Peran Forensik THD Kekerasan A Dan P
Peran Forensik THD Kekerasan A Dan P
PENDAHULUAN
Interaksi antara bidang medis dan hukum pada saat ini tidak dapat diragukan
lagi, yang mana semakin meluas dan berkembang dari
waktu ke waktu.
Di sinilah peranan forensik klinis yang merupakan
suatu ruang lingkup keilmuan yang berintegrasi antara
bidang medis dan bidang hukum diperlukan.
Berbeda dengan forensik patologi, seorang dokter di
forensik klinik lebih banyak menghabiskan waktunya
menangani korban hidup.1,2 Kasus-kasus yang ada di
forensik klinik meliputi perkosaan (rape), pencabulan
(molestation), kekerasan dalam rumah tangga
(domestic violence), dan kekerasan pada anak (child
abuse).3
-Kekerasan pada anak (child abuse) merupakan perlakuan dari orang dewasa
atau anak yang usianya lebih tua dengan menggunakan kekuasaan atau
otoritasnya, terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya berada di bawah
tanggung-jawab dan atau pengasuhnya, yang dapat menimbulkan penderitaan,
kesengsaraan, bahkan cacat. Penganiayaan bisa fisik, seksual maupun
emosional.4 Pada tahun 1998, di Amerika Serikat lebih kurang 1100 anak
meninggal dengan rata-rata 3 anak meninggal per hari dari 2,8 juta kasus
kekerasan pada anak yang dilaporkan di agensi perlindungan (child protective
agencies) anak pada tahun tersebut.5 Berdasarkan bentuk kekerasannya, terjadi
53,5% kasus penelantaran, 22,7% kasus kekerasan fisik, 11,5% kasus kekerasan
seksual, 6% kasus kekerasan emosi, dan 6 % kasus penelantaran medis. 6
-Kekerasan pada wanita adalah segala bentuk kekerasan berbasis jender yang
berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau
penderitaan terhadap wanita, termasuk ancaman dari tindakan tersebut,
pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi
dilingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi. 4 Seringkali
kekerasan pada perempuan terjadi karena adanya ketimpangan atau
ketidakadilan jender. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak
perempuan dan laki-laki di masyarakat yang menempatkan perempuan dalam
status lebih rendah dari laki-laki. Hak istimewa yang dimiliki laki-laki ini seolah-
olah menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak untuk
diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan. 7
-Di Indonesia, tindak kekerasan terhadap perempuan sampai saat ini belum
cukup mendapat perhatian dari institusi terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan. Meski perempuan rentan dan rawan terhadap tindak kekerasan,
upaya penyusunan peraturan perundang-undangan untuk melindungi perempuan
sering terbentur pada keterbatasan data kuantitatif dan kualitatif pendukung. 8
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Forensik Klinik
-Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan
area praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum. 3
-Secara internasional, organisasi forensik klinik dapat dibagi menjadi 3 resimen
inti. Regimen pertama di UK dan Australia, kedokteran forensik klinik dijalankan
oleh kelompok dokter yang bukan merupakan patologis forensik. Kebanyakan
dari mereka adalah praktisi umum. Dahulu mereka dikenal sebagai police
surgeon, namun sekarang mereka juga dikenal dengan nama forensic medical
examiners (FMEs). Regimen kedua ada di bagian Eropa, dimana dokter di
institute of legal medicine menggambil peranan tersebut, biasanya mereka juga
merupakan ahli forensik patologi. Regimen ketiga adalah Amerika serikat, dimana
tidak mudah untuk menentukan mana kelompok dokter yang mempberikan
pelayanan forensik klinik. Yang paling dekat yang dapat ditemukan adalah dokterdokter yang bekerja di ruangan emergensi. Pada akhir tahun 80-an, peranan ini
secara berangsur-angsur diambil alih oleh perawat forensik. 2
-Secara teori forensik klinik berkaitan dengan berbagai begitu banyak aspek,
namun umumnya forensik klinik terlibat dalam hal-hal sebagai berikut : 9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Stres berasal dari anak misalnya anak dengan kondisi fisik, mental, dan
perilaku yang terlihat berbeda dengan anak pada umumnya. Bayi dan usia
balita, serta anak dengan penyakit kronis atau menahun juga merupakan salah
satu penyebab stres.
2.
Stres yang berasal dari orang tua misalnya orang tua dengan gangguan
jiwa (psikosis atau neurosa), orang tua sebagai korban kekerasan di masa lalu,
orang tua terlampau perfek dengan harapan pada anak terlampau tinggi, orang
tua yang terbiasa dengan sikap disiplin.
3.
Pasal
Tindakan
Hukuman
77
78
luka berat,
mati
83
Menjual, menculik
88
Eksploitasi ekonomi/seksual
80
3. Mengabaikan(Neglect)
Merupakan kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk tumbuh kembangnya, seperti kesehatan, perkembangan emosional, nutrisi,
rumah atau tempat bernaung dan keadaan hidup yang aman di dalam konteks
sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang
mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau
gangguan perkembangan fisik, mental, moral dan sosial, termasuk didalamnya
kegagalan dalam mengawasi dan melindungi secara layak dari bahaya
gangguan.
4. Kekerasan emosi (Emotional Abuse)
Merupakan kegagalan penyediaan lingkungan yang mendukung dan memadai
bagi perkembangannya, termasuk ketersediaan seorang yang dapat dijadikan
figur primer sehingga anak dapat berkembang secara stabil dengan pencapaian
kemampuan sosial dan emosional yang diharapkan sesuai dengan potensi
pribadina dalam konteks lingkungannya. Segala tingkah laku atau sikap yang
mengganggu kesehatan mental anak atau perkembangan sosialnya.
Contoh : tidak pernah memberikan pujian/ reinforcemen yang positif,
membandingkannya dengan anak yang lain, tidak pernah memberikan pelukan
atau mengucapkan aku sayang kamu.
5. Eksploitasi anak (child exploitation)
Merupakan penggunaan anak dalam pekerjaan atau aktivitas lain untuk
keuntungan orang lain. Dampak dari tindak kekerasan terhadap anak yang paling
dirasakan yaitu pengalaman traumatis yang susah dihilangkan pada diri anak,
yang berlanjut pada permasalahan-permasalahan lain, baik fisik, psikologis
maupun sosial.
Stigma yang melekat pada korban :13
1. Stigma Interna
Menutup diri.
Menghukum diri.
Masalah kemiskinan
2.
3.
4.
5.
6.
berisiko tertular PMS, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, dan
lainnya.
-Pemeriksaan terhadap kasus yang diduga perkosaan bertujuan untuk
membuktikan ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda
kekerasan, perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang sudah pantas
atau sudah mampu untuk dikawini atau tidak. Sebelum membahas tentang
kejahatan seksual lebih lanjut, ada beberapa hal yang harus dipahami yang
berkaitan dengan senggama atau persetubuhan (koitus).
C. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
-Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan yang terjadi dalam
lingkungan rumah tangga. Pada umumnya, pelaku kekerasan dalam rumah
tangga adalah suami, dan korbannya adalah istri dan/atau anak-anaknya.
Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi dalam bentuk kekerasan fisik,
kekerasan psikologis/emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. 7
-Secara fisik, kekerasan dalam rumah tangga mencakup: menampar,
memukul, menjambak rambut, menendang, menyundut dengan rokok, melukai
dengan senjata, dan sebagainya. Secara psikologis, kekerasan yang terjadi
dalam rumah tangga termasuk penghinaan, komentar-komentar yang
merendahkan, melarang istri mengunjungi saudara maupun teman-temannya,
mengancam akan dikembalikan ke rumah orang tuanya, dan lain-lain. Secara
seksual, kekerasan dapat terjadi dalam bentuk pemaksaan dan penuntutan
hubungan seksual. Secara ekonomi, kekerasan terjadi berupa tidak memberi
nafkah istri, melarang istri bekerja atau membiarkan istri bekerja untuk
dieksploitasi.
-Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya enggan/ tidak melaporkan
kejadian karena menganggap hal tersebut biasa terjadi dalam rumah tangga atau
tidak tahu kemana harus melapor.7
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
2.
Umur.
Urutan kejadiaan.
Jenis penderaan.
Kesehatan sebelumnya.
Daftar dan plot pada diagram topografi jenis luka yang ada.
2. Anamnesis :
Umur.
Status perkawinan.
Waktu kejadian.
Tempat kejadian.
Kancing putus.
Kulit genital semu (mungkin jumbai kulit atau kulit bukan genital mungkin
condyloma acuminata yang didapat bukan dari seksual)
Kongesti vena atau pooling vena (biasanya akibat posisi anak, juga
ditemuka pada konstipasi)
Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau
perineum (mungkin akibat trauma aksidental, keadaan dermatologis seperti
lichen sclerosus atau hemangioma)
Deskripsikan luka
Pemeriksaan kuku jari korban untuk mencari material dari tubuh pelaku
Pemeriksaan anal
5. Deskripsikan mengenai adanya robekan, iregularitas, keadaan fissura. Apabila
terjadi hubungan seksual secara anal, maka dapat terjadi perlukaan pada anus.
6. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan seperti :
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan VDRL
Pemeriksaan Gonorrhea
Pemeriksaan HIV
2.
3.
1.
Penyakit atau luka yang tidak boleh diharap akan sembuh lagi dengan
sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut.
2.
3.
Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu panca indera secara lengkap.
4.
5.
6.
7.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Saanin S. Aspek-Aspek Fisik/ Medis Serta Peran Pusat Krisis dan Trauma
dalam Penanganan Korban Tindak Kekerasan. Disitasi Tanggal : 5 November
dari : http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/kekerasan.htm. [Update :
Januari 2007]
5.
6.
7.
8.
9.
The Royal College of Paediatrics and Child Health and The Association of
Forensic Physicians. Guidance on Paediatric Forensic Examinations in Relation
to Possible Child Sexual Abuse. Disitasi tanngal 2 November 2008 dari :
http://www.afpweb.org.uk. [Update : September 2004]
10.
11.
Hobbs CJ, Hanks HGI, Wynne JM: Violence and criminality. Dalam: Child
Abuse and Neglect A Clinicians Handbook. 2nd Edition. Churchill Livingstone,
London. 1999.
12.
13.
14.
15.
16.