Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS TURNAROUND

Turnaround artinya membuang yang jelek-jelek dengan melakukan perubahan


yang mendasar. Kepemimpinan dann manajemen diubah. Proses operasionalnya
diubah. Pendekatan pasar diubah. Tujuannya agar nilai pasarnya meningkat. Robby
Djohan
Turnaround (putar haluan) adalah istilah yang banyak digunakan dalam change
management untuk memperbaiki perusahaan, atau institusi yang sedang sakit. Tetapi
belakangan ini konsep turnaround juga dipakai oleh badan-badan dunia sebagai istilah untuk
menyelamatkan pengembalian pinjaman yang telah diberikan kepada negara-negara
berkembang. Mereka bahkan sangat terlibat dalam kampanye-kampanye politik untuk
melahirkan pemimpin yang pro-perubahan pada negara-negara tersebut dan mendorong untuk
segera melakukan turnaround,baik di tingkat pemerintah birokrasi maupun badan-badan
usaha yang dikuasai oleh negara. Dengan demikian, konsep turnaround akan banyak ditemui
dalam kehidupan sehari-hari: Dalam kehidupan bernegara, berpolitik, berbisnis, memimpin
perusahaan, dan sebagainya.
Seperti yang dijelaskan dalam bab sebelumnya, turnaround berbeda dengan corporate
transformation dan crisis management. Isitilah ini digunakan untuk menjelaskan strategi
yang dapat dipakai oleh pemimpin perubahan yang menghadapi banyak kendala, namun ia
masih punya cukup waktu dan masih ada resources yang memadai untuk mencari solusi.
Dengan demikian, kondisi perusahaan, institusi, atau negara tidak sedang berada pada
tahapan kebangkrutan (crisis), tidak mampu membayar utang, atau tengah menghadapi
ancaman likuidasi. Melainkan berada dalam tahap krisis, namun masih punya ruang untuk
bergerak, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan memperbaiki posisi daya saing.
Garuda Indonesia pada tahun 1997 misalnya, menghadapi situasi yang sulut dan praktis
nyaris bangkrut. Saat itu ia harus dikelola dengan crisis management. Tetapi berkat keuletan
CEO saat itu, Robby Djohan, Garuda bisa segera diselamatkan dan beberapa bulan
kemudian , bersama-sama dengan Abbdul Gani, mereka melakukan turnaround.Mereka
mengembalikan aset-aset yang tidak produktif kepada para pemasok, menjualnya, dan
mengurangi/menutup rute-rute perjalanan yang merugi, memindahkan karyawan pada
perusahaan lain yang dibentuk bersama PT. Angkasa Putra untul menangani penumpang di

bandara (yaitu PT. Gapura), dan memperbaiki sistem kerja agar lebih efisien dan lincah
bergerak.
Contoh pada level pemerintahan. Di Indonesia pasca pemerintahan Orde Baru sungguh
menyulitkan. Pengangguran dan kemiskinan merajalela, semenraea investasi baru yang
signifikan tidak datang-datang. Untuk memperbaiki perekonomian negara membutuhkan
sumber penerimaan yang memadai. Salah satu andalannya adalah pajak. Bagi eksekutif yang
tidak paham change management, situasi ini sering tidak dapat dipahai. Merkea terus
berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan memburu wajib-wajib pajak baru dan
menuntut pembayaran pajak yang lebih progresif serta mengencangkan strategi pemasaran.
Padahal, Indonesia masih punya ruang gerak yang cukup besar untuk memperbaiki
perekonomiannya. Menurut cara pandang konsep turnaround, meningkatkann penerimaan
pajak pada saat daya beli sedang melemah bukanlah cara bijak, cara yang amat dianjurkan
adalah menerapkan change management birokrasi pemerintahan agar lebih efisien dalam
melakukan pengeluaran. Termasuk dalam program ini kampanye anti korupsi dan
pembentukan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan ahli.

MENGELOLA PADA SAAT SEDANG TURUN BERBEDA DENGAN SAAT SEDANG


NAIK
Situasi di atas dihadapi sama persis oleh para eksekutif yang tidak bisa membedakan
bagaimana mengelola perusahaan pada saat posisinya sedang naik atau sedang menurun.
Pada saat pasar sedang tumbuh Anda bisa meningkatkan keuntungan dengan pemasaran.
Sebaliknya, pada saat pasar sedang lesu dan kondisi Anda sedang menurun, yang terutama
harus dilakukan adalah efisiensi. Pada saat sedang turun, perbaikan perlu diarahkan pada sisi
aset, termasuk merampingkan lemak-lemak, membuat beban, dan mengubah arah masa
depan. Dengan demikian, mengelola perusahaan atau negara pada saat sedang menurun
berbeda dengan mengelola pada saat sedang naik.
Kembali pada masalah penerimaan pajak oleh negara. Pada saat kondisi perekonomian
sedang tidak sehat dan investasi baru tidak masuk, pemanfaatan keuangan negara dapat
ditingkatkan melalui sisi efisiensi. Khususnya mengubah tata cara kerja pembayaran dan
mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, atau korupsi. Diduga hanya cara itulah yang
dapat dipakai pada masa krisis. Sama halnya dengan perusahaan. Garudan Gani melakukan
pembenahan sistem keuangan dan menerapkan cara-cara kerja yang efisien.

Pada saat sedang menanjak, manusia punya kecenderungan boros. Merekrut orang lebih
banyak dari yang seharusnya. Menambah jumlah staf dan pembantu untuk hal-hal yang
belum sungguh-sungguh diperlukan.
Begitu pula dengan bisnis-bisnis baru. Orang-orang yang sedang kelebihan cashflow
selalu tergoda memasuki bidang-bidang usaha lainnya. Mereka selalu menjadi incaran orangorang yang sedang kesulitan yang menawarkan perusahaan-perusaan, pebrik, atau gedung
yang sedang sakit. Akhirnya, mereka memiliki banyak hal yang tidak sehat dan sesungguhnya
tidak begitu diperlukan.
Pada saat menurun, semua beban itu seharusnya dibersihkan. Lebih baik tak
mempunyai utang dan tidak membayar bunga daripada punya banyak hal tetapi tidak dapat
dinikmati. Dengan demikian, pada saat kondisi ekonomi menurun seorang eksekutif harus
melakukan perubahan haluan. Ia harus melakukan negosiasi pada bank yang memberikan
pinjaman. Kalau tidak bisa minta potongan (haircut), barangkali bisa diminta oengurangan
biaya bunga dan waktu pembayaran yang lebih panjang. Mengubah dari menurun menjadi
berhenti sejenak. Mulanya dengan mengurangi beban sehingga laju penurunan berkurang.
Setelah berhenti, ia harus segera beralih haluan. Memutar kembali ke atas. Perilakunya harus
berubah. Cara berpikir dan berpakaiannya tidak bisa sama dengan kemarin. Demikian pula
unit-unit usaha yang ditekuni dan cara membisniskannya. Bahkan, mungkin juga orangorangnya harus berubah. Jika berubah maka orang disekitar akan ikut berubah.
Tetapi semua ini tidak mudah. Tidak semua badan usaha dapat kembali diubah
haluannya. Maka pertama-tama kita harus mengerti betul
1.
2.
3.
4.

Apakah masih dapat diubah?


Apakah turnaround memungkinkan?
Jika memungkinkan, siapakah orangnya?
Seperti apa gaya kepemimpinannya?

APAKAH TURNAROUND MASIH MEMUNGKINKAN?


Perusahaan yang sedang sakit biasanya tidak menarik. Apalagi jika perusahaan itu milik
negara. Cacian dan maikan akan terus berdatangan, dan seperti sebuah kapal besar yang akan
karam, ratusan orang yang hebat dan dapat hidup dimana saja akan berhamburan melompat
ke dalam sekoci, meninggalkan kapal. Dan seperti orang-orang yang sakit, tidak semuanya
dapat disembuhkan. Oleh karena itulah, seorang pemimpin harus tau persis di manakah posisi
perusahaannya berada. Apakah perusahaan masih layak untuk disembuhkan melalui program
turnaround? Atau jangan-jangan sudah berada pada tahap krisis dan sulit disembuhkan.

Meski ada beberapa kasus perusahaan yang berada dalam tahap krisis bisa kembali hidup
normal, umumnya perusahaan-peursahaan ini berakhir dengan kematian. Seperti sebuah
penyakit kanker yang berada pada stadium 3, seorang spesialis turnaround biasanya harus
bersikap realistis. Ia harus berani mengatakan kepada para kreditur dan pemegang saham
bahwa nyawa perusahaan ini sudah akan berakhir dalam waktu dekat. Kecuali mereka
berhasil melakukan langkah-langkah strategi dan mengamputasi bagian-bagian tertentu.
Ada beberapa indikator yang dapat dipakai untuk melihat seberapa jauh perusahaan
dapat diputar haluannya. Indikator-indikator tersebut antara lain:
a. Duungan yang kuat dari stakeholder, termasuk para pekerja, komunitas, dan
pemegang saham. Bila ia sebuah perusahaan besar, dibutuhkan pula dukungan dari
negara

Anda mungkin juga menyukai