BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Logam umumnya sudah menjadi konsumsi masyarakat. Oleh karenanya,
Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum pengujian metalografi ini adalah untuk mempelajari
hubungan antara struktur mikro dari suatu logam dengan sifat mekanisnya, dengan
menggunakan bantuan mikroskop optik.
1.3
Batasan Masalah
Batasan Masalah pada pengujian metalografi yaitu grinding dengan grid 400,
600, 800, 1000 dan 1200 mesh. Polishing dengan bahan kain poles serta pasta
alumina. Pembersihan dengan menggunakan alkohol. Etsa dengan menggunakan
larutan nital 3%.
1.4
Sistematika Penulisan
Penulisan dalam laporan ini dibagi menjadi lima bab. Bab I menjelaskan
mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah dan sistematika
penulisan. Bab II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori
singkat yang berkaitan dengan percobaan yang dilakukan yaitu pengujian
metalografi. Bab III menjelaskan mengenai metode percobaan yang terdiri dari
digram alir serta alat dan bahan yang digunakan. Bab IV menjelaskan mengenai hasil
dan pembahasan. Bab V menjelaskan mengenai kesimpulan serta saran dari
percobaan. Selain itu juga terdapat daftar pustaka dan lampiran yang diantaranya
berisi contoh perhitungan, jawaban pertanyaan dan tugas khusus serta gambar alatalat dan bahan dan tecantum blanko percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Metalografi
Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempalajari karakteristik
mikrostruktur dan makrostruktur suatu logam, paduan lgam dan material lainnya serta
hubungannya dengan sifat-sifat material atau biasa juga dikatakan suatu proses
mengukur suatu material bahan secara kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan
informasi-informasi yang didapatkan dari material yang diamati. Dalam ilmu
metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari karena
struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat-sifat mekanik suatu logam. Struktur
mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam meningkat dan juga sebaiknya,
struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet atau kekerasannya
menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi oleh komposisi kimia dari logam
tersebut serta yang dialaminya. Metalografi bertujuan mendapatkan struktur makro
dan mikro dari suatu logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari suatu logam
tersebut. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metalografi makro
2. Metalografi mikro
Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam yang diamati
biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati dengan mikroskop
optik, benda uji terebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya agar pada
sat mengamati benda yang diuji, struktur mikronya terlihat dengan jelas. Semakin
sempurna preparasi benda yang akan diuji, semakin sempurna gambar yang akan
diperoleh. Mekanisme terjadinya perlit dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar
Struktur mikro meliputi fasa yang setimbang. Fasa yang setimbang adalah fasa yang
terbentuk dari fasa cair ke fasa padat dengan laju pendinginan sangat lambat. Jenis
fasa ini terdiri dari perlit, ferit, austenit dll. yang dapat dianalisis dengan
menggunakan diagram fasa (Fe-C). Fasa yang tidak seimbang adalah fasa yang
terbentuk akibat pendinginan cepat. Jenis ini terdiri atas martensit, bainit, yang dapat
dianalisis dengan menggunakan diagram CCT (Continous-Cooling Tansformation).
Sedangkan ditinjau dari bentuk butir logam memiliki dua bentuk butir, yaitu equxial
dan elongation. Terdapat dua skala pengamatann yaitu:
1. Skala pengamatan makro, yaitu pengamatan dengan perbesaran 10 kali atau
lebih kecil. Yang diamati: Porositas, segregasi pada produk cor, pengotor,
jennis perpatahan, dan homogenitas struktur las.
2. Skala pengamatan mikro yaitu pengamatan 100 kali atau lebih besar. Yang
diamati: fasa, besar butir dan endapan.
Alat yang digunakan: Mikroskop optik (sampai dengan 1000 kali), Scanning Electron
Microscope (SEM); (sampai dengan 300000 kali), Transmission Electron Microscope
(TEM); (sampai dengan 1000000 kali). Pada metalografi yang diperoleh dengan suatu
analisa kimia dan metalografi logam atau paduannya dan potongannya. Disebabkan
oleh pembawan heteroen dari logam tersebut. Pembawaan ketidak homogenan dalam
Bidang longitudinal: tegak lurus terhadap bidang planar dan sejejar dengan
arah pengerjaan.
2. Pemotongan sampel
Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan:
Pemotongan abrasi
Kekentalannya sedang dalam bentuk cair dan bebas udara pada bentuk
padatnya
Kemampuan susut yang rendah permukaan sampel yang akan diuji harus ada
dibagian bawah. Setelah dibiarkan selama 15 menit maka bahan mounting
telah siap dan sampel telah siap dipreparasi dengan langkah berikutnya.
5. Pengamplasan
Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel yang
akan diamati. Pengamplasan ini dilakukan secara berurutan yaitu dengan memakai
amplas kasar hingga amplas halus. Pemngamplasan kasar dilakukan dengan
menggunakan amplas dengn nomor dibawah 180#, sedangkan pengamplasan halus
menggunakan amplas dengan nomor lebih tinggi dari 180#. Pengamplasan dimulai
dengan meletakkan sampel pada kertas amplas dengan permukaan yang aka diamati
bersentuhan langsung dengan bagian kertas amplas tang kasar, kemudian sampel
ditekan dengan gerakan searah. Selama pengamplasan terjadi gesekan antara
permukaan sampel dan kertas amplas yang memungkinkan terjadinya keaikan suhu
yang dapat mempengaruhi mikrostruktur sampel sehingga diperlukan pendinginan
dengan cara dialiri air. Apabila ingin mengganti arah pengamplasan, Sampel
diusahakan berada pada kedudukan tegak lurus terhadap arah mula-mula.
Pengamplasan selesai spabila tidak teramati lagi adanya goresan-goresan pada
permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.
6. Pemolesan
Pemolesan bertujuan untuk lebih menghaluskan dan melicinkan permuaan sampel
yang akan diamati setelah pengamplasan. Seperti halnya pengamplasan, pemolesan
dibagi dua yaitu pemolesan kasar dan halus. Pemolesan kasar menggunakan
abrasive dalam range sekitar 30 - 3 m, sedangkan pemolesan halus menggunakan
abrasive sekitar 1 m atau dibawahnya. Sebelum pemolesan dilakukan, sampel
terlebih dahulu dibersihkan dengan air. Pemolesan dimulai dengan menyalakan mesin
poles sambil dialiri air. Sampel digerakkan secara radial dengan bagian permukaan
sampel yang telah dipoles harus dilihat secara berkala. Berikutnya dilakukan
pemolesan halus dengan cara yang sama seperti di atas tetapi dengan mennganti air
dengan autosol.
7. Etsa (etching)
Etsa/etching dilakukan dengan mengikis daerah batas butir sehingga struktur bahan
dapat diamati dengan jelas dengan bantuan mikroskop optik. Zat etsa bereaksi dengan
sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbeda tergantung pada batas butir,
kedalaman butir dan komposisi dari sampel. Sampel yang akan dietsa haruslah bersih
dan kering. Selama etsa, permukaan sampel diusahakan harus selalu erendam dalam
etsa. Waktu etsa harus diperkirakan sedemikian sehingga permukaan sampel yang
dietsa tidak sampai gosong karena pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itu
sebelum dietsa, sampel sebaiknya diolesi alkohol untuk memperlambat reaksi. Pada
pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri
sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Zat etsa yang
umum digunakan untuk baja ialah nitral dan prical. Setelah reaksi etsa selesai, zat esta
dihilangkan dengan cara mencelukan sampel ke dalam air panas. Seandainya tidak
memungkinkan dapat digunakan air bersuhu ruang dan dilanjutkan dengan
pengeringan dengan alat pengering. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boeh
disentuh untuk mencegah permukaan menjadi kusam. Setelah dietsa, sampel siap
untuk diperiksa dibawah mikroskop.
2.2
Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinnginan sebuah logam
dalam keadaan padat untuk mendapatkan perubahan sifat fisik yang diinginkan pada
logam. Satu yang terpenting sifat-sifat mekanik pada baja adalah kemampuan baja
untuk dikeraskan agar tahan karat dan aus atau dilunakkan untuk menigkatkan
kelenturan dan kemampuan pada permesinan. Baja juga mendapatkan perlakuan
panas untuk menghilangkan tegangan dalam, mengurangi ukuran butir-butir atau
meningkatkan kekuatan pada baja. Selama pembuatan, unsur-unsur tertentu
ditambahkan ke baja untuk menghasilkan baja khusus ketika logam mendapatkan
perlakuan panas dengan semestinya. Perlakuan panas pada logam dilakukan dalam
tanur pengatur khusus yang menggunakan gas, minyak atau dengan listrik untuk
memberikan panas. Tanur ini juga harus dilengkapi alat keselamatan tertentu, seperti
pengatur dan alat penunjuk untuk memelihara suhu yang dibutuhkan dalam
pekerjaan. Semua pemasanhan tanur harus dilengkapi tutup uap dan kipas
pembuangan untuk membuang asap hasil dari operasi perlakuan panas atau dalam hal
pemasangan gas untuk pembuangan uap gas. Aplkikasi yang dpaling umum adalah
untuk material logam walaupun perlakuan panas juga digunakan dalam pembuatan
berbagai materi lain, seperti kaca.
Secara umum perlakuan panas adalah memanaskan atau dendinginkan
materia, biasanya dalam suhu ekstrem, untuk mencapai hasil yang diinginkan seperti
pengerasan atau pelunakan material. Yang termasuk teknik perlakuan panas adalah
annealing, case hardening, precipitation strengthening, tempering dan quenching.
Perlu dicatat bahwa walaupun perlakuan panas sengaja dilakukan untuk tujuan
mengubah sifat, pemanasan dan pendinginan sering terjadi secara kebetulan selama
proses manufaktur lain seperti pembentukan panas (hot forming) atau pengelasan.
2.3
10
11
BAB III
METODE PERCOBAAN
Menyiapkan sampel
3.1
Pada uji
percobaan
kali ini
terdapat
diagram
alir800#,
percobaan
yang
Mengampelas benda
dengan metalografi
kertas ampelas
ukursn
400#,
600#,
1000#
dan 1200#
berkaitan dengan percobaan sebagai berikut :
Data
Pembahasann
Kesimpulan
Literatur
12
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Percobaan
Dari percobaan yang telah dilakukan mengenai pengujian metalografi berikut
Bahan
Bahan
Pembesaran
: 1000x
Pembesaran
: 1000x
14
Bahan
Pembesaran
: 1000x
Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Metalografi
4.2
Pembahasan
Pada percobaan metalografi ini, praktikan menggunakan 3 buah logam uji
dengan bahan baja AISI 1045 sebagai sampel yang telah diberi perlakuan panas
dengan kondisi yang berbeda-beda. Sebelumnya sampel dilakukan preparasi terlebih
dahulu sehingga dapat dengan mudah diamati dan diidentifikasi menggunakan
mikroskop optik dengan perbesaran 1000x. Proses preparasi yang dilakukan
diantaranya yaitu grinding (pengampelasan), polishing (pemolesan), washing
(pencucian) dengan alkohol dan etching (pengetsaan). Dari keempat sampel yang
telah diuji tersebut dapat dibandingkan dengan melihat struktur mikro yang terbentuk.
15
Ferrite
Martensite
Pearlite
Cementite
16
Pada gambar 4.3 ditunjukkan bahwa hasil dari quenching dengan media oli
menghasilkan fasa berupa bainit. Bainit menggambarkan struktur mikro pada baja
yang dihasilkan dari dekomposisi austenit ke ferit () dan sementit (Fe3 C). Bainit
terbentuk pada kisaran temperatur di atas transformasi martensit dan di bawah
pembentukan perlit. Transformasi austenit ke struktur bainitik dapat terjadi bila baja
didinginkan ke temperatur antara sekitar 300-550 C. Bainit sering dikelompokkan
menjadi dua tipe, yaitu bainit atas, upper bainite dan bainit bawah, lower bainite.
Terbentuknya bainite atas atau bawah sangat tergantung pada rentang temperatur
dimana transformasi terjadi. Fasa ini mempunyai sifat mekanis yang lebih ulet
dibandingkan fasa martensit dan lebih keras dibandingkan perlit.
Cementit
Ferit
17
sebagai satu fasa dalam satu butir. Pearlite memiliki morfologi mirip seperti lapisan
(lamellae) antara ferrite (hitam) dan cementite (putih).
Mekanisme terjadinya perlit yaitu pertumbuhan perlit meliputi pertumbuhan
ferit dan sementit sekaligus secara besamaan. Pertumbuhan dimulai dengan terjadinya
pengintian sementit pada batas-batas butir austenite. Sementit ini kemudian tumbuh
dengan didahului oleh difusi atom-atom karbon. Sehingga di sekitar pelat atau lapisan
sementit merupakan daerah kekurangan karbon, maka bagian ini terjadi pelat-pelat
ferit yang mempunyai kelarutan karbon maksimum 0.025 persen. Petumbuhan
sementit terjadi di mana-mana yang diikuti oleh pertumbuhan ferit, sehingga akhirnya
seluruhnya berubah menjadi perlit.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sejarah perlakuan material yang diberikan sangat mempengaruhi struktur
mikro yang terbentuk.
18
2. Pada hasil analisa mikroskop optik pada perbesaran 1000x diperoleh hasil
sebagai berikut : normalizing terbentuk dari pearlite, quenching media air
terdapat fasa martensite, quenching media oli adalah terbentuknya fasa bainit.
5.2
Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka praktikan harus lebih
memperhatikan lagi dalam proses grinding sampel agar pada proses selanjutnya bisa
menghasilkan gambar struktur mikro yang lebih jelas serta berhati-hati dalam hal
melakukan etsa agar tidak terkorosi terlalu berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, H.E, dan G.E, Troxell, The Testing and Inspection of Engineering
Material, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.
Avner, S.H., Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New York,
1964.
19
20
LAMPIRAN C
BLANKO PERCOBAAN
21
2.
22
Jawab :
Mounting adalah tahapan dimana memberikan pegangan atau wadah bagi sampel
yang mempunyai bentuk tidak rata dan sulit dipegang, syarat bahan mounting :
1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan spesimen maupun zat etsa)
2. Sifat eksotermis rendah
3. Viskositas rendah
4. Penyusutan linier rendah
5. Sifat adhesi baik
6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
7. Flowbilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan
sampel
8. Khusus untuk etsa elektronik dan pengujian SEM, bahan mountng harus
kondusif
Tugas Khusus
1. Jelaskan aplikasi larutan etsa dan macam-macamnya!
Jawab :
Macam-macam media penggetsa serta aplikasnya dapat dilihat pada gambar
23
25
24