Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar
dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Uveitis adalah
peradangan atau inflamasi yang terjadi pada traktus uvealis.1 Peradangan dapat mengenai satu
atau ketiga bagian secara bersamaan, yaitu peradangan pada iris, korpus siliaris, dan koroid
yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasma, atau proses autoimun. Berdasarkan
bagian uvea yang terkena peradangan, uveitis dibagi menjadi uveitis anterior dan uveitis
posterior. Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar. Peradangan pada uvea
anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang
disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis. Bila
peradangan mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.1,2
Uveitis anterior merupakan jenis uveitis yang paling sering ditemukan. Umumnya
unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat
sakit, fotofobia, dan penglihatan kabur, mata merah tanpa sekret purulen dan pupil kecil atau
irreguler. Berdasarkan epidemiologi, sekitar 75% peradangan intraokular yang paling sering
terjadi adalah uveitis anterior, dengan jumlah kasus sekitar 12 kasus per 100.000 populasi
setiap tahunnya. 1,2,3
Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi
karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan
intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat
penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis
yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan
penunjang, serta penanganan yang tepat. Manajemen uveitis anterior adalah bertujuan untuk
mencegah kerusakan stuktur dan fungsi mata seperti sinekia anterior, sinekia posterior,
kerusakan pembuluh darah iris, katarak, glaukoma, ulkus kornea, dan kekeruhan badan kaca.
Prognosis pasien uveitis anterior adalah baik bila penatalaksanaan dilakukan dengan tepat.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari iris, badan siliar (corpus siliaria), dan koroid. Bagian ini adalah lapisan

vaskular pada bagian tengah mata serta dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga
ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliar disebut uvea anterior, sedangkan koroid
disebut uvea posterior. Uvea merupakan lembaran yang tersusun oleh pembuluh - pembuluh
darah, serabut saraf, jaringan ikat, otot dan pupil yang merupakan bagian iris yang berlubang.

Gambar 1. Anatomi Uvea


Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior yang berasal dari
arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris
yang terletak di badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri
siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan
brevis. Pendarahan uvea bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior
longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik
dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat dua pada setiap otot superior, medial inferior,
satu pada otot rektus lateral. Uvea posterior mendapat pendarahan dari 15-20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. 2,3,4
2

Gambar 2. Vaskularisasi Uvea


2.1.1 Iris
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di
tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata menjadi bilik
mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris
mempunyai kemampuan mengatur secara otomotis masuknya sinar ke dalam bola mata.
Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukanlekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta. Di dalam
stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, terdapat banyak pembuluh darah dan
saraf.
Di permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana pembuluh
darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera oculi anterior,
yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke camera oculi anterior
dan sebaliknya. Di bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan
lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung sel-sel pigmen yang bercabang
yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel
pigmen jumlahnya tetap.
Di dalam iris terdapat otot sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan
sirkuler, letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N.
III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan
radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus oleh saraf
simpatis. Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang berada
dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Pasokan darah ke iris adalah dari sirkulus
mayor iris.
3

2.1.2 Badan Siliar


Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak di antara iris dan koroid. Badan
siliar mengandung banyak pembuluh darah dan vena. Badan siliar dimulai dari pangkal
iris ke belakang sampai koroid. Badan siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri
dari 2 bagian yaitu pars korona, merupakan bagian anterior yang bergerigi, panjangnya
kira-kira 2 mm serta pars plana, merupakan bagian posterior tidak bergerigi, panjangnya
kira-kira 4 mm. Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk aquous humor. Badan siliar
merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma di daerah ini
merupakan keadaan yang gawat.
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel
iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak
mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung
pigmen. Di dalam badan siliar terdapat 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkuler,
dan longitudinal. Dari processus ciliaris keluar serat-serat Zonula Zinii yang merupakan
penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. Kontraksi atau relaksasi otot-otot
ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi
lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar
banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan
darah ke V. Vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot
dengan pembuluh darah diliputi epitel.
2.1.1 Koroid
Koroid merupakan bagian paling belakang dari jaringan uvea dan merupakan
lapisan antara retina dan sklera, terbentang dari ora serata sampai ke papil saraf optik.
Koroid bagian posterior melekat erat ke tepi-tepi nervus optikus. Di bagian anterior,
koroid bersambung dengan korpus siliaris. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri
atas anyaman pembuluh darah, kaya pembuluh darah dan berfungsi untuk memberi nutrisi
kepada retina bagian luar.
Lapisan koroid terdiri dari:
1. Suprakoroid, mengandung sel-sel pigmen jaringan elastis dan kolagen.
2. Lapisan vaskular, mengandung pembuluh darah besar dan sedang dengan sel-sel
pigmen yang terdapat dalam stroma di sekitar pembuluh darah.
3. Khoriokapiler, terdiri dari pembuluh-pembuluh kapiler yang teratur.
4. Membran brunch (lamina vitrea), merupakan pelindung yang teratur yang
menyuplai makanan melalui bagian dasar retina.
4

5. Lapisan epitel
Retina tidak menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter
sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana.
Koroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah koroid yaitu pembuluh darah besar,
sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah di koroid, semakin lebar lumennya.
Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari
pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat vena vorteks, satu di masing-masing
kuadran posterior. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan
brevis.2,3,4

2.2 UVEITIS ANTERIOR


2.2.1 Definisi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar. Peradangan pada uvea
anterior dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar
yang disebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis
atau uveitis anterior.1,2
2.2.2 Epidemiologi
Uveitis merupakan penyebab 10-15% kebutaan di Negara berkembang. Di Amerika
Serikat, uveitis dilaporkan bertanggung jawab sebagai penyebab 30.000 kasus baru
kebutaan setiap tahunnya dengan prevalensi 2,8% sampai 10% dari semua kasus
kebutaan. Di dunia diperkirakan terdapat 15 kasus baru uveitis per 100.000 populasi per
tahun, atau 38.000 kasus baru per tahun.5
Uveitis lebih sering terjadi pada usia 20-50 tahun dan 2 kali lebih banyak
menyerang wanita daripada pria. Setelah usia 70 tahun, angka kejadian uveitis mulai
berkurang. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Pada
penderita berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes zoster,
dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika akibat tingginya
angka trauma tembus dan uveitis nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita
umumnya berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.5,6
Uveitis anterior dilaporkan 4 kali lebih sering terjadi dibandingkan uveitis posterior.
Sekitar 75% dari seluruh kasus merupakan uveitis anterior. Uveitis anterior lebih sering
terjadi unilateral, yaitu sekitar 90% - 95% dari seluruh kasus. Lebih dari 40% kasus
uveitis anterior terjadi berulang (recurrent). Insidensi dan prevalensi uveitis anterior lebih
rendah pada anak dan paling sering terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.6
5

Uveitis nongranulomatosa (77,7%) lebih sering terjadi dibandingkan uveitis


granulomatosa (22,3%). Uveitis noninfeksi (83,1%) lebih sering terjadi dibandingkan
uveitis karena infeksi (16,9%).7
2.2.3 Etiologi
Uveitis dapat terjadi karena beberapa etiologi, antara lain:1,8
1) Eksogen
a) Trauma
b) Operasi intraokuler
2) Endogen
a) Infeksi
Bakteri
Virus

: Tuberkulosa, Sifilis, Leptospirosis, Brucellosis


: Herpes simpleks, Herpes zoster, CMV,
Adenovirus
: Kandidiasis
: Toksoplasma, Toksokara

Jamur
Parasit
b) Autoimun
- Artritis reumatoid juvenilis
- Ankylosing spondilitis
- Sarkoidosis
- Psoriasis
- Sindrom Reiter
- Sindrom Behcet
- Kolitis ulserativa
- Chrons Disease
- Uveitis terinduksi lensa
c) Neoplasma
Sindrom Masquerade
: Limfoma, leukemia, retinoblastoma,
melanoma maligna
d) Immunodefisiensi
: AIDS
3) Idiopatik
4) Lain-lain

: iridosiklitis heterokromik Fuch

2.2.4 Klafisikasi
Menurut perjalanan penyakitnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior
akut dan uveitis anterior kronik.9,10
1)

Uveitis Anterior Akut


Merupakan uveitis anterior yang berlangsung selama <6 minggu, onsetnya cepat
dan bersifat simptomatik. Beberapa keadaan yang dapat menjadi penyebab uveitis
anterior akut diantaranya adalah:
a) Trauma
6

Merupakan penyebab paling sering pada uveitis anterior. Terdapat riwayat


trauma pada pasien seperti trauma langsung pada mata, luka bakar pada
mata, benda asing, atau abrasi kornea. Pada pemeriksaan bisa didapatkan
gangguan visus, tekanan intra okular yang meningkat, serta ditemukan
darah pada bilik mata depan.
b) Idiopatik
Pada penderita uveitis anterior yang disebabkan idiopatik, tidak ditemukan
kelainan sistemik maupun riwayat trauma. Diagnosis didapatkan dengan
menyingkirkan kemungkinan etiologi lain berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.

c) HLA-B27 Associated Uveitis


HLA-B27 adalah genotip spesifik pada kromosom 6. Mekanisme pencetus
uveitis anterior pada pasien tersebut belum diketahui. Berdasarkan
penelitian didapatkan hubungan antara uveitis anterior dengan ankylosing
spondylitis, Sindrom Reiter, inflammatory bowel syndrome, serta psoriatic
arthritis.
d) Sindrom Behcet
Merupakan penyebab yang jarang ditemukan pada uveitis anterior. Pada
penyakit ini ditemukan trias gejala-gejala yaitu uveitis anterior akut serta
ulkus pada mulut dan genital. Bisa disertai artritis, ruam-ruam kulit,
flebitis, serta kelainan neurologi. Disebabkan oleh autoimun.
e) Lens-Associated Anterior Uveitis
-

Fakogenik/Uveitis terinduksi lensa


Hal ini terjadi contohnya pada katarak hipermatur, dimana terjadi
kebocoran kapsula lentis sehingga materi lensa meresap ke dalam
kamera okuli anterior maupun posterior. Kemudian timbul reaksi
peradangan

yang

ditandai

pengumpulan

sel

plasma,

fagosit

mononuclear, dan sedikit sel polimorfonuklear.


-

Endoftalmitis fako-anafilaktik

Merupakan bentuk uveitis terinduksi lensa yang lebih berat, timbul


setelah operasi ekstraksi lensa ekstrakapsular. Hal ini diakibatkan
pasien mengalami sensitisasi terhadap materi lensanya sendiri.
-

Glaukoma fakolitik
Kebocoran pada lensa yang mengakibatkan keluarnya materi lensa
berupa protein misalnya pada katarak hipermatur, bisa menyebabkan
peradangan pada kamera okuli anterior serta glaukoma akut.

f) Sindrom Masquerade
Merupakan kondisi yang mengancam kehidupan, yaitu pada limfoma,
leukemia, retinoblastoma, dan melanoma maligna pada koroid yang
menjadi pencetus uveitis anterior. Pada retinal detachment dan benda asing
intraocular juga bisa menyebabkan peradangan kamera okuli anterior.
2)

Uveitis Anterior Kronik9


Merupakan uveitis anterior yang berlangsung selama >6 minggu bahkan sampai
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimptomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Beberapa
keadaan yang dapat menjadi penyebab uveitis anterior kronik diantaranya adalah:
a) Juvenile Rheumatoid Arthritis
Sekitar 20% anak dengan Juvenile Rheumatoid Arthritis menunjukkan
adanya

iridosiklitis.

Lebih

banyak

mengenai

anak

perempuan

dibandingkan laki-laki (4:1). Umur rata-rata terdeteksi uveitis adalah 5,5


tahun. Pada kebanyakan kasus onset tidak begitu terlihat, baru ditemukan
bila anak tersebut terlihat mempunyai warna yang berbeda, ukuran atau
bentuk pupil yang berbeda, atau timbul strabismus pada kedua matanya.
Uveitis dapat mendahului artritis 3-10 tahun. Lutut adalah sendi yang
paling sering terkena.
b) Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis
Beberapa

penyakit

sistemik

seperti

sarkoidosis,

toxoplasmosis,

tuberkulosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS kemungkinan bisa


menyebabkan peradangan pada kamera okuli anterior, baik secara primer
ataupun sekunder akibat peradangan pada bagian posterior. Kelainan pada

retina seperti retinal detachment juga bisa menyebabkan peradangan


bagian anterior.
c) Iridosiklitis Heterokrom Fuch
Penyakit ini mencakup sekitar 2% dari semua kasus uveitis anterior.
Penyakit ini biasanya asimptomatis, kronis, dan tidak diketahui
penyebabnya. Secara patologik, iris dan badan siliar menunjukkan atrofi
sedang, terjadi depigmentasi dari stroma iris yang menyebabkan
heterokromia pada mata. Terjadi unilateral, namun dapat terjadi bilateral,
dan iris berlainan warnanya.11
Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior yaitu uveitis anterior
non-granulomatosa dan granulomatosa.
Uveitis non-granulomatosa merupakan bentuk uveitis yang umum terjadi. Terutama
timbul di bagian anterior traktor uvealis, yatu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi
peradangan, dengan terlibatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup
banyak dan sedikit sel mononuklear. Pada kasus yang berat terdapat bekuan fibrin besar atau
hipopion di kamera okuli anterior.
Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri.
Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya
agregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus.10,12
Granulomatosa
Sarkoidosis

Non-granulomatosa
Human Leukocyte Antigen-B27-associated
(ankylosing
inflammatory

Sifilis
Tuberkulosis
Herpes simplex
Leptospirosis
Brusellosis
Fakoanafilaktik
Idiopatik

spondylitis,
bowel

sindrom
disease,

Reiter,
artritis

psoriasis)
Juvenile rheumatoid arthritis
Iridosiklitis Heterokrom Fuch
Sindrom Masquerade
Sindrom UGH
Trauma
Kawasakis disease
Drug-induced (rifabutin, cidofovir)
Sindrom Posner-Schlossman

Tabel 1. Perbedaan penyebab uveitis anterior granulomatosa dan non-granulomatosa


9

10

2.2.5 Patogenesis
Peradangan uvea biasanya unilateral, namun bisa terdapat bilateral. Dapat
disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi, proses autoimun, atau merupakan fenomena
alergi. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Antigen dari luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan
dengan hal ini, peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah
munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Peradangan iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor aqueous.
Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikelpartikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). Pada proses peradangan yang lebih
akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus dalam kamera okuli anterior
yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam kamera okuli anterior, dikenal
dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka selsel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP).
Ada 2 jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP

: besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang


difagosit, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2. Punctate KP

: kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non-granulomatosa.

Gambar 2. Keratic Precipitate

11

Gambar 3. Mutton Fat KP


Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan
terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat
menimbulkan perlekatan antara iris dengn kapsul lensa bagian anterior yang disebut
sinekia posterior ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula
terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut sekuliso pupil, atau seluruh pupil
tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut,
ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aquous
humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga aquous humor tertumpuk di
bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang disebut iris bombe.
Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya terjadi
glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan
menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata
dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis
(peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata
merupakan rongga abses). Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya
tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya
yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi
akibat trauma tembus, terutama yang mengenai badan siliar.1

2.2.6 Manifestasi Klinis


Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Pada beberapa kasus dapat disertai peningkatan
12

tekanan intraokular. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang
ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi. Pada
keadaan kronis atau berulang, gejala bisa asimptomatik tanpa tanda-tanda peradangan.1,9
1) Uveitis Anterior Non-Granulomatosa
Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit,
injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau
injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh pembuluh darah limbus.
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea
dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler
pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk
bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari
kornea.
Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan
fresh KP. Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuchs uveitis
syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun
kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya terdapat pada uveitis anterior
tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna putih dan melingkar.
Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen.
Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera
anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.
2)

Uveitis Anterior Granulomatosa


Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan

berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkorneal.
Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil
sering mengecil dan tidak teratur karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton
fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea.
Tampak kemerahan (flare), terdapat sel-sel di kamera okuli anterior, dan nodul yang
terdiri atas kelompok sel-sel limfosit dan sel epiteloid di tepian iris (nodul Koeppe).
Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris
disebut nodul Busacca.

Non-Granulomatosa
Onset

Akut

Granulomatosa
Tersembunyi
13

Sakit

Nyata

Tidak ada/ringan

Fotofobia

Nyata

Ringan

Penglihatan kabur

Sedang

Nyata

Merah sirkumkorneal

Nyata

Ringan

Keratik presipitat

Putih halus

Kelabu besar

Pupil

Kecil dan tidak teratur

Mutton fat
Kecil dan tidak teratur

Sinekia posterior

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Lokasi

Uvea anterior

Uvea anterior, posterior

Nodul iris

Kadang-kadang

Kadang-kadang

Perjalanan penyakit

Akut

Menahun

Kekambuhan

Sering

Kadang-kadang

Tabel 2. Perbedaan Klinis Uveitis Non-Granulomatosa dan Granulomatosa

Secara klinis, uveitis anterior dibagi menjadi 3 derajat, yaitu ringan, sedang, dan
berat.
Ringan

Sedang

Berat

Keluhan ringan-sedang

Keluhan sedang-berat

Keluhan sedang-berat

VA 20/20 to 20/30

VA from 20/30 to 20/100

VA < 20/100

Superficial circumcorneal
flush

Deep circumcorneal flush

Deep circumcorneal flush

KP (-)

KP (+) tersebar

KP (+) padat

0 - +1 sel dan flare Tabel 3. Pembagian


+1 - +3 sel dan
flareAnterior Secara
+3 - +4
sel dan flare
Uveitis
Klinis
Miosis
Pupil terfiksir
14
Sinekia posterior ringan
Sinekia posterior
Edema iris ringan
Boggy iris (tidak ada kripta)
TIO berkurang < 4 mmHg

TIO berkurang 3-6 mm Hg

Peningkatan TIO

2.2.7 Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan yang tepat
dan menyeluruh dapat membantu menemukan etiologi pada pasien tersebut.
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan identitas pasien seperti usia, jenis
kelamin, serta ras untuk mencari faktor risiko pada penyakit ini, kemudian
ditanyakan riwayat penyakit yang sekarang diderita, mulai dari keluhan utama,
keluhan tambahan, onset, durasi, serta progresifitas penyakit. Keluhan yang
dirasakan pasien biasanya antara lain:
- Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah
pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang
-

segera setelah muncul.


Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang

dapat menambah rasa tidak nyaman pasien.


Kemerahan tanpa sekret mukopurulen.
Pandangan kabur (blurring).
Hiperlakrimasi.
Umumnya unilateral.

Selain itu, ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu pada pasien, misalnya
apakah pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat
penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien untuk mengetahui
apakah ada etiologi penyakit sistemik pada pasien. Ditanyakan pula mengenai
riwayat trauma serta riwayat pengobatan sebelumnya.

2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik secara general harus meliputi tanda-tanda kelainan
sistemik seperti deformitas sendi pada artritis, lesi oral pada Sindrom Behcet,
ruam kulit pada psoriasis, serta deteksi tanda-tanda kelainan respirasi, vaskular,
dan neurologis.
3) Pemeriksaan Oftalmologi
a) Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun.
b) Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada
mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi
15

aqueous humor akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat
meningkat akibat perubahan aliran keluar (outflow) aqueous humor.
c) Konjungtiva : terlihat injeksi siliar atau dapat pula (pada kasus yang jarang)
injeksi pada seluruh konjungtiva.
d) Kornea : KP (+), udema stroma kornea.
e) Camera Oculi Anterior (COA) : terdapat sel, flare, dan/atau hipopion.
Hipopion ditemukan sebagian besar sehubungan dengan penyakit terkait
HLA-B27, Sindrom Behcet, atau penyakit infeksi terkait iritis.
Ditemukannya sel-sel pada aqueous humor merupakan tanda dari proses
inflamasi yang aktif. Pengeluaran chemotactic factors menyebabkan infiltrasi
sel ke dalam camera oculi anterior. Jumlah sel yang ditemukan pada
pemeriksaan slit-lamp dibagi menjadi beberapa grade.
Aqueous flare adalah akibat keluarnya protein dari pembuluh darah iris
menuju aqueous humor karena peningkatan permeabilitas vascular pada proses
inflamasi. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp, pemeriksaan sel dan flare
diklasifikasikan menjadi grade 0 sampai +4.
Sel
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel/lapang pandang

Flare
0 : tidak ditemukan flare
+1 : faint flare

+2 : 10-20 sel/lapang pandang

(sulit dideteksi)
+2 : moderate flare

+3 : 20-50 sel/lapang pandang

(iris dan lensa terlihat bersih)


+3 : marked flare

+4 : > 50 sel/lapang pandang

(iris dan lensa terlihat keruh)


+4 : intense flare
(terbentuk

fibrin

pada

aqueous

humor)
Tabel 4. Perbedaan Grade pada Sel dan Flare
f) Iris : pemeriksaan iris dilihat apakah terdapat nodul iris yang biasa ditemukan
pada tipe granulomatosa (nodul Koeppe/nodul Bussaca). Dapat ditemukan
sinekia posterior, sinekia anterior, atau pupillary block. Pada inflamasi yang
berat, dapat terjadi pelebaran pada pembuluh darah di stroma iris maupun
pembuluh darah pada sudut bilik mata. Hal ini harus dibedakan dengan
rubeosis atau neovaskularisasi yang jarang terjadi pada uveitis.
Atrofi iris, yang biasa terjadi pada iridosiklitis heterokrom Fuch, bisa
diidentifikasi dengan retroiluminasi.
16

g) Lensa : deposit pigmen dan fibrin pada permukaan kapsul anterior lensa
merupakan tanda sinekia posterior. Selain itu dilihat apakah ada kekeruhan
pada kapsul posterior lensa, yaitu pada Posterior Subcapsular Cataract yang
merupakan komplikasi dari uveitis anterior.
h) Korpus vitreous anterior : bisa terdapat sel-sel pada bagian anterior korpus
vitreous atau terdapat kekeruhan yang besar snowball opacities pada
sarcoidosis atau intermediate uveitis.

Gambar 4. Sel dan Flare


4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis
anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon
terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis
anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk
menemukan diagnosis etiologiknya.9
- Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis leukosit dapat
mengidentifikasi penyebab infeksi pada uveitis anterior baik dari bakteri
atau virus. Selain itu, pemeriksaan darah lengkap dapat mendeteksi
-

keganasan leukosit seperti leukemia atau limfoma.


Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
Karena ACE dihasilkan oleh berbagai sel termasuk sel granulomatosa,
kadar ACE serum mencerminkan jumlah total jaringan granulomatosa
dalam tubuh. Peningkatan kadar ACE ditemukan pada kasus sarcoidosis.
Meskipun pengujian ACE bukanlah spesifik untuk penyakit sarcoidosis,
17

namun hasil tersebut dapat mengarahkan kepada diagnosis sarkoidosis


-

pada pasien dengan uveitis anterior.


Antinuclear Antibody (ANA)
Pada penyakit autoimun, sel plasma menghasilkan antibodi yang ditujukan
terhadap jaringan tubuh. Hasil pengujian ANA sering positif pada lupus
eritematosus sistemik (SLE) dan juvenile rheumatoid arthritis. Namun,
ANA mungkin negatif pada pasien JRA yang tidak terdapat uveitis

anterior.
Human Leukocyte Antigen B27 (HLA-B27)
Seringkali positif pada pasien dengan ankylosing spondylitis, sindrom
Reiter, inflammatory bowel disease (seperti Crohns disease atau kolitis

ulserativa), psoriatic arthritis, dan sindrom Behcet.


Purified Protein Derivative (PPD) skin test
Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita uveitis anterior yang dicurigai
menderita tuberculosis berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan riwayat

penyakit keluarga.
Veneral Disease Research Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin
(RPR)
Merupakan tes serologis nonspesifik untuk sifilis, yang berhubungan
dengan

uveitis

anterior

granulomatosa.

Pemeriksaan

fluorescent

treponemal antibody absorption (FTA-ABS) dan microhemagglutination


assay untuk antibody Treponema pallidum (MHA-TP) dilakukan untuk
memastikan diagnosis sifilis. Karena pada suatu penelitian didapatkan tes
VDRL hanya positif pada 68% kasus sedangkan pada FTA-ABS seluruh
-

kasus dinyatakan positif.


Serum antibody herpes simplex virus/herpes zoster virus
Pemeriksaan tersebut cukup membantu pada pasien uveitis anterior dengan
infeksi HSV atau HZV karena dapat dinyatakan positif pada pasien yang

terinfeksi.
5) Pemeriksaan Radiologi
Apabila terdapat gejala yang merupakan indikasi diagnosis penyakit juvenile
rheumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, tuberkulosis, atau sarkoidosis,
pemeriksaan rontgen perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti.
Pada juvenile rheumatoid arthritis, rontgen lutut lebih diutamakan. Pada
ankylosing spondylitis, dilakukan rontgen pada bagian persendian sacroiliaca.
Pada tuberkulosis dan sarkoidosis diperlukan rontgen thoraks.

18

Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau
konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto
rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli
penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi
dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi dirongga mulut, dan lain-lain.

Penyakit yang
dicurigai berdasarkan
anamnesis dan PF

Hasil Laboratorium

Pemeriksaan
Radiologis

Ankylosing
spondylitis

ESR, (+)HLA-B27

Sacroiliac x-rays

Inflammatory bowel
disease

(+)HLA-B27

Reiters syndrome

ESR, (+)HLA-B27

Psoriatic arthritis

(+)HLA-B27

Herpes

Diagnosed clinically

Behcets disease

Joint x-rays

Pemeriksaan Lain

Cultures; conjunctival,
urethral, prostate

Behcets skin puncture test

(+)HLA-B27

Juvenile rheumatoid
arthritis

ESR, (+)ANA,
(-)Rheumatoid factor

Joint x-rays

Sarcoidosis

Angiotensin converting
enzyme (ACE)

Chest x-ray

(+)RPR or VDRL; FTA2.2.8 Diagnosis Banding


ABS or MHA- TP
Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:9,13

Syphilis

1. Konjungtivitis
Tuberculosis

Chest x-ray

Purified
protein derivative
(PPD) skin test

Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat


Tabel 5. Beberapa Etiologi Uveitis Anterior dengan Pemeriksaan Penunjangnya
injeksi konjungtiva, gatal, terdapat sekret purulen atau mukopurulen dan
umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.
2. Keratitis atau keratokonjungtivitis
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, visus turun, terdapat rasa sakit,
fotofobia, dan injeksi siliar. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks
dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
3. Glaukoma akut
Pada glaukoma akut terdapat nyeri hebat, visus turun, injeksi siliar, pupil semidilatasi dan tidak bereaksi terhadap sinar, kornea suram, serta tekanan
19

intraokular meningkat.
2.2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau
mempebaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan
tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk
mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
Tujuan terapi uveitis anterior adalah memperbaiki ketajaman visual, meredakan rasa
sakit pada mata, menghilangkan peradangan dan mengidentifikasi sumber peradangan,
mencegah terbentuknya sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.
Pengobatan uveitis anterior adalah nonspesifik, biasanya melibatkan terapi topikal
dengan kortikosteroid dan siklopegik.9,13
1. Kortikosteroid
Tujuan penggunaan kortikosteroid adalah untuk mengurangi peradangan dengan
mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat
pelepasan lisozim oleh granulosit, dan menekan peredaran limfosit.
Efek terapeutik kortikosteroid pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai
sawar terhadap penetrasi obat topikal dalam mata, sehingga daya tembus obat
topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis
kortikosteroid, jenis larutan yang dipakai, dan bentuk larutan.
Makin tinggi konsentrasi dan makin sering frekuensi, makin tinggi efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan
preparat dexamethason, betamethason, dan prednisolon karena penetrasi
intraokular baik. Kortikosteroid tetes mata dapat dalam bentuk solutio dan
suspensi. Keuntungan suspensi adalah penetrasi intraokular lebih baik
dibandingkan solutio, kekurangannya perlu dikocok sebelum dipakai. Beberapa
kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolone acetate 0,125% dan
1%, prednisolone sodium phosphate 0,125%, 0,5%, dan 1%, dexamethasone
alkohol 0,1%, dexamethasone sodium phosphate 0,1%, dan medrysone 1%.
2. Siklopegik dan Midriatikum

20

Semua agen siklopegik merupakan antagonis kolinergik yang bekerja dengan


memblok neurotransmitter di bagian reseptor sfingter pupil dan otot siliaris.
Siklopegik bertujuan dalam pengobatan uveitis anterior diantaranya untuk:
-

Untuk menghilangkan rasa sakit dengan melumpuhkan iris

Untuk mencegah adhesi iris pada kapsul lensa anterior (posterior


synechia), yang dapat menyebabkan iris bombe dan TIO tinggi

Untuk menstabilkan blood aqueous barrier dan membantu mencegah


kebocoran protein (flare).

Agen siklopegik yang digunakan dalam mengobati uveitis anterior diantaranya:


-

Atropin, 0,5%, 1%, 2%

Homatropin, 2%, 5%

Skopolamin, 0,25%

Cyclopentolate, 0,5%, 1%, 2%.

3. Oral Steroid dan NSAID


Prednison oral dapat digunakan dalam kasus-kasus uveitis anterior di mana pada
pemberian steroid topikal hanya menghasilkan sedikit respon.
Sebagai inhibitor prostaglandin, NSAID (terutama aspirin dan ibuprofen) dapat
mengurangi peradangan. Yang digunakan adalah prednison dengan dosis awal
12 mg/kgBB/hari yang diturunkan dosisnya selang satu hari. Dosis diturunkan
20% dari dosis awal selama 2 minggu pengobatan.
Berdasarkan pembagian uveitis anterior secara klinis, yaitu uveitis anterior ringan,
sedang, dan berat, berikut adalah penanganan dari masing-masing derajat keparahan.
Uveitis Ringan
1.
Cyclopentolate, 1% atau homatropine, 5%
2.
Prednisolone, 1%
3.
Oral aspirin atau ibuprofen, 2 tablet
4.
Beta bloker jika TIO meningkat
5.
Re-evaluasi 4-7 hari
Uveitis Sedang
1.
Homatropine, 5% atau scopolamine, 0.25%
2.
Prednisolone, 1%
3.
Oral aspirin atau ibuprofen, 2 tablet
4.
Beta bloker jika TIO meningkat
21

5.
6.
7.

Kacamata gelap
Anjuran agar pasien berhati-hati
Re-evaluasi 2-4 hari

Uveitis Berat
1.
Atropine, 1% atau homatropine, 5%
2.
Prednisolone, 1%
3.
Oral aspirin atau ibuprofen, 2 tablet
4.
Beta bloker jika TIO meningkat
5.
Kacamata gelap
6.
Anjuran agar pasien berhati-hati
7.
Re-evaluasi 1-2 hari
Tabel 6. Terapi Uveitis Anterior Berdasarkan Derajatnya
2.2.10

Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:13
1. Katarak
Posterior subcapsular cataract (PSC) sebagai komplikasi dihubungkan
akibat uveitis anterior kronik. PSC juga diakibatkan oleh pemakaian
steroid topical yang terlalu lama, yaitu salah satu terapi uveitis anterior.
Sinekia posterior dapat menyebabkan nekrosis selular di sekitarnya dan
menyebabkan kekeruhan lensa. Mekanisme kekeruhan belum sepenuhnya
diketahui, kemungkinan berhubungan dengan produksi dari sel-sel radang
seperti enzim lisosom.
2. Glaukoma
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang
menghalangi aqueous humor keluar di sudut iridokornea (sudut kamera
anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma. Sinekia posterior dapat
menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya aqueous humor di
belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan
3. Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis
anterior yang berkepanjangan. Manifestasi klinis yang terjadi adalah
hilangnya refleks fovea, macula terlihat menebal dengan refleks cahaya
redup.

2.2.11 Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis berespon baik dengan pengobatan. Uveitis umumnya
berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala dan cepat
mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi bergantung dimana letak eksudat
22

dan dapat menyebabkan atrofi. Apabila mengenai daerah macula dapat menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius.

BAB III
KESIMPULAN
Uveitis anterior adalah peradangan iris dan bagian depan badan siliar, kadang-kadang
menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea, dan sklera. Peradangan pada uvea
dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang disebut
siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis
anterior.
Uveitis anterior terbagi atas granulomatosa dan non-granulomatosa, dan bentuk yang
umum terjadi adalah uveitis non-granulomatosa. Etiologi uveitis anterior terbagi atas faktor
eksogen, endogen, imunodefisiensi, dan idiopatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan oftalmologi, dan pemeriksaan laboratorium.
Tatalaksana utama adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan
mata. Komplikasi uveitis anterior yang tersering adalah glaukoma dan katarak.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam: Oftalmologi
Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000. p.155-160.
2. Prof. dr.H.Sidarta Ilyas, SpM. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilmu Penyaakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. 2010. p.121-37, 140, 143-6.
3. Prof. dr. Suharjo, SU, SpM(K), dr. Siti Sundari SpM, MKes, dr. Muhammad. Bayu
Sasongko. Kelainan palpebra, konjungtiva, kornea, skllera dan sistem lakrimal. Ilmu
Kesehatan Mata. 1. 2007. p.34-40, 44-5
4. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London: Butterworth
5.
6.
7.
8.

Heinemann, 1994. p.151-155.


Ophthalmology. Uveitis Anterior. V.111; No.3; 3/04; p.491
American Journal of Ophthalmology. Uveitis. V.144; No.3; 9/07; p.424
Journal of the American Optometric Association. Uveitis Anterior. V.64; 6/93; p.386
The College of Optometrists. Clinical Management Guidelines. Uveitis (Anterior, Acute,

and Recurrent). p.1-3.


9. American Optometric Association. Description and Classification of Anterior Uveitis. In:
Care of the Patient with Anterior Uveitis. 2004. p.3-6.

24

10. Garg, SJ. Uveitis Anterior. In: Color Atlas and Synopsis of Clinical Ophthalmology.
Philadelphia, 2001. p.35-39
11. Kimura SJ, Hogan MJ, Thygeson P. Fuchs syndrome of heterochromic cyclitis. Arch
Ophthalmol 1955; 53: 179-86.
12. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
13. Rao NA, Forster DJ, Augsburger JJ. Textbook of Ophthalmology. The Uvea. Uveitis and
Intraocular Neoplasms. Vol.2. New York, London.

25

Anda mungkin juga menyukai