Anda di halaman 1dari 2

Perlunya Mengevaluasi Program

Deradikalisasi dan Disengagement


Minggu, 15 Juli 2012
Oleh Samsu Rizal Panggabean

Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sudah melancarkan program deradikalisasi terhadap
pelaku aksi terror. Beberapa peneliti juga sudah mulai membahas topik ini, seperti program
deradikalisasi di penjara atau di wilayah tertentu misalnya di Poso, Sulawesi Tengah. Akan
tetapi, masih banyak yang perlu dikaji khususnya di bidang evaluasi program deradikalisasi
dandisengagement, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain.
Laporan yang dikeluarkan International Crisis Group buIan Juli ini pun menekankan perlunya
mengevaluasi program deradikalisasi, disengagement, dan counter-extremisme di Indonesia.
Laporan ini menyebutkan sudah banyak dana selama sepuluh tahun terakhir yang digunakan
untuk program deradikalisasi dan counter-terrorism. Tetapi, belum ada yang secara sistematis
mengevaluasi program-program tersebut, sehingga kita tahu program yang berhasil atau gagaI
dan mengapa.
Namun dalam hal ini, perlu juga diperhatikan adanya kendala yang akan dihadapi peneliti yang
ingin mengevaluasi program-program deradikalisasi dan disengagement, yaitu keterbatasan
data. Pengalaman Horgan and Braddock (2010) relevan disebutkan di sini. Ketika mereka
berniat mengevaluasi program deradikalisasi, ternyata informasi dan fakta yang paling pokok
sekali pun mengenai program tersebut sangat sulit didapatkan.
Karenanya, salah satu fokus penelitian yang masih perlu dilakukan adalah mengidentifikasi
fakta-fakta pokok tentang program deradikalisasi dan disengagement di suatu negara atau di
beberapa negara. Fokus penelitian lainnya adalah memperjelas respons program yang
dilakukan suatu negara. Sebagai contoh, apakah yang dilakukan di Indonesia selama ini
merupakan program deradikalisasi atau program disengagement atau counter-extremism yang
disebutkan di atas?
Studi-studi tentang deradikalisasi dan disengagement umumnya membedakan istilah yang satu
dari istilah lain secara ketat. Disengagement adalah proses ketika seorang atau sekelompok
pelaku teror tidak lagi melakukan kekerasan, meninggalkan kelompok teroris, atau berganti
peran. Di sisi lain, deradikalisasi adalah menekankan proses perubahan kognitif, yaitu ketika
seorang penganut paham radikal mengubah pahamnya secara mendasar, misalnya menjadi
moderat. Berdasarkan pembedaan ini, bisa saja seseorang tak lagi melakukan aksi teror, tetapi
paham keagamaannya tetap radikal.
Akhirnya, fokus penelitian ketiga, adalah mengevaluasi program-program deradikalisasi
dandisengagement, yang sangat diperlukan baik untuk mengembangkan konsep tentang
deradikalisasi dan disengagement itu sendiri, maupun untuk merumuskan kebijakan mengatasi
kekerasan radikal dan terorisme di Indonesia dan di negara-negara lain.

Rizal Panggabean
Researcher
Program on Peace Building and Violence Radicalism
Institute of International Studies, UGM

Sumber: http://iis.fisipol.ugm.ac.id
July 2012 | Volume 8 | Issue 3

Anda mungkin juga menyukai