Oleh:
BIDANG PEMERINTAHAN DAN KEMASYARAKATAN
BALITBANG PROVINSI SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Daftar Isi ................................................................................................... iii
Daftar Tabel ............................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
1.4. Sasaran dan Manfaat Kajian ............................................................. 6
1.5. Ruamg Lingkup Kajian dan Sasaran Lokasi ...................................... 7
II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
2.1. Pembangunan Wilayah ...............................................................
2.1.1. Konsep Pembangunan dalam Arti Luas .............................
2.1.2. Pengertian Paradigma Pembangunan Masyarakat ..............
2.2. Pembangunan Masyarakat Suatu Tinjauan Partisipasi .................
2.3. Pembangunan yang Mengacu pada Partisipasi Masyarakat ..........
2.4. Memahami Konsep Desentralisasi Versus Sentralisasi ...............
2.4.1. Penerapan Desentralisasi dalam Konteks Evolusi
Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia ...........................
2.4.2. Implementasi Desentralisasi setelah Reformasi .................
2.4.3. Penerapan Konsep Good Governance
(Ketatapemerintahan yang Baik) dalam Pembangunan
Daerah ................................................................................
2.4.4. People Empowerment (Pemberdayaan Masyarakat)
dalam Pembangunan Daerah .............................................
2.4.5. Perencanaan Partisipatif dalam Pembangunan ..................
2.5. Model Kerangka Proses Berfikir ................................................
2.6. Keragka Konseptual ...................................................................
2.7. Hipotesis ....................................................................................
29
31
33
34
36
37
37
37
37
38
38
39
39
40
40
45
48
57
8
8
10
12
15
19
24
24
26
27
DAFTAR TABEL
No.
Judul Tabel
Halaman
Tabel
2.1
2.2
32
3.1
38
4.1
41
4.2.
Wilayah
Pembangunan
dan
Administrasi
Kabupaten
Langkat
4.3.
4.4.
25
44
46
54
ii
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul Gambar
Halaman
Tabel
2.1.
2.2.
2.3.
18
33
35
4.1.
43
4.2.
43
4.3.
48
4.4.
52
DAFTAR GRAFIK
4.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai .. 53
iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAPPENAS dan lembaga CIDA (Bengen; 2004). Sejak inilah sektor kelautan dan
pesisir mulai mendapat perhatian.
Pada sisi lain, tahun 1999 pemerintah juga telah melakukan perubahan
besar tentang sistem pemeritahan daerah sebagaimana diatur sebelumnya pada UU
No. 5 Tahun 1974 diganti dengan UU No. 22 tahun 1999.Pada tahun 2004
kembali direvisi dan diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi
daerah. Perubahan aturan ini memaknai akan perubahan kebijakan pengelolaan
sumber daya pesisir dan laut di Indonesia. Semangat yang dapat digaris bawahi
dari kelahiran UU tersebut adalah desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir dan
laut kepada wilayah otonom.
Dengan demikian kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 serta kelahiran DKP
diharapkan dapat menjadi modal dasar bagi pengelolaan sumber daya pesisir yang
berkelanjutan melalui suatu pola manajemen kelautan yang profesional dan
berbasis masyarakat. Karena pembangunan dengan dasar otonomi daerah, akan
dapat lebih fokus kepada upaya pembangunan pedesaan melalui program-program
penyedian prasarana, pembangan agribisnis, industri kecil dan kerajian,
pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumber
daya alam (Nugroho, 2004).
Selain masalah kemiskinan di wilayah pesisir juga terjadi berbagai
masalah lain, seperti; masalah eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan
pelestariannya, masalah kesehatan,
pesisir yang diwarnai dengan sifat tunduk pada alam fisik (Saadah dkk, 2004).
yang
baik
(Good
Governance),
perencanaan
1)
3.
2)
3)
dengan
pemerintah
yang
lebih
tinggi
terhadap
lebih
gambaran
tentang
faktor-faktor
pendukung
dan
Sumatera
Utara
dalam
melaksanaan
pembangunan
khususnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
menyatakan
wilayah
keadilan
distribusi
(Equality
and
Equity),
pemberdayaan
10
Sumber daya pesisir yang kaya dimanfaatkan berbagai pihak untuk berbagai
kepentingan sehingga berpotensi menimbulkan konflik. (3) Perairan pesisir
terdapat pemahaman sistem pengelolaan terbuka sehingga yang kuat sering lebih
menguasai sumber daya dan akan membatasi akses bagi masyarakat pesisir dalam
pemanfaatannya.
2.
antara development di satu pihak sebagai pertumbuhan dalam arti yang lebih
teknis dan di lain pihak perkembangan sebagai suatu pengertian kualitatif
(Nordholt, 1987), walaupun pada umumnya para ahli ekonomi memberikan arti
11
yang sama kepada kedua istilah tersebut. Akan tetapi apabila ditelusuri lebih
mendalam, sebenarnya kedua istilah itu menunjuk aspek yang berlainan.
Para ahli ilmu sosial saat ini, sangat membedakan pengertian
pembangunan ekonomi seperti yang disampaikan Sukirno;
Kecendrungan yang membedakan kedua istilah tersebut, mengartikan
pembangunan ekonomi sebagai : (i) peningkatan dalam pendapatan
perkapita masyarakat, yaitu tingkat, yaitu tingkat pertambahan GDP pada
satu tahun tertentu melebihi dari tingkat pertambahan penduduk atau (ii)
perkembangan GDP yang berlaku dalam masyarakat dibarengi oleh suatu
perombakan dan modernisasi dalam struktur ekonominya, yang pada
umumnya masih bercorak tradisional. Sedang pertumbuhan ekonomi
diartikan sebagai kenaikan dalam GDP, tanpa memandang kenaikan itu
apakah lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertambahan penduduk, atau
apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak (Sukirno,
1982 hal:8)
Dengan
singkat
dikatakan
bahwa,
pertumbuhan
atau
growth
12
13
14
15
16
17
also activity is designed by some one other than the actor to influence
govermental decisions making (Huntington dan Nelson 1976).
Jadi partisipasi bentuk pertama dalam defenisi ini dikategorikan sebagai
bentuk autonomous participations dan terakhir sebagai mobilized participations.
Pengertian Huntington ini akan sangat jauh berbeda, apabila kita bandingkan pada
penjelasan yang lebih menitikberatkan pada partisipasi dalam pembangunan
pedesaan.
We saw, participation including peoples involment in decisons making
process about what would be done and how, their involvement in
implementing programs and decisions by contributing various resources or
cooperatif sharing in the benefits of development prograns : and /or their
involvement in effrots to evaluate such programs. (Cohen dan Uphoff,
1977).
Dari penjelasan itu kita dapat dilihat, adanya empat macam keterlibatan
yang berhubungan pada partisipasi, yaitu: keterlibatan dalam pengambilan
keputusan (decision making), keterlibatan dalam implementasi (implementing
programs), keterlibatan dalam menikmati hasil (sharing in the benefits), dan
keterlibtan dalam evaluasi (evaluating programs). Memahami perbedaaan
pengertian, akibat perbedaaan fokus perhatian dalam defenisi, seperti dua defenisi
yang sangat berbeda di atas mencerminkan kesan bahwa, kekuasaaan sebagai
faktor utama dalam defensisi yang pertama dan untuk defenisi kedua kurang
berperan. Nordholt (1987), dalam hal ini dengan tegas sangat berkeberatan. Malah
dikatakan proyek atau program pembangunan pedesaaan senantiasa bersangkut
paut dengan kekuasaan apakah kekuasaan ekonomi ataukah menurut kacamata
barat dan kacamata politik yang lebih formal. Program itu mengubah hubungan
18
yang ada dalam bentuk yang dapat memperkuat kedudukan pemegang kekuasaan,
atau dapat merupakan ancaman terhadap kedudukan mereka sendiri.
Terlepas dari masalah defenisi, mungkin pola ataupun sistematika sebagai
upaya untuk menelusuri masalah partisipasi ini lebih mendalam, yakni dengan
memulai pertanyaan : what participation are concerned with? Cohen dan Uphoff
(1977) dalam hal ini, mengidentifikasi empat jenis partisipasi. Adapun jenis
partisipasi itu lebih terinci adalah :
a. Partisipasi dalam decision making; b. Partisipasi dalam
implementasi, dan c. Partisipasi dalam benefits serta yang perlu
ditambahkan kata Cohen dan Uphoff point d. Seperti berikut; d. Partisipasi
dalam evaluation (Cohen dan Uphoff 1977).
Interaksi di antara keempat elemen partisipasi itu dapat di gambar sebagai
berikut ini.
A
Decisions
making
B
Implementation
C
Benefits
D
Evaluation
Gambar 2.1.
Interaksi di antara Keempat Elemen Partisipasi
19
20
21
22
23
compromise) antara negara dengan warga negara, (4) Mekanisme/ cara rakyat
meminta dengan tegas pengembalian kebebasan individualnya (insistence of
individual freedom). Artinya peranan civil society sangat penting. Keberhasilan
negara Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Kanada menjalankan sistem
desentralisasi ini sangat diikuti oleh peranan yang kuat dari lembaga non
pemerintah (Juliantara dkk, 2006).
Sedangkan di Indonsia, untuk memahami konsep desentralisasi dalam
rangka otonomi daerah secara utuh, haruslah memahami sistem ketatanegaraan
yang terkandung dan di tetapkan dalam UUD45 sebagai dasar negara RI.
Isi dan jiwa yang terkadung dalam pasal 18 UUD45 beserta penjelasannya
menjadi pedoman bagi penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pokok-pokok
pikiran yang dapat di tarik dari UUD tersebut :
1. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagianpembagian kewenangan berdasarkan asas dekonsentrasi dan asas
desentralisasi dalam kerangka negara kesatuan RI.
2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
adalah daerah provinsi, sedangka daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah kabupaten dan kota. Daerah yang dibentuk
dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanaka
kebijaka atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3. Pembagian daerah di luar daerah provinsi di bagi habis kedalam daerah
otonom.
24
pilihannya
pada
prinsip
pemencaran
kekuasaan
dalam
25
suatu
undang-undang
yang
sangat
populer
dan
mewarnai
kepemerintahan pada masa tersebut yaitu UU No.5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah. Dalam prateknya otonomi daerah lebih bertumpu
ke pusat dalam artian sentralistik ketimbang pada daerah.
Seiring dengan keruntuhan kekuasaan orde baru dengan masuknya masa
reformasi, pengaturan tentang otonomi daerah pun diganti dengan UU No. 22
tahun 1999 dan telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004. Undang-undang
baru ini, baik secara konseptual maupun normatif dapat dikatakan lebih bernuansa
desentalistis. Akan tetapi dalam praktik, tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan, berbagai faktor haruslah dipersiapkan dan digerakkan dengan baik, agar
supaya otonomi daerah dimaksud dapat diaktualisasikan demi mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Apa yang dapat ditarik dari pengalaman latar belakang
sejarah perkembangan praktek desentralisasi tersebut dalam hubungannya dengan
pembangunan, apabila digambarkan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1.
Gambaran Evolusi Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia
Masa
Pemerintahan
kekuatan
pendekatan
perencanaan
26
yang
dilaksanakan
dengan
mengacu
pada
model-model
27
Dengan latar belakang peluang dan potensi daerah yang ada pada saat ini
daerah dapat mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan yang lokal spesifik dan
memanfaatkan potensi daerah.
Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 pada bagian menimbang (butir a)
ditegaskan :
... Pemerintahan Daerah yang mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut azas otonomi dan tugas perbantuan diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing
daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UU Nomor 32 tahun 2004).
Dasar kebijakan ini sekaligus menegaskan bahwa selain perlunya
mengwujudkan ketatapemerintahan (good governance) yang baik, juga perlu
perhatian pemberdayaan masyarakat (empowering people) dalam upaya
penyelenggaraan pembangunan yang berbasis kewilayahan.
2.4.3. Penerapan Konsep Good Governance (Ketatapemerintahan yang baik)
dalam Pembangunan Daerah.
Menurut World Bank, kata good governance diartikan sebagai the way
state power is used in managing economic and social resources for development
society. Dari pengertian ini diperoleh gambaran bahwa governance adalah
cara bagaimana kekuatan negara digunakan untuk mengelola sumber daya,
ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat Mardiasmo (2002). Lebih
operasional pendapat World Bank diatas diuraikan oleh UNDP dengan
memberikan defenisi governance sebagai: The exercise of political, economic
and administrative authority to manage a nations affair at all levels, dengan
28
maupun
dilakukan
bersama-sama
dengan
politisi.
Dalam
jawab
implementasi
kebijakan
yang
telah
ditetapkan
untuk
dilaksanakan.
Sejalan dengan pandangan UNDP, governance memiliki tiga domain yaitu
: 1. Negara dan pemerintah, 2. Sektor swasta atau dunia usaha, 3. Masyarakat.
29
People
Empowerment
(Pemberdayaan
Masyarakat)
dalam
Pembangunan
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan masyarakat terutama dalam
menghadapi persoalan kemiskinan sangat menuntut perhatian yang lebih khusus,
kalau tidak demikian masyarakat miskin akan senantiasa berada dalam posisi sulit
pada setiap proses pembangunan. Penanganan khusus ini bukan berarti charity
atau program-program pemberian yang malah membuat masyarakat makin
tergantung, akan tetapi haruslah dilakukan secara terencana, berkesinambungan
melalui pemahaman karakter kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat.
Dalam penanganan ini partisipasi masyarakat bukan hanya meningkatkan
emansipasi ekonomi dan politik tetapi menjadi wahana transformasi budaya,
30
mengikuti
proses
pembangunan.
Chambers
(1995),
mengatakan
centered,
participatory,
empowering,
and
sustainable.
Proses
31
32
Tabel 2.2.
Perbandingan Kharakter Paradigma Pembangunan
Kharakter
Paradigma
Pertumbuhan
Kebutuhan Pokok
Humanis
(growth)
(basic needs)
Fokus
Industri
Pelayanan
Manusia
Peran Pemerintah
Enterpreneur
Service provider
Enabler/facilitator
Sumber Utama
Modal
Anggaran/Administratif
Kreatifitas/komitmen
Vertikal
Vertikal
Horizontal
Proses Perencanaan
Sentral
Sentral/Desentral
Partisipasi
Objek
Objek
Partisipatif subjek
Kendala
Marginalisasi
Keterbatasan Anggaran
Struktur
Adm.
(Birokrasi)
perlu dirubah.
33
Desentralisasi
Perencanaan Partisipatif
(PP)
Otonomi
Daerah
Pembangunan Masyarakat
Wilayah Pesisir Berkelanjutan
Pemberdayaan Civil
Society (PCS) / Pengemb.
Gambar 2.2.
Kerangka Fikir Hubungan Desentralisasi
Dan Pembangunan Masyarakat Berkelanjutan
34
Good
Governance
(X4);
perencanaan
partisipatif
(X5),
sistem
pemerintahan
Indonesia,
prinsip
penyelenggaraan
35
Variabel X4
Good Governance (GG)
Participation
Rule of law
Transparancy
Concencus orientation
Acountability
Strategic vision
Responsiveness
Equity
Effectiveness and efficiency
KESIAPAN
BIROKRASI
DESENTRALI
SASI
KEBIJAKAN
(X2)
KESIAPAN
APARATUR
Variabel X5
Perencanaan Partisipatif
Kemandirian
Aspiratif
Otorisasi
Keterlibatan
Pembangunan Masyarakat
Wilayah Pesisir Berkelanjutan
(PMWP)
-
Pendapatan
Keadaan Sosial Ekonomi
Sarana prasarana Sektor Pesisir
Pemerataan
Kelestarian Lingkungan
Kreatifitas
Perilaku
Variabel X6
Pemberdayaan Civil Society (PCS)
/ Pengemb kelembagaan
Kelembagaan
Otonom/ mandiri
Akses masyarakat
Solidaritas
Toleransi
Kerjasama
Budaya
Variabel X7
Kondisi Ekternal Desentralisasi (KEDP)
Hubungan dengan pemerintah yang lebih tinggi
Administrasi
Kebijakan
Keuangan
Keterangan :
Gambar 2.3.
Kerangka Konseptual Penelitian Hubungan Desentralisasi
Dan Pembangunan Masyarakat Pesisir
36
2.
3.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
38
SAMPEL
LOKASI/LEMBAGA
LOKASI
Persepsi
Masyarakat
pesisir
2. Kesiapan
Aparatur dan
Birokrasi
Pemkab Langkat, 1.
Deli Serdang dan
Serdang Bedagai 2.
Desa (1 desa
kecamatan).
36 LSM
Pemkab Langkat, 1.
Deli Serdang dan 2.
Serdang Bedagai 3.
4.
Kecamatan
desa
DPRD
Dinas Perikanan &
Kelautan
Dinas Terkait
Bappeda dan Sekda
5.
6.
3.
Pengaruh 1.
Eksternal
2.
3.
Pemkab
Langkat Deli
Serdang
dan
Serdang
Bedagai
Dinas Kelautan
dan Perikanan
Pemprovsu
BPS
tiap
RESPONDEN
Teknik Sampel
Area Cluster
Sampling
dan
Proportionate
8 orang
16 orang
7 orang
5 orang
12 orang
6 orang
Proportionate
Stratified
Random Sampling
dan
Purposive Sampling
Jumlah=50 org
SDA
JUMLAH RESPONDEN
1 orang
Purposive Sampling
1 orang
248 Responden
39
yaitu
daftar
pertanyaan
yang
disusun
dengan
40
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
41
ummat beragama tetap terpelihara dengan baik selama ini. Gambaran penduduk
Kabupaten Langkat menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Penduduk Kabupaten Langkat Menurut Golongan Usia dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Golongan
Jumlah
No.
Usia
(Jiwa)
Laki-laki
Perempuan
1.
0-14 Tahun
178.886
171.489
350.375
2.
14-49 tahun
240.734
243.082
483.816
3.
50 Tahun
47.056
44.842
91.898
Jumlah
466.656 (50,39%) 459.413 (49,61%) 926.069 (100%)
Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2002.
Secara Geografis dan admininstratif wilayah Kabupaten Langkat
berbatasan dengan:
1. Di sebelah Utara: Selat Malaka serta Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh
timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Di sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo.
3. Di sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang
4. Dan di sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Nanggroe
Aceh Darusalam.
Kondisi fisik kabupaten Langkat:
a.
b.
Topografi:
Pesisir Pantai
Dataran rendah
Dataran Tinggi
Iklim
: Tropis
Suhu rata-rata
: 280 C
: 3.268 mm/tahun
42
: 112-168 hari/tahun.
2.
3.
4.
43
Gambar 4.1.
Peta Kabupaten Langkat
Gambar 4.2.
Peta Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Langkat
44
Tabel 4.2.
Wilayah Pembangunan dan Administrasi Kabupaten Langkat
Wilayah
Pembangunan
Wilayah I
(Langkat Hulu)
Kecamatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bahorok
Salapian
Kuala
Sei Bingai
Selesai
Binjai
Ibukota
Jumlah
Bahorok
Tanjung Langkat
Kuala
Namu Ukur
Selesai
Kuala Begumit
Desa
19
21
16
14
12
6
Luas wilayah
(Ha)
Kel
1
1
1
1
1
1
102.398,8
50.710,7
34.290,8
20.626,7
15.757,2
6.865,5
10.681,4
19.196,5
69.160,2
33.552,7
28.887,5
10.929,5
23.951,4
17.376,3
Wilayah II
(Langkat Hilir)
7. Stabat
8. Sei Wampu
9. Batang Serangan
10. Sawit Seberang
11. Padang Tualang
12. Hinai
13. Secanggang
14. Tanjung Pura
Stabat
Stabat Lama
Batang Serangan
Sawit Seberang
Tanjung Selamat
Tanjung Beringin
Hinai Kiri
Tanjung Pura
6
12
6
4
8
11
14
17
4
1
1
1
1
1
1
1
Wilayah III
(Teluk Aru)
15. Gebang
16. Babalan
17. Sei Lepan
18. Brandan Barat
19. Pangkalan Susu
20. Besitang
Gebang
Pangkalan
Brandan
Alur Dua
Tangkahan Durian
Pangkalan Susu
Besitang
8
4
4
8
6
6
1
4
2
3
5
1
17.521,3
12.790,8
28.294,1
12.983,2
29.990,6
77.825,5
45
terasi dan ikan asin yang tidak hanya dipasarkan di daerah Kabupaten Langkat
dan Provinsi Sumatera Utara tetapi juga diekspor ke luar negeri seperti Singapura,
Malaysia, Jepang Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Disamping itu
Kabupaten Langkat juga memiliki kekayaan sumber daya alam yang sudah
dieksploitasi maupun yang masih merupakan potensi sumber daya masa depan
seperti minyak bumi dan gas di Pangkalan Brandan, Pangkalan Susu dan Sei
Lepan yang merupakan tambang minyak tertua di Indonesia (Telaga Said di Sei
Lepan) yang telah beroperasi sejak masa kolonialisme Hindia Belanda yakni pada
tanggal 15 juni 1885, dan berdasarkan proyeksi diperkirakan terdapat pula deposit
Gas Alam Cair (LNG) potensial yang ada di Pulau Sembilan. Di Kecamatan
Bahorok dan Salapian terdapat deposit kapur untuk pembuatan semen yang cukup
besar dan potensial untuk di jadikan industri pabrik semen.
4.2. Kabupaten Deli Serdang.
Latar belakang sejarah berdirinya Kabupaten Deli Serdang hampir sama
dengan sejarah Kota Medan. Hal ini disebabkan bahwa Kabupaten Deli Serdang
merupakan penggabungan kesultanan Deli dan Serdang yang dahulunya berpusat
di Medan.
Secara administratif pusat pemerintahan dan ibukota Kabupaten Deli
Serdang berada di Lubuk Pakam. Luas wilayah kabupaten Deli Serdang adalah
2.498,2 km. Jumlah penduduknya adalah sekitar 2.000.000 jiwa. Rencana
Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu sebagai pengganti Bandara
Polonia Medan yang telah tidak memungkinkan lagi untuk melayani padatnya
jadwal penerbangan, terletak di kabupaten ini.
46
Kecamatan
Ibukota
Luas Wilayah (Ha)
Gunung Meriah
Gunung Meriah
7,665
STM Hulu
Tiga Johor
22,338
Sibolangit
Sibolangit
17,492
Kutalimbaru
Kutalimbaru
17,996
Pancur Batu
Pancur Batu
12,253
Namorambe
Namorambe
6,230
Biru-Biru
Biru-Biru
8,969
STM Hilir
T. Kenas
19,050
Bangun Purba
Bangun Purba
18,460
Galang
Galang
18,727
Tanjung Morawa
Tanjumg Morawa
13,175
Patumbak
Patumbak
4,679
Deli Tua
Deli Tua
0,936
Sunggal
Sunggal
9,252
Hamparan Perak
Hamparan Perak
23,015
Labuhan Deli
Helvetia
12,723
Percut Sei Tuan
Tembung
19,079
Batang Kuis
Batang Kuis
4,034
Pantai Labu
Pantai Labu
8,185
Beringin
Karang Anyer
5,269
Lubuk Pakam
Lubuk Pakam
3,119
Pagar Merbau
Pagar Merbau
6,289
Luas Wilayah Kabupaten (Ha)
258,935
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2004
2)
3)
47
lagi
untuk
melayani
padatnya
jadwal
penerbangan,
memungkinkan Kabupaten Deli Serdang menjadi satelit Kota Medan yang sangat
strategis
48
Kabupaten
Deli
Serdang
melalui
Keputusan
Nomor:
49
Persetujuan
DPR
RI,
Presiden
Republik
Indonesia
50
Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2006 dan Perda No. 10 Tahun 2006 tanggal
17 Oktober 2006, Kabupaten Serdang Bedagai dimekarkan menjadi 17 kecamatan
sebagai berikut:
1. Kecamatan Kotarih
2. Kecamatan Dolok Masihul
3. Kecamatan Sipispis
4. Kecamatan Dolok Merawan
5. Kecamatan Tebing Tinggi
6. Kecamatan Bandar Khalipah
7. Kecamatan Tanjung Beringin
8. Kecamatan Sei Rampah
9. Kecamatan Teluk Mengkudu
10. Kecamatan Perbaungan
11. Kecamatan Pantai Cermin
12. Kecamatan Silinda
51
52
2006. Rata-rata kecepatan angin berkisar 0,42 m/dt dengan tingkat penguapan
sekitar 3,9 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 22,2 C dan
maksimum 31,9 C.
Batas-batasnya/Boundary
a.
b.
c.
d.
Utara/North
Selatan/South
Barat / West
Timur/East
Selat Malaka
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Simalungun
Gambar 4.4
Peta Kabupaten Serdang Bedagai
SELAT MALAKA
Pantai Cermin
KETERANGAN :
Kec. Panta i Cerm in
KAMPUNG
HUTAN SEJEN IS
Perbaun gan
2
SAWAH -- PADI
PERKEBUNAN RAKYAT
LI
DE
KE
AN
RD
SE
Sia a
l ng Buah
KEBUN CAMPURAN
IBUKOTA KECAMATAN
Sei Ra mpah
Tanjung Ber n
i gin
SUNGAI
BATAS KEC AMATAN
BATAS KABUPATEN/KOTAMADYA
JALAN ASPAL
Bandarka il pah
Kec. Gala ng
Tebing T n
i ggi
Dolokmasihul
KODYA TEBING T INGGI
KE KISARAN
Kec. Sipisp is
Sip si p si
Dolokmer awa n
KE PEMATANG SIANTAR
KAB. SIMALUNGUN
S
Kec. Sipispis
SKALA
1 : 20000
53
Grafik 4.1.
Luas Wilayah menurut Kecamatan
80,296
Pantai Cermin
93,120
Pegajahan
111,620
Perbaungan
66,950
Teluk Mengkudu
72,260
Sei Bamban
198,900
Sei Rampah
74,170
Tanjung Beringin
116,000
Bandar Khalipah
120,297
Tebing Syahbandar
182,291
Tebing Tinggi
120,600
Dolok Merawan
145,259
Sipispis
Serbajadi
50,690
237,417
Dolok Masihul
95,586
Bintang Bayu
Silinda
56,740
78,024
Kotarih
0,000
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
54
Tabel 4.4.
Luas Wilayah dan Rasio Terhadap Luas Kabupaten Serdang Bedagai
menurut Kecamatan
Rasio terhadap Luas Total
KECAMATAN
Luas / Area
Ratio on Total
District
(Km2)
(%)
(1)
(2)
(3)
01. Kotarih
02. Silinda
03. Bintang Bayu
04. Dolok Masihul
05. Serbajadi
06. Sipispis
07. Dolok Merawan
08. Tebing Tinggi
09. Tebing Syahbandar
10. Bandar Khalipah
11. Tanjung Beringin
12. Sei Rampah
13. Sei Bamban
14. Teluk Mengkudu
15. Perbaungan
16. Pegajahan
17. Pantai Cermin
78,024
56,740
95,586
237,417
50,690
145,259
120,600
182,291
120,297
116,000
74,170
198,900
72,260
66,950
111,620
93,120
80,296
4,11
2,99
5,03
12,49
2,67
7,64
6,35
9,59
6,33
6,10
3,90
10,47
3,80
3,52
5,87
4,90
4,23
Jumlah / Total
1.900,220
100,00
55
4.3.3. Administrasi
a. Pemerintahan
Wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 17 kecamatan
dan 237 desa dan 6 kelurahan. Kecamatan yang paling banyak jumlah
desa/kelurahan adalah kecamatan Perbaungan dan Dolok Masihul yaitu sebanyak
28 desa/kelurahan dan kecamatan yang paling sedikit jumlah desa/kelurahannya
adalah kecamatan Bandar Khalipah sebanyak 5 desa/kelurahan. Kabupaten
Serdang Bedagai didiami oleh penduduk dari beragam etnis/suku bangsa, agama
dan budaya. Suku-suku tersebut antara lain Melayu sebagai penduduk asli, Karo,
Tapanuli, Simalungun, Jawa dan lain-lain.
b. DPRD
Pemilihan umum tahun 2004 menghasilkan 45 orang anggota DPRD
Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari 10 orang dari fraksi Golkar, 9 orang
dari fraksi PDIP, 5 orang dari fraksi PPP, 5 orang dari fraksi PAN, 3 orang dari
fraksi PKS, 2 orang masing-masing dari fraksi PBB, Demokrat, PBR dan fraksi
PDS, serta 1 orang masing-masing dari fraksi Patriot Pancasila, PIB, PNBK, PKPI
dan fraksi PKB.
c. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Jumlah PNS Otonomi daerah di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak
6.418 orang. Jika dirinci menurut golongan, sebagian besar merupakan golongan
III yaitu sebesar 64,93 persen dan yang terkecil adalah golongan I yaitu sebesar
1,32 persen. Dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar adalah tamatan
SLTA dan S1 (Sarjana).
56
d. Keamanan rakyat
Dalam mewujudkan keamanan rakyat semesta di wilayah Serdang Bedagai
telah dilakukan serangkaian pembinaan di dalam satuan masyarakat diantaranya
satuan Pertahanan sipil (Hansip), Perlawanan Rakyat (Wanra), dan Keamanan
Rakyat (Kamra) yang berjumlah sekitar 5.452 personil yang tersebar di seluruh
desa dan kecamatan dengan rincian 2.568 personil hansip, 1.455 personil Wanra,
dan 1.429 personil Kamra yang terlatih.
57
DAFTAR PUSTAKA
58
59
Birokrasi
Untuk
60
61
62