Anda di halaman 1dari 11

SASARAN BELAJAR

LI 1.

LI 2.

Memahami dan Menjelaskan Virus Morbili


LO 1.1.

Memahami dan Menjelaskan Morfologi Virus Morbili

LO 1.2.

Memahami dan Menjelaskan Sifat Virus Morbili

LO 1.3.

Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup Virus Morbili

Memahami dan Menjelaskan Campak


LO 2.1.

Memahami dan Menjelaskan Definisi Campak

LO 2.2.

Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Campak

LO 2.3.

Memahami dan Menjelaskan Etiologi Campak

LO 2.4.

Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Campak

LO 2.5.

Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Campak

LO 2.6.

Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Campak

LO 2.7.

Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Campak

LO 2.8.

Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Banding Campak

LO 2.9.

Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Campak

LO 2.10.

Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Campak

LI 1.

Memahami dan Menjelaskan Virus Morbili


LO 1.1.

Memahami dan Menjelaskan Morfologi Virus Morbili

Virus campak, morbili atau rubeola adalah virus RNA anggota family
paramyxoviridae. Morfologi nya adalah pleomorfik, dengan diameter partikel 50 nm atau
lebih kadang berkisar hingga 700 nm. Dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak
dan protein. Didalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong. Sebagian besar
mengandung 6 protein structural. Tiga protein membentuk kompleks dengan RNA virusnukleoprotein yang membentuk nukleokkapsid berbentuk heliks (diameter 13 atau 18 nm)
dan mewakili protein internal utama dan dua protein lain yang besar (disebut P dan L) yang
terlibat dalam aktivitas polymerase virus yang berfungsi dalam transkripsi dan replikasi
RNA.
Tiga protein berpartisipasi dalam pembentukan selubung virus. Protein Matriks (M)
mendasari selubung virus karena protein tersebut memiliki afinitas terhadap nucleoprotein
dan glikoprotein permukaan virus dan penting dalam perakitan virion.
(Mikrobiologi Kedokteran, 2008)

Virion campak berbentuk spheris, pleomorphic, dan mempunyai sampul (envelope)


dengan diameter 100-250 nm. Virion terdiri dari nukleocapsid yaitu helix dari protein RNA
dan sampul yang mempunyai tonjolan pendek pada permukaannya. Tonjolan pendek ini
disebut pepfomer, dan terdiri dari hemaglutinin (H) pepiomer yang berbentuk buiat dan
fusion (F) peplomer yang berbentuk seperti bel (dumbbell-shape). Berat molekul dari single
stranded RNA adalah 4,5 X 10.

LO 1.2.

Memahami dan Menjelaskan Sifat Virus Morbili

Sifat - sifat virus rubeola :


1. Sensitif terhadap asam
2. Sensitif terhadap enzim proteolitik
3. Sensitif terhadap sinar yang kuat
4. Tidak tahan kekeringan
2

LO 1.3.

Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup Virus Morbili

a. Tahap Pelekatan
Pada tahp ini terjadi reaksi spesifik. Virus hanya menempel pada sisi reseptor khusus
dari membrane sel.
b. Tahap Penetrasi
Virus masuk seperti ditelan oleh sel inangnya (endositosis). Beberapa virus lainnya
terutama yang memiliki sampul masuk dengan cara melebur membrane sel inang. Di
dalam sel inang, materi genetic virus dilepas ke dalam sitoplasma.
c. Tahap Transkripsi Asam Nukleat
Pada kebanyakan virus, proses ini terjadi di dalam sitoplasma dan pada beberapa virus
lainnya terjadi di dalam nukleat. Pada tahap ini, materi genetic virus digunakan
sebagai blue prunt membentuk messenger ARN (mRNA atau ARN duta atau ARNd).
d. Tahap Translasi ARNd Virus
Pada tahap ini, terjadi penerjemahan ARNd virus. Ribosom, asam amino, dan energy
dari sel yang terbentuk pada tahap ini akan dibawa ke tempat pembentukan protein
yang diperlukan untuk pembentukan partikel virus baru.
e. Tahap Replikasi
Terjadi replikasi asam nukleat atau pembentukan salinan asam nukleat.satu atau
beberapa protein dihasilkan melalui perintah genom virus.
f. Tahap Pematangan
Pada tahap ini, terjadi proses perakitan partikel virus. Proses perakitan tersebut dapat
terjadi di dalam nucleus atau sitoplasma, bergantung pada tipe virus. Pada proses ini
dapat dihasilkan 200 sampai 300 partikel virus baru.
g. Tahap Pelepasan
Pada tahap ini virus dilepas dan keluar dari sel inang. Proses ini terjadi melalui
pembentukan tunas (budding) pada membrane sel.
(Sudjadi, 2002)

LI 2.

Memahami dan Menjelaskan Campak


LO 2.1.

Memahami dan Menjelaskan Definisi Campak

Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin),
dan Measles (Bahasa Inggris).
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,
dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran
pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yangberwarna
merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.

LO 2.2.

Campak merupakan penyakit endemik di banyak negara terutama di negara


berkembang.
Angka kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan jumlah
kematian 1-3 kasus per 1000 orang.
Di Indonesia campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada bayi
dan anak balita (1-4 tahun).
Angka kesakitan campak di Indonesia tercatat 30.000 kasus per tahun yang
dilaporkan.
Pada zaman dahulu ada anggapan bahwa setiap anak harus terkena campak sehingga
tidak perlu diobati. Masyarakat berpendapat bahwa ini akan sembuh sendiri jika ruam
merah pada kulit sudah tinggal sehingga ada usaha-usaha untuk mempercepat
timbulnya ruam.
Sebelum penggunaan vaksin campak, penyakit ini biasanya menyerang anak yang
berusia 5-10 tahun. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977), campak sering
menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang tidak dapat mendapat
vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada saat usianya lebih dari 15
bulan.
Campak paling banyak terjadi pada usia balita, dengan kelompok tertinggi pada usia 2
tahun (20.3%), diikuti oleh bayi (17.6 %), anak usia 1 tahun (15.2%), usia 3 tahun
( 12.3 % ) dan usia 4 tahun (8.2%).
LO 2.3.

Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Campak

Memahami dan Menjelaskan Etiologi Campak

Penyakit ini disebabkan oleh virus campak (measles virus) dari famili Paramyxovirus
genus Morbillivirus. Virus campak adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunyai
satu antigen.
Struktur virus ini mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza.
Setalah timbulnya ruam kulit, virus aktif dapat ditemukan pada sekret nasofaring,
darah, dan air kencing dalam waktu sekitar 34 jam pada suhu kamar.

LO 2.4.

Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Campak

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan
berkembang biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi
berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada
semua system retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi
awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak.
Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3
C : coryza, cough, and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala
panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari
penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna
4

kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala
klinikensefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan
menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi.
Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi
limfosit.
(Sitanggang, 2010)

LO 2.5.

Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Campak

a. Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun
pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak
menampakkan gejala sakit.
b. Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang
berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk,
pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi
petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada
konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan
menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari
ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan
areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada
mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari
rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis.
Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18
jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi
hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
c. Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada
saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat
suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak
jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi
makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada
24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha
dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki,
ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan
munculnya.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak
memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan
yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah
5

deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan
gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga
menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga
menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.
(Phillips, 1983).
d. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia
sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal
kecuali bila ada komplikasi.

LO 2.6.

Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Campak

Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat replikasi
virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain.
1. Otitis Media Akut
Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder.
2. Ensefalitis
Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau
dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada
penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing
panencephalitis (SSPE). Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi campak adalah 1 : 1.000
kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus campak hidup adalah 1,16 tiap
1.000.000 dosis.
SSPE jarang terjadi hanya sekitar 1 per 100.000 dan terjadi beberapa tahun setelah
infeksi dimana lebih dari 50% kasus-kasus SSPE pernah menderita campak pada 2 tahun
pertama umur kehidupan. Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak
memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak
didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
3. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus, Streptococcus,
Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda,
anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis,
leukemia dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara
4. Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang akhirnya
dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
alergi (uji tuberculin yang semula positif berubah menjadi negative). Keadaan ini
menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis,
bronkopnemonia. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau oleh
pneumococcus, streptococcus, staphylococcu. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan
kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit
menahun, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan
pencegahan.
Komplikasi neurologis pada campak dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,
gangguan mental, neuritis optuka dan ensefalitis. Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai
komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam satu bulan setelah
mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut) pada
penderita yang sedang mendapatkan pengobatan imunosupresif (immunosuppressive measles
encephalopathy) dan sebagai SSPE (subacute sclerosing panencephalitis ). Ensepalitis
morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan sisa defisit
neurologis sedikit, angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1 : 1.000 kasus,
sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1.16 tiap 1.000.000
dosis.
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit
ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan dewasa, ditandai oleh gejala yang
terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma.
Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan-3 tahun
setelah terjadi gejala pertama meskipun demikian remisi spontan masih bias terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti bahwa virus morbili memegang peranan
dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun, sedangkan
SSPE bias timbul sampai 7 tahun setelah morbili.
SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5 -1,1 tiap juta, sedangkan
setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7 tiap 10 juta. Immunosuppressive measles
encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi
imunologik karena keganasan atau karena pemakaina obat-obatan imunosupresif. Di Afrika
didapatkan kebutaan sebagai komplikasi campak pada anak yang menderita malnutrisi.
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih kecil. Komplikasi
yang mungkin muncul, antara lain gangguan respirasi (bronkopneumonia,
laringotrakeobronkitis, pneumonia, otitis media), Komplikasi neurologis (seperti hemiplegi,
paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis), dan diare, miokarditis,
trombositopeni, malnutrisi pasca serangan campak, keratitis, hemorrhagic measles (morbili
yang parah dengan perdarahan multiorgan, demam, dan gejala cerebral) serta kebutaan.
(Sitanggang, 2010)

LO 2.7.

Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Campak

Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan Pemeriksaan


serologik atau virologik yang positif yaitu bila terdapat demam tinggi terus menerus 38,50 C
atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya
7

(fotofobia), seringkali diikuti diare.Pada tahap ini,muncul kemerahan pada mukosa mulut,
dengan bintik-bintik yang muncul pada bagian dalam bibir dan pipi muncul ruam
makulopapular yang dimulai pada wajah, belakang telinga, sayap hidung, sekitar mulut dan
dagu yang didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Hal ini
mengakibatkan anak mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah
parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Dua sampai tiga hari kemudian
ruam makulopapular menjadi lebih besar dan menyatu, demam mereda dan kondisi umum
mulai membaik. Pada hari selanjutnya exanthematous mulai untuk membersihkan lesi kulit
dan pengelupasan kulit.
Diagnosis Laboratorium
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klnis: diagnosis
laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal atau termodifikasi.
A. Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret respirasi dan urine.
Antibodi terhadap nucleoprotein bermanfaat karena merupakan protein virus yang paling
banyak ditemukan pada sel yang terinfeksi.
B. Isolasi dan Identifikasi Virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, sekret pernapasan, serta urine yang
diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang sesuai untuk isolasi virus.
Sel ginjal monyet atau manusia atau jenis sel lomfoblast (B95-a) optimal untuk upaya isolasi.
Virus campak tumbuh lambat; efek sitopatik yang khas (sel raksasa multinukleus yang
mengandung badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik) terbentuk dalam 7-10 hari. Uji
kultur vial kerang dapat selesai dalam 2-3 hari menggunakan pewarnaan antibody flouresens
untuk mendeteksi antigen campak pada kultur yang telah diinokulasi. Namun, isolasi virus
sulit secara teknik.
C. Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis bergantung pada peningkatan titer antibody
empat kalli lipat antara serum fase-akut dan fase konvalensi atau terlihatnya antibody IgM
spesifik campak di dalam specimen serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu
setelah awitan ruam. ELISA, uji HI, dan tes Nt semuanya dapat digunakan untuk mengukur
antibody campak, walaupun ELISA merupakan metode yang paling praktis.
Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan nucleoprotein virus. Pasien
dengan panensefalitis sklerosa subakut enunjukan respons antibody yang berlebihan, dengan
titer 10 hingga 100 kali lipat lebih tinggi daripada peningkatan titer yang terlihat didalam
serum konvalensi yang khas.

LO 2.8.

Memahami dan Menjelaskan Diagnosa Banding Campak

1. Rubella: ruam makulopapul yang menyebar cepat dari garis batas rambut ke ekstremitas
dalam 24 jam, menghilang sesuai dengan timbulnya ruam. Tidak ada demam prodromal

(ringan-sedang), nyeri tekan kelenjar postservikal, artritis sering terjadi pada orang
dewasa.
2. Infeksi yg disebabkan parvovirus B19: eritema di pipi diikuti ruam menyerupai pita difus
di badan, tidak ada gejala prodromal (demam ringan), artritis pada orang dewasa.
3. Eksantema subitum: makulopapul pada batang tubuh saat demam menghilang, demam
prodromal menonjol selama 3-4 hari sebelum timbul ruam.
4. Infeksi HIV primer: makulopapul tersebar di badan, penyakit meyerupai demam kelenjar,
meningitis, ensefalitis (jarang).
5. Infeksi enterovirus: makulopapul tersebar di badan, demam, mialgia, nyeri kepala.
6. Dengue: makulopapul tersebar luas, sering menjadi konfluen, nyeri kepala hebat dan
mialgia, mual, muntah.
7. Demam tifoid/paratifoid: 6-10 makulopapul pada dada bagian bawah / abdomen atas pada
hari 7-10 demam menetap, splenomegali.
8. Tifus epidemik: makulopapul pada batang tubuh dan wajah sreta ekstremitas kecuali
telapak tangan dan telapak kaki, mungkin terjadi petekie, 3-5hari demam, menggigil,
toksemia sebelum timbulnya ruam.
9. Tifus endemik: makulopapul pada tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.
10. Scrub thypus: makulopapul difus pada batang tubuh yang menyebar ke ekstremitas,
demam. sebelum ruam.

LO 2.9.

Memahami dan Menjelaskan Pengobatan Campak

Pengobatan campak berupa perawatan umum seperti pemberian cairan dan kalori
yang cukup.
Obat simptomatik yang perlu diberikan antara lain:
1. Antidemam
2. Antibatuk
3. Vitamin A
4. Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya jika campak disertai dengan komplikasi
Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan
kesehatan lain, sedangkan campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap di rumah sakit
Sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup
dapat terindikasi. Pelembaban ruangan mungkin perlu pada laryngitis atau batuk yang
mengiritasi secara berlebihan, dan paling baik mempertahankan ruangan hangat daripada
dingin. Penderita harus dilndungi dari terpajan pada cahaya yang kuat selama masa fotofobia.
Komplikasi otitis media dan pneumonia memerlukan terapi antimikroba yang tepat.

Pada komplikasi seperti ensefalitis, panensefalitis sklerotikans subakut, pneumonia sel


raksasa, dan koagulasi intravaskuler tersebar, setiap kasus harus dinilai secara individual.
Perawatan pendukung yang baik sangat penting. Gamma globulin, gamma globulin
hiperimun, dan steroid bernilai terbatas. Senyawa antivirus yang tersedia sekarang tidak
efektif. Pengobatan dengan vitamin A oral (400.000 IU) mengurangi morbiditas dan
mortalitas anak dengan campak berat di negara yang sedang berkembang.
(Widoyono, 2011)

LO 2.10.

Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Campak

Vaksinasi campak rutin untuk anak-anak. Vaksin campak sering digabungkan


dengan rubella dan / atau vaksin gondok (MMR). Dua dosis vaksin dianjurkan
untuk menjamin kekebalan dan mencegah wabah, karena sekitar 15% dari
anak-anak divaksinasi gagal mengembangkan kekebalan dari dosis pertama.
Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan
ulangan saat anak berusia 6 tahun. (IDAI, 2004).
Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif
dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan
dan imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili.

Tindakan yang dilakukan untuk melakukan pencegahan penyakit campak pada


fasilitas pelayanan kesehatan yang dipublikasikan oleh http://www.cdc.gov, meliputi :
1. Pengenalan orang-orang yang terjangkit penyakit campak secara tepat
2. Isolasi terhadap orang-orang yang dicurigai atau diketahui terjangkit penyakit
campak secara tepat (Tindakan pencegahan untuk penyakita yang ditularkan
melalui udara seharusnya dilakukan dalam suatu ruangan pribadi tanpa aliran
udara dan dengan sirkulasi udara yang tidak berulang ).
3. Aturan untuk memastikan semua petugas pelayanan kesehatan memiliki
kekebalan penyakit campak (vaksin campak seharusnya disediakan untuk semua
petugas pelayanan kesehatan yang tidak dapat menunjukan bukti kekebalan)
(Arias, 2003)

10

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. II. E/15. Jakarta:
EGC.
Jawetz, Melnick, Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Hal : 561-579. Jakarta.
EGC.
Sitanggang, Rosyam Azmal. 2010. Gambaran Epidemiologi Kejadian Campak di Puskesmas
Ciputat. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id [diakses pada 7 April 2013 pukul 20:21]
Sumarno S, Garna H, Hindra dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi Dan Pediatri Tropis Ed. Kedua.
Hal : 109-121. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Tommy. 2000. Campak. http://last3arthtree.files.com [diakses pada 7 April 2013 pukul 20:01]
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,
Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/
22:25]

Pencegahan

&

[Diakses pada 10 April 2013 pukul

http://respiratory.usu.ac.id [diakses pada 7 April 2013 pukul 19:59]

11

Anda mungkin juga menyukai