Laporan Kunlap Selesa
Laporan Kunlap Selesa
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang didasari ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat akibat adanya
gangguan struktural dan atau fungsional jantung. Pasien dengan gagal jantung harus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
Gejala-gejala (symptoms) dari gagal jantung berupa sesak nafas spesifik pada saat
istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah dan tidak bertenaga
Tanda-tanda (signs) dari gagal jantung berupa retensi air seperti kongesti paru, edema
tungkai
Heart Failure is Clinical Syndrome in Which Patients Have The Following Features
Symptoms typical of heart failure
(breathlessness at rest or on exercise, fatigue, tiredness, ankle swelling)
and
Signs typical of heart failure
(tachycardia, tachypnoea, pulmonary rates, pleural effusion, raised JVP, peripheral oedema,
hepatomegaly)
and
Objectives evidence of a structural or functional abnormality of the heart at rest
(cardiomegaly, third heart sound, cardiac murmurs, abnormality on the echocardiogram, raised
natriuretic peptide concentration)
baik.
Gagal Jantung Kanan dan Kiri
6
Klasifikasi NYHA (New York Heart Assosiation) untuk Gagal Jantung Kronis
Kapasitas
Fungsional
Class I
Penilaian Objektif
Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik.
Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri
Class II
angina
Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik
ringan. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik biasa
Class III
Class IV
nyeri anginal.
Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung
atau sindroma angina dapat dialami bahkan pada saat istirahat. Jika aktivitas
fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman semakin meningkat.
Klasifikasi AHA/ACC
7
: risiko tinggi berkembangnya HF, namun tidak ada abnormalitas struktur dan
fungsi, tidak ada tanda dan gejala
Stage D
: penyakit jantung struktural tahap lanjut dan ada gejala HF saat istirahat
Disritmia: disritmia akan menggangu fungsi mekanis jantung dengan cara mengubah
rangsangan listrik respon mekanis. Jika respon mekanis ini diubah, akan
menghasilkan irama jantung yang tidak sinkron dan regular.
8
Infeksi: tubuh akan memberikan respon terhadap infeksi dengan cara memaksa
dipertimbangkan berdasarkan mekanisme fisiologis dari penyakitnya, tetapi juga perlu dilihat
dari sisi penyebab yang mencetuskan penyakit tersebut.
Orthopneu
Dispnea dalam posisi berbaring biasanya merupakan manifestasi akhir dari gagal
jantung dibanding dengan dispnea pada saat aktivitas. Ortopnea terjadi karena
9
redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah ke dada ketika berbaring yang
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler paru yang dikombinasikan dengan elevasi
diagfragma. Pasien dengan ortopnea harus meninggikan kepalanya dengan beberapa
bantal pada malam hari dan seringkali terbangun karena sesak nafas atau batuk
(sehingga disebut batuk malam hari). Sensasi sesak nafas biasanya dapat hilang dengan
duduk tegak karena posisi ini mengurangi aliran balik vena (venous return) dan
menurunnya tekanan hidrostatik pada bagian atas paru sehingga menambah vital
capacity paru. Bila gagal jantung berlanjut, ortopneu dapat menjadi begitu berat
sehingga pasien tidak dapat berbaring sama sekali dan harus tidur malam dengan posisi
duduk.
Disisi lain, pada pasien lain dengan gagal ventrikel kiri berat yang telah
Batuk dapat menyertai sesak. Batuk biasanya berdahak berwarna merah muda, dahak
berbusa dan kadang-kadang ada serat darah sebagai akibat edema (pembengkakan)
paru. Pasien juga tampak cemas.
10
Keluhan ini tidak spesifik tetapi merupakan symptom umum pada gagal jantung
karena kekurangan perfusi pada otot skeletal.
Abdominal symptoms
Penderita gagal jantung mungkin mengeluh anorexia, nausea, vomiting,
distensi,
rasa
penuh,
sakit.
Keluhan-keluhan
Cerebral symptoms
Pada gagal jantung berat terutama pada usia lanjut biasanya disertai
dengan arterosklerosis serebral, terjadi penurunan perfusi serebral, hipoksemia,
kemungkinan confusion, daya ingat berkurang, kurang konsentrasi, sakit kepala dll.
Nocturia
Adalah eksresi melalui ginjal yang bertambah pada posisi baring, berawal dari
udema yang terjadi pada siang hari. Cairan udema masuk ke intravaskuler,
menambah venous return, C.O dan diuresis pada malam hari.
11
perubahan tersebut efektif, secara klinik tidak akan nampak adanya sindrom gagal
jantung meskipun ventrikel sudah mengalami perubahan seperti hipertrofi dan
perubahan bentuk. Stadium ini disebut dengan stadium disfungsi ventrikel kiri
asimptomatik (compensated failure).
Jika perubahan-perubahan kompensatorik pada jantung masih tidak cukup
untuk menunjang sirkulasi, selanjutnya akan terjadi perubahan-perubahan autoregulatorik, melalui sistem neuro-endokrin untuk mempertahankan tekanan darah
dengan vasokonstriksi, retensi cairan dan meningkatnya stimulasi adrenergik. Terjadi
redistribusi aliran darah dari daerah yang mengalami vasokonstriksi seperti ginjal dan
otot skelet yang akan mengakibatkan edema, kelelahan dan sesak nafas. Stadium ini
disebut stadium disfungsi ventrikel simptomatik, sindroma klinik gagal jantung
(decompensated heart failure).
Aktivasi sistem simpatetik terjadi pada masa awal gagal jantung, mula-mula
untuk menstimulasi kontraktilitas intrinsic miokard dan frekuensi jantung, namun
kemudian akan menimbulkan vasokonstriksi perifer. Dasar perubahan sistem neuroendokrine pada gagal jantung kongestif adalah aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron yang menyebabkan vasokonstriksi renal, sistemik dan retensi cairan.
Disamping itu angiotensin II mempunyai efek jaringan yang kuat yang menstimulasi
hipertrofi dan fibrosis pada ventrikel.
Perubahan-perubahan auto-regulatorik ini meskipun pada awalnya dapat
menstabilkan tekanan darah, akan tetapi kemudian dapat mengakibatkan perubahanperubahan kompensatorik pada jantung dan sirkulasi yang pada akhirnya dapat
tampak sebagai sindroma gagal jantung.
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
13
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Nighttime cough
Rales
Hepatomegaly
Pleural effusion
S3 gallop
Pemeriksaan fisis yang teliti selalu penting dalam mengevaluasi pasien dengan HF.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan penyebab dari HF, begitu pula
untuk menilai keparahan dari sindrom yang menyertai. Memperoleh informasi tambahan
mengenai keadaan hemodinamika dan respon terhadap terapi serta menentukan prognosis
merupakan tujuan tambahan lainnya pada pemeriksaan fisis. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan terkait Gagal jantung dan kemungkinan hasil temuan akan dibahas sebagai
berikut:
Pasien diminta menolehkan muka kontralateral dari sisi vena yang akan
diperiksa.
Titik nol ditetapkan pada angulus sternalis dan dilakukan penekanan pada
vena serta melihat ketinggian pulsasi maksimum dari vena.
Pemeriksaan Pulmoner
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari
ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat
terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing
pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki
penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk HF. Perlu diketahui bahwa
rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan HF kronis, bahkan dengan
tekanan pengisian LV yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan
drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan
tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura.
Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling
sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada HF efusi pleura
seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah
rongga pleura kanan.
Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi
yang berguna mengenai tingkat keparahan HF. Jika kardiomegali ditemukan, maka
apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah
lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari
16
apex. Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S 3) dapat terdengar dan dipalpasi
pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat
memiliki denyut oarasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S 3 (atau
prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload
yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan
hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik untuk HF namun
biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral
dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien dengan HF tahap lanjut.
Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan dan
cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak
diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan
17
perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti
TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika
ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.
Pemeriksaan Penunjang
19
Urinary
biopyrrins,
Isoprostanes
plasma
dan
urin,
Malondialdehid plasma.
Biomarker Remodeling Jantung : Matrix Metaloproteinase, tissue-inhibitor
Metaloproteinase, Collagen propeptides.
Biomarker neurohormon : NE, renin, Angiotensin II, Aldosteron, Arginine
vasopressine, Endothelin.
Biomarker injuri miosit : Troponin I dan T, Myosin light-chain reaction, Hearttype fatty-acid protein, Creatinine Kinase MB fraction.
Biomarker Stress miosit : BNP, N-terminal pro-BNP, ST2, midregion fragment of
proadrenomeduline.
Biomarker baru (masih perlu penelitian lebih lanjut) : Chromogranin, Galectine 3,
Osteoprotegrin, Adiponectin, Growth differential factor 15.
Adapun diantara banyak biomarker yang umum digunakan dalam klinis adalah BNP,
protein C-reaktif, troponin I dan T, dan TNF. Kadar peptide natriuretik yang
bersirkulasi berguna sebagai alat tambahan dalam diagnosis HF. Baik B-type
natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP, yang dikeluarkan dari jantung
yang mengalami kerusakan, merupakan marker yang relative sensitif untuk
menentukan keberadaan HF dengan EF yang rendah; peptide ini juga meningkat pada
pasien HF dengan EF yang normal, walaupun dengan kadar yang lebih sedikit.
Namun demikian, penting untuk diketahui bahwa kadar peptide natriuretik juga
meningkat seiring umur dan dengan gangguan ginjal, lebih meningkat pula pada
wanita, dan dapat meningkat pada HF kanan dari penyebab apapun. Kadar ini dapat
terlihat lebih rendah pada pasien obesitas dan kadarnya dapat normal pada beberapa
pasien setelah pengobatan yang tepat dijalani. Konsentrasi peptide natriuretik yang
normal pada pasien yang tidak ditangani sangat bermanfaat untuk menyingkirkan
diagnosis HF. Biomarker lainnya seperti troponon T dan I, C-reactive protein,
reseptor TNF, dan asam urat, dapat meningkat pada HF dan memberikan informasi
penting mengenai prognosis. Pemeriksaan berkala dari salah satu (atau lebih)
biomarker tersebut sangat membantu untuk mengarahkan terapi pada HF, namun
tidak dianjurkan untuk tujuan ini.
20
Diuretik
Bekerja meningkatakan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan
cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme
tersebut, diuretik juga untuk mengatasi gejala dan menurunkan resistensi perifer sehingga menambah
efek hipotensi. Efek ini diduga akibat penurunan natrium diruang intestisial dan di dalam sel otot
polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium.
21
ACE Inhibitors
ACE Inhibitors merupakan obat yang diberikan sejak awal diduganya gagal jantung (first line).
Menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II, sehingga terjadi vasodilatasi dan
menurunkan sekresi aldosteron. Selain itu degradai bardikinin juga dihambat sehingga kadar
bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE Inhibitor. Vasodilatasi
22
secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi air dan retensi kalium. Contoh obat : Captopril.
Beta blocker therapy mewakili kemajuan utama pengobatan pada pasien dengan depresi EF. Cara
kerjanya yaitu, pertama, dengan menurunkan frekuensi denyut jantung jantungdan kontraktilitas
miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung. Kedua, yaitu dengan menghambat sekresi renin di
sel jukstaglomeruler ginjal sehingga menurunkan produksi angiotensin II. Ketiga, yaitu efek sentral
yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, dan perubahan
aktivitas neuron adrenergik. Jika Beta blocker dikombinasikan dengan ACE inhibitor, disini Beta
blocker menghambat proses remodeling LV, menyembuhkan gejala pasien, mencegah pasien untuk
dirawat di rumah sakit, dan memperpanjang hidup. Oleh karena itu Beta blocker diindikasikan untuk
pasien dengan simptomatik atau asymptomatic HF dan depresi EF<40%.
Obat ini diberikan pada pasien yang intolerant terhadap ACE inhibitors karena dapat mengakibatkan
batuk, ruam pada kulit, dan angioedema. ARB sebaiknya digunakan terhadap pasien simptomatik dan
asimptomatik dengan EF<40% pada pasien yang intoleran terhadap ACE inhibitors yang mengalami
hyperkalemia atau insufficiency renal. Meskipun ACE inhibitors dan ARB menghambat sistem reninangiotensin, tetapi keduanya memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Dimana ACE inhibitors
memblok enzim yang merubah angiotensin I menjadi angiotensin II, sedangkan ARB memblok efek
dari angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe 1. Beberapa percobaan klinik mendemonstrasikan
keuntungan terapi untuk menambahkan ARB pada pasien dengan CHF. Jika ARB dikombinasikan
dengan Beta blockers, disini ARB menghambat proses remodeling LV, menyembuhkan gejala pasien,
mencegah pasien untuk dirawat di rumah sakit, dan memperpanjang hidup. ARB tidak bisa
dikombinasikan dengan ACE Inhibitors karena menyebabkan hiperkalemi yang dapat mengakibatkan
aritmia.
Meskipun digolongkan dalam diuretik hemat kalium, obat yang memblok efek dari aldosterone
(spironolactone atau eplerenone) memiliki efek yang berguna yaitu sebagai agen dalam sodium
balance. Meskipun ACE inhibitor menurunkan sekresi aldosterone, dengan therapy chronic disini
23
aldosterone akan cepat kembali ke level serupa sebelum penghambatan ACE. Jadi, aldosterone
antagonists direkomendasikan untuk pasien dengan NYHA class IV atau class III HF yang memiliki
depresi EF<35% dan yang mendapatkan terapi yang standard, meliputi diuretik, ACE inhibitors, dan
Beta blocker.
Digoxin
Digoxin diberikan pada lini terakhir (last line). Digoxin direkomendasikan untuk pasien dengan gejala
LV systolic dysfunction yang disertai atrial fibrillation, dan perlu dipertimbangkan untuk diberikan
pada pasien yang memiliki tanda dan gejala HF saat diberikan terapi standard, meliputi ACE
inhibitors dan Beta blockers. Digoxin memacu kontraksi jantung. Terapi dengan digoxin biasanya
24
dengan dosis 0,125-0,25 mg per hari. Untuk beberapa pasien, dosisnya sebaiknya diberikan 0,125 mg
per hari, dan level serum digoxin sebaiknya<1,0 ng/mL, terutama pada pasien tua, pasien dengan
penurunan fungsi renal, dan pasien dengan massa lemak tubuh yang rendah.
25
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Gambaran Umum Pasien
Pasien laki-laki berumur 26 tahun sudah mengalami sesak yang sering kambuh sejak
1,5 tahun yang lalu, dan juga mengeluhkan terdapat nyeri dada. Pasien sudah berada
di rumah sakit sejak seminggu yang lalu, namun sebelumnya diketahui bahwa pasien
sudah sering keluar masuk rumah sakit sejak mengeluhkan sesak yang terus menerus
kambuh sejak 1,5 tahun yang lalu. Sehari sebelum kunjungan lapangan, pasien
didapatkan demam pada malam hari dan didapatkan juga kemerahan dan nyeri pada
paha pasien. Pada awal masuk di rumah sakit juga terdapat penumpukan cairan di
perut yang sekarang sudah berkurang, namum masih terdapat adanya edema pada
kaki. Pasien memiliki riwayat merokok sejak umur 16 tahun dan suka minum kopi,
namun keduanya dihentikan sejak 1,5 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat asma dan
penyakit jantung lainnya pada pasien maupun pada kedua orang tua pasien. Pasien
mengeluhkan susah beraktifitas dalam melakukan hal-hal yang cukup mudah seperti
berjalan beberapa langkah dan memerlukan beberapa bantal pada saat tidur agar tidak
merasa sesak. Dari hasil pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/40
mmHg, nadi 88 kali/menit dan RR 36 kali/menit.
B. Identitas Pasien
a. Nama
: Tn. A
b. Jenis Kelamin
: Laki-laki
c. Umur
: 26 tahun
d. Alamat
: Selong
e. Pekerjaan
: Kontrak di PU
C. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang atau Keluhan Penyerta
Nyeri dada yang hilang timbul, sesak jika tidur dengan bantal rendah, sesak yang
biasanya timbul pada cuaca dingin dan musim hujan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien sudah cukup sering keluar masuk rumah sakit dalam 1,5 tahun yang
terakhir, dalam jangka waktu 4 bulan pasien masuk rumah sakit hingga 8 kali.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada
26
: 15 (compos mentis)
: kadang sesak, lemah, pucat, dan terdapat edema
: 110/40 mmHg
: frekuensi 88 x/menit, irama teratur, regular, kuat
angkat
-
E. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Analisis EKG :
Didapatkan HR = 300/3,5 = 85,7 x/menit (nilai normal 60-100 x/menit).
Didapatkan ST elevasi pada V4, V5, V6
Menunjukkan infark pada bagian anteroseptal
28
29,5
Batas CTR normal ada 48-50 %, sedangkan pada foto toraks PA pasien didapatkan
nilai CTR 72% hal ini menunjukan bahwa ukuran jantung pasien mengalami
pembesaran.
2. Gambar tidak menunjukkan adanya edema padu
3. Terlihat gambaran pembesaran ventrikel kiri
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil mgl/dl
Nilai Normal
Glukosa Puasa
91
<160
Kreatinin
1,5
L ; 0,9-1,3 P; 0,6-1,1
Ureum
103
10-15
SGPT
952
< 41
29
Hasil Lab menunjukkan bahwa kreatinin , kadar ureum melebihi batas normal,
menunjukkan bahwa ginjal tidak mampu mengeliminasi nitrogen dalam darah yang
tinggi. Hal ini mungkin berperan dalam peningkatan tekanan darah pada pasien.
F. Diagnosis Pasien
Pada kasus ini, pasien Tn. A (26 tahun) mengeluhkan sesak nafas. Untuk
menentukan apakah penyebab sesak nafas pada pasien akibat cardiac atau non
cardiac, dilakukan anamnesis dan serangkaian pemeriksaan.. Berdasarkan anamnesis,
sesak nafas pasien lebih mengarah ke cardiak, hal ini terbukti dari sesak nafas yang
timbul saat berbaring, sesak berkurang apabila duduk atau ketika berbaring pasien
menggunakan beberapa bantal agar posisi kepala lebih tinggi dari badan. Selain sesak
nafas, pasien juga mengeluhkan nyeri dada yang lokasinya menjalar dari dada,
punggung, tangan serta pinggang dan sering disertai berkeringat terus menerus, mual
dan juga muntah dengan frekuensi yang cukup sering. Sesak nafas timbul secara
berulang, jika dalam aktivitas yang berat ataupun ringan, dan berkurang saat pasien
beristirahat sehingga aktivitas pasien sangat terbatas dan lebih sering menghabiskan
waktu di tempat tidur. Hal ini menggambarkan terjadi suatu ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan beban kerja jantung Tn. A.Dari hasil pemeriksaan vital sign
didapatkan tekanan darah 110/40 mmHg, nadi 88 kali/menit dan RR 36 kali/menit
yang menandakan takipneu dan dari gambaran foto toraks didapatkan CTR = 72%
yang menunjukan bahwa terjadi pembesaran ukuran jantung. Auskultasi pada
permukaan tidak terdengar ronkhi.Namun terdengar bunyi murmur sistolik.
menambah efek hipotensi. Efek ini diduga akibat penurunan natrium diruang
intestisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya
menghambat influks kalsium.
Digoksin 0,25 mg
Digoxin direkomendasikan untuk pasien dengan gejala LV systolic
dysfunction yang disertai atrial fibrillation, dan perlu dipertimbangkan untuk
diberikan pada pasien yang memiliki tanda dan gejala HF saat diberikan
therapy standard, meliputi ACE inhibitors dan Beta blockers. Therapy dengan
digoxin biasanya dengan dosis 0,125-0,25 mg per hari. Untuk beberapa pasien,
dosisnya sebaiknya diberikan 0,125 mg per hari, dan level serum digoxin
sebaiknya<1,0 ng/mL, terutama pada pasien tua, pasien dengan penurunan
fungsi renal, dan pasien dengan massa lemak tubuh yang rendah.
31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu EKG dan
Foto thoraks maka diagnosa pasien adalah Acute Heart Failure Class III. . Pasien
mengeluhkan susah beraktifitas dalam melakukan hal-hal yang cukup mudah seperti
berjalan beberapa langkah dan memerlukan beberapa bantal pada saat tidur agar tidak
merasa sesak. Dari hasil pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/40
mmHg, nadi 88 kali/menit dan RR 36 kali/menit yang menandakan takipneu dan dari
gambaran foto toraks didapatkan CTR = 72% yang menunjukan bahwa terjadi
pembesaran
ukuran
jantung.
Auskultasi
pada
permukaan
tidak
terdengar
32
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2007. Jilid II, Edisi kelima. Editor Kepala: Aru W.
Sudoyo et.al. Pusat Penerbitan IPD FKUI. Jakarta.
Katzung, Bertran G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi IV. EGC: Jakarta
Gray, Dawkins, Morgan, & Simpson. 2005. Lecture Note Kardiologi. Edisi ke-4.
Jakarta. Penerbit Erlangga.
Joewono, BS. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya
Lilly, L.S. (editor), Naik, H., Sabatine. 2007. Fourth Edition. Pathophysiology of
Heart Disease. Philadelphia. Lippincott Williams &Wilkins
33