Anda di halaman 1dari 7

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

I. PENDAHULUAN
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja dan dapat melibatkan
organ-organ intraadomen. Gejala dan tandanya berupa sakit perut, nyeri, kekakuan,
dan terlihat jejas pada daerah abdomen. Akibat dari trauma abdomen dapat berupa
perforasi atau perdarahan. Kematian karena trauma abdomen biasanya terjadi
akibat sepsis atau perdarahan yang sebagain besar dapat dicegah. Pasien dengan
risiko cedera abdomen harus menjalani pemeriksaan yang tepat dan lengkap.
Diagnosis mungkin melibatkan ultrasonografi, computed tomography, dan lavage
peritoneal. Pengobatan mungkin melibatkan operasi. Cedera pada bawah dada
dapat menyebabkan cedera hati atau limpa.
Trauma tumpul perut yang sering disebut sebagai jenis yang paling umum dari
trauma, yang mewakili sekitar 50 sampai 75 persen dari trauma tumpul.
Dibandingkan trauma tembus abdomen yang dapat terlihat secara klinis, trauma
tumpul abdomen sering didiagnosis terlambat bahkan terlupakan karena gejala klinis
yang terlhat sangat minimal.
II. PENGERTIAN
Trauma tumpul adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke
dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan
kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau
laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen
dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ
padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu
lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras
sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut.
III. EPIDEMIOLOGI

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih
tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik
diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun
trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini
diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat
tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain
yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju)
biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas
tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel.
Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa
(40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal,
organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera
adalah pankreas dan ureter.
IV. ETIOLOGI DAN MEKANISME TRAUMA
Mekanisme trauma dapat berupa:
1. Primary collision
a. Frontal
Pada suatu benturan dengan arah gaya dari depan (frontal) dengan penderita tanpa
sabuk pengaman, dapat dibagi menjadi beberapa fase:
Fase 1:
Bagian bawah penderita akan bergeser ke depan. Untuk penumpang yang duduk di
depan atau pada sopir, lutut akan menabrak dashboard.
Fase 2:
Tubuh bagian atas penderita akan menyusul bergerak ke depan. Pada fase ini dada
dan/atau perut akan menghantam setir sehingga harus diwaspadai kemungkinan

cedera dada atau perut beserta organ di dalamnya. Pada penderita yang duduk
pada kursi belakang tubunya akan menabrak kursi didepannya atau membentur
penumpang yang duduk di kursi depan sehingga ada kemungkinan menambah
parah cedera yang dialami penderita yang duduk di kursi depan.
Fase 3:
Tubuh penderita akan terdorong ke atas. Pada penumpang yang duduk di depan
atau sopir maka kepala akan menghantam kaca depan menimbulkan cedera bulls
eye injury atau menabrak bingkai kaca depan. Kemungkinan patah tulang leher
tidak dapat dihindarkan pada fase ini.
Fase 4:
Penderita kembali ke posisinya semula. Pada fase ini harus hati-hati kemungkinan
terjadi patah tulang leher. Ini terjadi karena pada waktu gaya yang diterima oleh
penderita sudah habis/berhenti sedangkan mobil masih bergerak sehingga kepala
penderita berikut lehernya akan mengalami hiperekstensi (whiplash injury) jika
kursinya tidak memakai sandaran kepala yang baik. Kemungkinan yang lebih para
pada fase ini adalah jika penderita terpental keluar.
b. Samping (T-bone)
c. Belakang
d. Terbalik (Roll-over)
2. Secondary collision
Penumpang menabrak bagian dalam mobil atau sabuk pengaman. Arah dan
besarnya gaya yang diterima penderita ini akan menentukan organ apa dan
seberapa parah kerusakan yang terjadi pada organ tersebut.
3. Tertiary collision

Pada keadaan ini organ tubuh penderita yang berada dalam suatu rongga akan
melaju sesuai arah tabrakan / gaya yang diterimanya (hukum Newton 3).
Kemungkinan cedera yang dialami organ ini dapat berupa perlukaan langsung
ataupun terlepas/robek dari alat penggantung/ pengikatnya pada rongga tersebut.
4. Subsidiary collision
Tergantung pada posisi penumpang dalam mobil. Penumpang yang berada di kursi
belakang akan terpental ke depan, atau barang-barang yang di belakang akan
terlempar ke depan membentur penumpang sehingga akan terjadi kerusakan lebih
lanjut pada penumpang tersebut.
Perlukaan organ intra abdomen dapat dibagi menjadi:
1. Perlukaan organ padat seperti hati, limpa, pankreas, ginjal.
2. Perlukaan organ berongga seperti lambung, , jejunum, kolon, buli-buli.
Perlukaan organ-organ ini dapat terjadi melalui beberapa mekanisme:
1. Benturan langsung
Misalnya hepar atau limpa yang menerima benturan langsung sehingga terjadi
ruptur atau laserasi, tergantung besarnya gaya yang diterima organ ini.
2. Cedera akselerasi-deselerasi
Cedera ini timbul akibat pada saat penderita telah berhenti melaju namun organorgan intra abdomen masih melaju, sehingga terjadi robekan pada penggantungnya,
misalnya saja robekan pada mesenterium, robekan pada pedikel limpa.
3. Efek kantong kertas (paper bag effect)
Efek ini timbul jika kedua ujung organ berongga dalam kondisi tertutup dan
mendapat tekanan dari luar sehingga tekanan didalam mengalami peningkatan
secara mendadak yang jika melebihi kekuatan dinding akan terjadi robekan. Efek
kantong kertas ini hanya terjadi pada organ usus atau paru
4. Perlukaan akibat memakai sabuk pengaman (seat belt)
Sabuk pengaman yang baik adalah tipe lap-shoulder belt yang jika dipakai dengan
benar yakni komponen panggul dari sabuk ini berada tepat di depan tulang panggul
bukan di depan perut. Meskipun begitu perlukaan masih dapat terjadi yakni:

a. Patah tulang selangka


b. Patah tulang iga
c. Perlukaan organ intra abdomen
Penumpang yang duduk di belakang, bila tidak memakai sabuk pengaman dapat
terlempar ke depan dan kepalanya akan membentur kursi di depannya sehingga
bisa terjadi cedera servikal, selain itu penumpang di belakang akibat benturan
dengan kursi di depannya akan mendorong kursi ke depan sehingga penumpang
yang duduk di depan akan terjepit antara kursi dan sabuk pengaman (jika memakai
sabuk pengaman), atau terjepit antara kursi dengan setir (jika ia supir). Pada anak,
bila posisi badan dan sabuk pengaman tidak sesuai maka dapat terjadi
submarining, anak merosot ke bawah sehingga sabuk pengaman akan menjerat
leher anak dan melukai leher atau terjadi dekapitasi. Harus lebih diwasapadai lagi
pada anak yang duduk dipangku ibunya dan berada di kursi depan karena akan
menerima gaya yang sangat besar dan anak menjadi pelindung bumper ibunya.
5. Perlukaan pada kantung udara (air bag)
Kantung udara hanya ada pada mobil mewah dan hanya akan mengembang jika
terjadi tabrakan dari arah frontal dan tidak akan mengembang pada tabrakan dari
belakang atau samping. Kantung udara yang mengembang dapat menimbulkan
perlukaan seperti patah tulang lengan bawah, perlukaan mata jika memakai kaca
mata. Pada anak kecil kantung udara ini dapat menyebabkan kematian karena anak
terbekap dalam kantung udara tersebut.
V. PATOFISIOLOGI
Pada kejadian trauma, ada dua hal penting yang terjadi pada tubuh manusia, yaitu:
1. Biomekanik trauma
Proses trauma-kecelakaan yang akan mengakibatkan benturan pada tubuh manusia
dengan berdampak terjadinya cedera pada tubuh/organ. Perannya berupa:
a. Memahami dampak yang diakibatkan oleh trauma itu sendiri.
b. Waspada terhadap jenis perlukaan yang ditimbulkan.

c. Membantu memprediksi organ yang mengalami cedera dan seberapa parah


cedera yang terjadi.
2. Respon metabolik terhadap trauma
Tubuh manusia melakukan reaksi terhadap trauma, yang merupakan aksi, dalam
bentuk perubahan metabolisme dan bertujuan untuk mengatasi/menangani stress
trauma yang diterima.
VI. MANIFESTASI KLINIS
Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsangan peritoneum berupa
nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, dan kekakuan dinding perut. Adanya darah
dapat pula ditentukan dengan shiting dullness, sedangkan adanya udara bebas
dapat diketahui dengan hilang atau beranjaknya pekak hati. Bising usus melemah
atau menghilang. Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah
bahu terutama sebelah kiri.
VII. DIAGNOSIS
Berbeda dengan trauma tajam, pada keadaan ini kita sering dihadapkan pada
diagnosis yang meragukan sehingga memerlukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakan diagnosis.
Diagnosis perdarahan intraabdomen akibat trauma tumpul lebih sulit dibandingkan
dengan akibat trauma tajam, lebih-lebih pada tahap permulaan. Untuk membantu
menentukan apakah ada perdarahan dapat dibantu dengan metode Von Lany
dengan membandingkan leukosist/ dengan eritosit/ setiap setengah jam. Bila
leukosit terus meningkat sedangkan eritrosit terus meurun tanpa ada tanda-tanda
radang, ini memberikan petunjuk adanya perdarahan.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang adalah kadar hemoglobin, hematokrit,
leukosit, analisis urin. Tetapi yang terpenting adalah monitoring gejala klinis oleh
seorang dokter dengan seksama. Bila terjadai perdarahan akan terjadi penurunan
hemoglobin dan hemtokrit dan bisa disertai leukositosis. Bila meragukan harus
dilakukan pemeriksaan serial. Sedangkan adanya eritrosit di dalam urin menunjang

terjadinya trauma saluran kencing. Kadar serum anilase 100 unit dalam 100 ml
cairan abdomen menunjang terjadi trauma pankreas.
Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan adalah foto abdomen 3 posisi. Yang
perlu diperhatikan adalah tulang vertebra dan pelvis, benda asing, bayangan otot
psoas, dan udara bebas intra atau retroperitoneal. Sedangkan IVP atau sistogram
hanya dilakukan bila dicurigai adanya trauma pada saluran kencing. Selain itu dapat
dilakukan CT scan untuk membantu menegakkan

Anda mungkin juga menyukai