Anda di halaman 1dari 5

1. Sebutkan, tunjukkan dalam peta wilayah potensi geotermal di Jawa Timur?

(Setiawan, 2013)
a. Bagaimana karakteristik wilayah potensi tersebut?
Argopuro
Lokasi
: Probolinggo
Temperatur permukaan : 48oC
Temperatur reservoir
: 310oC
Area
: 20 km2
Ketebalan Reservoir
: 2km
IUP owner
:PT. Pertamina Geothermal Energy
Manifestasi
: Fumarol di puncak gunung Argopuro
Zona upflow dan zona outflow yang kondensasi airnya mengikuti patahan ke
arah Utara- Selatan dan Barat Laut- Tenggara.
Tipe Batuan Reservoir
: andesitic, basalt dan tuf
Potensi Cadangan
: 110 MW

Gambar 1.1: Lokasi Potensi Geothermal Argopuro

Gambar 1.2: Perkiraan Potensi Argopuro

Gambar 1.3: Perkiraan Kapasitas dan Potensi


Source: http://geothermal.bappenas.go.id/
b. Apakah sudah ada wilayah potensi yang berproduksi,di Jawa Timur?
Dimana? Kenapa?
Di Jawa Timur sendiri belum memiliki wilayah potensi Geothermal yang
berproduksi di Jawa Timur. Kebanyakan wilayah yang sudah berproduksi di
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Wilayah Jawa Timur termasuk daerahyang
tertinggal dalam pengembangan Geothermal. Hal yang menjadi
permasalahan utama adalah wilayah potensi Geothermal di Jawa
Timur berada di kawasan hutan lindung.
Saat ini baru tiga titik potensi geothermal yang akan dikembangkan, yaitu
WKP Gunung Ijen oleh Medco Cahaya Energi, WKP Telaga Ngebel di bawah
Bakrie Energi dan WKP Hiyang Argopuro oleh Pertamina Geothermal Energi
(Energytoday, 2012). Untuk 2 WKP di Ijen dan telaga Ngebel sudah
memasuki tahap eksplorasi, sementara untuk daerah Argopuro, karena
lagi-lagi berada di daerah hutan konservasi sehingga masih memerlukan izin
penggunaan hutan lindung dari Kementerian Kehutanan.
2. Lihat UU Panas Bumi, terkait dengan hal-hal yang diatur dalam UU Panas Bumi
tersebut dan tahapan pengembangan potensi geotermal:
a. Bagaimana relasi resiko dan nilai investasinya pada setiap tahap?

Gambar 3.1: Grafik perbandingan resiko dan biaya pada setiapa tahapan Geothermal
Source: Gehringer and Loksha, 2012

UU mengenai Panas Bumi (Geothermal) diatur dalam UU RI No 21 Tahun 2014


tentang Panas Bumi. Tahapan pengembangan potensi Geothermal. Tahapan
kegiatan pengembangan Panas Bumi menurut UU No 27 Tahun 2003 adalah:
1. Survei Pendahuluan
2. Eksplorasi
3. Studi Kelayakan
4. Eksploitasi
Dalam grafik Gambar 3.1 tahapannya sedikit berbeda namun masih banyak
terdapat kesamaan. Tahap awal dalam kegiatan pengembangan Panas Bumi
yaitu Survey Pendahuluan (Pre- Survey) kemudian dilanjutkan dengan
Ekplorasi dan Test Drilling, dalam tiga tahap ini beresiko tinggi (high risk)akan
tetapi biaya yang dikeluarkan tidak setinggi tahap berikutnya. Di tahap
Forest/Sustainability Planning sudah memasuki tahap resiko sedang
(moderate risk) dengan biaya yang meningkat dari tahapan sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah drilling dan construction dengan tingkat resiko
sedang- rendah (moderate- low risk), akan tetapi biaya mulai naik sebesar 2095%. Tahap akhir adalah start-up dengan resiko sangat rendah (low risk)
dengan biaya yang mencapai 100%.
Kesimpulannya adalah dalam tahapan geothermal, tingkat resiko
sangat tinggi di awal dan sangat rendah di akhir tahapan
pengembangan, sedangkan biaya yang dikeluarkan dari tahap awal
rendah dan tinggi di akhir tahap. Resiko semakin menurun dan biaya
akan semakin meningkat pada setiap tahapan pengembangan
geothermal.
b. Apa hambatan utama pengembangan investasi potensi geotermal?
Hambatan utama pengembangan potensi geothermal adalah regulasi,
jaminan yang diberikan untuk pendanaan, dan Pinjaman Tetap
Angsuran (PTA) untuk investasi
Biaya untuk eksplorasi geothermal berkisar < US $ 40 mil. Sebelumnya untuk
proses awal dikenal dengan bidding memakan biaya sekitar < US $ 1 mil.
Biaya yang sangat besar ini yang menjadi hambatan bagi invesor. Selain itu
jika eksplorasi gagal, maka kerugian akan di tanggung oleh pihak
pengembang dan investor. Hambatan akibat rendahnya investor dapat
dimasukkan kedaam kendala finansial. Risiko finansial timbul karena
pengembangan dihadapkan pada risiko gagal bayar pembeli listrik.
c. Hambatan teknis? Berikan contoh. Bagamana penyelesaiannya?
Hambatan teknik dalam pengembangan geothermal daat meliputi Teknologi,
konstruksi, lingkungan, operasi dan manajemen. Pengembangan panas bumi
di kawasan hutan suaka alam maupun hutan konservasi. Sumber-sumber
panas bumi yang berada di kawasan tersebut sampai saat ini dilarang untuk
dikembangkan. Faktanya, sekitar 30 persen potensi panas bumi di Indonesia
berada di kawasan hutan suaka alam dan hutan konservasi. Pemerintah pusat
dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
seharusnya membenahi kebijakan pelarangan ini karena pengembangan
panas bumi tidak bersifat merusak lahan.Solusi dari masalah lokasi ini adalah
sebaiknya dilakukan kerjasama antara Kementrerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) dengan Kementerian Perhutanan, sehingga tidak ada
kesalahpahaman antara kawasan Taman Nasional dengan lokasi Geothermal.
Contoh kasus adalah eksplorasi Geothermal di Kawasan Taman Nasional
Gunung Ijen yang dilakukan oleh PT Medco. Pada tahun 2013 terdapat
kendala dalam proyek yang bernilai US$ 400juta yang mengatakan kawasan
Ijen masih dalam status quo. Kendala ini juga berhubungan dengan masalah

lingkungan seperti pencemaran air, rusaknya ekosistem kawasan hutan di Ijen


dll.
Kepala Dinas ESDM Jawa Timur, Dewi J. Putriatni mengatakan, WKP Ijen
berpotensi menghasilkan listrik hingga 110 MW. Sementara WKP Ngebel
diharapkan menghasilkan listrik hingga 165 MW. WKP Ijen dipegang oleh
Medco Energy dan WKP Ngebel dipegang Bakrie Power. Dewi memastikan, dua
WKP panas bumi tersebut tidak masuk kawasan hutan konservasi. Karena itu,
proyek dua WKP panas bumi Ngebel dan Ijen lebih mudah dibandingkan
Argopuro
Wilayah Kerja Penambangan (WKP) Ijen akan segera dieksploitasi pada tahun
2015 ini, dengan alasan eksploitasinya tidak berada di kawasan hutan
konservasi.
d. Hambatan non teknis? Berkan contoh. Bagaimana penyelesaiannya?
Hambatan non teknis berasal dari masyarakat, kepastian hukum dan
kebijakan pemerintah. Rendahnya investasi di bidang energi panas bumi
secara langsung juga berkaitan dengan penolakan sejumlah masyarakat
terhadap eksplorasi panas bumi di wilayahnya. Pada tahun 2012 masyarakat
adat di Lampung dan Bali menolak pembangunan proyek panas bumi.
Alasannya, proyek eksplorasi panas bumi dikhawatirkan akan merusak hutan
di wilayah mereka. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan Kementerian ESDM
sebesar 15% potensi pengembangan energi panas bumi berada di wilayah
konservasi. Masyarakat bahkan menolak investor ke wilayah mereka dan
meminta pemerintah mencabut izin eksplorasi. Hal ini tentunya menghambat
upaya investasi di bidang panas bumi.
Kedua faktor diatas seharusnya bisa diatasi oleh pemerintah asalkan memiliki
komitmen yang tegas dan peraturan yang jelas. Dengan potensi terbesar di
dunia akan sangat disayangkan jika Indonesia tidak memanfaatkan sumber
energi panas bumi. Pemerintah seharusnya mengundang lebih banyak
investasi untuk pengembangan energi ini. Di sisi lain, pemerintah juga tidak
boleh melupakan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat
yang berada di dekat proyek pengembangan. Pemerintah perlu menjadi
penengah antara masyarakat dan pelaku industri. Di satu sisi pemerintah
perlu menjamin bahwa proyek panas bumi ramah lingkungan dan bermanfaat
bagi masyarakat dan sisi lain pemerintah perlu mengawasi pelaku usaha dan
mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat.
Pengembangan energi panas bumi pada akhirnya merupakan salah satu cara
menuju ketahanan energi nasional, Sebagai sumber energi yang ramah
lingkungan dan terbarukan (renewable), serta sifatnya yang tidak dapat
diekspor, panas bumi adalah alternatif yang tepat untuk pemenuhan
kebutuhan energi nasional. Hal ini sejalan dengan amanat UU Energi yang
menetapkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang meliputi ketersediaan
energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi,
pemanfaatan sumber daya energi nasional dan cadangan penyangga energi
nasional.
Contoh Kasus adalah kontrak WKP Sarulla yang masih bermasalah di
kesepakatan yang sampai sekarang belum terbentuk padahal PT. Medco
sudah menghabiskan sebesar USD 1,4 miliar. WKP Sarulla yang tadinya milik
PT. Pertamina Geothermal Energy sudah berganti ke PT. Medco. WKP yang
digunakan oleh PGE merupakan WKP lama sehingga PT. Medco meminta
kejelasan hukum akan pelaksanaan WKP Sarulla dengan WKP yang baru
tentunya. WKP pada rezim lama berada pada Direktorat Jenderal Mineral dan
Batu Bara, sekarang disatukan ke Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan
dan Konservasi Energi.

e. Hambatan
keekonomian?
Bagaimana
perhitungan
sederhana
keekonomiannya? Hambatan keekonomian bisa berasal dari Perubahan atas
pasar dan harga dan perubahan nilai tukar dan inflasi.

Gambar 3.2: Fase Pengembangan Geothermal dan Biaya secara umum


Source: Geothermal Handbook for Indonesia, Ministry of National Development
Planning Republic of Indonesia, page 102
Proyek Geothermal ini memakan biaya yang sangat tinggi. Drilling sumur untuk plant
25 MW memakan biaya US$30milion dan waktu selama dua tahun. Kemudian
Pembangunan konstruksi power plant memakan biaya US$50- 75 million dan waktu
selama 2- 3 tahun. Selain itu, pembeli listrik dimonopoli oleh satu pembeli (single
buyer) yaitu PT. PLN, sehingga harga ditentukan oleh PT. PLN.

Daftar Pustaka

http://www.tempo.co/read/news/2013/06/27/058491627/Status-TamanNasional-Gunung-Ijen-Terhambat
http://www.global-energi.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=1279:2015-panas-bumi-ngebel-ijenberproduksi&catid=51:panas-bumi&Itemid=84
http://eksplorasi.co/pengusaha-proyek-panas-bumi-punya-risiko-investasitinggi/

Anda mungkin juga menyukai