Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
Stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Diperkirakan terdapat 700.000 kasus stroke yang terjadi setiap tahun di
Amerika Serikat, 600.000 diantaranya stroke infark dan 100.000 lainnya stroke
perdarahan.1 Menurut

Riset

Kesehatan

Daerah

RISKESDA

yang

diselenggarakan Departemen Kesehatan RI tahun 2007 didapatkan bahwa stroke


merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian) 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi terutama
pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata
adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di
Papua.2
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia pada
tahun 2012, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah
penderita stroke di Indonesia terbanyak dan menempati urutan pertama di Asia.
Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60
tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun.3
Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan
dibandingkan kematian. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar,
selain bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Ditinjau dari segi psikologi,
keterbatasan fisik yang diderita pasien dapat membuatnya terasing

dari

lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan


pendekatan yang sesuai dapat membantu penderita dalam meningkatkan kualitas
hidup dan menjauhkan pasien dari perasaan depresi dan putus asa yang dapat
semakin memperburuk keadaannya. 4
Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi
medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus
diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban
bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk
mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke berulang (secondary

prevention). Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat


disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada
kematian.4
Dengan pelayanan rehabilitasi medis yang tepat, 80% penderita stroke
yang tetap hidup dapat berjalan tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau
melakukan aktifitas mengurus diri sendiri dan 30% dapat kembali bekerja.
Terdapat dua pola besar dalam program rehabilitasi stroke yaitu pola tradisional
yang menggunakan pendekatan unilateral dan pola neurodevelopmental yang
menggunakan pendekatan bilateral.5
Berikut akan dilaporkan sebuah laporan kasus rehabilitasi medik pada
penderita hemiparesis dekstra, paresis nervus VII sentral dekstra dan disartria et
causa stroke iskemik di RSUP Prof. Dr. Kandou Manado.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Stroke
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tandatanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau
global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.6
B. Epidemiologi Stroke
Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan stroke
sangat besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara
maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun
2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di dunia. Dari data yang
dikumpulkan oleh American Heart Association tahun 2004 setiap 3 menit satu
orang meninggal akibat stroke.4
Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia
pada individual di atas 60 tahun. 7 Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap
tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh
mereka yang berusia muda dan produktif. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki)
ikut berperan serta dalam upaya mengatasi dan menangani masalah stroke di
Indonesia.3
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi
juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah
laku dan pola hidup masyarakat. Diperkirakan setiap tahun sekitar 500.000
penduduk Indonesia terkena serangan stroke, sekitar 25% atau 125.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami cacat berat ataupun ringan.7
C. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan kelainan patologis stroke dibagi menjadi stroke hemoragik
dan stroke non-hemoragik. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan

intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Stroke non-hemoragik atau stroke


iskemik dibagi menjadi stroke akibat trombus, emboli serebri dan hipoperfusi
sistemik.6
Berdasarkan waktu terjadinya stroke dibagi menjadi Transient Ischemic
Attack (TIA), Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND), Stroke in
Evolution (Progressing Stroke), Complete Stroke. 8
Stroke juga dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis yang ada
menggunakan kriteria Bamford, yaitu : 9
-

Lacunar Infarct (LACI)


Stroke motorik murni, stroke sensorik murni dan ataksia hemiparesis.

Total Anterior Circulation Infark (TACI)


Kombinasi disfungsi serebral yang lebih tinggi, hemianopsia homonim,
defisit sensorik dan motorik ipsilateral pada sekurangnya dua daerah.

Partial Anterior Circulation Infark (PACI)


Dua atau tiga komponen dari TACI ditambah dengan gangguan kesadaran.

Posterior Circulation Infark (POCI)


Vertigo, paralisis saraf kranialis ipsilateral dengan defisit motorik atau
sensorik kontralateral, defisit sensorik atau motorik bilateral, gangguan
konjugasi pergerakan mata, disfungsi serebral, hemianopsia homonim.

D. Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui
penekanan struktur otak dan juga oleh hematome yang menyebabkan iskemia
pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan
menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.10

Etiologi dari Stroke Hemoragik :


1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. 10
Gejala klinis :
-

Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan


aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan
tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,
bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.

Penurunan

kesadaran

yang

berat

sampai

koma

disertai

hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.


-

Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks


pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi

Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya


papil edema dan perdarahan subhialoid. 10

2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer. 10 Sebagian besar kasus disebabkan
oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain
adalah malformasi arterivena atau tumor. 2
Gejala klinis :
-

Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak berlangsung dalam 1 2


detik sampai 1 menit.

Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, gelisah dan kejang.

Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam


beberapa menit sampai beberapa jam.

Dijumpai gejala-gejala rangsang meningeeal

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala


karakteristik perdarahan subarakhnoid.

Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau


hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan
pernafasan.8

E. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis
yang sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa.
Anamnesis pada stroke meliputi identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian
psikososiospiritual.1,3
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan fokus
pemeriksaan pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan- keluhan pasien. 1
Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda- tanda vital:
tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. 1,2
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar
yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomantosa. 1,6
Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial meliputi
saraf kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan yang
diakibatkan oleh paralisis dari saraf- saraf kranial. 1,2,6
Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menilai kemampuan
pergerakan dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper
Motor Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor

volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di
sisi yang berlawanan dari otak. 6
Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase akut
refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis. 6
Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan
sensorik pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
dapat ditemukan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Kehilangan
sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih
berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,
taktil, dan auditorius.11,12
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT-Scan
tanpa kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan
kolesterol, gula darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status
elektrolit, EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit
jantung, dan foto thoraks. 1
F. Faktor Resiko
Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan
seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa
menyebabkan sel-sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan kelumpuhan.
Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke: 1,8
-

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:

Keturunan

Jenis kelamin

Umur

Ras

Faktor yang dapat dimodifikasi:


-

Hipertensi

Penyakit jantung

Diabetes mellitus

Obesitas (kegemukan)

Hiperkolesterol

Faktor gaya hidup yang tidak sehat (alkohol, merokok, stress )

G. Rehabilitasi Medik
Menurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
mengurangi dampak disabilitas/ handicap, agar memungkinkan penyandang cacat
berintegrasi dengan masyarakat.5
Rehabilitasi dibagi dalam tiga bidang yaitu:5
-

Rehabilitasi medik yaitu suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan


untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan
bila perlu mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.

Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang


bertujuan agar penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat
dengan membantunya menyesuaikan diri pada keluarga, masyarakat dan
pekerjaannya dan juga dengan mengurangi beban sosial ekonomi yang
dapat menghambat proses rehabilitasinya.

Rehabilitasi kekaryaan ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa


bimbingan kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain
untuk penyandang cacat.

Tujuan dalam upaya rehabilitasi medik adalah: 6


-

Pemulihan pasien yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau


setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit.

Menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder.

Masa/ waktu perawatan dapat dipersingkat.

Mengusahakan sedapat mungkin pasien cepat kembali ke pekerjaan


semula atau pekerjaan baru.

Psikologik lebih baik oleh karena pasien tidak terlalu menderita tekanan
jiwa berat atau lama.

Ruang lingkup rehabilitasi medik meliputi: 5


-

Pemeriksaan fisik difokuskan pada tingkat kemampuan fisik dari yang


sakit dan fungsi secara keseluruhan.

Diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksa yang meliputi aspek


medis dan rehabilitasi termasuk di sini apakah terdapat atrofi otot,
kontraktur sendi, kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari,
komunikasi masalah sosial, pendidikan, psikologi dan pekerjaannya.
Dalam pengobatan disini dapat diartikan koreksi kondisi cacat yang ada.

Pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan


sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi
istirahat lama selama perawatan atau pengobatan.
Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari

berbagai disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim tersebut
terdiri dari: dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, pekerja sosial
medik, psikolog, ahli bina bicara, dan perawat rehabilitasi.
H. Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi
kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik atau penyakit
kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan
kapasitasnya. 5
Secara garis besar tahapan rehabilitasi stroke program adalah : Bedside
Exercise, Sitting Exercise, Standing Exercise, dan Ambulation Exercise. Terdapat
dua pola besar pendekatan dalam rehabilitasi penderita stroke yaitu : 13

Pola tradisional atau pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan


unilateral. Pola ini, sisi yang sehat dilatih untuk mengkompensasi sisi yang
sakit

Pola neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana segala


upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah
menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.

Tahapan rehabilitasi pada penderita stroke dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
Rehabilitasi Stroke Fase Akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam
perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke.
Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang dirawat di unit
stroke memberikan hasil yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih
mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai
kualitas hidup yang lebih baik.4
Rehabilitasi Stroke Fase Subakut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan
diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan
penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang
dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%)
pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan
dari orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa
yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat
kembali mencapai kemandirian yang optimal. Rehabilitasi pasien stroke fase
subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.4
Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar
melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa
rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke.
Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering
digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang
terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat

dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang lebih terarah
dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat
tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara
kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.4
Rehabilitasi stadium kronik.
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah
dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga pasien lebih banyak
dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:
Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak
sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat,
namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang diketahui sakit. Pasien
dan keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak
akan terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak
kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada kebutuhan akan
gerak tersebut. Bila ekstremitas yang mengalami sakit tidak pernah digerakkan
sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.
Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya merupakan gerak
fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya
gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional
mengikutsertakan dan mengaktifkan bagianbagian dari otak, baik area lesi
maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan.
Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksi dan ekstensi) siku lengan
yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut
bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap
memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.
Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak
fungsional yang normal dan jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak
normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih

terlalu lemah, berikan bantuan tenaga secukupnya dengan kriteria pasien masih
menggunakan ototnya secara aktif. Bantuan yang berlebihan membuat pasien
tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif). Bantuan tenaga
yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan
mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan ikutan ataupun
pola sinergis yang memang sudah ada dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan
tenaga yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.
Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam
stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien
telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan
dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk
dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara
batang tubuhnya.4
Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik
fisioterapi:5
- Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi nyeri,
relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah superfisial.
Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD), Ultra Sound
Diathermy (USD).
- Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) untuk
menghilangkan nyeri dan spasme otot.
- Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada indikasi dan
teknik yang tepat, hasil terapeutik sangat nyata. Digunakan untuk
menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi jaringan kutan dan
subkutan serta relaksasi.
- Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat-sifat fisik air.
Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang akan
mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh sehingga terdapat
penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai rasa nyeri.

Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan keterampilan penderita


untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi masalahmasalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing- masing. Terapi
okupasi pada pasien stroke mencakup latihan:5
- Aktifitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi dan berpakaian )
- Latihan prevokasional
- Proper Body Mechanism
- Latihan dengan aktifitas.
Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti tripod,
quadripod, dan walker. 5
Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai
kelainan bahasa, suara, dan bicara. 5
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat
penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya. 5
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada pasien demi
menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi pasien dalam hubungan dengan
penyakit dan pasien. 5

Anda mungkin juga menyukai