PENDAHULUAN
Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa ada batasan ras
dan sosio-ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara
berkembang dibanding dengan negara industri. Hal ini belum diketahui penyebabnya,
diduga terdapat beberapa faktor ikut berperan, misalnya perawatan ibu hamil,
keadaan waktu melahirkan, trauma lahir, kekurangan gizi dan penyakit infeksi.
(Lumbantobing, 2006)
Dari banyak penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian epilepsi cukup
tinggi, diperkirakan prevalensinya berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi
epilepsi sekitar 8,2 per 1000 penduduk. Sedangkan angka insidensi epilepsi di negara
berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk. Indonesia dengan jumlah
penduduk sekitar 220 juta maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi berkisar antara
1,1-8,8 juta. (Harsono, 2008)
Selain itu di kalangan masyarakat awam sendiri masih terdapat pandangan
yang salah mengenai penyakit epilepsi, antara lain diangggap sebagai penyakit
kutukan, guna-guna, kerasukan, gangguan jiwa dan penyakit menular melalui air liur.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh negatif terhadap pelayanan untuk tatalaksana
penyakit epilepsi. Beberapa masalah lain yang telah diidentifikasi sebagai
penghambat tatalaksana penyakit epilepsi adalah keterbatasan tenaga medis, sarana
1