PENDAHULUAN
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar
dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Uveitis adalah
peradangan atau inflamasi yang terjadi pada traktus uvealis.1 Peradangan dapat mengenai satu
atau ketiga bagian secara bersamaan, yaitu peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid
yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasma, atau proses autoimun. Berdasarkan
bagian uvea yang terkena peradangan, uveitis dibagi menjadi uveitis anterior dan uveitis
posterior. Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar. Peradangan pada uvea
anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang
disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis. Bila
peradangan mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.1,2
Uveitis anterior merupakan jenis uveitis yang paling sering ditemukan. Umumnya
unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat
sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata merah tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau
irreguler. Berdasarkan epidemiologi, sekitar 75% peradangan intraokular yang paling sering
terjadi adalah uveitis anterior, dengan jumlah kasus sekitar 12 kasus per 100.000 populasi
setiap tahunnya. 1,2,3
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi
karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan
intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat
penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis
yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan
penunjang, serta penanganan yang tepat. Manajemen uveitis anterior adalah bertujuan untuk
mencegah kerusakan stuktur dan fungsi mata seperti sinekia anterior, sinekia posterior,
kerusakan pembuluh darah iris, katarak, glaukoma, ulkus kornea, dan kekeruhan badan kaca.
Prognosis pasien uveitis anterior adalah baik bila penatalaksanaan dilakukan dengan tepat.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari iris, badan siliar (corpus siliaria), dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vaskular pada bagian tengah mata serta dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga
ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliar disebut uvea anterior, sedangkan koroid
disebut uvea posterior. Uvea merupakan lembaran yang tersusun oleh pembuluh - pembuluh
darah, serabut saraf, jaringan ikat, otot dan pupil yang merupakan bagian iris yang berlubang.
5. Lapisan epitel
Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter
sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.
Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid yaitu pembuluh darah besar,
sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah di koroid, semakin lebar lumennya.
Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari
pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena vorteks, satu di masing-masing
kuadran posterior. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan
brevis.2,3,4
Jamur
Parasit
b) Autoimun
- Artritis reumatoid juvenilis
- Ankylosing spondilitis
- Sarkoidosis
- Psoriasis
- Sindrom Reiter
- Sindrom Behcet
- Kolitis ulserativa
- Chrons Disease
- Uveitis terinduksi lensa
c) Neoplasma
Sindrom Masquerade
: Limfoma, leukemia, retinoblastoma,
melanoma maligna
d) Immunodefisiensi
: AIDS
3) Idiopatik
4) Lain-lain
2.2.4 Klafisikasi
Menurut perjalanan penyakitnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior
akut dan uveitis anterior kronik.9,10
1)
yang
ditandai
pengumpulan
sel
plasma,
fagosit
Endoftalmitis fako-anafilaktik
Glaukoma fakolitik
Kebocoran pada lensa yang mengakibatkan keluarnya materi lensa
berupa protein misalnya pada katarak hipermatur, bisa menyebabkan
peradangan pada kamera okuli anterior serta glaukoma akut.
f) Sindrom Masquerade
Merupakan kondisi yang mengancam kehidupan, yaitu pada limfoma,
leukemia, retinoblastoma, dan melanoma maligna pada koroid yang
menjadi pencetus uveitis anterior. Pada retinal detachment dan benda asing
intraocular juga bisa menyebabkan peradangan kamera okuli anterior.
2)
iridosiklitis.
Lebih
banyak
mengenai
anak
perempuan
penyakit
sistemik
seperti
sarkoidosis,
toxoplasmosis,
Non-granulomatosa
Human Leukocyte Antigen-B27-associated
(ankylosing
inflammatory
Sifilis
Tuberkulosis
Herpes simplex
Leptospirosis
Brusellosis
Fakoanafilaktik
Idiopatik
spondylitis,
bowel
sindrom
disease,
Reiter,
artritis
psoriasis)
Juvenile rheumatoid arthritis
Iridosiklitis Heterokrom Fuch
Sindrom Masquerade
Sindrom UGH
Trauma
Kawasakis disease
Drug-induced (rifabutin, cidofovir)
Sindrom Posner-Schlossman
10
2.2.5 Patogenesis
Peradangan uvea biasanya unilateral, namun bisa terdapat bilateral. Dapat
disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi, proses autoimun, atau merupakan fenomena
alergi. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Antigen dari luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan
dengan hal ini, peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah
munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Peradangan iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor aqueous.
Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikelpartikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). Pada proses peradangan yang lebih
akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus dalam kamera okuli anterior
yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam kamera okuli anterior, dikenal
dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka selsel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP).
Ada 2 jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP
2. Punctate KP
: kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non-granulomatosa.
11
tekanan intraokular. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang
ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi. Pada
keadaan kronis atau berulang, gejala bisa asimptomatik tanpa tanda-tanda peradangan.1,9
1) Uveitis Anterior Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh pembuluh darah limbus.
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea
dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler
pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk
bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari
kornea.
Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan
fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuchs uveitis
syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun
kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior
tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar.
Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen.
Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera
anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.
2)
berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkorneal.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton
fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea.
Tampak kemerahan (flare), terdapat sel-sel di kamera okuli anterior, dan nodul yang
terdiri atas kelompok sel-sel limfosit dan sel epiteloid di tepian iris (nodul Koeppe).
Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris
disebut nodul Busacca.
Non-Granulomatosa
Onset
Akut
Granulomatosa
Tersembunyi
13
Sakit
Nyata
Tidak ada/ringan
Fotofobia
Nyata
Ringan
Penglihatan kabur
Sedang
Nyata
Merah sirkumkorneal
Nyata
Ringan
Keratik presipitat
Putih halus
Kelabu besar
Pupil
Mutton fat
Kecil dan tidak teratur
Sinekia posterior
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Lokasi
Uvea anterior
Nodul iris
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Perjalanan penyakit
Akut
Menahun
Kekambuhan
Sering
Kadang-kadang
Secara klinis, uveitis anterior dibagi menjadi 3 derajat, yaitu ringan, sedang, dan
berat.
Ringan
Sedang
Berat
Keluhan ringan-sedang
Keluhan sedang-berat
Keluhan sedang-berat
VA 20/20 to 20/30
VA < 20/100
Superficial circumcorneal
flush
KP (-)
KP (+) tersebar
KP (+) padat
Peningkatan TIO
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan yang tepat
dan menyeluruh dapat membantu menemukan etiologi pada pasien tersebut.
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan identitas pasien seperti usia, jenis
kelamin, serta ras untuk mencari faktor risiko pada penyakit ini, kemudian
ditanyakan riwayat penyakit yang sekarang diderita, mulai dari keluhan utama,
keluhan tambahan, onset, durasi, serta progresifitas penyakit. Keluhan yang
dirasakan pasien biasanya antara lain:
- Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
-
Selain itu, ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu pada pasien, misalnya
apakah pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien untuk mengetahui
apakah ada etiologi penyakit sistemik pada pasien. Ditanyakan pula mengenai
riwayat trauma serta riwayat pengobatan sebelumnya.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik secara general harus meliputi tanda-tanda kelainan
sistemik seperti deformitas sendi pada artritis, lesi oral pada Sindrom Behcet,
ruam kulit pada psoriasis, serta deteksi tanda-tanda kelainan respirasi, vaskular,
dan neurologis.
3) Pemeriksaan Oftalmologi
a) Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun.
b) Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
15
aqueous humor akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) aqueous humor.
c) Konjungtiva : terlihat injeksi siliar atau dapat pula (pada kasus yang jarang)
injeksi pada seluruh konjungtiva.
d) Kornea : KP (+), udema stroma kornea.
e) Camera Oculi Anterior (COA) : terdapat sel, flare, dan/atau hipopion.
Hipopion ditemukan sebagian besar sehubungan dengan penyakit terkait
HLA-B27, Sindrom Behcet, atau penyakit infeksi terkait iritis.
Ditemukannya sel-sel pada aqueous humor merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Pengeluaran chemotactic factors menyebabkan infiltrasi
sel ke dalam camera oculi anterior. Jumlah sel yang ditemukan pada
pemeriksaan slit-lamp dibagi menjadi beberapa grade.
Aqueous flare adalah akibat keluarnya protein dari pembuluh darah iris
menuju aqueous humor karena peningkatan permeabilitas vascular pada proses
inflamasi. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp, pemeriksaan sel dan flare
diklasifikasikan menjadi grade 0 sampai +4.
Sel
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel/lapang pandang
Flare
0 : tidak ditemukan flare
+1 : faint flare
(sulit dideteksi)
+2 : moderate flare
fibrin
pada
aqueous
humor)
Tabel 4. Perbedaan Grade pada Sel dan Flare
f) Iris : pemeriksaan iris dilihat apakah terdapat nodul iris yang biasa ditemukan
pada tipe granulomatosa (nodul Koeppe/nodul Bussaca). Dapat ditemukan
sinekia posterior, sinekia anterior, atau pupillary block. Pada inflamasi yang
berat, dapat terjadi pelebaran pada pembuluh darah di stroma iris maupun
pembuluh darah pada sudut bilik mata. Hal ini harus dibedakan dengan
rubeosis atau neovaskularisasi yang jarang terjadi pada uveitis.
Atrofi iris, yang biasa terjadi pada iridosiklitis heterokrom Fuch, bisa
diidentifikasi dengan retroiluminasi.
16
g) Lensa : deposit pigmen dan fibrin pada permukaan kapsul anterior lensa
merupakan tanda sinekia posterior. Selain itu dilihat apakah ada kekeruhan
pada kapsul posterior lensa, yaitu pada Posterior Subcapsular Cataract yang
merupakan komplikasi dari uveitis anterior.
h) Korpus vitreous anterior : bisa terdapat sel-sel pada bagian anterior korpus
vitreous atau terdapat kekeruhan yang besar snowball opacities pada
sarcoidosis atau intermediate uveitis.
anterior.
Human Leukocyte Antigen B27 (HLA-B27)
Seringkali positif pada pasien dengan ankylosing spondylitis, sindrom
Reiter, inflammatory bowel disease (seperti Crohns disease atau kolitis
penyakit keluarga.
Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin
(RPR)
Merupakan tes serologis nonspesifik untuk sifilis, yang berhubungan
dengan
uveitis
anterior
granulomatosa.
Pemeriksaan
fluorescent
terinfeksi.
5) Pemeriksaan Radiologi
Apabila terdapat gejala yang merupakan indikasi diagnosis penyakit juvenile
rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, tuberkulosis, atau sarkoidosis,
pemeriksaan rontgen perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti.
Pada juvenile rheumatoid arthritis, rontgen lutut lebih diutamakan. Pada
ankylosing spondylitis, dilakukan rontgen pada bagian persendian sacroiliaca.
Pada tuberkulosis dan sarkoidosis diperlukan rontgen thoraks.
18
Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau
konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli
penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi
dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi dirongga mulut, dan lain-lain.
Penyakit yang
dicurigai berdasarkan
anamnesis dan PF
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan
Radiologis
Ankylosing
spondylitis
ESR, (+)HLA-B27
Sacroiliac x-rays
Inflammatory bowel
disease
(+)HLA-B27
Reiters syndrome
ESR, (+)HLA-B27
Psoriatic arthritis
(+)HLA-B27
Herpes
Diagnosed clinically
Behcets disease
Joint x-rays
Pemeriksaan Lain
Cultures; conjunctival,
urethral, prostate
(+)HLA-B27
Juvenile rheumatoid
arthritis
ESR, (+)ANA,
(-)Rheumatoid factor
Joint x-rays
Sarcoidosis
Angiotensin converting
enzyme (ACE)
Chest x-ray
Syphilis
1. Konjungtivitis
Tuberculosis
Chest x-ray
Purified
protein derivative
(PPD) skin test
intraokular meningkat.
2.2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau
mempebaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan
tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk
mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
Tujuan terapi uveitis anterior adalah memperbaiki ketajaman visual, meredakan rasa
sakit pada mata, menghilangkan peradangan dan mengidentifikasi sumber peradangan,
mencegah terbentuknya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.
Pengobatan uveitis anterior adalah nonspesifik, biasanya melibatkan terapi topikal
dengan kortikosteroid dan siklopegik.9,13
1. Kortikosteroid
Tujuan penggunaan kortikosteroid adalah untuk mengurangi peradangan dengan
mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat
pelepasan lisozim oleh granulosit, dan menekan peredaran limfosit.
Efek terapeutik kortikosteroid pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai
sawar terhadap penetrasi obat topikal dalam mata, sehingga daya tembus obat
topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis
kortikosteroid, jenis larutan yang dipakai, dan bentuk larutan.
Makin tinggi konsentrasi dan makin sering frekuensi, makin tinggi efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan
preparat dexamethason, betamethason, dan prednisolon karena penetrasi
intraokular baik. Kortikosteroid tetes mata dapat dalam bentuk solutio dan
suspensi. Keuntungan suspensi adalah penetrasi intraokular lebih baik
dibandingkan solutio, kekurangannya perlu dikocok sebelum dipakai. Beberapa
kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolone acetate 0,125% dan
1%, prednisolone sodium phosphate 0,125%, 0,5%, dan 1%, dexamethasone
alkohol 0,1%, dexamethasone sodium phosphate 0,1%, dan medrysone 1%.
2. Siklopegik dan Midriatikum
20
Homatropin, 2%, 5%
Skopolamin, 0,25%
5.
6.
7.
Kacamata gelap
Anjuran agar pasien berhati-hati
Re-evaluasi 2-4 hari
Uveitis Berat
1.
Atropine, 1% atau homatropine, 5%
2.
Prednisolone, 1%
3.
Oral aspirin atau ibuprofen, 2 tablet
4.
Beta bloker jika TIO meningkat
5.
Kacamata gelap
6.
Anjuran agar pasien berhati-hati
7.
Re-evaluasi 1-2 hari
Tabel 6. Terapi Uveitis Anterior Berdasarkan Derajatnya
2.2.10
Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:13
1. Katarak
Posterior subcapsular cataract (PSC) sebagai komplikasi dihubungkan
akibat uveitis anterior kronik. PSC juga diakibatkan oleh pemakaian
steroid topical yang terlalu lama, yaitu salah satu terapi uveitis anterior.
Sinekia posterior dapat menyebabkan nekrosis selular di sekitarnya dan
menyebabkan kekeruhan lensa. Mekanisme kekeruhan belum sepenuhnya
diketahui, kemungkinan berhubungan dengan produksi dari sel-sel radang
seperti enzim lisosom.
2. Glaukoma
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang
menghalangi aqueous humor keluar di sudut iridokornea (sudut kamera
anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma. Sinekia posterior dapat
menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya aqueous humor di
belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan
3. Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis
anterior yang berkepanjangan. Manifestasi klinis yang terjadi adalah
hilangnya refleks fovea, macula terlihat menebal dengan refleks cahaya
redup.
2.2.11 Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis berespon baik dengan pengobatan. Uveitis umumnya
berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan cepat
mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi bergantung dimana letak eksudat
22
dan dapat menyebabkan atrofi. Apabila mengenai daerah macula dapat menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius.
BAB III
KESIMPULAN
Uveitis anterior adalah peradangan iris dan bagian depan badan siliar, kadang-kadang
menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera. Peradangan pada uvea
dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang disebut
siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis
anterior.
Uveitis anterior terbagi atas granulomatosa dan non-granulomatosa, dan bentuk yang
umum terjadi adalah uveitis non-granulomatosa. Etiologi uveitis anterior terbagi atas faktor
eksogen, endogen, imunodefisiensi, dan idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan laboratorium.
Tatalaksana utama adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan
mata. Komplikasi uveitis anterior yang tersering adalah glaukoma dan katarak.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. p.155-160.
2. Prof. dr.H.Sidarta Ilyas, SpM. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilmu Penyaakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. 2010. p.121-37, 140, 143-6.
3. Prof. dr. Suharjo, SU, SpM(K), dr. Siti Sundari SpM, MKes, dr. Muhammad. Bayu
Sasongko. Kelainan palpebra, konjungtiva, kornea, skllera dan sistem lakrimal. Ilmu
Kesehatan Mata. 1. 2007. p.34-40, 44-5
4. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London: Butterworth
5.
6.
7.
8.
24
10. Garg, SJ. Uveitis Anterior. In: Color Atlas and Synopsis of Clinical Ophthalmology.
Philadelphia, 2001. p.35-39
11. Kimura SJ, Hogan MJ, Thygeson P. Fuchs syndrome of heterochromic cyclitis. Arch
Ophthalmol 1955; 53: 179-86.
12. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
13. Rao NA, Forster DJ, Augsburger JJ. Textbook of Ophthalmology. The Uvea. Uveitis and
Intraocular Neoplasms. Vol.2. New York, London.
25