Case Anemia Anemia
Case Anemia Anemia
PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di Negara
berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik yang mempunyai dampak
besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena
frekuensinya yang demikian sering, anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak
mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik.1
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penuruna kadar
hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit, tetapi yang lazim dipakai adalah hemoglobin
kemudian hematokrit. Harus diingat bahwa terdapat beberapa keadaan tertentu dimana ketiga
parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti padda masa dehidrasi,
perdarahan akut dan kehamilan.1
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai
macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah
cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersembunyi,
sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi kea rah penyakit
berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus
anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tersebut.1
Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang pathogenesis
dan patofisiologi anemia, serta keterampilan dalam memilih, menganalisis serta menghukum
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas tentang pendekatan praktis dalam
diagnosis dan terapi anemia yang sering dihadapi oleh dokter umum ataupun spesialis
penyakit dalam.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Anemia
Anemia adalah berkurangnya sel darah merah sehingga mempengaruhi oksigenasi
jaringan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Anemia secara
fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup.1,2
Menurut kriteria WHO, konsentrasi hemoglobin (Hb) pada pria dewasa adalah < 13
g/dl, wanita dewasa < 12 g/dl, dan wanita hamil < 11g/dl. Untuk anak usia 6 bulan - 6 tahun
konsentrasi Hb < 11 g/dl dan untuk anak usia di atas 6 -14 tahun konsentrasi Hb < 12 g/dl
dianggap menderita anemia.2
Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktik dokter) di Indonesia dan negara
berkembang lainnya, kriteria WHO sulit dilaksanakan karena tidak praktis. Apabila kriteria
WHO dipergunakan maka sebagian besar pasien yang mengunjungi poliklinik atau dirawat di
rumah sakit akan memerlukan pemeriksaan work up anemia lebih lanjut. Oleh karena itu
beberapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria kadar
hemoglobin < 10 g/dl, hematokrit < 30 %, dan jumlah eritrosit < 2.8 juta/mm 3 sebagai awal
dari melakukan work up anemia, atau di India dipakai angka 10-11 g/dl.1,2
2.2.
Epidemiologi
Secara umum anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi
besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pola etiologi anemia pada orang dewasa
pada suatu daerah perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis. Di daerah tropis, anemia
defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan
thalassemia. Pada perempuan hamil anemia defisiensi folat juga perlu dipikirkan. Pada daerah
tertentu anemia akibat malaria masih cukupsering dijumpai. Pada anak-anak, adanya tandatanda thalasemia harus lebih diperhatikan dibandingkan dengan anemia akibat penyakit
kronik. Sedangkan di Bali, kemungkinan juga di Indonesia, anemia aplastik merupakan salah
satu anemia yang sering dijumpai.1
2.3.
antara lain:3-IKA
2
Faktor intrasel
Misalnya thalassemia, hemoglobinopatia (thalassemia HbE, sickle cell anemia),
sferositosis kongenital, defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation
reduktase).
Faktor ekstrasel
Misalnya intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pada tranfusi darah).
3) Anemia defisiensi
Karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi, asam folat, vitamin B12,
protein, piridoksin, dan eritropoetin).
4) Anemia aplastik
Anemia ini terjadi karena terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
Berdasarkan gambaran morfologi dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah
tepi, anemia terbagi dalam tiga golongan, yaitu:1
1) Anemia mikrositik hipokrom, bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg
Thalassemia major
Anemia sideroblastik
Anemia aplastik
Anemia mielodisplastik
3
Anemia megaloblastik
-
2.4.
Anemia nonmegaloblastik
-
Anemia hipotiroidisme
Diagnosis
Anemia merupakan suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity)
yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Maka dalam tahaptahap diagnosis anemia antara lain:1
1. Menentukan adanya anemia
2. Menentukan jenis anemia
3. Menentukan etiologi atau penyakit anemia
4. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan
a. Gejala umum
Gejala umum anemia disebut juga dengan sindrom anemia yang terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunag-kunang, kaki terasa
dingin, sesak napas dan dispepsia. Gejala ini timbul akibat iskemia organ target serta akibat
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan distribusi oksigen. Gejala umum anemia
menjadi jelas (simtomatik) apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7 g/dl.1
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang mudah terlihat pada konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Gejala yang spesifik dapat ditemukan pada
masing-masing bentuk anemia. Pada anemia defisiensi besi dapat ditemukan disfagia, atrofi
papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia). Pada anemia megaloblastik
dapat ditemukan glositis, dan gangguan neurologik pada defisiensi B12. Pada anemia
hemolitik dapat kita temukan tanda klinis seperti ikterus, splenomegali dan hepatomegali.
Untuk anemia aplastik dapat kita jumpai adanya tanda-tanda perdarahan dan infeksi. Penyakit
yang mendasari terjadinya anemia juga dapat menimbulkan manifestasi klinis yang
4
bervariasi. Misalnya anemia akibat infeksi cacing tambang dapat disertai gejala sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan.1
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia
memerlukan pemeriksaan laboratorium.1
c. Pemeriksan laboratorium
Pemeriksaan terdiri dari:1,2
1) Pemeriksaan penyaring, terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit,
dan hapusan darah tepi untuk menentukan jenis morfologi anemia tersebut.
2) Pemeriksaan darah seri anemia, meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit
dan laju endap darah.
3) Pemeriksaan sumsum tulang, memberikan gambaran mengenai sistem hematopoesis
untuk menentukan diagnosis definitif beberapa jenis anemia, misalnya anemia
aplastik, megaloblastik, serta kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem
eritroid.
4) Pemeriksaan khusus
-
Anemia defisiensi besi (Fe); serum iron, total iron binding capacity (TIBC), feritin
serum, saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, reseptor transferin dan pewarnaan
besi pada sumsum tulang (Perls stain).
Anemia megaloblastik; folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin
dan tes Schiling.
Penatalaksanaan
5
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan pasien anemia diantaranya
adalah:1
1) Pengobatan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih dahulu.
2) Tidak dianjurkan pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas.
3) Pengobatan dapat berupa terapi untuk keadaan darurat, terapi suportif, terapi sesuai
gejala khas masing-masing anemia, dan terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar.
4) Terapi ex juvantivus jika diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan dengan evaluasi
terus-menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis.
5) Tranfusi diberikan pada anemia paasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan
hemodinamik. Pada perdarahan kronik tranfusi hanya diberikan jika anemia bersifat
simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Pilihan tranfusi yang diberikan
adalah packed red cell, bukan whole blood.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. QF
No RM
: 804492
Umur
: 15 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Pekanbaru
Masuk RS
: 21 Oktober 2013
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Keluhan utama
-
12 jam SMRS pasien tiba-tiba pingsan saat mengikuti upacara bendera di sekolah,
pingsan berlangsung selama 10-15 menit. Saat sebelum pingsan pasien merasakan
kepala pusing seperti melayang, pandangan berkunang-kunang, jantung berdebardebar, napas sedikit sesak, berkeringat dingin, kemudian pandangan menjadi gelap.
Saat itu pasien tidak langsung dibawa ke dokter namun hanya diistirahatkan ke
tempat yang lebih nyaman. Kemudian pasien sadar kembali, setelah sadar dari
pingsan pasien merasakan kepalanya pusing, badan lemas, gemetaran, jantung
berdebar-debar, berkeringat dingin, wajah terlihat pucat, bibir membiru, tangan dan
kaki teraba dingin. Pasien juga mengeluhkan mual namun tidak ada muntah dan nyeri
ulu hati. Riwayat penyakit jantung tidak ada.
Hal seperti ini sudah sering dialami oleh pasien sejak usia 11 tahun, namun akhirakhir ini semakin sering terjadi. Dalam 1 minggu terakhir pasien sudah pingsan
sebanyak 4 kali. Pingsan terjadi saat melakukan aktivitas yang membuat pasien cepat
Orang tua mengatakan pasien memang sering terlihat pucat sejak kecil, pasien pernah
dirawat dan didiagnosis anemia defisiensi besi 7 bulan yang lalu. Nafsu makan
biasa saja namun orang tua pasien mengaku anaknya sulit untuk makan dengan
teratur karena malas. Pasien mengeluhkan badan lemah dan terasa lesu, nyeri
menelan tidak ada. Riwayat perdarahan menahun tidak ada. Saat pertama kali haid
pasien berusia 12 tahun, haid tidak teratur, jarak antara haid bisa lama ataupun normal
namun siklus tidak pernah memendek. Sekali haid belangsung selama 4-7 hari, dalam
1 hari dapat menghabiskan 2-3 pembalut. Pasien tidak pernah mengalami sakit yang
lama, demam tinggi, bintik-bintik merah pada kulit ataupun mukosa seperti gusi
berdarah ataupun mimisan. Pasien tidak pernah menemukan lebam-lebam di badan.
BAK pasien berwarna kuning bening, BAK tidak pernah berdarah atau berwarna
merah. BAB pasien berwarna kuning kecoklatan, konsistensi padat, BAB tidak
pernah berdarah atau berwarna hitam.
Hemofilia (-)
Gastritis (-)
Kebiasaan makan tidak teratur, dapat 1 kali dalam sehari sejak usia sekolah
PEMERIKSAAN FISIK
8
Pemeriksaan umum
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan umum
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37,7C
Keadaan gizi
- Mata :
- Leher :
Thoraks
-
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: batas-batas jantung
Dekstra :RIC V linea parasternalis dekstra
Sinistra :RIC V linea midclavicularis sinistra
Perkusi
: timpani
Koilonychia (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb
: 6,1 g/dl
MCH
: 18,9 pg
Hematokrit
: 22,4 %
MCHC
: 27,2 g/dl
Eritrosit
: 3.230.000/ul
RDW
: 22,4 %
Leukosit
: 5.840/ul
LED
: 38mm/jam
Trombosit
: 168.000/ul
Hitung
MCV
: 69,3 fl
leukosit
E/B/N/L/M
4,5/0,3/52,6/33,9/8,7
RESUME
upacara bendera di sekolah sekitar 12 jam SMRS, pingsan berlangsung selama 10-15 menit.
Saat sebelum pingsan kepala pusing seperti melayang, pandangan berkunang-kunang, jantung
berdebar-debar, napas sedikit sesak, berkeringat dingin, kemudian pandangan menjadi gelap.
Kemudian pasien sadar kembali, setelah sadar dari pingsan kepala pusing, badan lemah,
gemetaran, jantung berdebar-debar, berkeringat dingin, pucat, bibir membiru, tangan dan kaki
teraba dingin, mual. Hal seperti ini dialami oleh pasien sejak usia 11 tahun, dalam 1 minggu
terakhir sudah pingsan sebanyak 4 kali, terjadi saat beraktivitas seperti mengikuti upacara,
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, ataupun saat berjalan lama.
Orang tua mengatakan pasien memang sering terlihat pucat sejak kecil, pasien
pernah dirawat dan didiagnosis anemia defisiensi besi 7 bulan yang lalu. Nafsu makan biasa
saja namun orang tua pasien mengaku anaknya sulit untuk makan dengan teratur karena
malas. Pasien mengeluhkan badan lemah dan terasa lesu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
TD 100/60 mmHg, nadi 92x/menit lemah, pernapasan 20 x/menit, dan suhu 37,7 oC,
konjungtiva anemis (+/+), kedua telapak tangan dan kaki pucat (+), akral dingin (+) dan CRT
>2 detik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia mikrositik hipokrom (Hb 6,1
g/dl, HT 16.9 %, eritrosit 3.230.000/ul, MCV 69,3 fl dan MCH 18,9 pg) serta LED
memanjang (38mm/jam).
10
DAFTAR MASALAH
Sinkop
RENCANA PEMERIKSAAN
Pemeriksaan faeces
Hb elektroforesis
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmakologis
Diet makanan biasa, frekuensi teratur 3 kali sehari dengan makanan selingan
Farmakologis
IVFD RL 20 tetes/menit
Fe 3 x 325 gr
Asam folat 3 x 1
11
FOLLOW UP PASIEN
23 Oktober 2013
: TD
RR
21x/menit, T = 36,6 C
Wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+), akral dingin (+), CRT < 2 detik
Pemeriksaan labor:
TIBC
: 201,7 ug/dl
Fe1
: 83,3 ug/dl
12
Trombosit
(+)
Kesan
: - IVFD RL 20 tetes/menit
- Asam mefenamat
- pemeriksaan Hb ulang
- diet makan biasa dan teratur, diet tinggi karbohidrat tinggi protein (TKTP) terutama
protein hewani
BAB III
PEMBAHASAN
bendera di sekolah. Saat sebelum pingsan pasien merasakan kepala pusing seperti melayang,
berkeringat dingin, pandangan berkunang-kunang kemudian menjadi gelap. Pingsan
berlangsung selama 10-15 menit, kemudian pasien dapat sadar kembali setelah
diistirahatkan. Pingsan atau hilang kesadaran secara tiba-tiba dalam waktu yang tergolong
singkat pada pasien dapat disebut dengan sinkop. Sinkop terjadi karena hipoperfusi sereberal
secara global yang ditandai dengan onset yang cepat, jangka waktu yang pendek, dan
recovery penuh secara spontan. Hipoperfusi pada pasien dapat disebabkan oleh gangguan
neurogenik, kardiogenik dan sirkulasi. Gangguan neurogenik salah satunya dapat disebabkan
karena refleks vasovagal, yaitu meningkatnya aktivitas saraf otonom yang menyebabkan
vasodilatasi secara mendadak sehingga menurunkan perfusi secara tiba-tiba ke otak. Kondisi
tersebut dapat terjadi pada atlet setelah melakukan latihan fisik ataupun berdiri lama. Sinkop
akibat gangguan kardiogenik terjadi karena jantung sebagai pompa tidak dapat mengalirkan
darah ke otak secara adekuat, pada pasien dapat ditemukan adanya riwayat penyakit jantung,
gangguan struktural ataupun fungsional jantung. Sinkop juga dapat terjadi akibat hipotensi
ortostatik dimana pingsan terjadi akibat menumpuknya darah di bagian-bagian penopang
tubuh saat pasien berubah posisi dari posisi duduk kemudian tiba-tiba berdiri.
penyakit jantung, begitu juga pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada
jantung pasien setra gambaran EKG yang normal. Kronologi saat pasien pingsan juga tidak
disebabkan karena adanya perubahan posisi yang terjadi secara mendadak. Pada kasus ini,
pingsan terjadi saat melakukan aktivitas yang membuat pasien cepat lelah seperti mengikuti
upacara, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, ataupun saat berjalan lama. Kondisi tersebut
dapat menunjukkan hipoperfusi sereberal pada pasien diakibatkan peningkatan aktivitas saraf
otonom yang dapat menyebabkan vasodilatasi secara mendadak sehingga menurunkan perfusi
ke otak.
Dari anamnesis, orang tua pasien juga mengeluhkan wajahnya terlihat semakin
pucat dan lesu sejak 3 bulan terakhir. Pasien juga merasakan badannya terasa lemah dan cepat
lelah, kondisi tersebut menunjukkan pasien mengalami anemia. Hal ini didukung oleh hasil
pemeriksaan fisik dengan ditemukan konjungtiva anemis (+/+), kedua telapak tangan dan
kaki terlihat pucat, akral dingin (+) dan CRT >2 detik. Pada hasil pemeriksaan laboratorium
juga menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom yang ditandai
dengan penurunan kadar Hb, HT, MCV dan MCH (Hb 5.4 g/dl, HT 16.9 %, eritrosit
2.080.000/ul, MCV 69,3 fl dan MCH 18,9 pg).
thalassemia, penyakit kronik seperti infeksi kronik, inflamasi kronik, ataupun keganasan.
Anemia pada defisiensi besi (Fe) dapat terjadi karena riwayat kehilangan Fe akibat
perdarahan menahun, faktor nutrisi berkurang, kebutuhan besi meningkat dan gangguan
absorbsi Fe itu sendiri. Anemia defisiensi Fe juga memiliki gejala khas berupa atrofi papil
lidah, stomatitis angularis, koilonychia, dan disfagia. Berdasarkan keterangan orang tua
pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur, dapat 1 kali dalam sehari sejak usia
sekolah. Namun pada pasien tidak ditemukan adanya riwayat ataupun gejala-gejala khas pada
anemia defisiensi Fe, hal ini juga didukung dengan pemeriksaan selanjutnya didapatkan TIBC
201,7 ug/dl (TIBC meningkat >350ug/dl) dan feritin serum 83,3 ug/dl (feritin serum menurun
<20 ug/dl). Pada pasien juga tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi dan inflamasi yang
kronik seperti demam atupun adanya tanda-tanda peradangan pada pemeriksaan fisik. Pada
pasien juga tidak dicurigai ke arah keganansan karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda
proses yang akut seperti perdarahan pada kulit ataupun mukosa berupa gusi berdarah atau
epistaksis.
riwayat kelainan sejak lahir dan gejala-gejala khas berupa facies Cooley dan
hepatosplenomegali, hal yang paling mungkin menjadi penyebab terjadinya anemia pada
pasien ini adalah thalassemia. Kemungkinan pasien merupakan karier thalassemia , dimana
thalassemia ini biasanya asimtomatis, didapatkan gambaran anemia mikrositik hipokrom
ringan dengan penurunan MCV dan MCH yang bermakna. MCV 69,3 fl dan MCH 18,9 pg.
Pemeriksaan gambaran darah tepi pada pasien ini berupa anisopoikilositosis, polikromasi (+),
ovalosit (+), tear drop cell (+), sel target (+), anulosit (+), burr cell (+), helmet cell (+),
akantosit (+), dan fragmentosit (+), yang menunjukkan gambaran kerusakan eritrosit pada
penderita thalassemia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007
2. Bakta I M. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005