ketersediaan hara, (iv) ketersediaan oksigen dalam zone perakaran, (v) kondisi
bagi per-kecambahan, (vi) kemudahan pengolahan, (vii) salinitas atau
alkalinityas, (viii) toksisitas tanah, (ix) ketahanan terhadap erosi, (x) bahaya banjir,
(xi) rejim suhu, dan (xii) Fotoperiodik.
Beberapa kualitas lahan yang berhubungan dengan produktivitas hutan
adalah (i) bahaya kebakaran, (ii) hama dan penyakit, (iii) faktor lokasi yang
mempengaruhi perkembangan tanaman muda, (iv) tipe dan jumlah jenis kayu
indigenous. Dalam konteks evaluasi sumberdaya lahan dikenal ada dua macam
istilah, yaitu "kapabilitas" (kemampuan) lahan dan "suitabilitas" (kesesuaian)
lahan. Kemam puan lahan dianggap sebagai kapasitas inherent dari sumberdaya
lahan untuk mendu kung penggunaannya secara umum; sedangkan kesesuaian
lahan mencerminkan kesesuaian bidang lahan bagi penggunaan yang spesifik.
Pendapat lain menyatakan bahwa kemampuan lahan lebih mengarah kepada
aspek konservasi, sedangkan kesesuaian lahan lebih mengarah kepada
produktivitas.
Khusus dalam hubungannya dengan aktivitas pemba-ngunan dalam
sektor pertanian dikenal istilah "penggunaan lahan pertanian" dan "evaluasi lahan
pertanian" yang melibatkan berbagai macam kegiatan. Dalam hubungan ini,
kesesuaian lahan juga bermakna sebagai kecocokan suatu bidang lahan bagi
penggunaan tertentu.
Perbedaan tingkat kesesuaian ini ditentukan oleh
hubungan-hubungan (aktual atau yang diantisipasi) antara benefit dan input yang
berhubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dengan demikian ada dua
macam klasifikasi kese-suaian lahan, yaitu kesesuaian aktual dan kesesuaian
potensial.
2. Evaluasi Sumberdaya Lahan
Kegiatan evaluasi lahan dan survei tanah, sangat dianjurkan dalam
rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan
pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau usahatani.
Kegiatan evaluasi lahan ini mesuplai petani dengan informasi secara tepat dan
akurat tentang apa yang seyogyanya dikerjakan, dan perbaikan apa saja yang
diperlukan untuk pengelolaan lahannya. Termasuk ke dalam evaluasi tersebut
adalah penelitian dan penilaian tentang tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah
lapisan bawah, kedalaman solum dan subsoil, warna tanah lapisan atas, struktur
tanah, keadaan batu-batuan, mudahnya diolah, permeabilitas subsoil, drainase
permukaan, drainase internal profil tanah, kemiringan, derajat erosi, bahaya erosi
bila tanah diolah, faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan kelas lahan,
dan kelas kapabilitas lahan. Disamping itu, semua tanah-tanah pertanian diuji
kesuburan, reaksi tanah, dan kondisi alkalinitas/ salinitasnya.
2.1.
Keadaan batu
Bebas
Sedikit
Sedang
Banyak
Erosi
Tanpa-sedikit
Sedang
Parah
Sangat parah
Hambatan pengolahan
Bahaya erosi
bila diolah
Tidak ada
ringan
Sedang
Parah
Tidak sulit
Sulit
Sangat sulit
Permeabilitas
subsoil
Sangat lambat
Lambat
Sedang
Cepat
Drainase permukaan
Jelek
Sedang
Baik
Berlebihan
Faktor untuk
kelas lahan:
Tekstur
Permeabilitas
Kedalaman
Slope
Erosi
Kelas Lahan
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas VI
Kelas VII
Kelas VIII
Struktur tanah :
Pipih
Prismatik
Kolumnar
Kubus
Granuler
Butir lepas
Masif
Drainase internal:
Berlebihan
Baik
Cukup
Jelek
Hampir datar
Landai
Agak miring
Slope :
Curam
Sangat curam
Order S (sesuai)
Subkelas S2t
S2t-2
halus (fine loamy), permeabilitas lambat, hampir datar dan drainase agak
terhambat hingga terhambat. Mempunyai tingkat kesuburan tanah sangat tinggi
atau sedang dan tidak mempunyai atau mengandung kadar garam atau bahanbahan beracun dalam jumlah yang membahayakan . Air mudah ditahan pada
tanah-tanah ini dengan alat pengontrol air yang biasa dipakai. Air irigasi cukup,
paling tidak untuk satu kali tanam selama setahun tanpa adanya resiko
kerusakan oleh kekeringan atau banjir.
(2).
Kelas S2: Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawah
Pembatas adalah kecil dan termasuk satu atau lebih dari pembataspembatas berikut ini:
1. Kedalaman efektif 50-75 cm
2. Sebaran besar butir berliat, berlempung halus atau berdebu halus
3. Permeabilitas 0.5 - 2.0 cm/jam
4. Tingkat kesuburan tanah rendah
5. Salinitas 1500-2500 mmhos/cm
6. Reaksi tanah yang sedikit membatasi produksi (pH pada lapisan 0-30
cm adalah 4.5-5.0 atau 7.5-8.0)
7. Kemiringan 1-3%
8. Sedikit berkerikil yang menghambat pertumbuhan tanaman
9. Kadang-kadang ada sedikit kekurangan air
10. Kadang-kadang ada kerusakan sedang yang disebabkan oleh
banjir/genangan
Air pada lahan ini dapat ditahan di tempat tanpa kesulitan. Air irigasi
cukup tersdia untuk satu kali tanam dalam setahun. Dapat mengalami sedikit
/sebentar menderita kekurangan air tanah tetapi produksi tidak begitu banyak
berpengaruh oleh adanya kekeringan. Kadar hara dapat menjadi faktor
pembatas akan tetapi biasanya masih dapat diatasi dengan pemupukan.
(3).
10
Tabel 1. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada
metode evaluasi lahan menurut Djaenudin (2003).
Kualitas Lahan
Temperatur (tc)
Ketersediaan air (wa)
Karakteristik Lahan
Temperatur rata -rata (oC)
Curah hujan (mm); Kelembaban (%);
11
12
Relief
Datar
Berombak/agak melandai
Bergelombang/melandai
Berbukit
Bergunung
Bergunung curam
Bergunung sangat curam
Lereng (%)
<3
3-8
8-15
15-30
30-40
40-60
> 60
Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol.
Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara
dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam
kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan
temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut,
maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari
cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian
tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan
kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan
tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah.
2.2. Iklim
2.2.1. Suhu udara
2.2.2. Curah hujan
Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu
rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah.
Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan
berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat,
semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Braak (1928):
26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C)
[1]
13
Kelas Drainase
Cepat
(excessivelydrained)
Agak
cepat
(somewhat
excessively drained)
Uraian
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai
sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah
demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen
tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna
gley (reduksi).
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya
menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk
sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa
14
Agak
(moderately
drained)
Agak
terhambat
(somewhat
poorly
drained)
Terhambat
drained
Sangat
terhambat
(very poorly drained)
baik
well
(poorly
15
16
No
1.
Kelas Tekstur
Pasir (S)
2.
Pasir berlempung
(LS)
Lempung berpasir
(SL)
Lempung (L)
3.
4.
5.
Lempung
(SiL)
6.
Debu (Si)
7.
Lempung
(CL)
8.
Lempung
berpasir (SCL)
9.
Lempung
liat
berdebu (SiCL)
Liat berpasir (SC)
10
.
berdebu
berliat
liat
11.
12
.
Liat (C)
Sifat Tanah
Sangat kasar sekali; tidak membentuk gulungan;
serta tidak melekat.
Sangat kasar; membentuk bola yang mudah
sekali hancur; serta agak melekat.
Agak kasar; membentuk bola yang mudah sekali
hancur; serta agak melekat.
Rasa tidak kasar dan tidak licin; membentuk bola
teguh; dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat;dan melekat.
Licin; membentuk bola teguh; dapat sedikit
digulung dengan permukaan mengkilat; serta
agak melekat.
Rasa licin sekali; membentuk bola teguh; dapat
sedikit digulung dengan permukaan mengkilat;
serta agak melekat.
Rasa agak kasar; membentuk bola agak teguh
(lembab); membentuk gulungan tapi mudah
hancur; serta agak melekat.
Rasa kasar agak jelas; membentuk bola agak
teguh (lembab); membentuk gulungan tetapi
mudah hancur; serta melekat.
Rasa licin jelas; membentuk bola teguh;
gulungan Mengkilat; melekat.
Rasa licin agak kasar; membentuk bola dalam
keadaan kering sukar dipilin; mudah digulung;
serta melekat.
Rasa agak licin; membentuk bola dalam keadaan
kering sukar dipilin; mudah digulung; serta
melekat.
Rasa berat; membentuk bola sempurna; bila
kering sangat keras; basah sangat melekat.
17
18
sedang : 60 - 100 cm
agak tebal : 100 - 200 cm
tebal : 200 - 400 cm
Sangat tebal : > 400 cm
2.3.6. Alkalinitas
Menggunakan nilai persentase natrium dapat ditukar (exchangeable
sodium percentage atau ESP) yaitu dengan perhitungan:
Nilai ESP 15% sebanding dgn nilai sodium adsorption ratio atau SAR 13:
19
F0
F1
Tidak ada
Ringan
F2
Sedang
F3
Agak berat
F4
Berat
20
pH tanah
< 4.5
4.5 5.5
5.6 6.5
6.6 7.5
7.6 8.5
> 8.5
21
DAFTAR PUSTAKA
A. Van Wambeke and T.R. Forbes. 1986. Guidelines for Using Soil Taxonomy in
The Names of Soil Map Units. Soil Conservation Service, USDA. SMSS
Technical Monograph No. 10.
Braak, C. 1928. The Climate of The Netherlands Indies. Proc. Royal Mogn.
Meteor. Observ. Batavia, nr. 14. pp. 192.
Bunting, E.S. 1981. Assessments of the effecs on yield of variations in climate
and soil characteristics for twenty crops species. AGOF/INS/78/006,
Technical Note No 12. Centre for Soil research, Bogor, Indonesia
CSR/FAO Staffs. 1983. Reconnaissance Land Resource Survey 1 : 250.000
Scale. Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4. Version 1.
Centre for Soil Research, Bogor, Indonesia.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis
untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-947425-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil
Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.
Puslittanak. 1997. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala
1:250.000). Puslittanak, Bogor, Indonesia.
Ritung, S., A. Hidayat, dan Suratman. 2002. Penyusunan Pewilayahan Komoditas
dan Ketersediaan Lahan. Laporan Akhir No. 06/Puslitbangtanak/2002.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor,
Indonesia.
Ritung, S., dan A. Hidayat. 2003. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk
Pengembangan Pertanian di Propinsi Sumatera Barat, hal. 263-282.
Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam, Bandar
Lampung 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Rossiter, D. G., and A. R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation
System. ALES Version 4.5. User Manual. Cornell University, Departement
of Soil Crop & Atmospheric Sciences. SCAS. Teaching Series No. 193-2.
Revision 4. Ithaca, NY, USA.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. Ninth Edition. United States
Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Services.
Soil Survey Staff. 1992. Key to Soil Taxonomy, Sixth Edition, 1994.
Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Bahasa Indonesia,
1998. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, Indonesia.
Sys, C. 1985. Land Evaluation. State University of Ghent, Belgium.
Sys, C., E. Van Ranst, J. Debaveye, and F. Beernaert. 1993. Land Evaluation.
Crop Requirements Part III. Agricultural Publication No. 7. General
Administration for Development Corp. 1050 Brussels-Belgium.
22
Wambeke Van A., P. Hasting, and M. Tolomeo. 1986. Newhall Simulation Model.
Computer Program. Departement of Agronomy. Bradfield Hall. Cornell
University. Ithaca NY 14851