Kode etik keperawatan membantu perawat dalam pertimbangan moral, dimana prinsip
moral dalam praktek keperawatan tersebut yaitu :
a.
Autonomi
Setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih rencana kehidupan dan cara
mengatur dirinya. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai individu yang dapat
memutuskan yang terbaik untuk dirinya. Setiap tindakan keperawatan harus melibatkan
pasien dan berpartisipasi dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan. Dalam pemberian terapi pasien memiliki kebebasan menerima semua
prosedur terapi yang akan diberikan.
b.
Beneficience
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan orang lain. Perawat
secara
moral
berkewajiban
membantu
orang
lain
melakukan
sesuatu
yang
Nonmaleficience
Merupakan penghindaran dari bahaya, dapat dilihat kontinum rentang dari bahaya yang
tidak berarti sampai menguntungkan orang lain dengan melakukan yang baik. Menuntut
perawat
menghindari
yang
membahayakan
pasien
selama
pemberian
asuhan
keperawatan. Dari prinsip ini pemberian electroconvulsive therapy ( ECT ) tidak sesuai
karena dapat menimbulkan bahaya, namun jika dilihat dari tujuan pemberian
pelaksanaan terapi ini sesuai dengan prinsip beneficience yang semata-mata untuk
kesembuhan pasien jiwa.
d.
Justice
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil terhadap semua pasien sesuai dengan
kebutuhan. Setiap individu mendapat tindakan yang sama berarti mempunyai kontribusi
yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Prosedur terapi ini pada setiap
orang yang menerimanya akan sama dalam setiap pelaksanaannya.
e.
informasi mengenai segala tindakan yang akan dilakukan baik itu tujuan, efek samping
maupun biaya dari tindakan yang akan dilakukan.
Dalam perawatan kesehatan, pasien jiwa dan keluarga seringkali memiliki persepsi yang
berbeda yang sebabkan oleh penyakit pasien, kurang informasi teknis, regresi yang
disebabkan oleh rasa sakit dan penderitaan, serta lingkungan yang tidak dikenal. Peran
perawat sebagai pelindung sangat penting dalam etik keperawatan. Dari semua prinsip
tersebut pasien jiwa atau keluarga berhak menerima informed consent sebelum terapi
dilaksanakan. Dalam hal ini pasien berhak mengetahui segala informasi mengenai
prosedur pelaksanaan electroconvulsive therapy ( ECT ), indikasi dan kontraindikasi
pemberian, mekanisme kerja, hasil yang akan didapat dan efek sampingnya. Menurut
perundangan WHO tentang kesehatan jiwa menyatakan ECT harus diberikan hanya
setelah memperoleh informed consent. Sesuai dengan UU No.29/2004 tentang Praktek
Kedokteran, Pasal 52 : Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai hak:
a.
c.
d.
e.
Pasien jiwa dan keluarga juga memiliki hak untuk menyetujui persetujuan tersebut dilihat
pada Pasal 39 : Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan
antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan