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami
sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk
mengakhiri penderitaannya. Dalam karangan yang berjudul
The Slippery Slope Of Dutch Euthanasia dilaporkan bahwa
sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan
untuk

melakukan

euthanasia

dan

tidak

akan

dituntut

dipengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang


telah ditetapkan, seperti mengadakan konsultasi dengan
rekan sejawat dan membuat laporan dengan menjawab
setiap 50 pertanyaan.
2. Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada


warga negara swiss ataupun orang asing apabila yang
bersangkutan memintanya sendiri.
3. Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan euthanasia pada
akhir

september

menyatakan

2002.

bahwa

Para

ribuat

pendukung

tindakan

euthanasia

euthanasia

telah

dilakukan setiap tahun sejak legalisasi tersebut. Namun


mereka masih mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan
euthanasia ini sehingga ada upaya untuk menciptakan
birokrasi kematian.
4. Luxemburg
19 februari 2008 parlemen negara ini menjadi negara yang
selanjutnya menyetujui tindakan euthanasia.

III.

PANDANGAN ETIKA KEDOKTERAN

MENGENAI EUTHANASIA
Kode

Etik

Kedokteran

Indonesia

(KODEKI)

menggunakan

euthanasia dalam tiga arti, yaitu :


1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa
penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir,
2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan
pasien diperingan dengan memberikan obat penenang,
3. Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja
atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Dari pengertian diatas maka euthanasia mengandung unsurusur sebagai berikut :


1.

Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu,

2.

Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak


memperpanjang hidup pasien,

3.

Pasien

menderita

suatu

penyakit

yang

sulit

untuk

disembuhkan,
4.

Atas permintaan pasien dan keluarganya,

5.

Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; seorang dokter


harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai
dengan standar profesi tertinggi. Jelasnya bahwa seorang
dokter

dalam

melakukan

kegiatan

kedokterannya

sebagai

seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran


mutakhir,

hukum

dan

agama.

KODEKI

pasal

7d

juga

menjelaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat


akan kewajiban melindungi hidup insani. Artinya dalam setiap
tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan
dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya
seorang

dokter

tidak

boleh

melakukan:

Menggugurkan

kandungan (abortus provocatus), mengakhiri kehidupan seorang


pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan
sembuh lagi (euthanasia)
Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia
sebab profesi kedokteran adalah untuk menyembukan dan
bukan untuk mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat
kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Sumpah

hipokrates jelas-jelas menolaknya saya tidak akan memberikan


racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai
hal ini kepada mereka yang memintanya. Sumpah ini kemudian
menjadi dasar sumpah seluruh dokter di dunia, termasuk di
Indonesia.
Dalam pasal 9 , BAB 2 KODEKI tentang kewajiban dokter
kepada

pasien,

senantiasa
manusia.

disebutkan

mengingat
Ini

berarti

bahwa

akan

seorang

kewajiban

menurut

dokter

harus

melindungi

hidup

KODEKI

dokter

tidak

diperbolehkan mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun


menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh lagi.
Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia
adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan
bukan mengakhiri hidup pasien.

IV.

PANDANGAN IMAN KRISTEN MENGENAI

EUTHANASIA
Hidup manusia adalah dasar dari segala nilai, sekaligus
sumber dan persyaratan yang perlu bagi semua kegiatan
manusia dan juga untuk setiap hidup bersama dimasyarakat.
Kitab suci memandang bahwa hidup manusia itu suci karena
berasal dari Allah sendiri, Tuhan Allah membentuk manusia itu
dari debu tanah dan menghembuskan napas hidup ke dalam
hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang
hidup. (Kejadian 2:7) karena itu, pembunuhan orang lain tidak
dibenarkan karena melawan hukum ilahi, Jangan membunuh.
(Keluaran 20:13). Hidup dan mati manusia berada ditangan
Tuhan, karena Kita adalah milik Tuhan. (Roma 14:8 ; Filipi
1:20) dan seperti yang Ayub katakan, Tuhan memberi, Tuhan

yang mengambil. (Ayub 1:21) dan Dia saja yang berhak


mengambilnya. (Ibrani 9:27).
Hidup manusia itu suci karena sejak awal mula melibatkan
karya penciptaan Allah dan hal ini tetap berlangsung selamanya
dalam hubungan yang sangat khusus dengan Sang Pencipta
yang adalah satu-satunya tujuan akhir hidup manusia. Kesucian
manusia itu bukan hanya karena asal usulnya dari Allah tetapi
juga karena tujuan hidup manusia adalah kembali kepadaNya
(penebusan). Karena itu hidup manusia tidak boleh dilanggar
dan

dihancurkan,

dipertahankan.

tetapi

Eutanasia

harus

dilindungi,

merupakan

dijaga,

penolakan

dan

terhadap

kedaulatan Allah yang mutlak atas kehidupan dan kematian,


seperti dinyatakan dalam doa Israel kuno,Engkau berdaulat
atas hidup dan mati; Engkau membawa kepada gerbang alam
maut dan keatas kembali. (Ayub 13:2)
Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada
waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang
ditanam (Pengkotbah 3:2).
Kelompok

pro-eutanasia

mengatakan

bahwa

tindakan

eutanasia dilakukan dengan persetujuan, dengan tujuan utama


menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang
menjadi pedoman ini adalah pendapat bahwa manusia tidak
boleh dipaksa untuk menderita. Jadi tujuan utamanya adalah
meringankan penderitaan pasien. Argumen yang paling sering
digunakan adalah argumen atas dasar belas kasihan terhadap
mereka yang sakit berat dan secara medis tidak memiliki
harapan untuk pulih. Argumen kedua adalah perasaan hormat
terhadap menusia yang ada hubungannya dengan kebebasan
hak asasi manusia. Argumen-argumen ini bertentangan dengan
kitab Pengkotbah. Dalam Pengkotbah 8:8 dikatakan, Tiada

seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun


berkuasa atas kematian Ayat ini jelas ingin menunjukan
bahwa tidak ada seorangpun yang berhak untuk mengakhiri
hidup

orang

lain.

Bahkan

diri

sendiripun

tidak

berhak

mengakhiri hidup diri sendiri dengan alasan apapun karena


hanya Allah yang berkuasa atas hidup dan mati seseorang.
Eutanasia bertentangan dengan kewajiban manusia untuk takut
akan Allah. Pengkotbah 11:13 tertulis takutlah akan Allah
dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah
kewajiban setiap orang.
Praktek euthanasia adalah salah karena melanggar prinsip
bahwa kehidupan itu diberikan oleh Allah. Sesungguhnya Allah
tidak menyetujui Tangan yang menumpahkan darah orang
tidak bersalah (Amsal 6:16,17) kehidupan berasal dari Allah
oleh karena itu adalah keputusan Allah untuk memberi dan
mengambilnya kembali.
Dalam Alkitab, penderitaan membawa fungsi yang positif dan
konstruktif dalam hidup manusia. Seperti yang tertera pada
Yakobus

1:2-4

dan

Roma

5:3-4,

penderitaan

melahirkan

ketekunan, pengharapaan, dan kesempurnaan hidup. Hidup itu


adalah pemberiaan Tuhan, manusia menjadi makhluk hidup
setelah Tuhan menghembuskan nafas kehidupan kepadanya
(Yehezkiel

37:9-10).

Tugas

manusia

adalah

memelihara

kehidupan yang diberikan oleh Tuhan, bukan hanya kehiudpan


yang sehat tetapi juga hidup yang dipenuhi oleh penderitaan
dan hidup yang sakit. Maka penderitaan harus dapat diterima
sebagai

kehidupan

orang

penderitaan karena sakit.

V. KESIMPULAN

percaya

(Roma

5:3)

termasuk

5.1 Ringkasan
Masalah eutanasia berkaitan dengan masalah kehidupan.
Hidup manusia itu luhur karena merupakan anugerah Allah
yang amat besar. Semua agama mengajak umatnya untuk
memelihara hidup dan menghantar manusia pada keselamatan.
Keselamatan dari Allah berarti hidup bersatu dengan Dia. Dalam
gereja, hidup manusia amat dijunjung tinggi. Hidup tidak boleh
dirampas begitu saja karena itu merupakan wewenang dari
Allah Yang Maha Kuasa. Sama seperti perkataan St. Paulus,
bahwa hidup atau mati kita ini adalah milik Tuhan (Roma 12:35).
Dewasa ini, prinsip the right to die berkembang pesat.
Akibatnya, banyak negara yang telah melegalkan tindakan
eutanasia. Meskipun demikian, masih banyak kalangan yang
menentang tindakan eutanasia dan berpegang teguh pada
prinsip bahwa kehidupan dan kematian manusia mutlak menjadi
hak Allah. Hanya Allah yang berkuasa atas hidup dan mati
seseorang, yang hingga kini hal ini masih menjadi misteri bagi
manusia.
Manusia diberi kuasa dari Allah untuk menggembangkan
hidup dan bukan untuk meniadakannya. Oleh sebab itu,
tindakan eutanasia yang dilakukan secara sadar, sengaja, dan
langsung apapun alasan dan tujuannya, tidak dapat dibenarkan.
Hukum di Indonesia secara tegas menolak tindakan eutanasia,
hukum secara tegas pula menindaki orang-orang yang terlibat
langsung

dalam

tindakan

eutanasia,

karena

dinilai

telah

melakukan tindakan pembunuhan, untuk itu diberikan sanksi


yang berat. Di samping itu, gereja pun menolak untuk tindakan
manusia ini karena merampas kehidupan manusia yang luhur.
Hidup tidak lagi dihargai. Apapun alasannya, tindakan eutanasia

merupakan suatu kesalahan besar dan dapat merusak moral


manusia.

Hidup

manusia

harus

dibela,

karena

hidup

itu

merupakan anugerah yang luhur dari Allah.


Ada pepatah yang mengatakan bahwa Hidup adalah sebuah
pilihan.

Dalam

kehidupan

bermasyarakat,

kita

sering

diperhadapkan dengan berbagai pilihan yang menyulitkan.


Pilihan-pilihan itu sering kali memposisikan kita dalam situasi
yang sulit. Kita sering bingung ketika kita harus mengambil
sebuah keputusan. Permaslahan mengenai euthanasia menjadi
salah satu kondisi konkrit yang membawa kita dalam situasi
yang sulit dan serba membingungkan itu. Misalnya, ketika
seorang anggota keluarga kita dalam keadaan sakit parah,
ditambah lagi dengan kemungkinan untuk sembuh sudah tipis.
Hidupnya tinggal menunggu waktu saja. Pada saat seperti inilah
pilihan yang membingungkan itu muncul dalam diri kita.
Relakah kita membiarkan orang yang kita cintai itu terusmenerus menderita? Ataukah kita akan langsung mengakhiri
hidupnya dengan tindakan euthanasia karena merasa kasihan?
Perlu
menjalani

diperhatikan
kehidupan

bahwa
menurut

setiap

orang

rencana

terikat

Allah.

untuk

Hidup

itu

dipercayakan kepadanya sebagai nilai. Hendaknya setiap orang


terbuka terhadap kehendakNya dengan menaruh pengharapan
akan kepenuhan hidup di surga. Memang tidak seorangpun suka
terhadap penderitaan dan tidak seorangpun mau melihat
penderitaan orang yang dikasihinya. Tetapi ingatlah bahwa
setiap orang yang telah dibaptis, ikut ambil bagian dalam
sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus.
Penderitaan bukan untuk dihindari tetapi untuk diterima.
Sakit dan penderitaan dapat menghantar orang untuk turut
merasa dekat dengan Allah. Orang akan semakin mengimani

kasih Allah yang besar yang mengaruniakan putraNya yang


tunggal agar setiap orang yang percaya kepadaNya untuk
beroleh hidup yang kekal.
V.2

Saran

Masalah eutanasia bukan masalah yang sederhana, melainkan


masalah yang rumit dan kompleks. Karena itu, setiap orang
harus mendalami masalah ini secara baik dan benar. Untuk itu,
perlu ada keterlibatan dan kerjasama dari berbagai pihak yang
bergerak dalam bidang medis dan riset, tokoh-tokoh agama,
politik, dan masyarakat luas. Sosialisasi tentang masalah ini
amat diperlukan, harus ada penjelasan yang jelas dan lengkap
bagi seluruh masyarakat tentang masalah eutanasia ini. Di
samping itu, setiap orang hendaknya menyerukan seruan-seruan
untuk

membela

hidup

manusia.

Hidup

manusia

menjadi

tanggungjawab bersama. Saran dari sisi iman Kristiani adalah


berpegang teguh pada prinsip bahwa kematian adalah hak
Allah. Manusia berhak untuk mengembangkan hidup, bukan
untuk mencabut hidup. Dari segi medis, para petugas kesehatan
harus berupaya mengamalkan KODEKI dan lebih meningkatkan
profesionalitas kerja.

VI.

BIBLIOGRAFI

1. Konferensi Waligereja Indonesia, Eutanasia, Dokpen KWI


(2005), hlm.7.
2. Yuwantoro, Eka. Eutanasia (Jakarta: Obor, 2005). hlm. 18-19.
3. Konferensi Waligereja Indonesia, Surat Apostolik dari Paus
Yohanes Paulus II tentang Arti Kristiani dari Penderitaan
Manusia, Salfici Doloris (1984) Dokpen KWI (1993), hlm.
35.
4. Alexander, Neil M. The New Interpreters Bible vol.5 (United
States: Abingdon press,1997)

5. Bergant, Dianne., Robert J. Karris. Tafsir Alkitab Perjanjian


Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2002).
6. Dedek, John F., Contemporary Medical Ethics. (Newyork:
Sheed and Ward, 1975).
7. Geisler, Norman L., Etika Kristen, Pilihan, dan Isu (Malang
: SAAT, 2007).
8. Rogers, John, (ed) Bioethics (New Jersey: Paulist, 1981).
9. Go, Piet, Teologi Moral Dasar. (Malang: Dioma, 2007)

Anda mungkin juga menyukai