Anda di halaman 1dari 12

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN


UNIVERSITAS DARMA AGUNG
MEDAN

1.1 Latar Belakang

BAB I
PENDAHULUAN

Liberalisme
pada
awalnya
muncul
saat
dunia
barat
memasukienlighment ages atau abad pencerahan sekitas abad ke 16 sampai
awal abad 19 yang mana pada saat itu, mulai muncul industri dan
perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru. Untuk
mengelolala kedua hal tersebut muncullah kebutuhan-kebutuhan baru
seperti buruh yang bebas dalam jumlah banyak, ruang gerak yang leluasa,
mobilitas yang tinggi dan kekbebasan berkreasi. Namun kebutuhankebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat masa
pemrintahan yang feodal. Maka golongan intelektualyang mengendepankan
rasionalitas memunculkan paham liberal. Golongan intelektual ini merasakan
keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencari pengetahuan
yang baru).
Ketika pasar bebas tak dapat terbendung dan pembentukan
regionalisme tiap daerah yang terdapat di setiap benua mulai berkembang,
maka globalisasi memang sedang merajalela dalam perekonomian dunia.
Jika memandang keadaan modern saat ini, sudah tak dapat dipungkiri lagi
bahwa sesungguhnya negara-negara yang masih berdiri harus menelan
material klasik yang kian melaju pesat, yang tak lain dikenal dengan
sebutan neoliberalisme. Sebagai teori yang makin kontemporer, paham
liberalisme yang sangat mengakar pada kehidupan historis ekonomi ini mulai
diterima dan dilaksanakan setiap negara. Krisis finansial Amerika Serikat
yang marak terjadi pun mampu memberikan dampak yang signifikan bagi
negara lain di seluruh penjuru bumi. Lantas, apakah paham liberalisme yang
disebarluaskan oleh AS ini mampu bertahan dan tetap menjadi solusi absolut
terhadap permasalahan ekonomi? Sejauh manakah raksasa liberalisme
mampu menaklukkan hati negara lain untuk menganut dan
memberlakukan paham tersebut?
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dengan demikian yang menjadi rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini adalah :
Bagaimana proses Teori Liberalisme dan neoliberalisme dalam memberikan
pengaruh pada sebuah negara dalam menunjang kelangsungan hidup
masyarakat.

1.3

Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui proses munculnya liberalisme dan neoliberalisme
b. Untuk menjelaskan perkembangan liberalisme dan neoliberalisme
pada negara yang menganutnya
c. Menjelaskan proses terbentuknya leberalisme dan neoliberalisme

1.4

Manfaat Penulisan
yang menjadi manfaat dalam makalah ini adalah :
memberikan suatu pengertian bahwa perlu adanya sebuah paham
liberalisme dan neoliberalisme dalam menunjang perkembangan kehidupan
masyarakat secara lokal maupun secara menyeluruh dalam menyikapinya
apakah paham tersebut memberikan dampak positif atau negatif.
Memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa sebagai cendikiawan dan
masyarakat luas dalam memahami dan memiliki buah pemikiran yang
menjdi sebuah landasan berfikir dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Liberalisme
Kata liberalisme berasal dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan
budak atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan
orang lain. Dan isme yang berati paham. Makna bebas kemudian menjadi
sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu
kebebasan berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah
kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna.
bermula pada 1776-1788, oleh Edward Gibbon, perkataan liberal mulai
diberi maksud yang baik, yaitu bebas dari prasangka dan bersifat toleran.
Maka pengertian liberal pun akhirnya mengalami perubahan arti dan
berkembang menjadi kebebasan secara intelektual, berpikiran luas, murah
hati, terus terang, sikap terbuka dan ramah.
Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak
terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan
politik. Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi
sistem masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan
dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari
ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap
agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga
legal dan lembaga sosial.

Oxford English Dictionary menerangkan bahwa perkataan liberal telah


lama ada dalam bahasa Inggris dengan makna sesuai untuk orang bebas,
besar, murah hati dalam seni liberal. Pada awalnya, liberalisme bermaksud
bebas dari batasan bersuara atau perilaku, seperti bebas menggunakan dan
memiliki harta, atau lidah yang bebas, dan selalu berkaitan dengan sikap
yang tidak tahu malu.
Frederic Bastiat, Gustave de Molinari, Herbert Spencer, dan Auberon
Herbert, adalah aliran ekstrem yang dikenal dengan anarkhisme (tidak ada
pemerintahan) ataupun minarkisme (pemerintahan yang kecil yang hanya
berfungsi sebagai the nightwatchman state. Liberalisme selalu menentang
sistem kenegaraan yang didasarkan pada hukum agama.
Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa
Revolusi Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman
Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara
dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan
berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan gereja di
zaman renaissance dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris
yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja.
2.2. Pengertian Neoliberlisme
Teori neoliberal pertama-tama diformulasikan oleh Milton Friedman, seorang
ahli ekonomi dari Universitas Chicago, AS, yang berarti pemutusan hubungan
secara radikal aturan Negara terhadap mesin pertumbuhan ekonomi,
dikuranginya
kontrol
dan
pengetatan
perdagangan
internasional,
penyesuaian tingkat pertukaran, dihapuskannya intervensi Negara terhadap
pasar domestik dan liberalisasi pasar finansial. Kebijakan ini menjadi populer
sejak tahun 1970an.
menurut Paul Hirst dan Graham Thompson, neoliberalisme berarti membuat
pasar bebas dari politik, serta membiarkan perusahaan-perusahaan besar
dan pasar mengalokasikan(menempatkan, menata atau mengatur) faktor
produksinya sampai tingkat yang tertinggi tanpa campur tangan Negara.
Menurut pengertian ini, peran Negara atau pemerintah hanya menjadi
pelengkap atau pengganti dari pemain-pemain bisnis utama dimana
tugasnya adalah menyediakan dan mengusahakan tertib politik dan hukum
untuk sebesar-besarnya kepentingan kaum kapitalis yakni eksploitasi dan
konsentrasi akumulasi modal. Neoliberalisme menghendaki agar hidup
manusia, fungsi masyarakat, dan kebijakan pemerintah, ditundukkan pada
pasar.
"Neo" berarti kita membicarakan jenis baru liberalisme. Jadi apa jenis lamanya? Pemikiran ekonomi
liberal menjadi terkenal di Eropa ketika Adam Smith, seorang pakar ekonomi Skotlandia, menerbitkan
buku pada 1776 berjudul THE WEALTH OF NATIONS. Ia dan beberapa lainnya mengadvokasikan
penghapusan intervensi pemerintah dalam masalah perekonomian. Tidak ada pembatasan dalam
manufaktur, tidak ada sekat-sekat perdagangan, tidak ada tarif, katanya; perdagangan bebas adalah
cara terbaik bagi perekonomian suatu bangsa untuk berkembang. Ide-ide tersebut "liberal" dalam arti
tidak ada kontrol. Penerapan individualisme ini mendorong usaha-usaha "bebas", kompetisi "bebas" -yang kemudian artinya menjadi bebas bagi kaum kapitalis untuk mencetak keuntungan sebesar yang
diinginkannya.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Historis Perkembangan Liberalisme dan Neoliberalisme
Secara historis, Liberalisme muncul sebagai reaksi perlawanan
terhadap sikap penganut paham Merkantilis pada pertengahan abad XVIII. Di
Perancis, ahli ekonomi menyebut gerakan ini sebagai gerakan physiocrats
yang menuntut kebebasan produksi dan berdagang. Di Inggris, ahli ekonomi
Adam Smith menjelaskan dalam bukunya (the Wealth of Nations 1776)
mengenai keuntungan untuk menghapus pembatasan-pembatasan dalam
perdagangan. Berdasarkan the New Lexicon Websterss Dictionary of the
English Language, liberalisme berasal dari kata liberal yang bermakna
menganggap baik kebebasan individu, reformasi sosial, dan penghapusan
atas pembatasan-pembatasan dalam ekonomi. Dengan demikian, liberalisme
telah dipandang sebagai sebuah ideologi atau pandangan filsafat yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang
utama dan menerapkan sistem pasar yang bebas dan terbuka. Kebebasan
individu dijamin melalui mekanisme pasar. Lain halnya perspektif liberal
dalam ekonomi, merupakan pandangan yang mendorong kebebasan pasar
dan minimalisasi peran negara. Oleh sebab itu, perspektif liberal
menempatkan individu sebagai fokus utama dalam ekonomi agar dapat
meningkatkan efisiensi dan memaksimalisasi keuntungan. Argumentasi ini
diperkuat dengan suatu premis yang sangat mendasar dalam perspektif
liberal bahwa konsumen perseorangan, perusahaan, atau rumah tangga
merupakan basis dari perekonomian masyarakat. Individu-individu dianggap
rasional dan berusaha untuk memaksimalisasi atau memuaskan kebutuhankebutuhan mereka dengan tingkat biaya serendah-rendahnya.
Kaum liberalis memahami ekonomi politik internasional sebagai suatu
aplikasi teori dan metodologi ekonomi internasional yang memisahkan
interaksi antara ekonomi dan politik. Adanya peran kuat dan aktif dalam
mekanisme pasar telah memudarkan otoritas pemerintah sebagai aktor
utama negara. Ekonomi dan politik itu adalah dua arena yang seharusnya
dipisahkan dan masing-masing beroperasi menurut aturan-aturan serta
logika-logikanya sendiri. Karena orang-orang liberal percaya bahwa faktorfaktor ekonomi merupakan determinan dari semua proses sosial, maka
menurut mereka fenomena ekonomi politik internasional dapat di jelaskan
dengan berbagai teori yang ada dalam ilmu ekonomi. Peran dan Pengaruh
Liberalisme Terhadap Perekonomian Dunia Dalam perkembangan ekonomi
modern, perspektif liberalisme mulai bercampur dengan asas-asas
demokrasi yang pada akhirnya memunculkan teori neoliberalisme yang
dipelopori oleh Friedrich von Hayek (1899 1992). Walaupun perkembangan
neoliberalisme telah menduduki perekonomian internasional, esensi-esensi
historis liberal tetap menjadi pemegang kendali kehidupan ekonomi politik
saat ini. Mengutip pernyataan John Madison yang berbunyi : jika manusia
adalah malaikat, maka pemerintahan dan demokrasi tidak diperlukan.

Pernyataan tersebut mengingatkan sesuatu bahwa sebagai manusia yang


tidak sempurna secara utuh, maka kebebasan dan toleransi perlu dijunjung
tinggi. Sama halnya dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Rizal
Malarangeng : Kalau ingin mempengaruhi orang, gunakan akal pikiranmu,
gunakan persuasi, dalam sebuah konteks besar yang dinamakan free market
of ideas. Hal itu pula yang harus diterapkan dalam sosial, politik ekonomi,
dan
agama
Dari dua pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa eksistensi paham
liberalisme dalam mempengaruhi ekonomi politik internasional begitu
melesat semenjak Perang Dunia II. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan
India membuka pintunya bagi penetrasi dan mengubah ekonomi genetiknya
ke arah ekonomi pasar. Demikian pula apa yang terjadi di Cina, yang
menyadari bahwa kondisi lebih mengerikan akan terjadi jika ekonomi pasar
diganti dengan ekonomi yang sentralistik. Dampak yang ditimbulkan bukan
hanya merujuk pada kegagalan ekonomi, tapi juga diikuti dengan tragedi
manusia yang luar biasa.
Selain itu, pengaruh dan peran liberalisme terhadap ekonomi politik
internasional dapat terlihat pada. Dampak lain dari model liberalisasi
ekonomi sebagaimana menjadi gagasan negara-negara maju adalah terlalu
dominannya peranan lembaga-lembaga keuangan, yang sebagian besar
bergerak disektor distribusi. Lembaga keuangan, dalam konteks ekonomi
tradisional, sebenarnya tidak lebih dari para pedagang, yang bekerja lebih
berdasarkan spekulasi daripada pertimbangan ekonomi murni. Para lembaga
keuangan adalah pemain utama di berbagai pasar bursa dunia. Hal yang
menarik dalam memahami lembaga keuangan ini adalah mereka membeli
tetapi bukan konsumen, dan mereka menjual tetapi bukan produsen.
Akibatnya, perekonomian dunia bergerak berdasarkan pertimbanganpertimbangan spekuatif, dengan melihat aspek-aspek non ekonomi dari
setiap transaksi.
Lembaga-lembaga keuangan seperti Lehman Brothers dan Merrill
Lynch telah membawa kekuatan ekonomi sekaligus politik. Walaupun mereka
bergerak berdasarkan prinsip-prinsip liberalisme ekonomi, namun terdapat
gejala hipokrisi dalam aktivitas ini. Sejak lama, para analis ekonomi dan
politik internasional meyakini adanya hubungan saling menguntungkan
antara kalangan swasta (yang didominasi oleh lembaga keuangan dunia)
dengan elit politik di negara-negara maju untuk mempengaruhi kebijakan
ekonomi dan juga politik suatu negara untuk mendukung perekonomian
dunia yang liberal.
Liberalisme : Prospek Ideal Ekonomi Politik Internasional? Dalam
perkembangannya tersebut liberalisme masih memiliki titik kelemahan yang
tertutupi oleh pemikiran dektruktif kreatif. Pertama, penerapan liberalisme
dalam perekonomian dunia dapat membuat dunia ke dalam tatanan yang
cenderung tidak adil. Liberalisasi berbagai sektor perekonomian akan
menciptakan persaingan bebas dalam pasar dunia. Artinya, disaat
persaingan bebas terjadi maka negara-negara yang memiliki tingkat
perekonomiannya relatif tinggi akan semakin kuat sedangkan yang memiliki

tingkat perekonomiannya relatif rendah akan semakin lemah. Misalnya


dalam hal impor ketika kebijakan liberalisasi diterapkan maka produk-produk
dalam negeri akan terancam keberadaannya. Harga produk-produk impor
yang lebih murah akan diiringi dengan meningkatnya permintaan terhadap
produk-produk tersebut. Sehingga permintaan produk-produk dalam negeri
cenderung menurun bahkan tidak lagi dapat berproduksi alias bangkrut.
Kebangkrutan produksi ini akan menyebabkan semakin banyaknya
pengangguran yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Kedua, liberalisme akan menciptakan suatu hubungan ketergantungan
antara negara yang kaya dengan negara yang miskin. Salah satu contohnya
adalah kebijakan privatisasi BUMN suatu negara yang dibeli oleh negara
asing sebagai suatu konsekuensi dari liberalisasi. Karena negara
menganggap dirinya tidak mampu lagi mengelola dan membiayai proses
produksi BUMN tersebut. Padahal BUMN umumnya merupakan badan atau
perusahaan-perusahaan yang berkaitan erat dengan hajat hidup orang
banyak. Sehingga tidak menutup kemungkinan pengaruh negara asing akan
sangat kuat terhadap negara tersebut. Lebih dari itu, kecenderungan
penjajahan dalam bentuk baru bisa saja terjadi.
Ketiga, di dalam sistem mekanisme pasar akan timbul kekuatan
monopoli yang merugikan. Dalam mekanisme pasar tidak selalu terjadi
persaingan sempurna di mana harga dan jumlah barang ditentukan oleh
permintaan pembeli dan penawaran penjual yang banyak jumlahnya.
Keempat, sistem perekonomian liberal cenderung membawa ketidakstabilan.
Ketidakpastian harga maupun nilai kurs yang cenderung tidak teratur
memperbesar ketidakpastian dalam ekonomi. Jika kita melihat fenomena
krisis finansial global yang terjadi pada Amerika Serikat, telah menunjukkan
adanya krisis perkembangan liberalisme sebagai prospek ideal ekonomi
politik internasional. Sebuah tragedi AS yang semakin memusnahkan politik
hegemoninya ini bersumber pada keyakinan akan ekonomi tanpa regulasi
dan internasionalisasi persaingan ekonomi. Ekonomi yang semakin
memperingati kebebasannya malah berbalik memohon ampun pada negara
agar segera memperbaiki perekonomian nasional. Merkantilisme pun mulai
diberlakukan kembali dengan cara mengintervensi kepemilikan terhadap
perusahaan swasta. Bahkan, Indonesia mengatasi krisis yang berdampak
global ini melalui paket bail out yang dikucurkan oleh pemerintah kepada
Bumi Resources. Hubungan antara negara dan perusahaan-perusahaan multi
nasional yang selama ini seolah tampak dalam konteks independen, ternyata
dipenuhi dengan preferensi-preferensi yang diberikan oleh pemerintah
(sebagai representasi negara) kepada perusahaan-perusahaan tertentu,
yang
memiliki
kapasitas
politik
yang
memadai.
Solusi krisis finansial global tak hanya diselesaikan dengan asumsi-asumsi
merkantilisme saja. Peran negara yang selama ini terhenti sebelum
timbulnya krisis harus dimaksimalkan dengan pemerataan dan keadilan
rakyat yang tertuang dalam sistem sosialisme ala Karl Marx.. Contoh konkrit
yang dapat dilakukan oleh warga AS adalah pemberian dana stimulus

terhadap institusi sosial milik pemerintah dan minimalisasi pajak masyarakat


sipil.
3.2 Aliran Liberalisme Ditandai Dengan Magna Charta
Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting
peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di
Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja
kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John
sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).
Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi
pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688.
Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari
Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini,
parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat
penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan
masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan
bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas.
Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat
opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John
Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut,
dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.
Singkatnya pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918,
beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum perempuan
untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan diberikan. Menjelang tahun
1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi
juga mencakup kebebasan-kebebasan di bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain
sebagainya. Tahun 1941, Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan,
yakni kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan
beragama (freedom of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan
dari ketakutan (freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration
of Human Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik.
Jika ditilik dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran utama
yang saling bersaing dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama adalah liberal
klasik atau early liberalism yang kemudian menjadi liberal ekonomi yang menekankan pada
kebebasan dalam usaha individu, dalam hak memiliki kekayaan, dalam kebijakan ekonomi dan
kebebasan melakukan kontrak serta menentang sistim welfare state. Yangkedua adalah liberal
sosial. Aliran ini menekankan peran negara yang lebih besar untuk membela hak-hak individu
(dalam pengertian yang luas), seringkali dalam bentuk hukum anti-diskriminasi.
Selain kedua tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi dan politik
dan sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Liberal
dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen secara intelektual, berfikiran luas, terus
terang, dan terbuka. Kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme
sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran
dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak
seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri
mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral,
supernatural dan bahkan Tuhan.

Pada saat terjadi Revolusi Perancis tahun (1789) kebebasan mutlak dalam pemikiran,
agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah dicanangkan. Prinsip-prinsip
Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagaiMagna Charta liberalisme. Konsekuensinya
adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang diperoleh dari Tuhan;
penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadinya bersifat individual. Selain itu agama
Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak menjadi lembaga hukum ataupun sosial. Ciri
liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah pengingkaran terhadap
semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya
kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya secara moral. Ini sejalan dengan doktrin
nihilisme yang merupakan ciri khas pandangan hidup Barat postmodern yang telah disebutkan
diatas.
3.3 Pencetus Aliran Liberalisme
Jhon Locke (1632-1704) ialah seorang filsuf yang disebut sebagai juru bicara
Liberalisme. Jhon Locke hidup dalam zaman yang penuh gejolak di Inggris.[1][2]Sebelum dia
lahir, terjadi perang saudara antara kaum Cavaliver, para pengikut raja Charles I, dan kaum yang
berada pada kekuatan dalam parlemen.Sementara itu, dalam parlemen terjadi perpecahan antara
fraksi para imam yang menghendaki pemerintahan teokratis elitis dan fraksi independen yang
menghendaki kebebasan politis bagi rakyat banyak. Dalam hidupnya, berbeda dengan Hobbes
membela Raja Charles I yang absolut,Locke berpihak pada pemberontakan borjuasi melawan
pemerintahan absolut, yang dikenal sebagai Glorious Revolution.
Locke dilahirkan dari keluarga yang memihak parlemen. Sikap puritan ayahnya sedikit
banyak memengaruhi pemikiran Locke yang tidak suka pada aristokrasi. Locke belajar di
Universitas Oxford dan disana ia menyukai fisiologi dan alergis terhadap filsafat skolastik. Ia
tidak begitu suka pada karya-karya klasik. Di satu pihak, pengaruh liberalisme tertanam kuat
didalam dirinya yang didukung oleh pengaruh John Own.[2][3] Karena dekat dengan keluarga
Shaftesbury yang dimusuhi raja, bersama keluarga itu ia dibuang ke negeri Belanda. Dalam
pengasingan itu, Locke menulis bukunyaAn Essay concerning Human Understanding. Dalam hal
ini, pemerintah selalu mengawasi gerak-geriknya. Locke juga menulis filsafat politik dalamThe
Second Treatise of Goverment. Dalam buku itu, berbeda dengan Hobbes yang memihak
Absolutisme, John Locke menjadi juru bicara Liberalisme. Pengaruh Locke dalam konstitusi
Amerika Serikat sangat besar. Gagasan-gagasannya menyebar dan dipelihara di Inggris dan
Amerika hingga dewasa ini.
Beberapa pemikiran Locke ialah sebagai berikut:
1. Usaha Memukul Ajaran tentang Idea-idea Bangsawan
John Locke mengagumi karya-karya Descrates, Akan tetapi, dia tidak setuju atas
rasionalisme Descrates yang beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh secara a priori.
Locke berusaha menghantam ajaran kuno itu dengan sebuah pendekatan filosofis yang berbeda
sama sekali dari rasionalisme. Menurut Locke anggapan para filsuf rasionalis bahwa idea-idea
tentang kenyataan itu sudah kita miliki sejak lahir adalah anggapan yang tidak terbukti dalam
kenyataan. Dengan demikian kebenaran dan kenyataan dipersepsi subjek melalui pengalaman
dan bukan bersifat bawaan. Segala prinsip a priori dan universal itu harus dikembalikan kepada
pengalaman terdahulu. Dapat dikatakan bahwa serangan Locke atas idea-idea bawaan berkaitan
dengan pandangan liberalnya tentang manusia dan masyarakat.
2. Proses pikiran, Idea simpleks dan Kompleks

Proses internal langsung berdasarkan pengalaman lahiriah itu menghasilkan idea-idea


seperti : idea nimat dan idea sakit. Semua idea yang dihasilkan dari penangkapan langsung ini
disebut Locke sebagai idea Simpleks. Menurut Locke idea-idea abstrak tentang ruang itu
merupakan hasil penyusunan idea simpleks yang terpisah menjadi idea yang Kompleks. Jadi,
Locke tidak sama sekali menolak kemungkinan pengetahuan abstrak. Yang ditolaknya adalah
segala bentuk pengetahuan a priori, termasuk idea ruang dan waktu.
3. Etika yang memuja kenikmatan
Banyak filsuf tradisional dan filsuf Jerman dan Perancis berpendapat bahwa tingkah laku
kita ditentukan oleh asas-asas moral yang bersifat a priori dan universal. Locke menentang
gagasan macam itu dangan menegasakan bahwa yang menentukan tindakan-tindakan kita
bukanlah asas-asas universal melainkan sesuatu yang berasal dari pengalaman indrawi, yaitu rasa
nikmat dan rasa sakit. Berdasarkan ajaran ini, Locke menetapkan lima nilai yang patut yang patut
dikejar dalam hidup ini. Pertama dalah kesehatan, memungkinkan kita menikmati segala sesuatu
dengan panca indera. Kedua adalah nama baik atau kehormatan, atau kenikmatan yang
dihasilkan dari pengakuan sosial. Ketiga adalah pengetahuan, yang juga memungkinkan kita
mengubah-ubah objek kenikmatan. Keempat adalah berbuat baik, yaitu tindakan yang
menguntungkan dan memeberi kepuasan. Kelima adalah harapan akan kebahagian abadi.
4. Ajaran Politik
Dalam keadaan asli, manusia hidup bermasyarakat dengan diatur oleh hukum-hukum kodrat
dan masing-masing individu memiliki hak-hak yang tak bleh dirampas darinya. Melalui kontrak
sosial dihasilkan pemerintahan atau kekuasaan eksekutif yang dibatasi oleh hukum-hukum dasar
tertentu. Hukum-hukum itu melarang pemerintahan merampas hak individu. Pemerintah
diperlukan justru untuk menjamin seluruh keamanan masyarakat. Fungsi pokok pemerintah,
menurut Locke, adalah menjaga hak milik pribadi. Locke merupakan seorang juru
bicara kenamaan liberalisme dan perintis paham hak-hak asasi manusia.
3.4 Perkembangan Aliran Liberalisme Sampai Sekarang Ini
Unsur konseptual, sosial, ekonomi dan politik doktrin liberal saling terkait dengan
membentuk proses sejarah yang tunggal. Liberalisme terutama berhubungan dengan citra-diri
dan cita-cita kelas menengah yang baru muncul pada abad ke-18 dan ke-19 berlaku sebagai
kredo yang mereka gunakan untuk menyingkirkan elite bangsawan dan pemilik tanah serta
membangun lingkungan baru yang sesuai dengan kebutuhan perdagangan, industri, dan profesi.
Kredo ini sudah jelas bagi teorotisi liberal klasik yang menulis perkembangan pada periode
tersebut. Mereka melihat masyarakat Inggris yang pertama kali mengalami Revolusi Industri dan
politik, telah memberikan model yang berusaha mereka tiru. Meskipun hubungan antara etos
liberal dan perkembangan sosial dan politik Inggris sering dilihat secara tidak lengkap oleh para
tokoh utama tradisi liberal Inggris, seperti John Locke (1632-1704), J.S. Mill (1806-1873),
pemikir dari Scotlandia-terutama Adam Smith (1723-1790)-lebih menyadari serba kemungkinan
sejarahnya. Kaum liberal Eropa kontinental (Eropa Barat non Inggris), jauh lebih
mencermatinya, dan lebih sosiologis pada penulis seperti Montesquiue (1689-1755) dan
beberapa pemikir lainya.
Pada abad ke-20, basis sosial liberalisme menjadi persoalan yang tidak dapat diabaikan
oleh teoritisi liberal. Dalam masyarakat Industri massa yang di dominasi oleh perusahaan
berskala besar dan organisasi administrasinya lainnya di satu sisi, meningkatkan diferensi sosial
di sisi lain, agensi individu bebas yang diasumsikan oleh liberalisme klasik tengah terancam
menurut tulisan-tulisan kaum liberal pada akhir abad ini. Proses pertama secara bertahap

menelan individu ke dalam struktur agensi birokratis yang terikat aturan dan hierarkris, yang
menggantikan wirausaha dengan administrator dan direktur profesional, dan memiskinkan
ketrampilan sebagian tenaga kerja. Proses kedua menambah kompleksitas masyarakat industri
sehingga kemampuan kita untuk memahami keragaman sosial yang muncul secara rasional
dalam kerangka moral yang kognitif tunggal merosot tajam. Semakin individu terjebak dalam
logika beragam peran dan fungsi sosial yang kadangkala sering bertentangan, dibanjiri informasi
dan sumber persuasi yang kerap berlawanan, semakin lemah pula kemampuan mereka untuk
menentukan orientasi secara otonom di dunia ini. Perkembangan-perkembangan ini mendistorsi
cita-cita pasar kaum liberal, dan menambah kekhawatiran kaum liberal terhadap demokrasi.
Lebih lanjut, perkembangan tersebut terkait erat dengan kemunculan buruh yang semakin
terorganisasi, yang dalam ancamannya terhadap dominasi sosio-ekonomi dan politk kelas
menengah berpotensi memunculkan tantangan terbesar bagi hegemoni liberal.
Menurut kaum liberal klasik, pasar bebas tidak menciptakan konflik sosial, tetapi
menyelesaikannya. Mekanisme tangan-yang-tak-tampak (invisible hand) dalam hukum
penawaran dan permintaan mendorong harmonisasi rencana hidup individu. Dengan alasan
serupa, mereka mendukung perdagangan bebas antar negara (globalisasi) sebagai cara terbaik
untuk mencapai perdamaian Internasional. Dari sudut pandang ini, cita-cita liberal bukan hanya
terbentuknya masyarakat yang terdiri dari orang-orang egois yang mengejar kepentingannya
sendiri, melainkan sekumpulan warga yang mandiri dan bertanggung jawab, yang bekerja sama
untuk mencapai kebaikan individu, sosial, moral, dam material. Namun, persaingan yang
sempurna dan cara kerja mekanisme harga yang mulus berasumsi bahwa konsumen sepenuhnya
memahami kebutuhan mereka dan jasa yang ditawarkan untuk memenuhinya, dan mereka juga
sanggup merasakan permintaan mereka. Namun dalam kenyataannya, ukuran pasar, pembagian
kekayaan yang tidak adil, kontrol yang dijalankan oeh perusahaan besar dan organisasi buruh
atas supali barang, jasa, dan imformasi di wilayah tertentu menunjukkan bahwa individu jarang
memiliki pengetahuan semacam itu dan hanya dapat mempengaruhi ekonomi secara sangat tidak
sempurna, bahkan ketika mereka memiliki pengetahuan itu. Faktor-faktor tersebut
memperlihatkan bahwa ternyata ekonomi pasar tidak melahirkan masyarakat kerja sama yang
terdiri dari individu yang berkembang bersama-sama, tetapi dunia yang berisi kelompokkelompok kepentingan yang saling berlawanan dan bertentangan.
Penyebab-penyebab yang sama juga mengubah hakikat demokrasi. Hak pilih universal
menghancurkan pemuka masyarakat lokal dan menududukkan partai politik massa sebagai
pemain utama demokrasi. Pengaruh yang ditunjukkan organisasi itu membuat konsep-konsep
tradisional tentang demokrasi liberal menjadi usang. Pembicaraan tentang pemicaraan dan
kedaulatan dan perwakilan rakyat memiliki nilai yang terbatas apabila calon, penentuan agenda
pemilihan umum, dan pemungutan suara hampir berada di tangan berbagai tangan mesin partai.
Perkembangan ini juga menyurutkan pandangan konvensional kaum liberal perihal pembagian
kekuasaan, dimana lembaga eksekutif atas mayoritas yang passif di lembaga legislatif.
Kecenderungan partai massa modern untuk terikat pada kepentingan bukan pada pendirian, telah
merubah sifat politik liberal dari proses perdebatan yang rasional menuju sarana tawar-menawar
dan penyelesaian antara kelompok dan individu yang memiliki kepentingan sendiri (politik
dagang sapi). Perdebatan politik tidak lagi berkenaan dengan kualitas atau kebenaran argumen
lawan, tetapi manipulasi keinginan dankepentingan untuk membentuk mayoritas yang akan
memerintah.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan demikian yang menjadi kesimpulan makalah ini adalah kami
berpandangan bahwa konsep pemberdayaan ekonomi kerakyatan
merupakan solusi atas kegagalan liberalisme dan neoliberalisme sebagai
transformasi dari ideologi liberal pada masa posmodern maupun kegagalan
komunis dalam perang dingin. Liberalisme, neoliberalisme maupun sosialisdemokrat yang dikontruksikan oleh peradaban barat tersebut hanya semakin
memperluas kesempatan bagi praktek monopoli yang dilakukan oleh
multinasional korporasi pada berbagai belahan dunia.
Maka para pendiri negara ini telah membuat UUD 1945 pasal 33 yaitu :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nsional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi dengan
prinsip kebersamaan,efesiensi berkeadila, berkelanjutan berwawasan
lingkungan,
kemandirian,
serta
dengan
menjaga
keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ditengah-tengah kondisi perekonomian dunia yang krisis tersebut, maka
pemberdayaan ekonomi kerakyatan hadir sebagai politik alternatif
pembangunan yang mengendepankan kearifan lokal, kesetaraan peran
dalam perekonomian, berorientasi pada kelestaarian alam serta
keseimbangan antara aspek materialisme dan spiritualisme.
4.2 SARAN
Sebagai warga negara marilah kita menjaga dan melestarikan alam ini
karena dari alam manusia dapat mencukupi kebutuhannya serta adanya
sinergis para stakeholders yang melanjutkan cita-cita bangsa dan negara
indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD RI 1945.
DAFTAR PUSTAKA
UUD RI 1945
Wicaksono, kristian ; (2006) Administrasi dan birokrasi pemerintahan;
Yogyakarta, Graha Ilmu.
Budiarjo, miriam; (2008) Dasar-dasar Ilmu Politik; Jakarta, Gramedia ,edisi
revisi.
Agustino, leo; (2007) Perihal Ilmu Politik ; Yogyakarta, Graha Ilmu .
Istianto, bambang; (2001) Demokratisasi ; Jakarta, Mitra Wacana Media.
Fadel, muhammad; (2008) Reinventing Local Government; Jakarta: Kompas
Gramedia

Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi. 1999. Jakarta: Rajawali


Press.
Soekanto, soejono (2009) Pengantar Sosiologi; Jakarta : Rajawali Press

Anda mungkin juga menyukai