PENDAHULUAN
Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara
formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah
dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,
terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material,
mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan
secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi sendiri pada umunya
dapat dikategorikan menjadi dua jenis, Organisasi Laba dan Organisasi Nirlaba.
Organisasi Laba merupakan Suatu proses kerjasama yang dilakukan oleh
sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yakni untuk menghasilkan laba.
Organisasi ini menyediakan atau menghasilkan barang maupun jasa guna untuk memperoleh
hasil ataupun laba sesuai dengan keinginan pemilik organisasi tersebut.
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran
pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk
suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari
laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah
sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundangundangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset,
museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Salah satu bentuk dari organisasi Nirlaba adalah Yayasan Panti Jompo. Yayasan
Panti Jompo adalah tempat untuk menampung manula untuk kemudian dirawat, di asuh
sebagaimana layaknya. Meskipun dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 yang
mengamanatkan serta memperhatikan Fakir Miskin dan Anak Terlantar, kemudian di atur
mengenai Pendirian Panti Sosial yang didasarkan atas Undang-Undang RI no.4 Tahun 1965
tentang Pemberian Bantuan Kehidupan bagi Orang-Orang Jompo. Organisasi Nirlaba
seperti Yayasan Panti Jompo masih kurang tertata rapih karena belum terorganisir dengan
baik, sangat berbeda dengan organisasi nirlaba sejenis panti jompo atau yang biasa disebut
dengan Home Care yang terorganisir dan memberikan pelayanan yang baik. Selanjutnya
dalam tulisan ini akan dibahas mengenai organisasi nirlaba di Indonesia serta perbedaannya
dengan organisasi nirlaba luar negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata Organisasi sendiri berasal dari bahasa Yunani Organon atau dalam bahasa
latin disebut Organum yang artinya adalah bagian atau anggota badan. Organisasi bisa
disebut juga sekumpulan, individu, kelompok yang mempunyai tujuan, visi & misi tertentu
untuk menampung / menyalurkan pikiran atau pendapat yang tidak sama (dengan kata lain
berbeda). Organisasi menurut tujuannya dibagi menjadi 2, yaitu ; Organisasi Profit dan
Organisasi Non Profit.
Organisasi profit adalah Suatu proses kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok
orang untuk mencapai tujuan bersama yakni untuk menghasilkan laba. Organisasi ini
menyediakan atau menghasilkan barang maupun jasa guna untuk memperoleh hasil ataupun
laba sesuai dengan keinginan pemilik organisasi tersebut.
Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran
pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik untuk suatu tujuan
yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba
(moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah
sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundangundangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh. Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi
nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain
yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1)
Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari
beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorientasi pada
pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005 : 01). Lembaga nirlaba
atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya
terasa menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini
semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.
Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa organisasi
nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak mengutamakan laba dalam menjalankan usaha
atau kegiatannya. Dalam organisasi nirlaba pada umumnya sumber daya atau dana yang
digunakan dalam menjalankan segala kegiatan yang dilakukan berasal dari donatur atau
sumbangan dari orang-orang yang ingin membantu sesamanya. Tujuan organisasi nirlaba
yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak mampu khususnya dalam hal ekonomi.
Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi
filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara
lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda,
maka operasionalisasi dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi
yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan
lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu
ada.
Perbedaan organisasi nirlaba dengan organisasi laba
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya
(laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya pemilik organisasi nirlaba,
apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung
dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi nirlaba membutuhkannya
sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber
pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung
jawab, pada organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang
kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini
tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah pemilik organisasi.
Organisasi nirlaba, non-profit, membutuhkan pengelolaan yang berbeda dengan
organisasi profit dan pemerintahan. Pengelolaan organisasi nirlaba dan kriteria-kriteria
pencapaian kinerja organisasi tidak berdasar pada pertimbangan ekonomi semata, tetapi
sejauhmana masyarakat yang dilayaninya diberdayakan sesuai dengan konteks hidup dan
potensi-potensi kemanusiaannya. Sifat sosial dan kemanusiaan sejati merupakan ciri khas
pelayanan organisasi-organisasi nirlaba. Manusia menjadi pusat sekaligus agen perubahan
dan pembaruan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kesejahteraan,
kesetaraan gender, keadilan, dan kedamaian, bebas dari konfilk dan kekerasan. Kesalahan
dan kurang pengetahuan dalam mengelola organisasi nirlaba, justru akan menjebak
masyarakat hidup dalam kemiskinan, ketidakberdayaan, ketidaksetaraan gender, konflik dan
kekerasan sosial. Pengelolaan organisasi nirlaba, membutuhkan kepedulian dan integritas
pribadi dan organisasi sebagai agen perubahan masyarakat, serta pemahaman yang
komprehensif dengan memadukan pengalaman-pengalaman konkrit dan teori manajemen
yang handal, unggul dan mumpuni, sebagai hasil dari proses pembelajaran bersama
masyarakat.
Dalam konteks pembangunan organisasi nirlaba yang unggul, berkelanjutan dan
memberikan energi perubahan dan pembaruan bagi masyarakat, Bernardine R. Wirjana,
profesional dalam bidang pemberdayaan masyarakat, yang selama dua dasawarsa menjadi
pelaku manajemen organisasi nirlaba, mengabadikan proses pembelajaran atas pengalaman-
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan
pembayaran kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber
2.
3.
Indonesia
Di Indonesia, organisasi nirlaba telah berkembang cukup pesat, terutama di bidang
keagamaan serta advokasi. Selain itu, dibidang pendidikan kini juga mulai
berkembang, seperti yang dilakukan oleh Internews Indonesia, dimana mereka
2.
Serikat
menjamin
kebebasan
beragama
bagi
masyarakatnya.
Bagaimanapun, organisasi nirlaba relijius seperti gereja, tunduk kepada lebih sedikit
sistem pelaporan pemerintah pusat dibanding dengan banyak organisasi lain. Dalam
hal perpajakan, organisasi nirlaba relijius di Amerika Serikat juga dikecualikan dari
beberapa pemeriksaan ataupun peraturan, yang membedakannya dengan organisasi
3.
non relijius.
Kanada
Di Kanada, organisasi nirlaba yang mengambil format derma biasanya harus
4.
peraturan yang terpisah, dan tidak begitu dihormati sebagaimana halnya derma
dalam hal pengertian teknis.
Keadaan Organisasi Nirlaba di Indonesia
Karakter dan tujuan dari organisasi non profit menjadi jelas terlihat ketika
dibandingkan dengan organisasi profit. Organisasi non profit berdiri untuk mewujudkan
perubahan pada individu atau komunitas, sedangkan organisasi profit sesuai dengan
namanya jelas-jelas bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi nonprofit menjadikan
sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga, karena semua aktivitas organisasi
ini pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk manusia.
Organisasi profit memiliki kepentingan yang besar terhadap berkembangnya
organisasi nirlaba. Dari onganisasi inilah sumber daya manusia yang handal terlahir,
memiliki daya saing yang tinggi, aspek kepemimpinan, serta sigap menghadapi perubahan.
Hampir diseluruh dunia ini, organisasi nirlaba merupakan agen perubahan terhadap tatanan
hidup suatu komunitas yang lebih baik. Daya jelajah mereka menyentuh pelosok dunia yang
bahkan tidak bisa terlayani oleh organisasi pemerintah. Kita telah saksikan sendiri,
bagaimana efektifnya daya jelajah organisasi nirlaba ketika terjdi bencana tsunami di Aceh,
ratusan organisasi nirlaba dari seluruh dunia seakan berlomba membuat prestasi tehadap
proyek kemanusiaan bagi masyarakat Aceh. Organisasi profit juga mendapatkan keuntungan
langsung dengan majunya komunitas, mereka mendapatkan market yang terus bertumbuh
karena daya beli komunitas yang kian hari kian berkembang atas pembinaan organisasi
nirlaba.
Di Indonesia, sebagian besar organisasi non profit dalam keadaan lesu darah. Mereka
sesuai dengan namanya kebanyakan miskin dana. Perbedaan mencolok terlihat dengan
organisasi non profit yang memiliki induk di luar negeri. Kondisi ini sudah pasti memberi
pengaruh terhadap kuantitas dan kualitas dari gerak roda organisasi. Seharusnya organisasi
non profit tidak jauh beda dengan organisasi profit, harus memiliki mission statement yang
jelas, fokus dan aplikatif. Pernyataan misi organisasi sebaiknya sederhana dan mudah
dipahami oleh stake holder organisasi. Kelemahan dari organisasi nirlaba Indonesia adalah
tidak fokusnya misi. Sering misi dibuat dengan pilihan kata yang mengambang dan dapat
multitafsir. Kalau kita sortir berdasarkan kata, maka kata yang paling banyak muncul
barangkali kata sejahtera, adil, merata, berkesinambungan. Misi ini selanjutnya
diterjemahkan kedalam sasaran-sasaran yang biasanya akan menjadi makin meluas dan
tidak fokus. Kondisi ini juga berimbas pada rancangan struktur organisasi nirlaba Indonesia.
Struktur organisasinya memasukkan semua bidang, rata-rata memiliki lebih dari 20 bidang.
Banyak yang masih mengadaptasi organisasi politik karena dijaman orde baru hampir semua
organisasi nonprofit yang berdiri menjadi underbow partai Golkar.
Masyarakat sekarang ini sudah dengan mudah mengakses informasi dari seluruh
penjuru dunia, mereka juga dengan mudah menjalin komunikasi serta menjadi anggota
organisasi nirlaba asing. Disamping itu, komunitas yang tumbuh dan berkembang di dunia
maya sendiri, telah menarik populasi yang sangat besar. Makin hari, organisasi konvensional
makin ditinggalkan, yang dapat berkompetisi kedepan hanyalah organisasi yang mampu
mengkombinasikan aktivitasnya dengan teknologi informasi. Kepemimpinan di seluruh
organisasi memegang peranan yang vital, demikian pula dalam organisasi nirlaba. Kriteria
pemimpin organisasi nirlaba yang paling utama adalah memiliki kemauan. Dalam konteks
ini, pemimpin harus memiliki niat dan bukan dipaksa oleh orang lain. Dengan memiliki
kemauan, otomatis akan memiliki pandangan terhadap apa saja yang harus dikerjakan
dikemudian hari, serta mengetahui konsekwensi atas pengorbanan yang harus dijalani
sebagai pemimpin organisasi nirlaba. Kriteria kedua adalah memiliki kapasitas untuk
mendengar dan menyelesaikan permasalahan. Mendengar merupakan kriteria yang penting
bagi pemimpin dalam organisasi nirlaba karena pemimpin akan selalu berinteraksi dengan
banyak orang, mulai dari para relawan sampai dengan orang-orang yang menjadi objek dari
organisasi. Kriteria ketiga adalah memiliki kemampuan mengkader. Dengan mengkader
maka keberlangsungan organisasi akan dapat terjamin. Pemimpin yang sukses adalah
pemimpin yang bukan menghambat kemunculan kader-kader yang lebih muda, tetapi justru
memberi inspirasi dan motivasi bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Sesungguhnya
pemimpin yang berhasil mengkader adalah pemimpin yang berhasil membesarkan namanya
sendiri secara tidak langsung. Kriteria keempat adalah memiliki kemampuan dalam hal
pengumpulan dana. Hal ini sangat terkait dengan kemampuan determinasi serta kecerdasan
pemimpin dalam merajut relasi antara donatur, volunteer dan masyarakat. Organisasi nirlaba
telah banyak yang mengaplikasikan kriteria-kriteria tersebut untuk memilih pemimpinnya.
Tapi sayang karena belum memiliki manajemen pengumpulan dana yang baik, kriteria
kemampuan finansial dari calon pemimpin sering dikedepankan. Hitler dalam perang dunia
pertama menyatakan bahwa yang paling penting dalam perang adalah uang, yang kedua
adalah uang dan yang ketiga adalah uang. Memang uang penting bagi organisasi non profit,
tapi mengelola organisasi non profit tentunya berbeda dengan mengelola armada perang.
Dalam organisasi non profit, dibutuhkan manajemen pengumpulan dana yang bersifat
jangka panjang. Istilah fund rising di organisasi nirlaba sebenarnya lebih tepat kalau disebut
sebagai fund development. Istilah ini signifikan karena bukan hanya dana yang menjadi
perhatian tetapi juga orang-orang yang terlibat sebagai donatur dan volunteer juga menjadi
perhatian utama untuk membangun dukungan yang bersifat jangka panjang.
Contoh Organisasi Nirlaba
a
b
c
d
e
f
g
h
mengatakan pemerintah
Kabupaten Bireuen menganggarkan dana APBK 2011 hanya untuk 200 hari kerja saja, tidak
365 hari atau setahun. Dana itu berasal dari APBK Bireuen tahun 2011, namun dana tersebut
ternyata hanya untuk kebutuhan 7 bulan saja alias 200 hari. Sehingga untuk kebutuhan lima
bulan ke depan pihaknya terpaksa meminja uang dulu ke Bank.
Selain itu pula terdapat kenyataan yang memprihatinkan Panti jompo Tresna Werda
Mappakasunggu, Parepare, Sulawesi Selatan. Kehidupan di panti itu sangat-sangat
memprihatikan, karena terkesan lebih tidak terurus, Padahal panti jompo tersna werda ini
berada di bawa naungan Departemen sosial yang notabene mempunyai alokasi aggaran
untuk mengurusi para lanjut usia tersebut.
Para penghuni panti ini biasanya hanya meperoleh jatah makan yang sangat rendah
asupan gizinya. Salah seorang penghuni yang sudah tujuh tahun mendiami panti Tresna
wreda mengungkapakan, ia dan puluhan penghuni panti lainnya biasanaya hanya mendapat
jatah makan nasi putih dan ikan asin.
Sementara pemeriksaan kesehatan terkadang jadwalnya tidak beraturan, biasanya sekali
dalam sebulan, padahal ketentuan yang berlaku adalah seminggu sekali. Para penghuni panti
mengeluhkan sikap para pengelolah yang sering menyunat dana bantuan dari donatur.
Padahal di antara para donatur yang biasanya berkunjung di tempat ini mereka terkadang
memberi uang kepada para penghuni panti. Belum lagi jika penghuni panti ini ada yang
sakit, tak satupun perawat yang mengurusinya, jangankan mengharap layanan kesehatan,
sedikitpun perhatian dari pihak pengelolah tak pernah mereka rasakan.
Dari Pantauan kondisi panti sosial yang di kelola oleh Dinas Sosial provinsi sulsel
hampir setiap kamar yang di tempati oleh para manula ini memiliki fungsi ganda selain
menjadi ruangan tempat tidur, ia juga di fungsikan bagi para Lansia ini untuk tempat buang
hajat bagi para Manula karena tidak adanya perhatian dari pengurus.
Mungkin semua penghuni panti jompo ini tak pernah berharap akan menjalani sisa
umurnya dengan kondisi yang sangat menyedihkan seperti ini, tidur beralaskan tikar di
lantai yang terasa cukup dingin. Padahal, ada puluhan bahkan ratusan kasur busa atau
springbed dan bantal serta fasilitas hidup lainnya yang hanya di gudangkan. Semua itu di
peruntukkan buat para penghuni panti, namun entah karena apa alasan apa pihak pengelolah
panti tega melakukan hal tersebut. Jadi wajar kalau di duga ada santunan dari para donatur
dan fasilitas lainnya dari pemerintah di selewengkan, namun sayang tak ada satu pun di
antara para pengelolah panti yang mau berkomentar.
Berdasarkan deskripsi mengenai panti jompo diatas maka dapat kita analisis menurut
Pelayanan Prima yang baik sebagai berikut :
1. Kemampuan (Ability)
Apabila dilihat dari kemampuan pengelola Panti Jompo di Indonesia dalam studi
kasus panti jompo di pare-pare ini dapat dilihat belum dapat dibilang mampu. Seperti yang
telah paparkan diatas para lansia yang menghuni panti jompo tersebut masih ditelantarkan
ditambah dengan fasilitas yang tidak memnuhi syarat. Kemampuan akan mengelola panti
jompo tersebut masih buruk dikarenakan kurangnya komitmen serta kepedulian dari si
penyelenggara atau pengelola panti jompo tersebut sehingga menyebabkan kerugian bagi
para lansia yang ada dip anti jompo tersebut. Diperlukan juga adanya pengawasan dari
pemerintah daerah terhadap pengelolaan penti jompo di Indonesia.
2. Sikap (Attitude)
Sikap Pengelola atau pelaku pelayanan panti jompo dapat dikatakan buruk, karena
tidak adanya kesigapan akan pelayanan kepada para lansia dan ditambah dengan perilaku
yang tidak mementingkan para lansia. Pengelola selaku pelaksana pelayanan pada para
lansia harusnya bersikap baik, ramah serta peduli kepada para lansia namun kenyataan yang
ditunjukkan para pengelola sering sekali menyunat dana-dana yang seharusnya dapat
dipakai untuk perbaikan pelayanan dip anti jompo tersebut.
4.
Penampilan (Appearance)
Penampilan selaku pelaksana pelayanan sangatlah penting, karena itu mencerminkan
bentuk sebuah pelayanan yang diberikannya. Penampilan tempat layanan panti jompo di
parepare sendiri sangat mengenaskan. Para lansia harus tidur ditempat yang kurang bersih
dan terkesan berantakan. Tidak ada kasur ataupun bantal yang empuk. Pakaian yang
dipakaipun seadanya. Penampilan yang seperti ini sangat menunjukkan burukknya
pelayanan yang diberikan.
5.
Perhatian (Attention)
Perhatian yang diberikan terhadap pelayanan panti jompo di parepare sangat buruk.
Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa para lansia tidak diberikan makanan yang
bergizi sesuai dengan kebutuhan dari lansia. Belum lagi jadwal cek kesehatan yang tidak
teratur dan hanya diberikan obat seala kadarnya saja. Pengelola panti jompo sangat acuh
terhadap lansia dengan menyelewengkan dana-dana yang digunakan untuk kemajuan atau
perbaikan sarana serta prasarana. Para lansia terlantar dengan tidak ada perawat yang
mendampingi untuk sekedar buang air besar maupun kecil. Tidak ada yang mengurusi para
lansia tersebut karena perawat pun tidak ada yang stay dip anti jompo tersebut.
6.
Tindakan (Action)
Tindakan yang diberikan pelaksana pelayanan dipanti jompo parepare sangatlah
lamban dan tidak manusiawi. Para perawat acuh terhadap lansia bahkan tidak perduli
terhadap lansia. Padahal selaku pelaksana pelayananan mereka harus sigap dan mampu
menuruti sesuai dengan klien atau costumer inginkan. Para lansia disini merupakan seorang
costumer yang semestinya mendapatkan tindakan yang cepat sigap, namun pada
kenyataannya tindakan mereka sangat tidak manusiawi dengan membiarkan para lansia
hidup di tempat yang tidak steril dan tidak dibersihkan oleh para pelaksana layanan.
7.
antara customer dan pelayan terhadap para lansia sehingga menyebabkan para lansia
ditelantarkan
Berdasarkan analisis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelayanan panti jompo
di parepare masih belum dapat dikatakan prima bahkan terkesan sangat buruk karena
kurangnya perhatian pengelola pelayanan panti jompo terhadap para lansia.
B. Organisasi Kesejahteraan Sosial Masyarakat Yayasan Sosial Panti Jompo di
Amerika
Salah satu tujuan dari pelayanan keperawatan professional adalah memberikan
pelayanan keperawatan yang holistik (menyeluruh ) bio, psiko, sosio, dan kultural kepada
individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dasarnya. Pelayanan yang
bersifat holistik ini akan lebih lengkap dengan pemberian pelayanan keperawatan lanjutan di
rumah atau lebih dikenal dengan istilah home health care.Di Amerika Home Care mencakup
perawatan di panti jompo dimana Pada bulan Desember 2007, terdapat 15.772 rumah jompo
di mana 1.420.217 orang tinggal disana (American Health Care Association, 2007). Berbeda
dengan Indonesia untuk pembiayaan belanja kinik home care dibiayai oleh Negara
(pemerintah) dan pihak swasta. Artinya home care di atur oleh pemerintah dengan bantuan
dana swasta, bukan tanggung jawab perorangan/ pasien saja. Mengatasi masalah biaya
tersebut 60 persen dari dana yang diperlukan ditanggung oleh swasta, artinya subsidi dari
pemerintah sangat kecil. Sistem pengelolaan panti jompo di Amerika sudah menggunakan
sistem komputerisasi penilaian pasien (yaitu, MDS). Di rumah jompo/ homae care di
Amerika telah menunjukkan keunggulan dalam meningkatkan kualitas pelayanan panti
jompo/ home care (Castle, 2003; Mukamel & Spector, 2003;. Mukamel, et al, 2007).Di
Indonesia pelayanan perawatan di rumah atau dikenal dengan istilah Home Care masih
menggunakan data konvensional yaitu data klinis yang diperoleh saat pasien menggunakan
jasa tersebut. Agar perawatan Home care ini terukur perlu kesinambungan antara perawatan
selama di rumah sakit dan perawatan home care setelah pasien pulang. Oleh sebab itu
system komputerisasi menggunakan softwere MDS (Minimal Data set) yang termasuk
dalam HIT (Health Information Technology) yang telah digunakan di Amerika bisa
diterapkan di indonesia mengingat system ini cukup sederhana.
A. Home Health Care
Home care adalah pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif
yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat
kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit ( Depkes, 2002 ). Sedangkan menurut
Neis dan Mc Ewen (2001) dalam Avicenna ( 2008 ) menyatakanhome health care adalah
sistem dimana pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial diberikan di rumah kepada orangorang yang cacat atau orang-orang yang harus tinggal di rumah karena kondisi
kesehatannya. Tidak berbeda dengan kedua definisi di atas, Warola ( 1980 )
mendefinisikan home care sebagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan dan disediakan oleh pemberi
pelayanan yang diorganisir untuk memberi pelayanan di rumah melalui staf atau pengaturan
berdasarkan perjanjian kerja (kontrak).
Menurut American of Nurses Association (ANA) tahun 1992 pelayanan kesehatan di
rumah ( home care ) adalah perpaduan perawatan kesehatan masyarakat dan ketrampilan
teknis yang terpilih dari perawat spesialis yang terdiri dari perawat komunitas, perawat
gerontologi, perawat psikiatri, perawat maternitas dan perawat medikal bedah. Berdasarkan
definisi di atas, dapat disimpulkan perawatan kesehatan di rumah adalah suatu bentuk
pelayanan
kesehatan
yang
komprehensif
bertujuan
memandirikan
klien
dan
American
Nursing
Associationment
mendefinisikan
informatika
keperawatan sebagai kombinasi dari ilmu keperawatan, ilmu informasi, ilmu komputer
untuk mengelola dan mengkomunikasikan informasi dalam mendukung perawat serta
praktisi kesehatan dalam mengambil keputusan (ANA, 2001 dalam Sudaryanto & irdawati,
2008)
Terdapat beberapa studi yang mengungkapkan manfaat system informasi bagi
keperawatan diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Amany, et.al (2011) yaitu :
A. Meningkatkan pelayanan keperawatan
Manfaat penggunaan system informasi (IS) yang berkaitan dengan kualitas
pelayanan diantaranya adalah perbaikan yang berkaitan dengan aksesibilitas
(perbaikan dalam mengakses informasi pasien yang lebih cepat dan lengkap),
ketepatan waktu, dan kelengkapan informasi pasien yang mampu meningkatkan
efektivitas asuhan keperawatan
B. Perbaikan dalam komunikasi dan dokumentasi
Komunikasi dan dokumentasi merupakan sarana untuk bertukar data dan informasi.
Sistem informasi (IS) dapat memfasilitasi komunikasi antara dan di antara perawat,
dokter, dan anggota tim kesehatan lainnya dan meningkatkan hasil pasien. Selain itu,
penggunaan system informasi akan menjamin kelengkapan dokumentasi perawatan
pasien, memfasilitasi evaluasi hasil perawatan pasien, dan meningkatkan
keselamatan pasien.
C. Manfaat terkait saving time dan efisiensi
Menghemat waktu dan efisiensi adalah produksi dari hasil yang diinginkan dengan
limbah yang minimal dari waktu, tenaga, dan sumber daya. Beberapa penelitian telah
mengidentifikasi bahwa sistem informasi dapat menghemat waktu dan efisiensi.
D. Manfaat terkait praktek professional
Praktek profesional terdiri dari kegiatan dan kualifikasi yang berbeda dengan profesi
tertentu. Menggunakan system informasi (IS) telah dilaporkan bermanfaat bagi
praktek profesional perawat. Penggunaan system informasi mampu meningkatkan
otonomi perawat, rasa profesionalisme, dan akuntabilitas. Selain itu, manfaat yang
tidak langsung berhubungan dengan praktek profesional telah dilaporkan dalam
literatur, seperti keamanan dalam pengambilan keputusan dan membaiknya kondisi
pasien. Selain hal tersebut manfaat lainnya yang bisa diidentifikasi, termasuk
peningkatan rasa tanggung jawab perawat dan perasaan gembira saat bekerja.
Selain hal tersebut diatas Sistem informasi juga meningkatkan keamanan dan
keselamatan pasien. Informatika dapat mencegah eror dengan melaksanakan fungsi
pengambilan keputusan dan mencegah fungsi yang tidak tepat. Sistem informasi
juga dapat membantu mengolah data yang kompleks dan menganalisa dengan cepat
data data yang ada dalam pelayanan kesehatan. Sistem informasi yang didesain
dengan baik akan menyediakan alat yang membantu menganalisa berbagai situasi
yang ada, mengurangi biaya, dan menghemat waktu.
E. Dampak teknologi informasi
Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan memberikan kontribusi
pada efektifitas pelayanan kesehatan. Namun demikian untuk mengaplikasikan
teknologi tersebut dalam pelayanan banyak hambatan dan kendala yang dihadapi
misalnya: sumber daya manusia, finansial, kebijakan, dan faktor keamanan.
Perkembangan teknologi informasi dan perkembangan pelayanan kesehatan saat ini
akan berimbas / berdampak pada tenaga kesehatan dan instansi pelayanan
kesehatan. Petugas kesehatan dalam hal ini termasuk perawat diharapkan menyadari
pentingnya penerapan teknologi dalam pelayanan kesehatan dan mau belajar untuk
bisa menerapkannya. Sedangkan bagi instansi pelayanan kesehatan, walaupun tidak
mudah untuk bisa menerapkan teknologi dalam pelayanan kesehatan, namun tetap
harus dicoba karena tuntutan zaman dan melihat berbagai manfaat yang bisa diambil.
Manager pelayanan kesehatan perlu membuat tim khusus untuk mengadopsi
perkembangan teknologi, sehingga mereka akan siap dalam menerapkan pada
organisasi pelayanan kesehatan
F. Electronic Health Record
Catatan kesehatan elektronik (Electronic Health record) adalah catatan elektronik
longitudinal informasi kesehatan pasien yang dihasilkan oleh satu atau lebih
pertemuan dalam pengaturan pemberian perawatan. Electronic Health Record
merupakan kegiatan mengkomputerisasikan isi rekam kesehatan dan proses yang
berhubungan dengannya. Termasuk dalam informasi ini adalah demografi pasien,
catatan kemajuan, masalah, obat-obatan, tanda-tanda vital, riwayat medis masa lalu,
imunisasi, data laboratorium dan laporan radiologi. EHR mengotomatiskan dan
merampingkan alur kerja klinisi. EHR memiliki kemampuan untuk menghasilkan
catatan lengkap tentang pertemuan klinis pasien serta pendukung kegiatan perawatan
lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung termasuk mendukung
keputusan berbasis bukti, manajemen mutu, dan pelaporan hasil. EHR menyimpan
data medis pasien, merekam dan memiliki potensi untuk ditransmisikan secara
nasional. Akses ke data perawatan kesehatan elektronik dapat membantu tidak hanya
dalam memberikan informasi tentang kualitas perawatan kesehatan pasien, tetapi
juga dalam mengurangi jumlah kesalahan medis dan dengan demikian menurunkan
biaya. Dibandingkan dengan catatan kertas, komunikasi dan keterbacaan akan
ditingkatkan, dengan mengurangi risiko dalam konsisten dan administrasi dosis obat
yang salah. EHR dapat membantu memastikan kejelasan dalam order resep obat
antara praktisi dan perawat perioperatif yang memberikan obat.
Catatan kesehatan elektronik harus menampilkan data yang berhubungan dengan
proses akreditasi dan harus akurat mencerminkan dokumentasi perawatan pasien
yang dilakukan oleh perawat. Data pasien akan digunakan untuk mendukung hasil
yang lebih baik dan praktik terbaik untuk masa depan keperawatan perioperatif. Jika
system elektronik tidak mengandung elemen data keperawatan yang diperlukan,
maka keputusan perawatan kesehatan akan ditentukan oleh personil nonkeperawatan dan keputusan ini akan mempengaruhi bagaimana praktek keperawatan
dilaksanakan. Perawat sekarang memiliki kesempatan untuk membantu dalam
pengembangan
perangkat
lunak
kesehatan.
Perawat
yang
terlatih
dapat
merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasen, kebutuhan pasen,
kegiatan asuhan keperawatan/kebidanan serta respons pasen terhadap asuhan yang
diterimanya. Dengan demikian dokumentasi keperawatan/ kebidanan mempunyai porsi yang
besar dari catatan klinis pasen yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang
terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana
komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk
mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung jawabkan.
Catatan pasien merupakan suatu dokumen yang legal, dari status sehat sakit pasen
pada saat lampau, sekarang, dalam bentuk tulisan, yang menggambarkan asuhan
keperawatan/ kebidanan yang diberikan. Umumnya catatan pasien berisi imformasi yang
mengidentifikasi masalah, diagnosa keperawatan dan medik, respons pasen terhadap asuhan
kerawatan/kebidanan yang diberikan dan respons terhadap pengobatan serta berisi beberapa
rencana untuk intervensi lebih lanjutan. Manfaat Dan Pentingnya Dokumentasi
Keperawatan Dokumentasi keperawatan mempunyai makna yang penting bila dilihat dari
berbagai aspek :
1.
Hukum
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi kepoerawatan, dimana
perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi
diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai
2.
3.
4.
asuhan keperawatan.
Keuangan
Semua tindakan keperawatann yang belum, sedang, dan telah diberikan dicatat
dengan lengkap dan dapat digumakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya
5.
keperawatan.
Pendidikan
profesi keperawatan.
Penelitian
Data yang terdapat di dalam dokumentasi keperawatan mengandung informasi yang
dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi
keperawatan.
Berdasarkan hasil perbedaan antara Organisasi nirlaba Panti Jompo yang ada di
Indonesia dan Amerika dapat kita temukan perbedaan yang sangat drastis. Di Indonesia
yayasan panti jompo saja bahkan kurang mendapatkan dana dan sering dikesampingkan
oleh pemerintah bahkan dinas social yang menangani langsung disetiap kotanya, jauh
berbeda dengan organisasi panti jompo atau Home Care Amerika yang mendapat perhatian
khusus dan tertata dengan rapih dan baik.
Pelayanan yang diberikan oleh yayasan panti jompo di Indonesia masih belum dapat
disebut prima karena apabila kita lihat kasus panti jompo yang ada di pare-pare para lansia
harus puas dengan ketidaklayakan tempat tinggal yang ada dipanti tersebut, belum lagi
masalah kesehatan yang regular check upnya selalu tidak tepat waktu, ditambah juga para
pekerja yang mudik ketika lebaran tiba sehingga tidak ada yang mengurus para lansia
tersebut. Hal tersebut tidak mungkin terjadi di Amerika karena mereka memiliki system
informasi bagi keperawatan sehingga tidak ada yang namanya menelantarkan pasien.
Dari penelitian ini dapat kita simpulkan bahwa survey nasional penggunaan softwer
MDS ini dari perangkat lunak HIT representative dalam pendokumentasian, namun
ditemukan juga bahwa sebagian besar fitur canggih ini tidak digunakan secara terus
menerus. Sedangkan di Indonesia untuk perawatan di rumah masih menggunakan data
konvensional yang ada saat itu, diharapkan dengan menggunakan softwer MDS ini bisa
mengintergrasi layanan kesehatan yang di dapat di rumah sakit untuk dilanjutkan di rumah.
Indonesia harusnya berkaca dari system pengorganisasian nirlaba yang ada di Amerika
sehingga kelompok lansia dapat terurus dengan baik dan tidak dikesampingkan
kebutuhannya.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/08/makalah-akuntansi-organisasi-
2.
nirlaba.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_nirlaba\
3.
4.
5.
6.
http://www.slideshare.net/iwanpalembang/dimensi-organisasi
http://vinspirations.blogspot.com/search/label/MANAJEMEN
People, New York : Mc Graw Hill Inc.
Manz, Charles C and Henry P Sims Jr., 2001. The New Superleadership: Leading
7.
8.
Others to Lead
Themselves, San Francisco : Berret-Koehler Publisher, Inc.
Osborne, David dan Peter Plastrik, 2000., Memangkas Birokrasi : Lima Strategi
9.
Munju
Pemerintahan Wirausaha (a.b. : Abdul Rosyid), Jakarta : Penerbit PPM
10.
12.
Informatics online.
Davis. Gordon B (1999), Kerangka dasar system informasi manjemen, Pustaka
13.
14.
15.
of Pitsburgh.
Sudaryanto A & Indarwati (2008), Pemanfaatan technologi dalam pelayanan
16.