Exception Violence Theory
Exception Violence Theory
Pengantar
Teori ini dikemukakan oleh Judee Borgoon akademisi dari University of Arizona pada tahun 1978.
Teori ini melihat komunikasi sebagai proses pertukaran informasi yang kaya akan konten dan dapat
digunakan untuk melanggar ekspektasi seseorang yang dapat diasumsikan baik secara positif
ataupun negatif tergantung seberapa jauh hubungan antara individu. Teori ini mencakup pada
tataran komunikasi interpersonal. Dalam teori ini terdapat asumsi terhadap norma-norma dan reaksi
yang dihasilkan apabila norma-norma tersebut dilanggar. Teori ini juga memprediksi reaksi apa
yang akan ditimbulkan apabila norma-norma tersebut dilanggar. Dalam hal keterkaitan teoritis,
dapat dikatakan setidaknya ada tiga teori yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan teori ini
yaitu Proxemics Theory , Anxiety/ Uncertainty Management (AUM) Theory, dan Social Exchange
Theory (SET). Teori ini lebih menekankan pada aspek non-verbal. Teori ini mengakar pada
Proxemics Theory Perjalanan teori ini dimulai dari konsep penggunaan ruang dan jarak dalam
proksemik, karena itu jelas kedua teori ini tidak dapat dipisahkan.
Teori Pelanggaran Harapan
Teori Pelanggaran Harapan adalah teori yang melihat bagaimana seseorang akan bertindak apabila
ekspektasi mereka dilanggar. Teori Pelanggaran Harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan
disampaikan pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dari suatu percakapan.
Menurut Burgoon, isyarat nonverbal tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian penting dari
penciptaan pesan (produksi) serta interpretasi (proses). Teori ini menyatakan bahwa seseorang
menaruh harapan dari perilaku non-verbal orang lain.
Teori ini memiliki 3 asumsi yaitu :
1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia
2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari
3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal.
Tiga konsep pokok dari teori ini yaitu
1.Harapan (Expectancies)
Harapan adalah perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam sebuah percakapan dengan orang lain
(perlaku verbal dan nonverbal). Harapan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu Faktor- faktor individual
komunikator ( gender, kepribadian, usia, penampilan, reputasi), faktor- faktor relasional ( sejarah
hubungan yang melatar belakangi, perbedaan status, tingkat ketertarikan dan rasa suka) dan faktor
konteks (formalitas/informalitas, fungsi tugas atau sosial, batasan lingkungan, norma-norma
budaya)
dari pengamat dan berpendapat bahwa kita tidak dapat menerima klaim mengenai validitas dari
indeks nonverbal manapun hingga validitas tersebut dapat ditunjukkan. Menurut Griffin
menyatakan bahwa teori ini tidak sepenuhnya memperhitungkan mengenai hubungan timbal balik
di antara pelaku komunikasi dalam suatu proses interaksi. Tampak jelas bahwa penilaian terhadap
pelanggaran nonverbal dilakukan hanya oleh pihak yang dilanggar bukan oleh kedua belah pihak.
Contoh Kasus
Belakangan ini marak terjadi kasus pelecehan seksual, salah satunya kasus pelecehan seksual yang
dialami oleh MW (30), seorang karyawati perusahaan swasta. Awalnya korban mengira orang
yang ada dibelakangnya adalah copet, hingga kemudian ia merasa bagian belakang pakaiannya
basah. Ternyata orang yang berada dibelakangnya melakukan onani. Hal tersebut tentunya
melanggar ruang personal dan ekspektasi korban. Korban berekspektasi bahwa tidak seharusnya
melakukan hal tersebut karena merupakan perbuatan yang tidak terpuji menurut norma kesusilaan.
Perbuatan tersebut tentunya melanggar norma kesusilaan yang ada dalam masyarakat.