TINJAUAN PUSTAKA
bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus merupakan
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
merupakan permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya merupakan
dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan
dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus
maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke
hiatus seminularis infundibulum etmoid.
1.1.1 Anatomi dan Perkembangan Normal Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris (atau antra) adalah sebuar rongga berbentuk
pyramid yang berisikan udara, dilapisi oleh mukoperiosteum dengan
epitel kolumnar bersilia semu, dan menempati sebagian besar tulang
rahang atas. Sinus maksilaris ada sejak lahir tetapi pada tahap itu hanya
berupa kantung seperti celah dari rongga hidung. Sinus maksilaris
kemudian akan tumbuh dengan cepat, prosesnya dikenal dengan nama
pneumatization. Pneumatisasi pada masa dewasa menyebabkan
perubahan lebih lanjut dalam bentuk dan ukuran. Sinus maksilaris
sering membesar ke bawah ke dalam proses alveolar atau lateral ke
dalam zygoma. Permukaan internal sinus maksilaris dapat menjadi
halus atau bergerigi dengan tonjolan tulang septa. Dinding lateral
mengandung kanal atau alur untuk saraf dan pembuluh darah yang
menyuplai gigi posterior atas(Whaites,2007).
Secara anatomi, sinus maksilaris dapat dibagi menjadi:
Gambar 1.2A. Gambaran radiografik periapikal menunjukkan dasar rongga sinus maksilaris dalam
kaitannya dengan gigi posterior atas rahang atas pada orang dewasa. B. Gambaran radiografik
periapikal menunjukkan berbagai struktur anatomi normal pada orang dewasa. Ini termasuk: dasar
antrum (panah terbuka putih), dasar rongga hidung (panah terbuka hitam), permukaan inferior
alveolar (panah hitam pekat), saluran neurovaskular radiolusen di dinding antrum (panah putih
padat ) dan Sudut zygomatic (Z).
Mukositis
Mukositis disebut juga dengan penebalan mukosa sinus
yang terlokalisir. Lapisan mukosa sinus maksilaris terdiri
dari epitel respiratori dengan tebal 1 mm. Namun mukosa
yang meradang dapat mengalami penebalan 10 sampai 15
kali,
hingga
dapat
dengan
jelas
diambil
gambar
1.2.1.2
Sinusitis
Sinusitis adalah suatu peradangan umum mukosa sinus
yang disebabkan oleh alergan, bakteri, atau virus.
Perubahan inflamasi dapat menyebabkan disfungsi silia dan
retensi sekresi sinus, serta penyumbatan ostiomeatal yang
kompleks. Sinusitis dapat dikategorikan menjadi akut atau
kronis berdasarkan lamanya waktu penyakit ini muncul.
Jika berlangsung kurang dari 4 minggu, disebut dengan
sinusitis akut. Jika lebih dari 12 minggu berturut-turut,
dianggap sebagai sinusitis kronis. Untuk sinusitis yang
berlangsung lebih dari 4 minggu sampai 12 minggu disebut
sinusitis subakut.
Sinusitis akut merupakan sinusitis yang paling umum
terjadi yang menyebabkan rasa sakit dan sering merupakan
komplikasi dariflu biasa. Setelah beberapa hari, hidung
tersumbat disertai dengan pengeluaran cairan sinus yang
meningkatkan, dan pasien mungkin mengeluh rasa sakit dan
nyeri ketika menekan daerah sinus yang mengalami
pembengkakan.
Rasa sakit juga dapat dimenyebar hingga ke gigi
premolar dan molar di sisi yang terkena dan gigi ini menjadi
lebih peka terhadap rangsangan.Dalam kasus sinusitis
bakteri, muncul gejala lain yaitu pengeluaran cairan sinus
berwarna kuning hijau atau kehijauan secara berlebih.
Sinusitis maksilaris kronis merupakan kelanjutan dari
infeksi akut yang gagal disembuhkan dalam 3 bulan.
Sinusitis kronis dapat berkembang denganderangements
anatomi,
termasuk
penyimpangan
septum
hidungdan
dan
udara
yang
relatif
radiolusen
di
Retensi
pseudosis
dapat
ditemukan
di
salah
satu
ini
menunjukkan
bahwa
retensi
sinus
sepenuhnya
dan
memberikan
gambaran
1.2.1.4
Polip
Polip adalah penebalan membran mukosa dari radang
sinus kronik yang kemudian membentuk lipat ke dalam yang
tidak teratur.Polip mukosa sinus dapat berkembang pada
suatu daerah atau di banyak daerah di seluruh sinus.
Polip dapat menyebabkan perpindahan atau perusakan
tulang.
Dalam
sel-sel
udara
ethmoid,
polip
dapat
dari
ethmoid
yangtulang)
dan
proptosis
1.2.1.5
Antrolith
Antroliths
terjadi
dalam
sinus
maksilaris
kecil
biasanya
tanpa
gejala
dan
terjadi
dalam
sinus
maksilaris
dan
Gambar 1.7 A. gambaran sirkular radiolusen dan radiopak dari antrolith terlihat pada
gambar panorama yang ditumpangkan pada sebelah atas dinding posterior sinus
maksilaris kanan. B. coronal tomografi multiarah memperlihatkan lokasi antrolith
dalam sinus dan menunjukkan antrolith tidak akan melekat pada dinding sinus yang
berdekatan.
1.2.1.6
Mukosel
Mukosel adalah perluasan lesi destruktif yang dihasilkan dari
ostium sinus yang tersumbat. Sumbatan dapat berasal dari
peradangan intra-antral atau intranasal, polip, atau neoplasma.
Seluruh
sinus
menjadi
rongga
patologis.
Oleh
karena
dalam
sinus
maksilaris
dapat
menekan
10
Sekitar 90% dari mukosel terjadi pada sel udara ethmoid dan
sinus frontal dan jarang di rahang atas dan sinus sphenoid.
Terjadi perubahan bentuk normal sinus menjadi lebih bundar
yang radiopak.
antrum
maksila,
merangsang
terjadinya
11
1.3.1.2
II
III
13
menuju
tepi
mensikus,
yaitu
kista
14
Gambar 1.12 Kista besar dentigerous dipengaruhi oleh A. Sebuah gambaran perapikal dari gigi
posterior kanan atas. Perhatikan pada gambar, kurangnya permukaan antral batas besar. B.
Occipitomental dari pasien yang sama menunjukan jumlah opacity dari daerah antral tepat tanpa
batas antral lateral.
pada
sinus
maksilaris
hampir
sama.
odontogenik
neoplasma,
khususnya
15
B
Gambar 1.13 A. Sebuah kista odontogenik atau neoplasma berkembang
untuk dapat berdekatan dengan permukaan sinus (I). Sebagaian lesi
membesar, berbatasan lantai maxillary sinus (II) dan pada akhirnya dapat
digantikan lantai superior karena membesar (III). Perbatasan kista dan
perbatasan sinus adalah baris yang sama dari tulang. B. Seperti terus
memperbesar, lesi dapat mengganggu pada hamper semua ruang sinus,
meninggalkan pelana seperti sinus kecil di atasnya (panah).
1.3.1.3
Displasia Tulang
Pinggiran dan Shape. Kista yang membesar atau
neoplasma
dapat
memiliki
lengkungan,
oval,
atau
kalsifikasi
dystrophi,
tergantung
pada
sifat
kista
menggantikan
odontogenik
permukaan
dan
antrum
neoplasma
maksilaris
dapat
dan
17
1.4 Neoplasma
1.4.1 Tumor Jinak Sinus Maksilaris
Rongga hidung dikelilingi oleh 7 sampai 8 rongga sinus paranasal
yaitu sinusmaksila, etmoid anterior dan posterior, frontal dan
sphenoid. Kedelapan sinus ini bermuara ke meatus rongga hidung.
Oleh sebab itu pembicaraan tentang mengenai tumor ganas hidung
tidak dapat dipisahkan dari tumor ganas sinus paranasal karena
keduanya saling mempengaruhi kecuali jika ditemukan masingmasing dalam keadaan dini.Tumor hidung dan sinus paranasal pada
umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di
Indonesia dan di luar negeri, kekerapan jenis yang ganashanya sekitar
1% dari keganasan seluruh tubuh. Dari kelompok keganasan hidung
dan sinus paranasal ini 80 % merupakan keganasan sinus maksila,
24% keganasan hidung dan sinus etmoid, sedangkan keganasan sinus
sphenoid dan frontal hanya 1%. Tumor ini lebih sering ditemukan
pada
laki-laki.
Karena
tumor
tumbuh
dalam
tulang,
sulit
Papiloma
Papiloma squamous adalah suatu neoplasia jinak yang
berasal
dari
epitel
permukaan
mukosa
mulut.
(Human
papiloma
virus).
Juga
papiloma
18
Gambaran Klinis
Pada gambaran klinis di dapatkan suatu proliferasi
pertumbuhan yang lambat dari epitel squamous berlapis
disusun
dalam
proyeksi
seperti
jari,
biasanya
tidak
berpotensi
untuk
menjadi
papillary-papillary
yang
panjang).Masing-
19
Osteoma
Osteoma dapat tersusun dari tulang membran dari tulang
tengkorak dan wajah. Penyebab lambatnya pertumbuhan
osteoma yang tidak jelas.Namun tumor tersebut dapat
muncul dari kartilago periosteum embrional. Tidak jelas
apakah osteomas adalah neoplasma jinak atau hamartomas.
Gambaran Klinis
Osteoma merupakan tumor jinak yang palingsering
ditemukan (39,3%) dari seluruh tumor jinak tulang terutama
terjadi pad usia 20 40 tahun. Bentuknya kecil tapi dapat
menjadi besar tanpa menimbulkan gejala gejala yang
spesifik.
Lokasi
Kelainan ini ditemukan pada tulang tengkorak seperti
maksila, mandibula, palatum, sinus paranasalis dan dapat
pula pada tulang tulang panjang seperti tibia, femur dan
falangs. Pemeriksaan radiologis pada foto rontgen osteoma
berbentuk bulat dengan batas tegas tanpa adanya destruksi
tulang. Pada pandangan tangensial osteoma terlihat seperti
kubah. Patologi dapat ditemukan lesi pada tulang kompak
(compact osteoma) dengan sistem Harvers atau trabekula
tulang
dengan
sumsumnya
disebut
spongiosteoma.
oleh
struktur-struktur
lamellar
dengan
Pengobatan
Bila osteoma kecil dan tidak memberikan keluhan, tidak
diperlukan tindakan khusus. Pada suatu osteoma yang besar
serta memberikan gangguan kosmetik atau terdapat
penekanan ke jaringan sekitarnya sehingga menimbulkan
keluhan sebaiknya dilakukan eksisi.
1.4.2 Tumor Ganas Sinus Maksilaris
1.4.2.1
dibandingkan
pada
pria,
kecuali
di
negara
penyakit
syphilis
dan
premalignant
seperti:
22
23
1.4.2.2
Pseudotumor
Pseudotumor cerebri (PTC), atau
hipertensi
intrakranial
idiopatik
tekanan
intrakranial
kabur,dan
Fundoskopi
banyak
muntah.
didapatkan
Gambar
1.17
Bagian
dari
radiografi panoramik pasien
yang
disajikan
dengan
karsinoma sel skuamosa besar
pada permukaan ventral kiri
lidahnya dan lantai mulutnya.
Radiografi menunjukkan dua
bidang
radiolusen
buruk
didefinisikan (arrowed) dengan
penampilan compang-camping
atau dimakan ngengat. Sisi Kiri
B dari rendah 90 oklusal
pasien
yang
sama
menunjukkan kerusakan tulang
(arrowed)
dari
permukaan
lingual
mandibula
sebagai
tumor
jaringan
lunak
menyerang tulang. C Bagian
dari
radiografi
panoramik
pasien lain yang disajikan
dengan
karsinoma
sel
skuamosa yang sangat besar
dari
dasar
mulut
yang
menembus melalui mandibula
(panah putih) menyebabkan
fraktur patologis. Tepi tulang
compang-camping
ditandai
dengan panah hitam.
kelainan
metabolisme
tertentu,
penyakit
24
BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Sinus maksilaris merupakan satu satunya sinus yang rutin ditemukan
pada saat lahir. Sinus maksilaris terletak di dalam tulang maksilaris, dengan
dinding inferior orbita sebagai batas superior, dinding lateral nasal sebagai
batas medial, prosesus alveolaris maksila sebagai batas inferior, dan fossa
25
canine sebagai batas anterior. Volume sinus dewasa pada usia 18 tahun adalah
15 ml, hampir dua kali dari volume waktu lahir.
Pemeriksaan klinis dari pasien dengan sinusitis dapat dilakukan dengan
cara palpasi secara intraoral pada maksila antara fossa kanina dengan jaringan
disekitar tulang pipi. Bila terdapat sinusitis maka akan terasa sakit apabila
palpasi dilakukan. Evaluasi radiografi dari sinus paling bagus diperoleh
dengan proyeksi Waters dengan muka menghadap ke bawah dan proyeksi
Waters dengan modifikasi tegak. Gambaran yang sering didapat pada sinusitis
akut adalah opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi) dan batas udara
atau cairan (air fluid level) yang khas akibat akumulasi pus. Sinusitis kronis
seringkali digambarkan dengan adanya penebalan membran pelapis. Dalam
mendiagnosis trauma pada sinus, penggunaan foto panoramik, Waters,
oklusal, dan periapikal maupun tomografi konvensional, serta penelitian
dengan CT sangat membantu.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Pharoah, Mixhael. 2014. Oral Radiology Principles abd Interpretation 6th Ed.
Canada: Elsevier. P.132-135, 318-321.
2. Whaites, Eric. 2007. Essentials of Dental Radiography an Radiology 4 th Ed.
Canada: Elsevier. P.265-267.
3. Brazis, P. W., M.D. (2004). Pseudotumor Cerebri: Current Neurology and
Neuroscience Reports, 4 (2), 111-6. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11910004-0024-6
4. Friedman, D. I. (2008). Pseudotumor Cerebri Presenting as Headache:
Expert Review of Neurotherapeutics. 8 (3), 397-407.
5. Williams, H.K. 2000. Molecular Pathogenesis of Oral Squamosus
Carsinoma. J. Clin Pathol, Mol. Pathol.. 53: 165-172
6. Revianti S, Parisihni K. 2005. Peran Matriks Metalloproteinase (MMP) pada
metastasis Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut. Jurnal PDGI. Edisi
khusus tahun ke-55. Hal 232-236.
7. Syafriadi M. 2008. Patologi Mulut: Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik
Rongga Mulut. Yogyakarta: ANDI. Hal 74-7
8. Sayedmajidi M. 2008. Squamous Cell Carcinoma of The Tongue in a 13 Year
Old Boy. Arch. Iranian. Med. 11(3): 341-3.
27