Anda di halaman 1dari 29

0

Menganalisis Tingkat Pencemaran Udara melalui Bioindikator Lumut Kerak


(Lichen) dan Cara Meminimalkan Tingkat Pencemaran Udara pada Jalan
Veteran dan Jalan Panglima Sudirman di Kota Pasuruan

Makalah Penelitian (Revisi)


Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ilmu Lingkungan
yang dibina oleh Bapak Dr. Sueb, M.Kes

Oleh:
Kelompok 16 OFF B
Imam Fikri Fanani

(140341606915)

Mega Pratamasari A. (120341422000)


Sinta Rofifah W.

(120341421971)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Maret 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Bahkan
Indonesia menjadi negara dengan tingkat pencemaran udara tertinggi ketiga
di dunia. Catatan tentang kendaraan bermotor menurut Badan Pusat Statistik
Indonesia hingga tahun 2012, populasi kendaraan bermotor sudah tercatat
sekitar 94 juta unit dengan 81% berbentuk unit sepeda motor. Bahkan di ibu
kota Jakarta, seperti catatan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya (2013),
jumlah kendaraan bermotor sudah mencapai 16 juta unit. Hal inilah yang
menyebabkan pertambahan kandungan emisi gas buang kendaraan bermotor,
yang didominasi oleh gas CO2, dibuang ke udara perkotaan seperti Jakarta
yang dihuni sekitar 10 juta jiwa (BPS, 2010). Menurut data WHO (2014)
tentang tingkat polusi kota besar di dunia dengan menggunakan data PM10
yang berarti ukuran partikel debu lebih kecil dari 10 mikron, kawasan Asia
Tenggara menduduki posisi kedua sebagai penyumbang buruknya udara
perkotaan di dunia. Buruknya udara perkotaan dapat menyebabkan
menurunnya kualitas hidup bagi penduduk.
Pencemaran udara dapat disebabkan dari kebakaran, pabrik/industri,
fluktuasi yang rendah, serta transportasi (Tanaka, 2010). Di Indonesia, emisi
transportasi terbukti sebagai penyumbang pencemaran tertinggi selain pabrik.
Hal ini diakibatkan oleh laju pertambahan tingkat jumlah kendaraan bermotor
yang dari tahun ke tahun meningkat. Dalam hal ini adanya kendaraan
bermotor tidak hanya menimbulkan pencemaran suara (bising), tetapi juga
pencemaran udara yang diakibatkan dari gas beracun yang tekandung di
dalam asap sisa pembakaran bahan bakar bermotor. Gas beracun, misalnya
CO (karbon monoksida), berbaur ke udara bebas, sehingga mengakibatkan
kondisi lingkungan tidak stabil. Pembakaran bahan bakar seperti minyak
bumi dan batu bara mengakibatkan kadar di udara bertambah. Akibatnya,
pantulan panas dari permukaan bumi yang akan lepas ke angkasa menjadi
terhalang (efek rumah kaca). Hal ini akan mengakibatkan pemanasan global.
1

Pengamatan pada bulan Februari 2015 di sepanjang Jalan Panglima


Sudirman terdapat 2 spesies Lichenes, yaitu Crustose dan Foliose yang
melekat pada beberapa pohon. Berdasarkan pengamatan, diduga di sepanjang
Jalan Panglima Sudirman belum melebihi nilai batas ambang udara. Dalam
rangka mengatasi dan mengurangi masalah pencemaran udara, pemerintah
mencanangkan program, salah satunya adalah Car Freeday, bebas kendaraan
bermotor yang pribadi dan umum, sehingga diharapkan lingkungan kembali
dalam keadaan alami. Selain itu, pemerintah juga membuat taman dan hutan
kota, sebagai paru paru kota, penanaman pohon di tepi jalan raya, yang
berfungsi untuk megurangi tingkat pencemaran udara yang tinggi.
Lumut kerak (lichen) adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai
bioindikator pencemaran udara. Kematian lichen yang sensitif dan
peningkatan dalam jumlah spesies yang lebih tahan dalam suatu daerah dapat
dijadikan peringatan dini akan kualitas udara yang memburuk (Cambell et al.,
2003). Lumut kerak (lichen) mempunyai berbagi manfaat, salah satunya
adalah lichen digunakan sebagai bioindikator pencemaran dinilai lebih efisien
dibandingkan menggunakan alat atau mesin indikator ambien, yang dalam
pengoperasiannya memerlukan biaya yang besar dan penanganan khusus
(Loopi, 2002). Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian yang
berjudul Menganalisis Tingkat Pencemaran Udara melalui Bioindikator
Lumut Kerak (Lichen) dan Cara Meminimalkan Tingkat Pencemaran Udara
pada Jalan Veteran dan Jalan Panglima Sudirman di Kota Pasuruan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah perbedaan genus lumut kerak di dua wilayah Kota Pasuruan?
2. Apakah perbedaan keadaan daerah di dua wilayah Kota Pasuruan?
3. Apakah perbedaan cara meminimalkan pencemaran udara di dua wilayah
Kota Pasuruan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui adanya perbedaan genus lumut kerak di dua wilayah


Kota Pasuruan
2. Untuk mengetahui adanya perbedaan keadaan daerah di dua wilayah Kota
Pasuruan
3. Untuk mengetahui adanya perbedaan cara meminimalkan pencemaran
udara di dua wilayah Kota Pasuruan.
D. Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut
1. Memberitahukan kepada masyarakat bahwa pentingnya menjaga udara
2. Dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang keadaan
lingkungan.
3. Menanamkan kesadaran terhadap masyarakat luas akan dampak yang
terjadi jika suatu ekosistem terganggu atau sudah tercemar.
E. Ruang Lingkup dan Batasan
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan ruang lingkup dan batasan
masalah sebagai berikut
1. Penelitian ini dibatasi di daerah sekitar Jalan Veteran dan Jalan Panglima
Sudirman di Kota Pasuruan yang akan dijadikan tempat penelitian.
2. Keadaan udara atau lingkungan yang ada di sekitar Jalan Veteran dan
Jalan Panglima Sudirman di Kota Pasuruan.
F. Asumsi Penelitian
Asumsi yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Pertumbuhan macam spesies Lichen dapat dijadikan bioindikator adanya
pencemaran udara di daerah Jalan Veteran dan Jalan Panglima Sudirman
di Kota Pasuruan.
2. Lichen diasumsikan indikator yang efisien untuk polusi udara dan
perubahan asam dengan biaya pengelolaan yang murah daripada
teknologi yang biasa digunakan.
G. Definisi Operasional
1. Genus lumut kerak adalah suatu takson atau tingkatan yang dipakai dalam
taksonomi untuk menunjuk pada kelompok individu (populasi) yang
serupa dan dapat saling membuahi satu sama lain di dalam kelompoknya
(saling membagi gen) namun tidak dapat dengan anggota kelompok yang
lain. Macam genus lumut kerak antara lain Crustose, Foliose, Fruticose,
Squamulose. Genus ini diukur dan diobservasi dengan cara dilakukan

mengidentifikasi genus lichen dan analisis bahan kimia yang terkandung


pada lichen tersebut yang terdapat di dua tempat tersebut.
2. Keadaan daerah yang tercemar yaitu keadaan dimana suatu daerah yang
sudah tidak sesuai dengan keadaan aslinya dengan kata lain sudah
merubah tatanan yang ada di dalannya. Dalam hal ini keadaan daerah
yang tercemar dimaksudkan bahwa suatu tempat yang memiliki tingkat
pencemaran yang tinggi yang sudah tidak sama seperti keadaan
sebelumnya. Keadaan daerah ini diukur dengan cara menghitung total
kendaraan bermotor yang melewati stasiun perhitungan dan menghitung
jumlah pohon yang ada di sekitar jalan.
3. Lumut lichen atau lumut kerak adalah salah satu organisme yang
digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Kematian lichen yang
sensitif dan peningkatan dalam jumlah spesies yang lebih tahan dalam
suatu daerah dapat dijadikan peringatan dini akan kualitas udara yang
memburuk (Campbell et al, 2003).
4. Bioindikator adalah alat atau suatu benda bahkan tumbuhan yang
digunakan dalam menunjukkan suatu yang berbeda pada suatu
lingkungan.
5. Cara meminimalkan pencemaran udara adalah suatu strategi yang
dilakukan untuk mengatasi masalah (pencemaran udara). Merupakan
Strategi ini dapat berupa gagasan maupun kegiatan yang sudah
dilakukan/diaplikasikan sehingga diketahui pengaruhnya. Strategi diukur
berdasarkan pengisian pada survei kepada penduduk sekitar.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara diartikan sebagai adanya kumpulan bahan atau
zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan
(komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat
asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta dalam waktu yang cukup
lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang.
Bila keadaan seperti tersebut terjadi, maka udara dikatakan telah
tercemar.Pencemaran udara biasanya terjadi di kota besar dan juga daerah
padat industri yang menghasilkan gas yang mengandung zat di atas batas
kewajaran (Mukono, 2006: 35).
Rusaknya atau semakin sempitnya lahan hijau atau pepohonan di
suatu daerah juga dapat memperburuk kualitas udara di tempat tersebut.
Semakin banyak kendaraan bermotor dan alat-alat industri yang
mengeluarkan gas yang mencemarkan lingkungan akan semakin parah
pula pencemaran udara yang terjadi. Untuk itu diperlukan peran serta
pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk dapat menyelesaikan
permasalahan pencemaran udara yang terjadi (Mukono, 2006: 42).
Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara
baik secara alamiah maupun oleh aktivitas manusia (Soedomo, 2001).
Menurut UU no 32 tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Berdasarkan PP no 41 tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya
atau dimasukkannya zat, energy, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya (Rahmadi, 2011).

B. Komponen Pencemaran Udara


Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan
industri dan teknologi serta lalu lintas yang padat, menyebabkan udara
relatif sudah tidak bersih lagi. Udara yang berada di daerah industri
bersifat kotor karena terkena berbagai pencemaran. Dari beberapa macam
pencemaran udara, maka yang paling banyak berpengaruh dalam
pencemaran udara adalah komponen berikut ini: karbon monoksida,
nitrogen oksida, belerang oksida, hidro karbon, partikel. Komponen
pencemar udara tersebut bisa mencemari udara secara bersamaan maupun
sendiri. Jumlah komponen pencemaran udara tergantung pada sumbernya
(Wardhana, 2001).
C. Macam Pencemaran Udara
Jenis pencemaran udara dapat dibagi menjadi berdasarkan
bentuknya, berdasarkan tempat, berdasarkan gangguan dan efeknya bagi
kesehatan, berdasarkan susunan kimia serta berdasarkan asal pencemaran
udara tersebut. Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Sunu, 2011):
a. Berdasarkan Bentuk
1. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena
dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.
2. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah
kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun
padatan dan cairan secara bersamaan. Contohnya: debu, asap, kabut,
dan sebagainya.
b. Berdasarkan Tempat
1. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga
udara tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah
sakit, dan bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap
rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional ketika memasak.
2. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga
udara bebas seperti asap dari industri maupun kendaraan bermotor.

c. Berdasarkan Gangguan atau Efeknya Terhadap Kesehatan


1. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan
tubuh, seperti SO2, ozon, dan nitrogen oksida.
2. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak
mampu melepas karbon dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO,
H2S, NH3, dan CH4.
3. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya
merupakan pencemaran udara dalam ruang. Contohnya: formaldehid
dan alkohol.
4. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat
penyebabnya seperti timbal, cadmium, fluor, dan insektisida.
d. Berdasarkan Susunan Kimia
1. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti
asbestos, ammonia, asam sulfat, dan sebagainya.
2. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti
pestisida, herbisida, beberapa jenis alkohol, dan sebagainya.
e. Berdasarkan Asalnya
1. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara
yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan.
Contohnya: CO2 yang meningkat diatas konsentrasi normal.
2. Sekunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil
reaksi anatara zat polutan primer dengan komponen alamiah.
Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat (PAN).
D. Pengertian Lumut Kerak atau Lichen
Lumut kerak atau lichen adalah salah satu organisme yang
digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara. Kematian lichen yang
sensitif dan peningkatan dalam jumlah spesies yang lebih tahan dalam
suatu daerah dapat dijadikan peringatan dini akan kualitas udara yang
memburuk (Campbell et al, 2003).
Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan alga
sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut
ini hidup secara epifit pada pohon, di atas tanah terutama di daerah sekitar
kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung yang tinggi.
Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam

pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk


pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan
syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka
waktu yang lama.
Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering karena
teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun hujan bisa
hidup kembali. Lichenes menghasilkan lebih dari 500 senyawa biokimia
yang unik untuk dapat beradaptasi pada habitat yang ekstrim. Senyawa
tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik matahari, mengusir/menolak
(repellen) herbivora, membunuh mikroba dan mengurangi kompetisi
dengan tumbuhan. Terdapat berbagai jenis pigmen dan antibiotik yang
juga membuat lichenes ini sangat berguna bagi manusia pada masyarakat
tradisional. Tumbuhan ini memiliki warna yang bervariasi seperti putih,
hijau keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah dan hitam. Alga dan
jamur bersimbiosis membentuk lichenes baru jika bertemu jenis yang tepat
(Bold et al, 1987).
E. Karakteristik Lumut Kerak (Lichen)
Lichenes (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan alga
sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut
ini hidup secara epifit pada pohon, di atas tanah terutama di daerah sekitar
kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung yang tinggi.
Tumbuhan ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam
pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena dapat masuk
pada bagian pinggir batu. Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan
syarat hidup yang tinggi dan tahan terhadap kekurangan air dalam jangka
waktu yang lama. Lichenes yang hidup pada batuan dapat menjadi kering
karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini tidak mati, dan jika turun
hujan bisa hidup kembali. Lichenes menghasilkan lebih dari 500 senyawa
biokimia yang unik untuk dapat beradaptasi pada habitat yang ekstrim.
Senyawa tersebut berguna untuk mengontrol sinar terik matahari,
mengusir/menolak

(repellen)

herbivora,

membunuh

mikroba

dan

mengurangi kompetisi dengan tumbuhan. Terdapat berbagai jenis pigmen


dan antibiotik yang juga membuat lichenes ini sangat berguna bagi
manusia pada masyarakat tradisional. Tumbuhan ini memiliki warna yang
bervariasi seperti putih, hijau keabuabuan, kuning, oranye, coklat, merah
dan hitam. Alga dan jamur bersimbiosis membentuk lichenes baru jika
bertemu jenis yang tepat (Tjitrosoepomo, 2009)
Para

ahli

mengemukakan

berbagai

pendapat

mengenai

pengelompokan atau klasifikasi lichenes dalam dunia tumbuhan. Ada yang


berpendapat bahwa lichenes dimasukkan ke dalam kelompok yang tidak
terpisah dari jamur, tapi kebanyakan ahli berpedapat bahwa lichenes perlu
dipisahkan dari fungi atau menjadi golongan tersendiri. Alasan dari
pendapat yang kedua ini adalah karena jamur yang membangun tubuh
lichenes tidak akan membentuk tubuh lichenes tanpa alga. Hal lain
didukung oleh karena adanya zat hasil metabolisme yang tidak ditemui
pada alga dan jamur yang hidup terpisah (Sharnoff. S. D, 2002).
F. Macam Lumut Kerak atau Lichen
Tubuh

lichenes

dinamakan

thallus

yang

secara

vegetatif

mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini berwarna abuabu atau abu-abu kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning,
oranye, coklat atau merah dengan habitat yang bervariasi. Bagian tubuh
yang memanjang secara seluler dinamakan hifa. Hifa merupakan organ
vegetatif dari thallus atau miselium yang biasanya tidak dikenal pada
jamur yang bukan lichenes. Alga selalu berada pada bagian permukaan
dari thallus. Berdasarkan bentuknya lichenes dibedakan atas empat bentuk:

a. Crustose
Lichenes yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis
dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini

10

susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh: Graphis


scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.
Lichen Crustose yang tumbuh terbenam di dalam batu hanya
bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan disebut endolitik, dan
yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik atau
endoploidal. Lichen yang longgar dan bertepung yang tidak memiliki
struktur berlapis, disebut leprose.
b. Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh
banyak lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya.
Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut
berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini melekat
pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat
untuk mengabsorbsi makanan. Contoh: Xantoria, Physcia, Peltigera,
Parmelia dll.
c. Fruticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan
bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu,
daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara
permukaan atas dan bawah. Contoh: Usnea, Ramalina dan Cladonia.
d. Squamulose
Lichen ini memiliki banyak lobus seperti sisik. Lobus ini disebut
squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan kering
memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.

G. Lumut Lichen sebagai Bioindikator Pencemaran Udara

11

Pratiwi (2006) menyatakan bahwa lichen dapat dijadikan sebagai


tumbuhan indikator untuk pencemaran udara dari kendaraan bermotor,
dimana adanya pencemaran udara akan menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan lichen dan penurunan jumlah jenis dengan beberapa marga.
Kelangkaan lumut kerak di wilayah yang terkena pencemaran merupakan
suatu fenomena yang telah diketahui dan secara umum dapat disimpulkan
bahwa kelompok organisme ini beberapa memiliki kepekaan yang sangat
tinggi terhadap pencemaran udara (Treshow, 1984; Istam, 2007)
Pengaruh kadar memasing zat pencemar terhadap talus Lichen
secara khusus belum dapat diketahui, akan tetapi diharapkan respon dari
kondisi lingkungan tersebut dapat terlihat dari morfologi talus yang dapat
dilihat secara makroskopik. Lichen yang memperoleh nutrisi dari udara
tanpa menyeleksinya terlebih dahulu karena lichen tidak terdapat kutikula
sehingga

memudahkan

polutan

untuk

masuk

ke

dalam

talus,

mengakumulasi berbagai material tanpa menyeleksinya (Kovaks, 1992).


Adanya berbagai zat polutan yang tidak dapat diuraikan, lichen akan
terganggu keberadaannya, maka untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pencemaran udara terhadap suatu wilayah dengan melihat kondisi talus
lichen yang ditemukan. Sehingga lichen dapat dijadikan bioindikator
pencemaran udara berdasarkan kondisi yang ditimbulkan lichen terhadap
kualitas udara, dengan rendahnya kualitas udara di suatu wilayah maka
tingkat keanekaragaman lichen semakin rendah.
Lumut kerak dapat digunakan sebagai bioindikator adanya
pencemaran udara karena mudah menyerap zat kimia yang ada di udara
dan dari air hujan. Hadiyati, dkk (2013) menyatakan bahwa talus lumut
kerak tidak memiliki kutikula sehingga mendukung lumut kerak dalam
menyerap semua unsur senyawa di udara termasuk SO 2 yang akan
diakumulasikan dalam talusnya. Kemampuan tersebut yang menjadi dasar
penggunaan

lumut

kerak

untuk

pemantauan

pencemaran

udara.

Selanjutnya, Hardini (2010) menyatakan bahwa lumut kerak adalah


spesies indikator terbaik yang menyerap sejumlah besar kimia dari air

12

hujan dan pencemaran udara. Adanya kemampuan ini menjadikan lumut


kerak sebagai bioindikator yang baik untuk melihat adanya suatu kondisi
udara pada suatu daerah yang tercemar atau sebaliknya. Menurut
Richardson (1988, dalam Wijaya, 2010), lumut kerak sangat berguna
dalam menunjukkan beban pencemaran yang terjadi dalam waktu yang
lama.
Untuk melihat apakah udara pada suatu daerah telah tercemar atau
tidak, dapat di lihat dari pertumbuhan lumut kerak yang menempel di
pohon-pohon atau batu. Lumut kerak yang berada pada suatu daerah yang
telah tercemar akan menunjukkan respon pertumbuhan yang kurang baik
dibandingkan dengan lumut kerak yang tumbuh subur di daerah yang tidak
tercemar. Hardini (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan dan kesuburan
lumut kerak kurang baik bila daerahnya telah mengalami perubahan
kondisi lingkungan akibat pencemaran udara, yang secara langsung atau
tidak langsung, dapat menyebabkan beberapa hal yang dapat menghambat
pertumbuhan atau keberadaan suatu jenis lumut kerak.
H. Keadaan Daerah yang terkena polusi udara
Menurut Soedomo, dkk (1992) dalam Indonesia: Air Quality
Profile (2010), Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan
tingkat polusi udara paling buruk jika dibandingkan dengan Surabaya,
Medan, Bandung, dan Semarang. Hal ini berdasarkan penelitian yang
berfokus pada 3 hal yaitu, (a) transportasi sebagai sumber utama yaitu
berupa hydrocarbon (HC), carbon monoxide (CO), dan nitrogen oxide
(NOx), (b) industry sebagai konstribusi utama sulfur dioxide (SO2), dan (c)
konstribusi transportasi terhadap kadar partikel debu (PM10).

13

Tabel 2.1

Sumber Utama Polusi Udara di Beberapa Kota


Indonesia

Kota

Sumber Utama Polusi Udara

Balikpapan

kilang minyak

Bandar
Lampung

kilang minyak, pembangkit listrik

Bandung

kendaraan bermotor, pembakaran limbah, industri

Banjarmasin

pabrik karet, pabrik triplek

Batam

pabrik kimia/obat

Jakarta

kendaraan bermotor, pembakaran limbah, industri

Jambi

pembakaran hutan

Makassar

baja, pembangkit listrik

Medan

kendaraan bermotor, pembakaran limbah, industri

Padang

semen, karet

Palembang

kilang minyak, pupuk, sarung tangan karet,


pembakaran hutan

Pekanbaru

pembakaran hutan

Pontianak

pembakaran hutan

Samarinda

tambang batubara, triplek, pembakaran hutan

Semarang

kendaraan bermotor, pembakaran limbah, industri

Surabaya

kendaraan bermotor, pembakaran limbah, industri

Sumber: Departemen Lingkungan (2007) dalam Indonesia: Air


Quality Profile (2010)
WHO (2008) dalam Indonesia: Air Quality Profile (2010)
menyatakan bahwa batas ambang kadar partikel debu di udara adalah
20g/m3, sedangkan rerata nilai PM10 di 6 kota di Indonesia adalah
50g/m3. Hal ini dapat disebabkan meningkatnya kandungan CO, SO 2, dan
polutan lainnya di daerah tersebut.

14

Berdasarkan penelitian tentang PM2.5 dan CO di Jakarta pada tahun


2005 oleh UI, meningkatnya konsentrasi polusi udara dapat berdampak
pada kesehatan responden (masyarakat dalam perjalanan) yang menghirup.
Selain itu polusi udara juga berdampak dalam bidang ekonomi, World
Bank (1994), banyaknya kasus dalam asuransi mengenai kematian, asma,
dan penyakit pernafasan lainnya di Jakarta. Hal tersebut dapat
diperkirakan akan mengalami peningkatan jika tidak ada solusi tepat untuk
dilakukan.
Survei publik (responden: pemerintah, warga sipil, sektor pribadi)
yang dilakukan di Jakarta, Bandung, Surabaya tahun 2006 oleh Clean Air
Project dan Departemen Lingkungan dapat diketahui bahwa 80-90%
responden di Jakarta dan Surabaya menganggap polusi udara sebagai
masalah serius, namun di Bandung pada umumnya, responden
menganggap bahwa polusi udara bukanlah masalah yang utama. Selain itu,
di Jakarta dan Surabaya diketahui bahwa responden enggan untuk
berkomitmen untuk mengurangi polusi udara.
Yusad (2003) menyatakan bahwa masalah pencemaran udara dikota
besar, sangat dipengaruhi dan berbeda oleh berbagai faktor yaitu:
tofografi, kependudukan, iklim dan cuaca serta tingkat atau angka
perkembangan sosio ekonomi dan industrialisasi. Masalah ini akan
meningkat keadaannya, jika jumlah penduduk perkotaan semakin
meningkat yang mengakibatkan jumlah penduduk yang terpapar polusi
udara juga meningkat.
I. Cara Meminimalkan Pencemaran Udara Outdoor
Badru (2012) menyatakan bahwa untuk dapat menanggulangi
terjadinya pencemaran udara dapat dilakukan beberapa usaha antara lain:
mengganti bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang
tidak menghasilkan gas karbon monoksida dan diusahakan pula agar
pembakaran yang terjadi berlangsung secara sempurna, selain itu
pengolahan/daur ulang atau penyaringan limbah asap industri, penghijauan

15

untuk melangsungkan proses fotosintesis (taman bertindak sebagai paruparu kota), dan tidak melakukan pembakaran hutan secara sembarangan,
serta melakukan reboisasi, pembukaan lahan tidak dilakukan dengan cara
pembakaran hutan melainkan dengan cara mekanik.
Badru (2012) menambahkan bahwa ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi polusi udara yang terjadi di
lingkungan kita, antara lain:
1. Mengurangi jumlah mobil lalu lalang. Misalnya dengan jalan kaki, naik
sepeda, kendaraan umum, atau naik satu kendaraan pribadi bersama teman
(car pooling). Adanya Car Freeday atau Day without a Car dapat
mengurangi polusi udara.
2. Selalu merawat mobil dengan seksama agar tidak boros bahan bakar dan
asapnya tidak mengotori udara.
3. Meminimalkan pemakaian AC. Pilihlah AC non-CFC dan hemat energi.
4. Mematuhi batas kecepatan dan jangan membawa beban terlalu berat di
mobil agar pemakaian bensin lebih efektif.
5. Meminimalkan penggunaan bahan kimia.
6. Membeli bensin yang bebas timbal (unleaded fuel).
7. Memilih produk yang ramah lingkungan. Misalnya parfum non-CFC.
8. Memakai plastik berulang kali. Sampah plastik sulit diurai dan kalau
dibakar menimbulkan zat beracun.
9. Tidak merokok.
10. Memilah antara sampah basah dan sampah kering dan menyediakan
tempat untuk keduanya.
Arsenault et al (2007) menyatakan bahwa strategi/cara untuk
meminimalkan pencemaran udara dapat dilakukan dengan Tahap I
Program Kontingensi Lingkungan di Mexico City, meliputi berbagai
tindakan, yaitu:
1. Penerapan program pembatasan ganda hari tanpa kendaraan bermotormobil dari 05:00 sampai 10:00.
2. 50% kendaraan dari kantor dan publik/masyarakat tidak akan diizinkan
untuk beredar (memakai sistem berselang-seling).

16

3. Pengurangan kegiatan industri sebesar 30-40%.


4. 20% dari SPBU akan ditutup secara acak.
5. Menghentikan pekerjaan umum, termasuk berkebun, pemeliharaan jalan,
dan semua kegiatan lain yang mungkin menghalangi sirkulasi kendaraan
di Mexico City Metropolitan Area dan Negara Meksiko.
6. Menghentikan semua kegiatan sekolah yang bersifat luar ruangan di
kawasan metropolitan.
7. Melakukan kampanye epidemiologi dan observasi kesehatan khusus.
Berdasarkan berbagai cara tersebut, ada cara yang dianjurkan untuk
dilakukan dalam meminimalkan pencemaran udara antara lain dengan cara
1. Melakukan penanaman pohon guna mengurangi polusi udara
2. membuat taman keluarga yang digunakan untuk menghasilkan oksigen
yang banyak di halaman rumah.
3. mengurangi laju kendaraan bermontor, dengan artian lebih menggunakan
kendaraan umum.
4. menggunakan alat transportasi yang ramah lingkungan yang juga bisa
digunakan untuk meminimalkan pencemaran udara yang ada di daerah.
5. Meminimalkan penggunaan bahan kimia.
6. Memilih produk yang ramah lingkungan. Misalnya parfum non-CFC.
7. Tidak merokok.
8. Memilah antara sampah basah dan sampah kering dan menyediakan
tempat untuk keduanya.

17

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Rancangan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian secara
langsung dengan kata lain pengamatan secara langsung pada tempat yang
akan dijadikan objek penelitian dengan variable sebagai berikut.
Tabel 3.1 Jabaran Variabel Peneliti
N

Variabel

Sub

Indikator

variabel

Cara/Alat

Skala

Pengambil

Variabel

Keterangan

an Data
1

Macam

Macam

Ada

genus

lumut

tidaknya

Lichen

kerak

lumut kerak

antara

dari

lain:
Crustose,

berbagai

Foliose,

atau Observasi,
literatur

macam jenis

Nominal

yang
digunakan
untuk
membahas
tentang

Fruticose,

lumut kerak,
Kandungan

Squamulo

kimia lumut fikasi

se

kerak

mengidenti
aneka
Lichen

Keadaan

menghitung

Observasi

daerah

total

batas

yang

kendaraan

ambang

tercemar

bermotor

pencemaran

yang

udara

melewati
stasiun

18

Rasio

Melebihi

18

perhitungan
dan
menghitung
jumlah
pohon yang
ada

di

sekitar jalan
3

Strategi:

Masyarak

Menurut

Survei

Menggunak

memini

at

Badru

dengan

an

malkan
pencema
ran
udara

(2012):
pengisian
Meminimalk instrumen
an
berupa
pemakaian
kendaraan

angket
(Arikunto)

angket

(Cole

&

Hunter,
2012) untuk
masyarakat
di

daerah

bermotor:

Jalan

Car

Veteran dan

Freeday
Penanaman

Jalan

pohon
Pemilihan

Sudirman

produk
ramah
lingkunga
Penerapan
kendaraan
bermotor
berselangseling
(ganjilgenap)
Penguranga
n

kegiatan

industri 30-

Panglima

19

40%

B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu pelaksanaan dalam penelitian ini adalah bulan Februari 2015
sampai bulan Maret 2015 dan tempat penelitian ini di daerah Jalan Veteran
dan Jalan Panglima Sudirman di Kota Pasuruan.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian


Sumber: Google Maps
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampel
Pemilihan lokasi survey di Kota Pasuruan dilakukan secara
purposive sampling berdasarkan pada tingkat kepadatan lalu lintas, yaitu
Jalan Veteran (kepadatan lalu lintas tinggi) dan Jalan Panglima Sudirman
(kepadatan lalu lintas rendah). Tingkat kepadatan lalu lintas diukur setiap
hari Jumat, Sabtu, Minggu selama 2 minggu yaitu pada jam 06.00, 13.00,
16.00 WIB. Pengukuran kepadatan lalu lintas dilakukan dengan
menghitung total kendaraan bermotor yang melewati stasiun penghitungan
menggunakan hand tally counter.
D. Instrumen Penelitian

20

Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar pengamatan


dan angket.
E. Teknik Pengumpulan Data
1.

Pengambilan Sampel
Pengambilan

sampel

lichen

dilakukan

dengan

metode

reconassance (jelajah). Sampel lichen diambil dari batang pohon yang


tumbuh di sepanjang jalan lokasi pengamatan dengan ketinggian 100200cm dari permukaan tanah. Sampel yang diambil merupakan lichen
lengkap, terdiri dari tepi talus lichen dan tubuh buah.
Pengambilan sampel keadaan daerah melalui penghitungan
kendaraan bermotor yang melewati stasiun perhitungan dan menghitung
jumlah pohon yang ada di sekitar Jalan Veteran dan Jalan Panglima
Sudirman. Pengambilan sampel warga/masyarakat sekitar (sebanyak 30
orang), terdiri dari berbagai tingkatan pekerjaan, umur.
2.

Identifikasi Sampel
Identifikasi lichen dilakukan dengan menggunakan panduan kunci
identifikasi yang terdapat pada buku: Hong Kong Lichens (Thrower, 1988)
dan Macrolichens of East Africa (Swinscow and Krog, 1988). Pada proses
identifikasi lichen, karakter yang diamati antara lain bentuk, ukuran dan
warna talus, tipe askokarp.
Identifikasi keadaan daerah dilakukan dengan menggunakan alat
ukur (hand tally counter).

F. Analisis Data
Untuk mengetahui macam spesies Lichen yang diperoleh
berdasarkan data hasil identifikasi, dilakukan analisis secara deskriptif dan
dilakukan penghitungan persentase kehadiran jenis lichen pada memasing
lokasi pengamatan. Data sampel talus lichen diambil pada memasing
tempat dengan mengunakan metode transek dalam plot.

21

Untuk melakukan pengamatan disekitar jalan veteran dan jalan


panglima sudirman kota Pasuruan dengan menggunakan metode
pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan dalam
kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini
metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir
yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada
seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau
tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008:
66).

Penelitian

ini

menggunakan

angket

atau

kuesioer,

daftar

pertanyaannya dibuat secara berstruktur denan bentuk pertanyaan pilihan


berganda (multiple choice questions) dan pertanyaan terbuka (open
question). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang persepsi
desain interior dari responden.
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dimana peneliti menyelidiki
benda-benda

tertulis

seperti

buku-buku,

majalah,

dokumen,

peraturanperaturan, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 158). Metode ini


digunakan untuk memperoleh data tentang jumlah masyarakat yang ada di
daerah sekitar jalan veteran dan jalan Panglima Sudirman kota Pasuruan.

22

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Genus Lichen
Lichen hanya ditemukan di Jalan Panglima Sudirman.
Gambar Lichen

2. Keadaan Daerah
N
o

Jalan

Veteran

Panglima
Sudirman

N
o

Jalan

Veteran

N
o
1
2

Panglima
Sudirman

Jenis
Kendaraan
Mobil
Sepeda
Motor
Mobil
Sepeda
Motor
Jenis
Kendaraan
Mobil
Sepeda
Motor
Mobil
Sepeda
Motor

Jumat

Sabtu

Minggu

13

16

13

16

13

16

237
330

503
567

178
168

200
236

345
456

123
178

143
189

340
456

112
119

36
149

56
176

18
123

45
167

35
123

8
89

23
100

14
89

5
86

Jumat

Sabtu

Minggu

13

16

13

16

13

16

34
9
45
6
46
16
4

52
4
23
4
67
17
0

20
4
19
0
9
90

23
4
16
7
34
15
5

36
7
18
9
18
12
0

13
5
61

12
7
28
9
27
99

30
0
17
8
23
81

17
8
56

Jalan

Jumlah Pohon

Veteran
Panglima
Sudirman

107
306

Area
Panjang
1,2 km
1,9 km

6
12
9

Lebar
13 m
14 m

7
78

23

B. Analisis Hasil Penelitian


C. Pembahasan

24

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran

23

25

DAFTAR RUJUKAN

Arsenault, N., Rose, C.,Azullay, A., Phillips, J. 2007. Hemispheres: People and
Place. Austin: University of Texas
Bold, H.C., C.J. Alexopoulus, T. Delevoryas, 1987. Morphology of Plants and
Fungi. Fifth edition. New York: Harper and Row Publishers.
Campbell, N.A, Reece, B.J, Mitchell, G.L. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Hadiyati, M., Tri, R.S., dan Mukarlina. 2013. Kandungan Sulfur dan Klorofil
Thallus Lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. Pada Pohon Peneduh Jalan di
Kecamatan Pontianak Utara. Jurnal Protobiont 2013 Vol. 2 (1): 12 17.
Online http://jurnal.untan.ac.id. Diakses tanggal 15 Januari 2015.
Hardini, Yunita. 2010. Keanekaragaman Lumut kerak di Denpasar Sebagai
Bioindikator

Pencemaran

Udara.

Jurnal

Penelitian

Online

http://ebookbrowse.com/73-keanekaragaman-lumutkerakdidenpasarsebagai-bioindikator-pencemaran-udara-pdf-d339670545.
Diakses tanggal 10 Januari 2015.
Istam, Y.C. 2007. Respon Lumut Kerak Pada Vegetasi Pohon Sebagai Indikator
Pencemaran Udara di Kebun Raya Bogor dan Hutan Kota Manggala
Wana Bhakti. Skripsi. Online
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49641/E07yci.pdf.
Diakses tanggal 22 Januari 2015.
Mukono. 2006. Prinsip dasar Kesehatan Lingkungan Edisi Kedua. Surabaya :
Airlangga University Press.
Pemantauan

Pencemaran

udara.

Jurnal

Penelitian

Online

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17195-Paper- 594142.pdf.
Online 10 Januari 2015.
Pratiwi, M.E. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas
Sebagai Indikator Pencemaran Udara di Kebun Raya Bogor dan Hutan
Kota

Manggala

Wana

Bhakti.

Skripsi.

Online

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49641/E07yci.pdf.
Diakses tanggal 22 Januari 2015.

26

Sharnoff. S. D. 2002. Lichen Biology And The Environment The Special Biology
Of Lichens. http:/ www.lichen.com.
Sulfur dan Klorofil Thallus Lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. Pada
Pohon Peneduh Jalan di Kecamatan Pontianak Utara. Jurnal Protobiont
2013 Vol. 2 (1): 12 17. Online http://jurnal.untan.ac.id. Diakses tanggal
15 Januari 2015.
Sunu, P. 2011. Melindungi Lingkungan ISO 14001. Jakarta : PT Grasindo
Tanaka, S. 2010. Environmental Regulations in China and Their Impact on Air
Pollution and Infant Mortality. Job Market Paper, November 2010.
University of Bouston
Tjitrosoepomo, G. 2009. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press
Wardhana, A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Wijaya, K.A. 2010. Penggunaan Tumbuhan Sebagai Bioindikator dalam
Pemantauan

Pencemaran

udara.

Jurnal

Penelitian

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17195-Paperpdf. Online 10 Januari 2015.

Online
594142.

27

LAMPIRAN

Angket Pengukuran untuk Survei Penelitian


PETUNJUK PENGISIAN ANGKET
Angket ini sebagai salah satu media untuk mengukur penelitian kami. Oleh karena
itu, kami meminta kesediaan anda untuk menjawab pertanyaan berikut untuk
memberikan informasi yang kami perlukan. Jawaban/informasi akan dirahasiakan
sehingga tidak berpengaruh pada anda. Terima kasih atas partisipasi anda.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama

Alamat

Jenis kelamin

Pekerjaan

Umur

Silakan menjawab pertanyaan berikut


1.

Berapa persentase kurang lebih anda menggunakan kendaraan bermotor


melalui Jalan Veteran dalam 1 bulan?
O <40%

2.

O 40-60%

O 61-80%

O 81-100%

Alasan anda berkendara melalui Jalan Veteran sebagai rute anda.


(silakan melingkari nomor yang sesuai untuk memasing alasan berikut)
[1=sangat rendah; 2=rendah; 3= sedang; 4= tinggi; 5= sangat tinggi]
Kesehatan (ex: menghindari polusi udara) _____________ 1

Keamanan (ex: jalan raya lebar) _____________________ 1

28

3.

Tempat umum (ex: rumah makan) ___________________ 1

Waktu (ex: rute tercepat) __________________________ 1

Lainnya (_____________________________) _________ 1

Apakah anda biasanya off-road (jika menggunakan kendaraan pribadi


sendirian) atau on-road (jika menggunakan kendaraan pribadi tidak sendirian
atau kendaraan umum) ?
O Off-road

4.

O On-road

O Keduanya

Apakah anda merasa bahwa aktivitas berkendara anda berdampak pada


pencemaran udara?
O Ya *

O Tidak

* Jika ya, silakan beri tanda pada tingkatan perasaan anda pada skala
berikut:
O sangat rendah

O rendah

O sedang

O tinggi

5.

sff

6.

Bagaimana tanggapan anda mengenai Car Freeday?

O sangat tinggi

O setuju, alasan . . . .
O tidak setuju, alasan . . . .
7.

Kegiatan apa yang telah anda lakukan untuk mengurangi pencemaran udara?
Jawaban:

8. Setujukah anda dengan adanya kendaraan masal/umum yang ramah


lingkungan?
O

Setuju

O Tidak setuju

O Tidak peduli

Anda mungkin juga menyukai