Anda di halaman 1dari 6

12) Luka Kronik

a. Definisi
Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui tahapan nyembuhan luka
yang normal, dalam waktu kurang lebih 3 bulan (Broderick, 2009). Luka kronik dapat
disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik serta dapat mengenai semua kelompok
umur, baik pasien sehat maupun mereka yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh
luka kronik antara lain: ulkus dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama,
ulkus stasis vena, ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama. (Sudjatmiko, 2010)
b. Patologi Luka Kronik
Proses patologi dari luka kronik antara lain (Broderick, 2009):
1) Pemanjangan fase inflamasi
2) Penuaan sel (sel tua yang kurang viabel), dimana terjadi perubahan kemampuan sel
untuk berproliferasi.
3) Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor)
4) Tidak terdapat perdarahan awal yang dapat memicu kaskade penyembuhan luka
5) Peningkatan kadar protease (enzim yang memakan protein).
c. Penatalaksanaan
1) Perawatan Dasar
Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki peranan dalam
mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus dekubitus. Demikian pula debridemen
kalus secara teratur, perawatan kuku, dan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan
penting untuk perawatan kaki diabetik akibat neuropati diabetik. Penggunaan verban
kompresi dan stoking penting dan efektif dalam mengobati ulkus vena. (Harding and
Morris, 2002)
2) Debridement yang adekuat
Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan jaringan nekrotik
yang menghambat penyembuhan. (Sudjatmiko, 2010)
3) Penanganan infeksi
Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan perhitungan
kwantitatif sebaiknya dilakukan. (Sudjatmiko, 2010)
4) Penutupan luka yang baik
Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan penyembuhan
luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010) Fokus utama dari perawatan
luka kronis dalam beberapa tahun terakhir adalah mengembangkan metode penutupan
luka yang baik sehingga dapat menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu
penyembuhan luka. Winter menunjukkan pada model hewan bahwa proses
reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka ditutup. Penutupan luka

belum menunjukkan efek bermakna dalam studi klinis terhadap pasien dengan luka
kronis, namun penerapannya masih memiliki manfaat bagi pasien dengan mengurangi
rasa sakit dan dengan meningkatkan kenyamanan serta efektivitas biaya. Kemajuan
dalam teknologi penutupan luka belum dapat menemukan zat yang dapat mengobati
kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali penutupan luka dengan bahan yang
mengandung asam hyaluronat, yang secara khusus membantu penyembuhan luka.
(Harding and Morris, 2002)
5) Penggunaan faktor pertumbuhan topikal
Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam tipe sel ke
daerah luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu angiogenesis, serta mengatur
sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan secara
topikal belum memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan sebelumnya. Hal ini
tidak mengejutkan mengingat proses penyembuhan luka sangatlah kompleks. Sampai
saat ini hanya platelet derived growth factor yang telah diijinkan penggunaannya
untuk mengobati ulkus kaki yang tidak terinfeksi samai dengan ukuran 5 cm2 pada
penderita kaki diabetik (becaplermin, Regranex).
Penelitian telah menunjukkan bahwa platelet derived growth factor juga memiliki
manfaat dalam mengobati ulkus dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte
colony stimulating factor telah diteliti bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki yang
terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat penyembuhan selulitis serta
menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu, fibroblast growth factor
dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan epidermal growth factor dapat digunakan
pada ulkus vena di kaki. Di masa yang akan datang faktor pertumbuhan dapat
diberikan secara bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu tertentu agar
semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal. Keragaman faktor
pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktorfaktor tersebut
memiliki potensi sebagai pengobatan baru jika kebutuhan individual pasien dapat
dikenali.
6) Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat penghambat penyembuhan
luka
Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan lokal, dan gravitasi.
7) Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)
VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu penutupan luka
melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik atau tekanan negatif ke
permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi eksudat, merangsang

angiogenesis, mengurangi kolonisasi bakteri dan menngkatkan pembentukan jaringan


granulasi. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka dengan
lebih cepat, bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri. (Harding and
Morris, 2002)
1. Pemilihan Jarum dan Benang
1. Jarum
Jarum biasanya terbuat dari baja tahan karat yang keras dan ditutupi oleh lapisan yang
akan membuatnya menembus jaringan dengan mudah. Semua jarum bedah mempunyai 3
komponen dasar: bagian belakang, bagian tengah atau batang tubuh serta bagian ujung.2

Gambar 4. Bagian-bagian jarum

Bagian belakang merupakan tempat pertemuan antara jarum dengan benang. Pada jarum
jenis atraumatik, benang dilekatkan menjadi satu dengan jarum. Sambungan ini cukup halus
sehingga tidak banyak mencederai jaringan. Jarum berlubang, misalnya jarum Mayo, masih
dipakai untuk melakukan penjahitan yang membutuhkan beberapa jenis jarum yang berbeda
(contohnya penyambungan tendon). Jarum French mempunyai lubang berbentuk celah,
sehingga dapat diisi kembali dengan cepat. Jenis ini banyak dipilih oleh banyak ahli bedah
untuk membuat jahitan terputus, misalnya dalam penutupan luka kraniotomi yang dilakukan
lapis demi lapis.2

Gambar 5. Bagian belakang jarum. Jarum berlubang (kiri) dan jarum atraumatik (kanan)

Tubuh jarum dapat berbentuk lurus atau lengkung dengan berbagai ukuran panjang,
diameter, serta bentuk penampang. Jarum lurus boleh dipakai dalam setiap situasi, asalkan
rute perjalanannya tidak membelok. Jenis ini biasa dipakai untuk menjahit kulit. Jarum
lengkung dapat digunakan untuk menjahit kulit maupun struktur yang lebih dalam.
Kelengkungannya bisa 1/4, 3/8, 1/2 atau 5/8 lingkaran. Diameter jarum disesuaikan dengan

ukuran benang yang dipakai. Jarum berbentuk pipih atau segitiga mempunyai sisi yang dapat
mengiris jaringan, sedang yang berpenampang bulat atau lonjong hanya tajam di bagian
ujungnya.2

Gambar 6. Bagian tubuh jarum

Pilihan bentuk ujung jarum ditentukan oleh jaringan yang akan dijahit. Setiap jenis
penampang mempunyai beberapa variasi ujung. Jarum berujung taper menghasilkan lubang
paling kecil dengan trauma yang minimal, sehingga dipakai untuk menjahit jaringan yang
lunak, misalnya peritoneum. Jarum cutting konvensional mempunyai 3 sisi tajam, dua
menghadap ke arah berlawanan dan sisi tajam yang ketiga menghadap ke arah dalam
lengkungan. Jenis ini biasanya digunakan untuk menjahit jaringan yang liat, misalnya kulit
dan tendon. Jenis tapercut mempunyai bagian tubuh yang ramping dan ujung
berpenampang segitiga, dengan sisi tajam yang ketiga menghadap ke luar. Bentuk ujung
seperti ini dirancang untuk mengiris jaringan yang liat secara seragam dengan trauma yang
minimal. Jarum taper berujung tumpul digunakan untuk menjahit jaringan yang rapuh, seperti
hepar dan ginjal. Untuk memperbaiki usus, tendon atau pembuluh darah yang cidera, tersedia
benang dengan jarum di kedua ujungnya.2

Gambar 7. Bagian ujung jarum

2. Benang
Yang perlu dipertimbangkan dalam memilih benang adalah karakteristik bahan, daya
tahan serta reaksi jaringan terhadap bahan tersebut. Benang dapat dibuat dari bahan alami

maupun sintesis, monofilamen atau multifilamen, dapat diserap maupun tak diserap.
Ukurannya dibakukan oleh United Stases of Pharmacopoeia (USP) dan BP (British
Pharmacopoiea), dari nomor 11/0 (benang mikro) sampai nomor 6 yang paling besar.
Alternatif lain adalah sistem metric yang terbagi dalam satuan sepersepuluh millimeter (0,1
sampai 8).
Karakteristik benang ditentukan oleh kekuatan, daya regang dan elastisitas, kehalusan
permukaan, kapilaritas serta reaksi jaringan terhadap bahan benang tersebut. Ketika diberi
beban, benang akan teregang dan memanjang. Jika beban dilepaskan, benang yang berasal
dari bahan elastis akan kembali ke ukuran semula, sengan yang terbuat dari plastik tidak.
Bahan plastik seperti polipropilen tidak cocok digunakan di daerah-daerah yang mendapat
stres berulang kali. Kelebihannya adalah jika dipakai menjahit kulit, benang ini tidak akan
meninggalkan parut yang melintang di bekas insisi. Beberapa jenis bahan elastis, misalnya
kawat baja, polyester yang dianyam, serta sutera mampu menhan tarikan berulang-ulang.
Benan jenis ini dipakai untuk membuatan jahitan dengan simpul yang kecil atau untuk
meligasi.
Jika permukaan kasar, benang akan menyebabkan iritasi pada daerah yang sensitif
(misalnya mata) dan juga kan mengiris jairngan yang lunak seperti mukosa usus. Tetapi
simpul benang jenis ini tidak membutuhkan ikatan yang terlalu banyak dank arena lebih sulit
terlepas, cocok untuk membuat jahitan jelur. Dibandingkan dengan bahan sintesis, bahan
organik lebih sering menimbulkan reaksi jaringan. Reaksi ini akan meningkat sebanding
dengan banyaknya bahan yang dipakai. Akibat efek kapiler, benang multifilament akan
menyerap cairan jaringan sehingga menjadi medium yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Reaksi inflamasi juga akan meningkat. Kapilaritas dapat dikurangi dengan
emberikan lapisan penutup di permukaan benang, tetapi tidak dapt dihilangkan sma sekali.
Kolagen dan catgut adalah bahan alami multifilament yang dapat diserap dengan reaksi
inflamasi yang cukup hebat. Benang jenis ini akan bertahan di dalam jaringan selama 7-10
hari. Catgut kromik menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan dan bertahan sedikit lebih
lama. Kecepatan penyerapan ditentukan oleh jenis bahan, diameter serat, banyaknya asam
kromat yang dibubuhkan, infeksi luka, serta adanya enzim proteolitik di saluran
gastrointestinal.
Asam poliglikolat (Dexon) dan poliglaktin (Vicryl) adalah benang sintesis multifilament
yang dapat diserap, tetapi sangat sedikit menimbulkan reaksi inflamasi, sehingga banyak
dipakai untuk menggantikan catgut. Penyerapan terjadi melalui proses hidrolisis dan
kecepatan absorpsi serta berkurangnya kekuatan tidak banyak dipengaruhi oleh proses
inflamasi dan enzim-enzim preteiolitik. Pada hari ke-7, kekuatan Dexon masih 90% dari

aslinya dan pada hari ke-21 masih 20%. Dexon dan Vicryl terutama digunakan untuk
emligasi pembuluh darah, menautkan fasia serta menjahit kulit dengan cara subkutikular.
Polidioksanon (PDS) monofilament juga terbuat dari bahan sintesis yang dapat diserap.
Seperti bahan sintesis yang lain, PDS hanya menimbulkan reaksi inflamasi yang sangat
ringan. Dilaporkan bahwa ia bertahan lebih di dalam jaringan. Dibandingkan Dexon dan
Vicryl, benang ini lebih kaku. PDS bisa dipakai untuk menjahit fasia yang kuat serta menjahit
kulit dengan cara subkutikular.
Sutera adalah benang alami multifilamen. Walau dikelompokkan sebagai benang tak
diserap, sebanya ia mengalami penyerapan secara perlahan (sampai 2 tahun). Setelah
beberapa waktu, ia akan terbungkus oleh jaringan ikat. Jika ada infeksi, kekuatannya akan
cepat menurun. Benang sutera sangat kuat, fleksibel dan simpulnya tidak mudah terurai,
tetapi reaksi inflamasi yang ditimbulkannya cukup hebat. Kegunaannya yang utama adalah
untuk meligasi pembuluh, menjahit kulit serta anastomosis usus. Saat ini, peran benang sutera
telah banyak digantikan oleh benang sintetis.
Benang baja adalah benang monofilament atau multifilament sintesis tak diserap yang
sangat kuat. Benang baja monofilamen kaku dan sulit dipakai, tetapi tidak menimbulkan
reaksi inflamasi. Sampai sekarang benang jenis ini masih merupakan pilihan terbaik utnuk
menyambung tendo. Untuk menjaga agar tidak tertekuk, ia harus dijahitkan secara hati-hati.
Monofilament poliamida atau nylon (contohnya Ethilon) adalah benang sintesis takk diserap.
Benang ini cukup kuat dan berjalan menembus jaringan dengan mulus. Biasanya ia dipakai
untuk menjahit kulit, menyambung tendon, serta menutup luka laparotomi.
Benang polipropilen (Prolene), sejenis benang monofilament sintesis tak diserap,
mempunyai sifat fleksibel dan sangat sedikit menimbulkan reaksi inflamasi, sehingga banyak
dipakai untuk operasi-operasi plastic. Karena reaksi trombogenik yang ditimbulkannya sangat
kecil, operasi-operasi vaskular juga banyak menggunakan benang ini. Polyester yang dipintal,
baik yang diberi lapisan Teflon (Ethiflex) maupun tidak (Ethibond), mempunyai sifat
fleksibel dan kuat. Benang ini banyak dipakai untuk menjahit lapisan-lapisan luka serta
pembuluh darah.2

Anda mungkin juga menyukai