Budi Prasetyo
2.
Dewi Nisrokhayana
3.
PSIK VIIA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS
2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Hidayah serta
Inayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini secara tepat waktu,
demi memenuhi tugas KGD II.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik moral maupun material, antar lain kepada:
Para Dosen STIKES Cendekia Utama Kudus yang telah memberi kesempatan kepada
kami untuk melaksanakan tugas KGD II.
Ibu Ns.Emma Setiyo Wulan, S.Kep yang telah membimbing kami dalam mengerjakan
tugas KGD II
Kedua Orang Tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan baik moral
maupun material.
Teman teman yang selalu memberikan bantuan dan dukungan serta kritik dan saran
dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Sebagai manusia biasa yang
tak pernah luput dari kesalahan maka penyusun sadar bahwa isi dari makalah ini jauh dari
sempurna. Sehingga penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Kudus,
Penulis
Oktober 2014
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
1.2
Tujuan
Definisi
2.2
Etiologi
2.3
Klasifikasi 3
2.4
Manifestasi Klinik 3
2.5
Patofisiologi
2.6
Pathway
2.7
Komplikasi
2.8
2.9
Pemeriksaan Penunjang 5
4
4
2.10 Penatalaksanaan
Pengkajian7
3.2
Analisa Data
3.3
Diagnosa Keperawatan 9
3.4
Intervensi Keperawatan 9
3.5
Implementasi 10
3.6
Evaluasi
10
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan 11
5.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insiden kira kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di Amerika
Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun 1960, ratarata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular, dengan
70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan
California Selatan.
Di Amerika Utara ular beracun merupakan anggota keluarga Crotalidae atau pit viper atau
dari keluarga elipidae atau ular karang. Keluarga ular Rattle bertanggung jawab atas kirakira 70% kematian karena gigitan ular, sementara kematian karena gigitan ular jenis
kepala kuning tembaga (copperhead) sangat jarang.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena memiliki
ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang hidung pada tiap
sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan dengan pupil
bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat
dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi
subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan
mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa dengan
ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang memiliki hidung
berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna merah yang berdampingan
dengan warna kuning.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat
menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang
terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan trombogenik,
toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
1.2 Tujuan
a.
Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami tentang gigitan ular dan mampu memberikan asuhan
keperawatan pada klien tersebut dalam kegawat daruratan.
b.
Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Memberikan asuhan keperawatan gawat darurat pada klien dengan gigitan ular
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular
adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau
bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler,
dan sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
.
2.2 Etiologi
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:
Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, dan lain-lain)
Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , dan lain-lain).
2.3 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular adalah :
Tanda-tanda bekas taring, laserasi
Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
Sakit kepala, mual, muntah
Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut
Demam
Keringat dingin
2.4 Patofisiologi
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat:
Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise
otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang
terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai
akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang
terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis,
gagal ginjal.
2.
Derajat I
v Bekas gigitan 2 taring
v Bengkak dengan diameter 1 5 cm
v Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3.
Derajat II
Derajat III
v Sama dengan derajat I dan II
v Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5.
Derajat IV
v Sangat cepat memburuk
b.
c.
d.
e.
Waktu protrombin,
f.
g.
Hitung trombosit,
h.
Urinalisis,
i.
j.
BUN,
k.
elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah,
waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
2.9 Kegawatan
a.
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah
immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan
jika envenommasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera
dan insisi dan penghisapan dalam
pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling
berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat
dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
b.
Derajat envenom masih harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari
Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika
ada.
e.
Pertahan kan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila syok
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas
a)
Identitas klien
b)
2.
Riwayat keperawatan
a)
Alasan masuk RS
b)
Keluhan utama
c)
d)
e)
f)
Riwayat alergi
3.
Pengkajian ABC
1.
Primary survey
Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang.
Jangan terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.
Kaji Tingkat kesadaran
Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
Ukur tanda-tanda vital
3.2 Analisa Data
Tgl/jam
Data Fokus
DS :
Problem
Etiologi
DO:
Data subyektif dan Data obyektif sesuai dengan data yang ditemukan pada saat
pengkajian
3.3 Diagnosa keperawatan
1)
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan darah pada paru
2)
Pola
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi
endotoksin.
Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
Observasi warna kulit dan adanya sianosis
Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
Batasi pengunjung klien
Pantau seri GDA
Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit,
menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan
torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan
metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan
sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini dikembangkan
setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari korban. Diharapkan
dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang
sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih
baik di rumah sakit
5.2 Saran
Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter
mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat obatan
tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat
memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
-
Nana,Sufyan.2012.Askepgigitan ular,
10 oktober 2014.
-