Anda di halaman 1dari 17

SPONDILITIS TBC

1. Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
2. Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah.
a.

Anatomi dan fisiologi

Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar mobile melengkung yang
kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thorak, anggota gerak atas, membagi berat badan
ke anggota gerak bawah dan melindungi medula spinalis. ( John Gibson MD, 1995 : 25 )
Kolumna vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di hubungkan oleh diskus
Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing - masing vertabra di bentuk oleh tulang
Spongiosa yang diisi oleh sumsum merah dan ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta.
Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
-

7 ruas tulang cervikal

12 ruas tulang thorakal

5 ruas tulang lumbal

5 ruas tulang sakral (sacrum)

5 ruas tulang ekor (coccygis)

Vertebra dan persendiannya.


Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti :
Korpus yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak melengkung
diatas dan bawah .
Arkus vertebra terdiri dari :
1. Pedikulus di sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang

kebelakang

dari korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra membentuk foramen intervertebralis.
2. Lamina di sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke belakang dan ke
samping bergabung satu sama lain pada sisi yang berbeda.
Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada bagian depan,
pedikulus di samping dan di belakang.
Foremen Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan vertebra , di
dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian.

Processus articularis posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan processus yang serupa
pada vertebra diatas dan dibawah.
Processus tranversus : memproyeksikan batang tulang secara tranversal.
Spina : Suatu processus yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
Diskus intervertebra adalah diskus yang melekatkan kepermukaan korpus dari dua takik
vertebra : Diskus tersebut terbentuk dari anulus fibrosus,jaringan fibrokartilago yang
berbentuk cincin pada bagian luar, dan nukreus pulposus, substansi semi-cair yang
mengandung beberapa sarat dan terbungkus di dalam anulus fibrosus.
Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a) Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada bagian depan
korpus vertebra
b) Ligamentum longitudinalis posterior melebar ke bawah pada bagian belakang dari
korpus vertebra ( yaitu didalam kanalis vertebra ).
c) Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis dan mengelilingi
persendian processus artikuler.
Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:
Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis, dan processus
tranversus yang di tandai dengan jelas karena mempunyai foramen ( didalamnya terdapat
arteri vertebralis ) dan berakhir dalam dua tuberkolosis.
Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung :
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan disebelah bawah
menjadi lebih besar.
Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut :
Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset atau lekukan kecil
disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus panjang dan
mengarah kebawah, sedangkan prosesus tranversus , yang membantu faset persendian untuk
iga.
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang :
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat besar dibandingkan
dengan badab vertebra yang lainnya dan berbentuk seperti ginjal, prosesus spinosusnya
lebar dan berbentuk seperti kapak kecil, prosesus

tranversusnya panjang dan langsing, ruas kelima membentuk sendi dengan sakrum pada
sendi lumbo sakral.
Sakrum atau tulang kelangkang.
Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak padambagian bawah kolumna vertebralis,
terjepit diantara kedua tulang inominata (atau tulang koxa ) dan membentuk bagian
belakabg rongga pelvis ( panggul ). Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan
vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi anterior dari
basis saklrum ,membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah
kanalis vertebralis ( saluran tulang belakang ) dan lanjuan dari padanya. Dinding kanalis
sakralis berlubang - lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang indemeter
dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum. Permukaan anterior sakrum adalah
lekung dan memperlihatkan empat gili-gili melintang, yang menandakan tempat
penggabungan kelima vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap sisi terdapat lubang
- lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang - lubang ini di sebut foramina. Apex
dari sakrum bersendi,dengan tulang koksigius. Disisinya, sakrum bersendi dengan tulang
ileum dan membentuk sendi sakroiliaka kanan dan kiri.
Koksigeus atau tulang ekor.
Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang bergabung menjadi
satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum ( Evelyn C pearce 1989 :

b. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder
dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya
penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui
pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif
tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang
mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk
"tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan
terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum
longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular
lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak
jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan
kiposis.
c.

Dampak Masalah

a) Terhadap Individu.

Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau
perubahan, baik iru bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak
yang di karenakan baik itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oelh
karena adanya perubahan tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara
lain :
1) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia,
sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan
mengalami gangguan pada status nutrisinya.
2) Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien
membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik
tersebut.
3) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya
dan kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan
merasakan akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin
dalam keluarga itu.

B. Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri
dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi. ( Lismidar, 1990 : IX ).
1. Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di
lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu :

pengumpulan data, pengelomp[okan data, perumusan diagnosa keperawatan. ( Lismidar


1990 : 1)
a. Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga
maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian
bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri
radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari
dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan
utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumersumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan
adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. ( R. Sjamsu hidajat, 1997 :
20).
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit
tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut.
5) Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih,
dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya
maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak
stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita.
6) Pola - pola fungsi kesehatan
a.

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi
klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar
perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan

kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi
dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan amnesia.
Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan
mengalami gangguan pada status nutrisinya. ( Abdurahman, et al 1994 : 144)
c.

Pola eliminasi.

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar
mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan
perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan
suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan
mengganggu proses aliminasi.
d. Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta
penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik
dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
e.

Pola tidur dan istirahat.

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan
menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
f.

Pola hubungan dan peran.

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu
menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat.
Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya
dan kadang - kadang mengisolasi diri.
h. Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi
paraplegi.
i.

Pola reproduksi seksual.

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk
sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan

perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau
dapat dilaksanakan.
j.

Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan
mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan
bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka
semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal
ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada
tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik.
a.

Inspeksi.

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang
belakang terlihat bentuk kiposis.
b. Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus
pada area tulang yang mengalami infeksi.
c.

Perkusi.

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.


d. Auskultasi.
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan. ( Abdurahman, et
al 1994 : 145 ).
8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.
a.

Radiologi

Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang

menyerang area posterior.


-

Terdapat penyempitan diskus.

Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

b. Laboratorium
-

Laju endap darah meningkat

c.

Tes tuberkulin.

Reaksi tuberkulin biasanya positif.


b. Analisa.

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data
yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data
yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi
maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh
klien. ( Mi Ja Kim, et al 1994 ).
2. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat
dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim Departemen
Kesehatan RI, 1991 : 17 ).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
a.

Gangguan mobilitas fisik

b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.


c.

Perubahan konsep diri : Body image.

d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.


( Susan Martin Tucker, 1998 : 445 )
3. Perencanaan Keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di
laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien. ( Tim Departemen Kesehatan RI,
1991 :20 ).
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
a.

Diagnosa Perawatan Satu

Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.


1. Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
2. Kriteria hasil
a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan
b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan
c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
3. Rencana tindakan

a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.


b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
1) mattress
2) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak
menimbulkan lekukan saat klien tidur.
d) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;
1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok ) maupun
posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas
bawah secara bersamaan.
2) Menelungkup sebanyak 3 4 kali sehari selama 15 30 menit.
3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan.
e) monitor tanda tanda vital setiap 4 jam.
f)

Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet lecet.

g) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
h) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping :
bisa tak nyaman pada lambung atau diare.
4. Rasional
a)

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.


c)

Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.

d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot otot paraspinal.


e)

Untuk mendeteksi perubahan pada klien.

f)

Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.

g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.


h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat
menimbulkan efek samping.
b. Diagnosa Keperawatan Kedua
Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.
1) Tujuan
a.

Rasa nyaman terpenuhi

b. Nyeri berkurang / hilang


2) Kriteria hasil

a.

klien melaporkan penurunan nyeri

b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks


c.

memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan

keberhasilan.
3) Rencana tindakan
a.

Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah

yang baru.
b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
c.

Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.

d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan
rasa nyaman.
e.

Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

4) Rasional.
a.

Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.

b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya
terhadap nyeri klien.
c.

Korset untuk mempertahankan posisi punggung.

d. Dengan ganti ganti posisi agar otot otot tidak terus spasme dan tegang sehingga
otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
e.

Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau

dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.


c.

Diagnosa Keperawatan ketiga

Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.


1) Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.
2) Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping
yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
3) Rencana tindakan
a.

Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus

mendengarkan dengan penuh perhatian.


b. Bersama sama klien mencari alternatif koping yang positif.
c.

Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta

berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.

4) Rasional
a.

meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan

ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.


b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
c.

Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan

tidak merasa rendah diri.


d. Diagnosa Keperawatan keempat
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan di rumah.
1) Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.
2) Kriteria hasil
a.

Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset

b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan


c.

Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan

gejala kemajuan penyakit.


3) Rencana tindakan
a.

Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.

b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.


c.

Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.

d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.


e.

Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.

f.

Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

4. Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di
implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.
Komponen tahap Implementasi:
a.

tindakan keperawatan mandiri

b. tindakan keperawatan kolaboratif


c.

dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )

5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.
a.

pencapaian kriteria hasil

b. ke efektipan tahap tahap proses keperawatan


c.

revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.

Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:
1. Adanya peningkatan kegiatan sehari hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan
rasa nyaman .
2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.
3. Nyeri dapat teratasi
4. Tidak terjadi komplikasi.
5. Memahami cara perawatan dirumah

Kriteria diagnosis klinis (7):


1. Pada anamnesa didapatkan adanya nyeri kronis pada tulang belakang yang disertai
hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan dan adanya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis akan lebih memperkuat diagnosa.
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan pada tulang belakang yang
terkena infeksi dan pergerakan yang terbatas akibat nyeri dan spasme dari otot-otot
paraspinal.
3. Ditemukan gibbus atau deformitas berupa kifosis atau teraba adanya fluktuasi pada
pinggang atau inguinal.
4. Ditemukan adanya gangguan neurologis berupa gangguan motoris dari yang ringan
sampai yang paling berat

TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK


PENGERTIAN

Tubercuosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam. (Suryadi. & Yuliani. 2001)

ETIOLOGI

Mycobaterium tuberculosa

Mycobaterium bovis

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis :

Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik

Jenis kelamin : pada akhir masa kanak- kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan
lebih banyak terjadi pada anak perempuan

Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi

Ada masa puber dan remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan
infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.

Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress
emisonal, kelelahan yang kronik)

Meningkatkan sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan
untuk penyebarluasan infeksi.

Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.

Nutrisi status nutrisi yang kurang.

Infeksi berulang : HIV, measles, pertusis

Tidak mematuhi aturan pengobatan.

PATOFISIOLOGI

Masukan kuman tuberkulosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi
dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh manusia.

Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam paru-paru, maka terjadi
eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan
menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut kekelenjar limpe regional mellaui
saluran getah bening menuju kelenjar regional terjadi sekitar 2 10 minggu (6-8 minggu)
pasca infeksi.

Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap


tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkulin. Masa terjadinya infeksi sampai
terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi

Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di perifer dekat pleura,
tetapi lebih banyak terjadi dilapangan bawah perlu dibanding dengan lapangan atas. Juga
terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke kalsifikasi dan
penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogan.

Pada reaksi radang diamna lekosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit
bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke Limfe dan sirkulasi. Dalam
beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan
limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan magrofak. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Penumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal., atau proses
dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral lesi
memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, yang disebut nekrosis kaseosa.

Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberkulosis anak, penyebaran


hematogen tersembunyi yang kemuidan mungkin timbul gejala atau tanpa gejala klinis.
Penyebaran hematogen umum, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan
menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis, penyebaran hematogen berulang.

MANIFESTASI KLINIS

Demam, malaise, anoreksia, berat badan menurun, kadang-kadang batuk (batuk tidak selalu
ada, menurun sejalan dengan lamanya penyakit, nyeri dada, hemoptysis

Gejala lanjut (jaringan paru-paru sudah banyak yang rusak) : pucat anemia, lemah dan berat
badan menurun.

Permulaan tuberkulesis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena mulainya
penyakit secara perlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau
keluhan. Tetapi secara rutin dengan uji tuberculosis primer dapat berupa demam yang naik
turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gambaran klinisnya demam,
batuk, anoreksia, dan badan menurun.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan fisik

Riwayat penyakit : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit

Reaksi terhadap test tuberculin reaksi test positif (diameter = 5 mm) menunjukkan adanya
infeksi primer.

Radiologi terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran, pembesaran kelenjar
paratrakeal, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan efusi, cairan asites.

Kultur sputum : kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, peritonium, kulit
ditemukan tuberculdan basil tahan asam

Uji BCG reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokal
yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.

Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin test tuberkulin positif.

Penyakit TB : gambaran radiologi, positif, kultur sputum positif dan adanya gejala gejala
penyakit.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Nutrisi adekuat

Kemoterapi : Pemberian terapi pada tubercolusis didasarkan pada 3 karakteristik basil, yaitu
basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen , hasil yang hidup dalam
lingkungan yang kurang oksigen , basil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen
berkembang lambat dan dorman hingga beberapa tahun, basil yang mengalami mutasi
sehingga resisten terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil
yang tumbuh aktif, diberikan selama 18 24 bulan, dosis 10-20 mg/kgbb/hari melalui oral.
Selanjutnya kombinasi antara INH, rifampizin, dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6
bulan. Selama dua bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberikan dua
kali dalam satu minggu. Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuskular)
dan ethambutol. Terapi kortikosteroid diberikan bersama dengan obat antituberkulosis, untuk
mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis.

Pembedahan : dilakukan jika kometerapi tidak berhasil. Dilakukan dengan mengangkat


jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi
untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang
rusak.

Pencegahan : Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkolusis,


mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang
sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan kometerapi, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

KOMPLIKASI

Meningitis

Spondilitis

Pleuritis

Bronkopneumoni

Atelektasis

Anda mungkin juga menyukai