Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Pendahuluan(1,2)
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti
muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Manifestasinya akibat infiltrasi dan
proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.
Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea
korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis
(Patel, 2006).
Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia, bisa didapatkan pada pekerja yang
berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga
dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak
langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk. Ada beberapa
macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan
kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur
(Belson, 2004).
1.2. Sinonim(1,2)
Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa.
1.3. Definisi
Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita, menyerang daerah kulit yang tidak berambut pada wajah, badan,
1.4.

lengan, dan tungkai (Siregar, 2008).


Epidemiologi(2,4)

Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan
iklim yang panas dan lembab. Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling
umum di seluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton
tonsuran merupakan dermatofita yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis dan
orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea
korporis. Prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton
tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan
tinea korporis (Rushing, 2012).
1.5. Etiopatogenesis
Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kleas Fungi imperfecti, yang
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Ketiga
genus ini mempunyai sifat keratofilik.

Gambar 1. Microsporum

Gambar 2. Trichophyton
2

Gambar 3. Epidermophyton
Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lesinya, dermatofitosis dibagi menjadi:
1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
6. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5
tinea di atas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus
yang dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis, yaitu:
Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan Trichophyton concentricum
Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton schoenleini yang secara klinis berbentuk skutula dan berbau seperti
tikus (mousy odor)
Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan
Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti dermaotfitosis
dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi

dermatofit ke manusia

dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena


dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian
luar stratum korneum dari kulit (Sobera, 2003). Pemakaian bahan yang tidak berpori
3

akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi barier


stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu
atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain.
Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan
difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit.
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:
1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada
jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora
normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik (Sobera, 2003).
2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum
pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu
oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.
Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis (Sobera, 2003).
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang
terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita.pada pasien yang
belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan
skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan
bahwa antigen dermatofita diproses

oleh

sel langerhans

epidermis

dan

dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan


4

bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tibatiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permeabel terhadap transferin
dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi
sembuh (Sobera, 2003).
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan
terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang
menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi di mana bagian aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi
ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan
bersih. Eliminasi dermatofita dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas)
seluler (Rushing, 2006).
1.6. Gejala Klinis(1,2,3,6)
Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas, dan badan. Kelainan klinis
yang dapat dilihat dari tinea korporis adalah lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas
terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan
lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi
dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah
satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir
yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda
radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa
karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama
dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis et kruris atau
sebaliknya tinea kruris et korporis. Kelainan kulit yang tampak pada tinea kruris pada
5

sela paha merupakan lesi berbatas tegas yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan,
dapat bersifat akut atau menahun. Mula-mula sebagai bercak eritematosa, gatal lama
kelamaan meluas, dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong
dan perut bawah. Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya), polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak vasikel
kecil-kecil. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai
sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Keluhan sering
bertambah sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.
1.7. Diagnosis Banding
Tinea korporis dapat didiagnosa banding dengan Pitiriasis rosea, Psoriasis vulgaris dan
dermatitis seboroik.
1.8. Diagnosis(4,6)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu dan gatal bertambah
berat apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi sehingga lesi

3.

bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembab


2. Gejala klinis yang khas
Pemeriksaan laboratorium
Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen jamur
berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksi
dermatofita.
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap
paling baik pada waktu ini adalah medium Agar Dekstrosa Sabouraud.

1.9. Penatalaksanaan(5)
1. Umum
o Meningkatkan kebersihan badan
6

o Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian yang


panas dan tidak menyerap keringat
o Menghindari sumber penularan
o Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang
lain harus dikontrol.
2. Khusus

Topikal
Menurut Kuswadji dan Widaty (2001) obat antijamur topikal yang ideal adalah
obat yang aktif pada konsentrasi sangat rendah, mempunyai formula yang beragam,
efek samping minimal atau bahkan tidak ada, dengan formula yang spesifik (misalnya
untuk kuku dan mukosa) dan mempunyai manfaat tambahan untuk kelainan yang
biasa menyertai infeksi jamur (misalnya antiinflamasi, keratolitik dan antibakteri).
Obat topikal yang diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan mekanisme
kerjanya meliputi :
1. Bahan kimia antiseptic
Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat mengeringkan,
misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk kasus
tinea kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan untuk
tinea unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis.
2. Bahan keratolitik
Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya salep
Whitefield mengandung asam salisilat 3%, asam benzoat 6% dalam petrolatum,
dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3%. Asam
salisilat pada konsentrasi rendah (1-2%) berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi
(3-20%) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang
hiperkeratotik dan pada konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainankelainan yang dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisidal terhadap banyak fungi
pada konsentrasi 3-6% dalam salep, selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah.
Asam salisilat tidak dapat dikombinasikan dengan seng oksida karena akan
7

terbentuk garam seng salisilat yang tidak aktif. Asam benzoat mempunyai sifat
antiseptik terutama fungisidal. Salep Whitefield dapat juga berguna untuk
pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea unguium dan tinea korporis. Asam
undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan pada tinea unguium.
3. Golongan allilamin
Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen pada proses
pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki efektivitas klinis
yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70-100 %. Naftitin merupakan
obat antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang sintetis. Dapat
menurunkan ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel jamur. Pada
konsentrasi 1% memiliki daya antiinflamasi. Tersedia dalam bentuk krim, gel atau
solusio 1%. Penderita tinea korporis dewasa maupun anak-anak cukup dioleskan 4
kali sehari pada sekitar lesi selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea kruris
4 kali sehari selama 2-4 minggu dalam bentuk krim 1%. Tinea pedis dioleskan 4
kali sehari dalam bentuk krim 1% atau 2 kali sehari dalam bentuk gel 1%.
Terbinafin merupakan derivat allilamin yang sintetis yang menghambat
epoksidase skualen, sebuah enzim penting dalam biosintesis sterol pada jamur
yang menghasilkan defisiensi ergosterol, penyebab kematian sel jamur. Penelitian
menemukan bahwa obat ini efektif dan tertoleransi dengan baik oleh anak-anak.
Terbinafin dioleskan 4 kali sehari pada penderita tinea kruris dan tinea korporis
baik dewasa maupun anak-anak dalam waktu 1-4 minggu. Penderita tinea pedis
dewasa dan anak-anak (>12 tahun) diberikan olesan sebanyak 2 kali sehari dalam
bentuk krim
4. Golongan benzilamin
Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan benzilamin yang
bersifat fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton mentagrophytes,
8

Microsporum canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan infeksi-infeksi


tinea. Butenafin bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur metabolisme
sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel jamur.
Sifat fungisidik butenafin menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan
angka kesembuhan yang tinggi dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita
tinea korporis dewasa dan anak-anak (>12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari
selama 2 minggu dalam bentuk krim 1%. Penderita tinea kruris dewasa dan anakanak (>12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam
bentuk krim 1%. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (>12 tahun)
dioleskan sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu atau 4 kali sehari selama 2-4
minggu dalam bentuk krim 1%.
5. Golongan imidazol
Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi
bekerja fungisidal terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis
yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70-100 %. Mekanisme kerjanya
dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas
membran sel. Golongan imidazol meliputi :
a.

Mikonazol
Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisidal kuat dengan spektrum kerja lebar
sekali. Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofita biasa dan kandida daripada
fungistatika lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap
sejumlah kuman Gram positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam
vagina. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali
sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 2%, bedak kocok ataupun bedak.
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari
selama 2-6 minggu dalam bentuk krim 2% atau bedak kocok. Jika menggunakan
bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama 2-4 minggu
9

b.

Klotrimazol
Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit
daripada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis
terhadap kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa
diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2-6 minggu dalam bentuk krim 1% atau
solusio, sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa
dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk

c.

krim 1 %, solusio ataupun bedak kocok


Ketokonazol
Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral
(1981). Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi
patogen. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali
atau 4 kali sehari selama 2-4 minggu dalam bentuk krim 1%. Penderita tinea
kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama
2-4 minggu dalam bentuk krim 2%. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-

d.

anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2-%
Ekonazol
Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti oleh
atom H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap
Aspergillus. Obat ini efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya
berhubungan dengan metabolisme sintesis RNA dan protein, mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur sehingga menyebabkan kematian sel jamur.
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali
sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1%. Penderita tinea kruris dewasa dan

e.

anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari dalam bentuk krim 1%.
Oksikonazol
Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan
10

sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 1%. Penderita tinea
kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu
f.

dalam bentuk krim 1% atau bedak kocok.


Sulkonazol
Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik
tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan
kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita
tinea kruris dewasa dan anak-anak (>12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari
selama 2-4 minggu dalam bentuk krim 1% atau solusio.

g.

Sertakonazol
Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif melawan
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton
floccosum. Diindikasikan untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik

h.

dewasa maupun anak-anak (> 12 tahun).


Bifonazol
Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis
jamur dan ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman
Gram positif. Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam

bentuk losio atau krim yang dikombinasikan bersama urea 40%.


6. Golongan lainnya
a. Siklopiroks
Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat fungisidal
terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadap Malassezia
furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun struktur kimianya
berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya diperkirakan sama, yaitu
terhadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga mekanisme kerjanya berdasarkan
perintah transpor dari asam-asam amino dan ion-ion melalui membran sel. Daya
kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin. Siklopiroks khusus digunakan secara
dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 10 tahun) dioleskan sebanyak

11

2 kali sehari dalam bentuk krim 1%, jika tidak ada perbaikan setelah 4 minggu maka
perlu dievaluasi lagi. Hal tersebut juga berlaku pada penderita tinea kruris dan tinea
kapitis. Solusio siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi melalui semua lapisan
kuku pada kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang rendah sehingga perlu
kombinasi dengan obat antijamur oral.
b. Tolnaftat
Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat efektif
terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbiculare tetapi tidak terhadap
Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi skualen pada
membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 4 minggu dan
dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 %, solusio
dan bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada pengobatan topikal untuk tinea korporis
dan tinea unguium. Contoh nama merk dagang obat tolnaftat adalah tinactin.
c. Haloprogin
Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap Epidermophyton, Pityrosporum,
Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya gatalgatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak
dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1% dan solusio.
Biasanya digunakan dalam waktu 2-4 minggu.
Sistemik
1. Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB
sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu,
diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan.
2. Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat azol yang
juga fungistatik seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-4 minggu pada pagi
hari setelah makan, atauitrakonazol 100-200 mg/hari selama 2-4 minggu atau 200

12

mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150 mg 1x/mgg selama 2-4 minggu,


terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.
3. Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
greosulfin selama 2-3 minggu dosisnya 62,5 mg 250 mg sehari bergantung pada
berat badan.
4. Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Dan low-potency
kortikosteroid jangka pendek hanya pada keadaan tertentu (masih dalam
penelitian).6
1.10. Prognosis
Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan
kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Suku
Alamat
Tanggal Periksa
No. Rekam Medis

:
:
:
:
:
:
:
:

An. N
4 tahun
Perempuan
Kristen
Karo
Kabanjahe
23 Febuari 2015
00-04-10

B. ANAMNESA ( aloanamnesa tanggal 09 maret 2015, pukul 11.15 WIB)


i. Keluhan Utama

13

Timbul bercak kemerahan pada pipi bagian bawah sebelah kanan dan disertai gatal
sejak 1 bulan yang lalu. Timbul makula eritema dan skuama halus di tungkai kaki
sebelah kiri disertai rasa gatal sejak 2 bulan yang lalu.
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak perempuan usia 4 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU
Kabanjahe pada tanggal 09 maret 2015 dengan keluhan timbul bercak kemerahan pada
pipi bagian bawah sebelah kanan sejak

1 bulan yang lalu. Awalnya bercak

kemerahan berukuran sebesar biji jagung, tapi semakin lama bercak kemerahan tersebut
semakin melebar sebesar uang koin. Bercak kemerahan juga disertai gatal. Gatal
dirasakan semakin memberat saat berkeringat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa

Disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

Disangkal

Riwayat mengkonsumsi obat jangka panjang :

Disangkal

iii. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa

Disangkal

Riwayat Alergi obat dan makanan

Diketahui nenek pasien alergi


terhadap obat (Antalgin)

iv. Riwayat Pengobatan


Tidak ada
v. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki aktivitas yang tinggi dan mudah berkeringat. Pasien mengaku mandi
sehari dua kali dengan memakai sabun batangan, handuk sendiri dan dengan air sumur.
Penderita biasa mengganti pakaian dua kali sehari.

C. PEMERIKSAAN FISIK
14

i.

ii.

Status Generalis
Keadaan Umum
:
Baik
Kesadaran
:
Compos mentis
Status Gizi
:
Gizi baik
Vital Sign
:
Tidak dilakukan
Kepala
:
Mesocephal
Mata
:
Dalam batas normal
Hidung
:
Dalam batas normal
Mulut
:
Dalam batas normal
Wajah
:
Dalam batas normal
Leher
:
Dalam batas normal
Punggung
:
Dalam batas normal
Dada
:
Dalam batas normal
Gluteus dan anogenital :
Tidak dilakukan
Abdomen
:
Dalam batas normal
Ekstremitas atas
:
Dalam batas normal
Ekstremitas bawah
:
dalam batas normal
Status Dermatologis
Regio Fasialis
Terdapat makula eritema berbentuk bulat, ukuran numular dengan batas tegas, tepi
aktif, bagian tengah lebih tenang kesan pucat atau menyembuh memberi gambaran
central healing dan permukaan lesi ditutupi skuama halus pada pipi bagian bawah
sebelah kanan.

Foto Klinis

15

D.

E.
F.

G.

1.

DIAGNOSIS BANDING
Tinea corporis
Pitriasis rosea
Psoriasis
DIAGNOSIS KERJA
Tinea corporis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anjuran pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10-20%
TERAPI
Terapi kasus
Medikamentosa
a. Sistemik
: - Cetirizine 1 x 10 mg
- Ketoconazol 1 x 200mg
16

b. Topikal

: - Ketoconazole cream, dioles 2 kali sehari


- Cinolol cream, dioles 2 kali sehari
- Dermafoot cream, dioles 2 kali sehari
- Asam salisilat 5%
2. Non medikamentosa

Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan


Mandi minimal 2x/hari dengan air bersih

Menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab, misalnya memakai
pakaian dari bahan yang dapat menyerap keringat dan longgar.

Pakaian yang basah karena keringat, segera diganti dengan yang bersih dan kering.

Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk, jika keluhan
hilang tetap kontrol ke dokter hingga dinyatakan sembuh.

Mengganti pakaian dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari.

Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama-sama.

Menjaga agar kuku tetap pendek.

H. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam

:
:
:

Baik
Baik
Baik

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.. Bab II. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,Tinea
korporis. Edisi Kelima. Cetakan ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta;2008
2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Tinea korporis. Cetakan I. Hipokrates. Jakarta;2000
3. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,Tinea korporis. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Jakarta;2008
4. Budimulja, U. Prof. Mikosis Superfisialis.Tinea korporis. Jakarta;2001
5. Cholis, M. Penatalaksanaan Tinea Glabrosa Dan Perkembangan Obat Antijamur
baru.Malang: Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Brawidjaja;2001
6. Rushing ME. Tinea corporis.Online journal. 2015Febuari22; available from;
http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm

18

Anda mungkin juga menyukai