ukuran terbesar yang menginfeksi manusia. Penyakit yang disebabkan cacing ini
disebutaskariasis. Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia,
terutama di daerah tropis dengan kelembaban cukup tinggi.
Larva di paru-paru menembus dinding alveolus dan masuk ke rongga alveolus dan naik
ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan
batuk karena rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus,
sampai di usus halus, dan menjadi dewasa. Dari telur matang yang tertelan sampai
menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Gejala Askariasis
Patogenesisnya berhubungan erat dengan respon umum hospes, efek migrasi larva, efek
mekanik cacing dewasa, dan defisiensi gizi. Jika larva mengalami siklus dalam jumlah
besar,dapat menimbulkan pneumonitis. Jika larva menembus jaringan dan masuk ke
dalamalveoli, dapat mengakibatkan kerusakan epitel bronkus. Apabila terjadi reinfeksi
dan migrasi larva ulang, walaupun jumlah larva sedikit, tetap dapat menimbulkan
reaksi jaringan yang hebat yang terjadi di hati dan paru-paru disertai infiltrasi eosinofil,
makrofag, dan sel-sel epitel. Keadaan ini disebut pneumonitis ascaris. Selanjutnya
timbul reaksi alergi seperti batuk kering, dan demam (39,9oC 40oC).
Cacing dewasa yang ditemukan dalam jumlah besar (hiperinfeksi) dapat mengakibatkan
kekurangan gizi pada anak-anak. Cairan tubuh cacing dewasa dapat menimbulkan
reaksi toksik sehingga terjadi gejala mirip demam tifoid yang disertai alergi seperti
urtikaria, edema pada wajah, konjungtivitis, dan iritasi alat pernafasan bagian atas.
Kadang-kadang cacing dewasa bermigrasi akibat adanya rangsangan dan menimbulkan
kelainan yang serius. Efek migrasi juga dapat menimbulkan obstruksi usus, masuk ke
dalam saluran empedu, saluran pankreas, dan organ-organ lainnya. Migrasi juga sering
terjadi keluar melalui anus, mulut, bahkan hidung.
Diagnosis Askariasis
Pada fase migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan larva dalam
spudium atau bilas lambung. Selama fase intestinal, diagnosis dilakukan dengan
menemukan telur dan cacing dewasa dalam tinja.
Epidemiologi Askariasis
Di Indonesia prevalensi askariasis termasuk cukup tinggi, terutama terjadi pada anakanak. Frekuensinya antara 60-90%.
Pencegahan Askariasis
1. Pencegahan Primer
tentang pentingnya buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun untuk
menghindari penyebaran dan penyakit ini.
2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena penyakit askariasis
ini.
3. Pencegahan Tersier
Membatasi
ketidakmampuan
penderita
askariasis
dengan
memberikan