Teknik Anastesi Spinal
Teknik Anastesi Spinal
1. Persiapan
Sebelum anestesia epidural ataupun spinal dimulai, pasien harus disiapkan
seperti persiapan bila akan melakukan anestesia umum. Hal ini bertujuan sebagai
antisipasi perubahan mendadak tekanan darah, laju nadi, atau masalah oksigenasi.
Harus ada akses intravena yang adekuat dan perlengkapan monitor pasein. Standar
minimalnya antara lain EKG, monitor tekanan darah non invasif, atau kateter arterial,
dan pulse oxymeter. Mponitoring suhu badan sebaiknya disiapkan karena pasien dapat
terserang hipotermia selama spinal atau epidural, terutama pada operasi yang lama.
Mesin anestesi, sungkup muka, sumber O2 dan suction harus tersedia dan siap pakai.
Obat-obatan sedasi, induksi, emergensi dan pelumpuh otot harus tetap tersedia
meskipun tidak langsung di dalam spuit. Alat-alat manejemen jalan nafas seperti pipa
endotrakea, laringoskop, dan pipa orofaringeal harus juga tersedia.
2. Posisi pasien
Ada tiga posisi utama yang biasa digunakan pada teknik penyuntikan obat
anestesi lokal pada anestesi spinal/epidural ini yaitu; lateral dekubitus, duduk dan
tengkurap. Pemilihan masing-masing posisi ini tergantung dari situasi dan kebutuhan
dari pasien. Pengaturan posisi pasien ini cukup penteng untuk menjamin keberhasilan
tindakan anestesi spinal inin. Ada 2 alasan utama sering terjadi kesalahan penanganan
pada pengaturan posisi penderita, yaitu pertama, asisten sering tidak mengerti
rasionalnya bagaimana memposisikan pasien, dan alasan kedua, pemberian sedasi
pada pasien tidak adekuat sehingga penderita kadang kala tidak kooperatif.
a. Posis lateral dekubitus
Kebanyakan ahili anestesi sering memilih posisi ini. Penderita tidur
miring di atas operasi dengan membelakangi ahli anestesiologi. Pinggul dan lutut
difleksikan secara maksimal, dan dada serta leher difleksikan mendekat ke arah
lutut. Posisi ini digunakan untuk kasus-kasus cedera atau fraktur pada pinggul dan
kaki dimana penderita tidak dapat bangun untuk duduk. Untuk prosedur
pembedahan yang unilateral, larutan hiperbarik biasanya digunakan pada posisi
ini dengan sisi yang akan dilakukan tindakan pembedahan berada di sebelah
bawah. Sebaliknya bila yang digunakan larutan hipobarik maka penderita
diposisikan dengan sisi yang akan dioperasi berada disebelah atas (sisi
Apabila ujung jarum sudah mencapai ligamentum flavum, tekanan pada spuit harus
dibuat sedemikian rupa sehingga hanya gelembung udara yang tertekan dan salin
tidak masuk jaringan. Tetapi, bila gelembung tidak dapat ditekan tanpa mendorong
salin, kemungkinan besar ujung jarum tidak berada dalam ligamentum flavum. Ujung
jarum mungkin masih berada di ligamentum interspinosus atau tidak berada di garis
tengah (otot paraspinosus). Untuk membedakan di antara dua kemungkinan itu, kita
dapat memajukan jarum dan spuit beberapa milimeter dengan hati-hati untuk
terfiksasi pada ligamentum flavum. Apabila masih tidak mungkin menekan
gelembung, tarik jarum sampai ke jaringan subkutan kemudian masukkan kembali
dengan arah berbeda.
Ketika ligamentum flavum teridentifikasi, jatum dimajukan perlahan dengan
tangan non dominan sementara tangan dominan menjadi tekanan konstan dengan
spuit. Jangan memajukan jarum dengan tangan menekan pangkal spuit karena
berakibat arah jarum tidak dapat di kendalikan. Apabila ujung jarum telah masuk
keruangan epidural, akan terdapat kehilangan hambatan yang tiba-tiba sehingga salin
akan terdorong masuk. Injeksi salin kedalam ruangan epidural terasa nyeri bagi pasien
oleh karena itu pasien diberitahu sebelumnya. Apabila jarum mengarah miring melalui
ligamentum flavum, mungkin ujung jarum akan berada di otot para spinosus.
Kehilangan hambatan yang terjadi pada kejadian ini mungkin tidak sedramatis. Untuk
membedakannya kita dapat menginjeksikan sekitar 0,5 ml udara melalui spuit.
Apabila ujung jarum telah berada diruangan epidural maka injeksi udara tidak akan
mengalami hambatan sementara otot paraspinosus akan memberikan hambatan.
Setelah ujung jarum mencapai ruangan epidural, hentikan laju jarum. Karena
saat itu mungkin saja dura menonjol ke subaraknoid akibat tekanan jarum dan maju
lebih lanjut lagi artinya beresiko merobek dura, dikena; dengan nama wet tap. Setelah
spuit dilepaskan dari jarum, cairan akan keluar dari pangkal jarum. Cairan ini
biasanya salin yang mengalir keluar dari ruangan epidural. CSS mungkin saja
mengalir keluar apabila ujung jarum berada diruangan subaraknoid. CSS dapat
dibedakan karena akan mengalir lebih cepat melebihi jumlah salin yang dimasukan
setelah terjadi kehilangan hambatan. CSS juga terasa lebih hangat dan juga positif bila
dilakukan tes glukosa.
Bila menggunakan teknik injeksi tunggal, anestesi lokal untuk dosis uji
diberikan untuk memastikan tidak terjadi kesalahan penempatan di IV maupun di
subaraknoid. Setelah dosis uji terbukti negatif, anestetik lokal harus diberikan
bertahap (setiap 5ml) dengan kecepatan 0,5-1 ml/detik. Injeksi perlahan dan bertahap
akan mengurangi nyeri saat penyuntikan dan mampu mendeteksi reaksi yang terjadi
apabila terjadi penempatan di subaraknoid atau intravena sebelum seluruh dosis
diberikan.
Penggunaan kateter untuk anestesi epidural memberikan fleksibelitas yang
lebih besar dibandingkan teknik injeksi tunggal karena kateter dapat digunakan untuk
memperpanjang blokade yang terlalu singkat, menambah blok yang terlalu rendah,
dan anelgesia pascabedah. Kerugiannya, kateter dapat bergeser ke vena epidural,
keruangan subaraknoid atau keluar melalui foramen intervetebralis. Penggunaan
kateter juga dapat menghasilkan blok epidural unilateral akibat pergeseran ujung
katerter keruangan epidural anterior atau ke foramen intervetebralis.