Disusun Oleh
NI LUH DIAN KUSMIRA
14120706023
14120706035
14120706036
14120706037
BAB I
PENDAHULUAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan dari laporan ini adalah sebagai
berikut:
1.4.1.
1.4.2.
Bagi penulis
Menambah dan memperdalam pengetahuan penulis tentang
Jaminan Kesehatan Nasional dalam BPJS.
Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat
dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORTITIK
pelayanan kesehatan dan pembiayaan dalam satu modul, yaitu Ina CBGs (Case
Based Group).
Ina CBGs ini boleh dikatakan merupakan lanjutan yang lebih holistik dari
Ina DRG yang pernah dijalankan oleh RS Pemerintah pada awal-awal dimulainya
Jaminan Sosial
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial kepada Peserta dan masyarakat
2.1.6. Wewenang BPJS
1. Menagih pembayaran iuran
2. Menempatkan Dana Jaminan
Sosial
untuk
investasi
Jangka
Panjang/Pendek
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dlm memenuhi kewajibannya
4. Membuat kesepakatan dgn faskes mengenai pembayaran mengacu pada
standar tarif
5. Membuat/menghentikan kontrak dgn faskes
6. Mengenakan sanksi administratif thd Pekerja dan Pemberi Kerja
7. Melaporkan Pemberi Kerja kpd instansi berwenang mengenai
ketidakpatuhan terkait iuran dan kewajiban lainnya
8. Melakukan kerja sama dgn pihak lain dlm rangka penyelenggaraan
program Jaminan Sosial
2.1.7. Hak Peserta
1. Memperoleh identitas Peserta
2. Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yg
bekerjasama dgn BPJS Kesehatan
2.1.8. Kewajiban Peserta
1. Membayar iuran
2. Melaporkan data kepesertaannya
kepada
BPJS
Kesehatan dgn
Administrasi pelayanan;
Pelayanan promotif dan preventif;
Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non
operatif;
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama;
dan
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
2. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (RJTL dan RITL)
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan
kesehatan yang mencakup:
a. Rawat Jalan yang Meliputi:
o Administrasi pelayanan;
o Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan subspesialis;
o Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;
o Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
o Pelayanan alat kesehatan implan;
kerja;
pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
Pelayanan meratakan gigi (ortodensi);
10
11
1. Peserta BPJS membawa kartu BPJS Kesehatan atau kartu anggota Askes yang lama
mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar, (Puskesmas,
dokter keluarga, klinik TNI/Polri, dan fasilitas kesehatan setingkat itu). Pada tahap ini
peserta akan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kompetensi dan kapasitas
fasilitas kesehatan di tingkat pertama tersebut (seperti konsultasi kesehatan,
laboratorium klinik dasar dan obat-obatan).
2. Apabila setelah pemeriksaan awal pasien belum sembuh, maka pasien dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta,
Rumah Sakit TNI-Polri yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan). Sedangkan untuk
kondisi gawat darurat, peserta BJPS bisa mendapatkan pelayanan fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan, tanpa mendapatkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Di fasilitas Kesehatan Tingkat lanjutan, peserta menunjukkan kartu BPJS Kesehatan
atau kartu lama dan surat rujukan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama kepada petugas
BPJS kesehatan Center. Selanjutnya petugas akan menerbitkan surat Eligibilitas
Peserta (SEP) sebagai dokumen yang menyatakan bahwa peserta dirawat dengan
biaya BPJS Kesehatan.
4. Setelah mendapatkan SEP, pasien akan mendapatkan pelayanan kesehatan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan, baik untuk pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap.
Apabila penyakit pasien dapat ditangani tanpa harus mendapatkan perawatan inap,
pasien boleh pulang atau dirujuk kembali ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Sedangkan untuk pasien dengan penyakit kronis, dapat masuk ke dalam program
Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
tersebut.
Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu
sebaik-baiknya , menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik
yang berlaku serta dapat dipertanggung jawabkan kepada pasien dari rumah sakit.
ditetapkan.
e. Ada program perbaikan kualitas.
15
16
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
bersama-sama
dalam
suatu
organisasi
untuk
memelihara
dan
kuratif
(penyembuhan),
dan
rehabilitasi
(pemulihan)
kesehatan
b. Preventive sekunder
Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi
kecacatan dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan
penyakit tersebut.
c. Preventif tersier
Pembuatan diagnose
dDitunjukan
untuk
melaksanakan
tindakan
2)
3)
18
dan
ataupun
masyarakat
yang
meliputi
pelayanan
preventif
19
20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil dan Pembahasan
Rumah sakit membutuhkan banyak biaya dalam memelihara dan beroperasi secara
optimal. Institusi ini memberikan kebutuhan layanan kesehatan bagi jumlah populasi
yang besar, dimana mereka juga membutuhkan teknologi tinggi dan sumber daya
manusia yang memiliki keahlian dan pengalaman tinggi. Rumah sakit sangat disarankan
untuk memperlengkapi institusinya dengan teknologi yang sesuai untuk peluncuran
jaminan kesehatan social yang menyediakan cakupan universal, seperti BPJSN yang
melayani keseluruhan populasi di Indonesia dengan produk dan layanan yang bervariasi.
Bersama dengan itu, ekspektasi akan keamanan pasien dan kualitas yang tinggi
bertambah. Tanpa penilaian teknologi kesehatan (HTA) yang sesuai, arus teknologi dan
ide harus dibatasi untuk mencegah isu imbas permintaan supplier (supplier induced
demand) oleh beragam penyedia layanan kesehatan yang tidak bermoral. Hal ini
mengarah kepada tingginya resiko pelayanan pasien dan memaparkan kewajiban pada
penyandang dana, begitu pula ekspektasi yang tinggi dalam efisiensi rumah sakit yang
dapat didukung oleh sistem Casemix.
Rumah sakit terlibat dalam penyediaan layanan yang bervariasi bagi pelanggan
eksternal, contoh: para pasien. Fungsi-fungsi ini akan melibatkan manajemen kuratif
dalam mengangani penyakit, dan bertindak sebagai mekanisme terapi. Rumah sakit juga
terlibat dalam pendidikan pasien dan penyedia layanan kesehatan lainnya, yang biasanya
terikat dalam institusi pendidikan. Mereka juga akan menjadi pusat dari lembagalembaga penelitian untuk menjalankan bermacam-macam percobaan klinis dan studi
intervensi. Dengan banyaknya dokter yang ada dalam rumah sakit, mereka juga
diharapkan untuk menyediakan pelayanan sosial bagi komunitas dan massa publik. Hal
21
ini dapat mereka lakukan sendiri atau bersama-sama dengan organisasi lain seperti LSM,
universitas, atau institusi penelitian. Rumah sakit juga menjadi entitas bisnis, yang
menyediakan layanan tertentu yang menghasilkan keuntungan, menarik perhatian turis
(contoh: health tourism) dengan paket dan daya tariknya sendiri.
Bersamaan dengan perkembangan yang ada saat ini dengan BPJS dan cakupan
semesta pelayanan kesehatan, ditemukan kebutuhan yang serius akan adanya manajemen
berkualitas didalam pelayanan kesehatan dan rumah sakit di Indonesia. INA-CBG dan
sistem Casemix dapat membantu untuk menahan biaya yang melonjak, meningkatkan
keamanan pasien, mendasari pengobatan menurut fakta yang ada, dan memberikan
perawatan ilmiah terbaik.
Penerapan sistem BPJS kesehatan di instansi pelayanan kesehatan menalami pro
dan kontra. Dalam implementasi sistem yang ditetapkan BPJS Kesehatan dengan
pelaksanaannya di instansi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit terjadi
beberapa kendala atau kekurangan yang dirasakan pihak rumah sakit serta masyarakat
yang menggunakan jasa fasilitas asuransi ini. BPJS Kesehatan sebagai fasilitas kesehatan
masyarakat juga memiliki beberapa kekurangan yang mesti kita perhatikan. Karena
tidak mungkin BPJS Kesehatan akan sempurna atau perfect.
Dengan memahami
kekurangan yang ada di BPJS Kesehatan maka kita akan bisa mengantisipasinya
sehingga kita akan bisa memaksimalkan penggunaan BPJS Kesehatan.
Dengan biaya iuran yang super murah dan jumlah penduduk Indonesia yang cukup
banyak maka ada beberapa kemungkinan yang akan menjadikan BPJS Kesehatan
memiliki beberapa kendala dan kekurangan dan kesulitan yang akan dihadapi seperti :
1. Prosedur yang lebih panjang
Yang perlu kita pahami pertama adalah bahwa BPJS Kesehatan memiliki
aturan dan prosedur dalam memberikan pelayanannya.
22
berlanjut maka Puskesmas atau klinik akan memberikan rujukan selanjutnya yaitu
Rumah sakit. Tanpa rujukan dari Puskesmas atau klinik ini maka peserta tidak akan
bisa masuk langsung ke rumah sakit. Hal ini akan tetap berlaku baik ketika kita
berada di luar kota ataupun berkaitan dengan perawatan melahirkan secara caesar.
Jadi harus tetap mengacu kepada surat rujukan Faskes tingkat 1 baru bisa masuk ke
rumah sakit.
Tapi ada pengecualian untuk pasien dalam kondisi gawat darurat. Ia bisa
langsung datang ke rumah sakit tanpa surat rujukan. Tapi perlu diperhatikan juga
bahwa BPJS Kesehatan juga memiliki syarat dan kriteria kondisi gawat darurat ini.
2. Antrian Panjang
Dengan jumlah peserta asuransi BPJS Kesehatan yang sangat banyak dengan
berbagai kalangan maka hal ini akan menjadikan BPJS Kesehatan akan banyak
antrian baik itu di Faskes tingkat 1 ataupun di rumah sakit. Antrian panjang ini akan
sangat terasa apabila ada pasien dalam kondisi gawat darurat.
3. Terbatasnya jumlah mitra rumah sakit
Tidak semua rumah sakit sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini
tentunya akan menjadi kendala tersendiri buat kita.
4. Penanggungan biaya tidak penuh
23
Hal ini yang menjadi keluhan beberapa peserta BPJS Kesehatan. Meskipun
sudah melakukan prosedur secara benar, ada beberapa kondisi dimana biaya rumah
sakit tidak diganti secara penuh. Hal inilah yang mesti kita ketahui dan pahami
terutama tentang proses penggantian biaya.
Dalam BPJS Kesehatan ada istilah INA CBGs. BPJS kesehatan sudah
memberikan prediksi besarnya tarif berdasarkan diagnosa dengan pihak Rumah sakit.
Besar tarif tetap, meskipun apapun dan berapapun tindakan medis yang diberikan
rumah sakit. Bagi pihak rumah sakit akan menjadikan kendala terhadap aktual biaya
perawatan atau penanganan yang sudah dikeluarkan ketika berbeda dengan INA
CBGs yang sudah ditetapkan.
Karakteristik paket tarif INA-CBGs dimana tarif INA-CBG digunakan pada
mekanisme pembayaran prospektif yang terpaket dengan harga awal yang ditentukan
sebelum pasien dirawat inap. Sebuah kode INA-CBG dengan tarifnya memiliki
seluruh komponen dari biaya-biaya rumah sakit didalamnya. Seluruh tariff didasari
oleh pembiayaan Casemix, yang bergantung pada pembiayaan Step-Down dari
seluruh pengeluaran rumah sakit dan tidak dari pembiayaan berdasarkan aktifitas
(ABC). Dengan konsep tersebut, rumah sakit jenis A (penyedia layanan dan
spesialisasi dengan intensitas tinggi), akan membangkitkan biaya tarif yang lebih
tinggi dari rumah sakit jenis B, C dan D (sesuai urutannya). Bertolak belakang dengan
biaya untuk sistem pembayaran pelayanan, INA-CBGs tidak mengambil bentuk
sebagai pembayaran retrospektif. Pembayaran dari pasien didasari oleh tingkat
keparahan pasien, dimana mereka dengan tingkatan yang lebih tinggi akan membayar
tarif yang lebih tinggi daripada mereka yang secara klinis tidak terlalu parah.
5. Sistem BPJS yang belum siap
24
25
26
Ada faskes primer yang bertetangga dengan faskes tersier. Ini menimbulkan
kesan pelayanan rujukan jadi lebih birokratis karena pasien dari faskes primer tetap
harus ke PPK II yang lokasiny alebih jauh. Namun perlu upaya yang cukup besar
untuk membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai sistem rujukan, dan ini
seharusnya menjadi tugas BPJS, bukan beban RS.
Seharusnya ada masa transisi yang memberi peluang penerapan sistem tidak
secara kaku. Masyarakat yang tinggal di kepulauan juga menjadi korban kurangnya
sosialisasi mengenai sistem rujukan pada BPJS. Perjalanan jauh yang telah ditempuh
dengan menyeberangi pulau dan biaya tidak sedikit menjadi sia-sia karena RS
terpaksa menolak pasien.
Pelayanan rujukan juga menjadi sesuatu yang rumit di daerah seperti Papua.
Banyak daerah yang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan darat, sehingga diperlukan
heli-ambulans untuk mengangkut pasien gawat atau pasien rujukan. Namun fasilitas
ini tidak tersedia di BPJS.
Tidak jarang juga penolakan oleh RS dilakukan karena ruangan benar-benar
penuh. Ini tentu saja menyebabkan mutu pelayanan RS jadi menurun. Seharusnya
pasien tersebut dapat dirujuk ke RS lain yang setingkat. Namun ada banyak RS yang
menolak (swasta) atau belum siap (swasta dan pemerintah) untuk bekerjasama dengan
BPJS.
9. Infrastruktur Layanan
Masalah yang terkait dengan infrastruktur antara lain masih banyak terjadi
kekurangan tenaga (dokter, bidan, perawat) diberbagai RS. Ada banyak juga RS Kelas
B yang belum memenuhi standar jumlah ketenagaan, khususnya untuk dokter dan
dokter spesialis. Ini contohnya terjadi di Maluku. Pendaftaran dokter CPNS di DKI
27
Jakarta tanpa tes dikabarkan sepi peminat, sehingga upaya memenuhi kebutuhan
tenaga medis di provinsi ini belum mendatangkan hasil.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1. Simpulan
Implementasi Jaminan Kesehatan Sosial sepertu BPJS untuk cakupan universal
adalah kesempatan dalam mengembangkan kesehatan khayalak ramai bagi seluruh
populasi di indonesia. Tetapi, hal ini dapat menjadi ancaman bagi rumah-rumah sakit
yang tidak mempersiapkan diri. Untuk kelangsungan dari sebuah rumah sakit, institusi
tersebut harus melakukan perubahan dan reformasi manajemen, sesuai dengan konsep
layanan terkelola. Pihak rumah sakit harus terfokus pada perawatan pasien, keamanan
pasien dan kualitas layanan bagi pasien. Mereka juga harus menunjukkan keseriusan
dalam mempraktekkan perawatan pasien berdasarkan INA-CBGs.
Beberapa kesulitan dan kekurangan yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan dalam
kaitannya pada implementasi penerapan sistem di rumah sakit. Hal ini menjadikan BPJS
Kesehatan diharapkan untuk menangani kekurangann tersebut sehingga menjadi lebih
baik lagi dalam pelayanan kepada peserta atau masyarakat tetap maksimal. Meskipun
ada beberapa kekurangan namun BPJS Kesehatan tetap diperlukan untuk masyarakat
Indonesia yang lebih sehat.
4.2. Saran
Perbaikan sistem BPJS kesehatan dalam implementasinya pada instansi jasa
pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit. Sehingga dengan kekurangan serta kendala
uyang dialami oleh sistem BPJS dalam penerapannya di rumah sakit dapat dipebaiki
sehingga dapat meningkatkan drajat kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggitingginya tanpa pengaruh status sosial-ekonominya.
29
Daftar Pustaka
http://www.slideshare.net/suryasiawang/bpjs-40022739
http://www.ikabi.org/bpjs-ina-cbgs-yang-seyogyanya-harus-kita-ketahui/
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CDgQFjAD&url=http%3A%2F
%2Flaw.ui.ac.id%2Fberkas%2FBPJSKesehatan.ppt&ei=lckGVfy4N4KduQSBxIGADA&usg=AFQjCNH6SXCtD9HtNnbNQ82c
KJZAqS7XpA&bvm=bv.88198703,d.c2E
http://tips-sehat-keluarga-bunda.blogspot.com/2014/01/alur-pelayanan-bpjs-dan-tempat.html
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2013/5
http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00958-DI%20Bab2001.pdf
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-01142-AR%20Bab2001.pdf
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-2629-bab2.pdf
http://eprints.undip.ac.id/23824/1/WIKE_DIAH_ANJARYANI.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/09/asuransi_kesehatan_dan_managed_care.pdf
http://airayadi16.blogspot.com/2014/05/makalah-pelayanan-kesehatan.html
30