Anda di halaman 1dari 22

1

ANALISIS KESESUAIAN EKOSISTEM LAHAN


(smno.tnh.fpub)
1. Pendahuluan
Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah,
hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi
potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu.
Tipe penggunaan lahan ("major kind of land use") adalah golongan
utama dari penggunaan lahan pedesaan, seperti lahan pertanian tadah hujan,
lahan pertanian irigasi, lahan hutan, atau lahan untuk rekreasi. Tipe pemanfaatan
lahan ("land utilization type, LUT") adalah suatu macam penggunaan lahan
yang didefinisikan secara lebih rinci dan detail dibandingkan dengan tipe
penggunaan lahan. Suatu LUT terdiri atas seperangkat spesifikasi teknis dalam
konteks tatanan fisik, ekonomi dan sosial yang tertentu. Beberapa atribut utama
dari LUT a.l. adalah:
(1). Produk, termasuk barang (tanaman, ternak, kayu), jasa (misalnya.
fasilitas rekreasi), atau benefit lain (misalnya cagar alam, suaka
alam)
(2). Orientasi pasar, subsisten atau komersial
(3). Intensitas penggunaan kapital
(4). Intensitas penggunaan tenagakerja
(5). Sumber tenaga (manusia, ternak, mesin dengan menggu nakan
bahan bakar tertentu)
(6). Pengetahuan teknis dan perilaku pengguna lahan
(7). Teknologi yang digunakan (peralatan dan mesin, pupuk, ternak,
metode penebangan, dll)
(8). Infrastruktur penunjang
(9). Penguasaan dan pemilikan lahan
(10). Tingkat pendapatan.
"Karakterisik lahan" merupakan atribut lahan yang dapat diukur atau
diestimasi. Misalnya kemiringan, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air
tersedia, biomasa vegetasi, dll. Sedangkan "Kualitas lahan" adalah kompleks
atribut lahan yang mempunyai peranan spesifik dalam menentukan tingkat
kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Contohnya ketersediaan air,
resistensi erosi, bahaya banjir, dan aksesibilitas. "Kriteria diagnostik" adalah
suatu peubah yang mem-punyai pengaruh tertentu terhadap hasil (atau input
yang diperlukan ) pada penggunaan tertentu, dan peubah ini juga berfungsi
sebagai dasar untuk menilai kesesuaian suatu bidang lahan bagi penggunaan
tersebut. Peubah ini bisa berupa kualitas lahan, karakteristik lahan, atau fungsi
dari beberapa karakteristik lahan.
Beberapa macam kualitas lahan yang berhubungan dengan pertumbuhan
dan produktivitas tanaman adalah: (i) hasil tanaman, (ii) ketersediaan air, (iii)

ketersediaan hara, (iv) ketersediaan oksigen dalam zone perakaran, (v) kondisi
bagi per-kecambahan, (vi) kemudahan pengolahan, (vii) salinitas atau
alkalinityas, (viii) toksisitas tanah, (ix) ketahanan terhadap erosi, (x) bahaya banjir,
(xi) rejim suhu, dan (xii) Fotoperiodik.
Beberapa kualitas lahan yang berhubungan dengan produktivitas hutan
adalah (i) bahaya kebakaran, (ii) hama dan penyakit, (iii) faktor lokasi yang
mempengaruhi perkembangan tanaman muda, (iv) tipe dan jumlah jenis kayu
indigenous. Dalam konteks evaluasi sumberdaya lahan dikenal ada dua macam
istilah, yaitu "kapabilitas" (kemampuan) lahan dan "suitabilitas" (kesesuaian)
lahan. Kemam puan lahan dianggap sebagai kapasitas inherent dari sumberdaya
lahan untuk mendu kung penggunaannya secara umum; sedangkan kesesuaian
lahan mencerminkan kesesuaian bidang lahan bagi penggunaan yang spesifik.
Pendapat lain menyatakan bahwa kemampuan lahan lebih mengarah kepada
aspek konservasi, sedangkan kesesuaian lahan lebih mengarah kepada
produktivitas.
Khusus dalam hubungannya dengan aktivitas pemba-ngunan dalam
sektor pertanian dikenal istilah "penggunaan lahan pertanian" dan "evaluasi lahan
pertanian" yang melibatkan berbagai macam kegiatan. Dalam hubungan ini,
kesesuaian lahan juga bermakna sebagai kecocokan suatu bidang lahan bagi
penggunaan tertentu.
Perbedaan tingkat kesesuaian ini ditentukan oleh
hubungan-hubungan (aktual atau yang diantisipasi) antara benefit dan input yang
berhubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dengan demikian ada dua
macam klasifikasi kese-suaian lahan, yaitu kesesuaian aktual dan kesesuaian
potensial.
2. Evaluasi Sumberdaya Lahan
Kegiatan evaluasi lahan dan survei tanah, sangat dianjurkan dalam
rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan
pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau usahatani.
Kegiatan evaluasi lahan ini mesuplai petani dengan informasi secara tepat dan
akurat tentang apa yang seyogyanya dikerjakan, dan perbaikan apa saja yang
diperlukan untuk pengelolaan lahannya. Termasuk ke dalam evaluasi tersebut
adalah penelitian dan penilaian tentang tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah
lapisan bawah, kedalaman solum dan subsoil, warna tanah lapisan atas, struktur
tanah, keadaan batu-batuan, mudahnya diolah, permeabilitas subsoil, drainase
permukaan, drainase internal profil tanah, kemiringan, derajat erosi, bahaya erosi
bila tanah diolah, faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan kelas lahan,
dan kelas kapabilitas lahan. Disamping itu, semua tanah-tanah pertanian diuji
kesuburan, reaksi tanah, dan kondisi alkalinitas/ salinitasnya.
2.1.

Parameter evaluasi lahan

Sebagian besar teknik evaluasi lahan adalah seragam dalam melukiskan


sifat lahan internal dan eksternal. Berikut adalah beberapa parameter yang lazim
digunakan.
2.1.1. Sifat Fisik Lahan dan Tanah
Tekstur lapisan atas
Kasar
Sedang
Halus
Tekstur subsoil
Kasar
Sedang
Halus
Kedalaman topsoil
dan subsoil
Dalam
Agak dalam
Dangkal
Sangat dangkal
Drainase
Warna topsoil
Terang
Sedang
Gelap

Keadaan batu
Bebas
Sedikit
Sedang
Banyak

Erosi
Tanpa-sedikit
Sedang
Parah
Sangat parah

Hambatan pengolahan

Bahaya erosi
bila diolah
Tidak ada
ringan
Sedang
Parah

Tidak sulit
Sulit
Sangat sulit
Permeabilitas
subsoil
Sangat lambat
Lambat
Sedang
Cepat

Drainase permukaan
Jelek
Sedang
Baik
Berlebihan

Faktor untuk
kelas lahan:
Tekstur
Permeabilitas
Kedalaman
Slope
Erosi
Kelas Lahan
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas VI
Kelas VII
Kelas VIII

Struktur tanah :
Pipih
Prismatik
Kolumnar
Kubus
Granuler
Butir lepas
Masif

Drainase internal:
Berlebihan
Baik
Cukup
Jelek
Hampir datar
Landai
Agak miring

Slope :
Curam
Sangat curam

2.1.2. Praktek konservasi dan pengelolaan yang dianjurkan


(a). Metode Vegetatif:
1.
Rotasi tanaman selama satu atau dua tahun
2.
Rotasi tanaman selama tiga atau empat tahun
3.
Rotasi tanaman selama lima tahun atau lebih
4.
Pastur permanen
5.
Hutan permanen
6.
Jangan membakar residu tanaman
7.
Strip-cropping
8.
Pengelolaan residu tanaman
9.
Tanam rumput dan/atau legum yang dianjurkan
10. Lindungi dari pembakaran
11. Penggembalaan/perumputan terkendali
12. Pengendalian tumbuhan liar yang merusaK
13. Pengendalian belukar dan pepohonan
14. Cagar alam
15. Saluran air berumput
16. Pupuk hijau
17. Bera .
(b). Metode Mekanik:
1.
Teras atau sabuk gunung
2.
Perataan lahan
3.
Strip cropping
4.
Pembersihan batu dan belukar
5.
Terrasering
6.
Irigasi
7.
Bangunan penguat terras
8.
Saluran pengendali /pembuangan
9.
Sistem drainase
10.
Mulsa penutup permukaan tanah

3. Klasifikasi Kesesuaian Lahan


3.1. Kerangka Klasifikasi menurut Metoda FAO (1976)
"Kesesuaian lahan" adalah keadaan tingkat kecocokan dari sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu bidang lahan ini
dapat berbeda-beda tergantung pada tataguna lahan yang diinginkan. Metode
FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari
data yang tersedia. Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri
dari empat kategori, yaitu:
1. Order: keadaan kesesuaian secara global
2. Kelas: keadaan tingkatan kesesuaian dalam order
3. Sub-Kelas: keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis
pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan.
4. Unit: keadaan tingkstan dalam sub kelas didasarkan pada sifat
tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya.
3.1.1. Kesesuaian lahan pada tingkatan kelas
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari order dan
menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari suatu order. Simbol Kelas ini
berupa nomor urut yang ditulis di belakang simbol order, dimana nomor urut ini
menunjukkan tingkatan kelas yang menurun dalam satu order. Banyaknya kelas
dalam setiap order sebenarnya tidak terbatas, tetapi dianjurkan hanya memakai
tiga kelas dalam order S dan dua kelas dalam order N. Jumlah kelas tersebut
harus berdasarkan kepada keperluan minimum untuk mencapai tujuan- tujuan
penafsiran.
Jika tiga kelas yang dipakai dalam order S dan dua kelas dalam order N,
maka uraiannya adalah sbb:
(1). Kelas S1: Sangat sesuai (Highly suitable).
Lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan
pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang
tidak berarti secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan
tidak akan menaikkan masukan di atas yang telah biasa diberikan.
(2). Kelas S2. Cukup Sesuai (Moderately suitable).
Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
Pembatas tersebut akan mengurangi produksi atau keuntungan dan
meningkatkan masukan yang diperlukan.
(3). Kelas S3 : Hampir Sesuai (Marginally suitable).
Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas

akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan


masukan yang diperlukan.
(4). Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini (Currently not suitable).
Lahan mempunyai pembatas yang lebih serius, tetapi masih
memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki pada tingkat
pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian
seriusnya sehingga mencegah penggunaan secara berkelangsungan
dari lahan.
(5). Kelas N2 : Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not
suitable). Lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah
segala kemungkinan penggunaan berke-langsungan pada lahan
tersebut.
3.1.2. Kesesuaian lahan pada tingkatan sub-kelas
Sub-kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam
perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Setiap kelas dapat dipecahkan
menjadi satu atau lebih sub-kelas tergantung dari jenis pembatas yang ada.
Jenis pembatas ini ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang ditaruh setelah
simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif
(s) akan menurunkan sub-kelas S2s. Biasanya hanya ada satu simbol pembatas
di dalam setiap subkelas. Akan tetapi bisa juga dalam subkelas mempunyai dua
atau tiga simbol pembatas dengan catatan jenis pembatas yang paling dominan
ditempatkan pertama. Misalnya dalam subkelas S2t,s, maka pembatas topografi
(t) adalah pembatas dominan dan pembatas kedalaman efektif (s) adalah
pembatas ke dua atau tambahan.
3.1.3. Kesesuaian lahan pada tingkatan unit
Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut
dari subkelas. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai
tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama
pada tingkat-an subkelas. Unit yang satu berbeda dengan unit yang lain dalam
sifat-sifat atau aspek-aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan
sering merupakan pembedaan detail dari pembatas-pembatasnya. Diketahuinya
pembatas secara detail memudahkan penafsiran dalam mengelola rencana suatu
usahatani.
Kesesuaian lahan pada tingkat unit, pemberian simbolnya dibedakan oleh
angka-angka arab yang dipisahkan oleh tanda penghubung dari simbol subkelas,
misalnya S2 e-1, S2 e-2. Unit dalam satu subkelas jumlahnya tidak terbatas.
Contoh penamaan dari mulai order hingga unit adalah sbb:

Order S (sesuai)

Subkelas S2t

S2t-2

Kelas S2 (cukup sesuai

Unit 2 dari subkelas S2t

3.2. Kesesuaian Lahan untuk Padi sawah


Untuk penilaian kesesuaian lahan tanaman padi sawah ini digunakan
modifikasi dari sistem Steele dan Robinson (1972). Pada sistem ini aslinya
dikenal lima kelas :
P-I:
Lahan sangat sesuai untuk tanaman padi sawah
P-II: Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawah
P-III: Lahan hampir sesuai untuk tanaman padi sawah
P-IV: Lahan kurang sesuai untuk tanaman padi sawah
P-V: Lahan tidak sesuai untuk tanaman padi sawah.
Untuk menyesuaikan dengan kerangka pada metode FAO (1975),
korelasinya adalah sbb:
Kelas P-I menjadi kelas S1.
Kelas P-II menjadi Kelas S2
Kelas P-III menjadi Kelas S3
Kelas P-IV menjadi Kelas N1
Kelas P-V menjadi Kelas N2.
Sebagai pedoman dalam penilaian ditambahkan kriteria kuantitatif dari
besaran faktor pembatas kesuburan.
3.2.1. Kesesuaian pada tingkat kelas
Pedoman pengelompokkan menjadi kelas kesesuaian lahan untuk
tanaman padi sawah mengikuti kriteria berikut ini.
(1).
Kelas S1 : Lahan sangat sesuai untuk tanaman padi sawah.
Pada umumnya lahan ini sedikit sekali pembatasnya dengan sifat-sifat
mempunyai kedalaman efektif 75 cm, teksturnya lebih halus dari berlempung

halus (fine loamy), permeabilitas lambat, hampir datar dan drainase agak
terhambat hingga terhambat. Mempunyai tingkat kesuburan tanah sangat tinggi
atau sedang dan tidak mempunyai atau mengandung kadar garam atau bahanbahan beracun dalam jumlah yang membahayakan . Air mudah ditahan pada
tanah-tanah ini dengan alat pengontrol air yang biasa dipakai. Air irigasi cukup,
paling tidak untuk satu kali tanam selama setahun tanpa adanya resiko
kerusakan oleh kekeringan atau banjir.
(2).
Kelas S2: Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawah
Pembatas adalah kecil dan termasuk satu atau lebih dari pembataspembatas berikut ini:
1. Kedalaman efektif 50-75 cm
2. Sebaran besar butir berliat, berlempung halus atau berdebu halus
3. Permeabilitas 0.5 - 2.0 cm/jam
4. Tingkat kesuburan tanah rendah
5. Salinitas 1500-2500 mmhos/cm
6. Reaksi tanah yang sedikit membatasi produksi (pH pada lapisan 0-30
cm adalah 4.5-5.0 atau 7.5-8.0)
7. Kemiringan 1-3%
8. Sedikit berkerikil yang menghambat pertumbuhan tanaman
9. Kadang-kadang ada sedikit kekurangan air
10. Kadang-kadang ada kerusakan sedang yang disebabkan oleh
banjir/genangan
Air pada lahan ini dapat ditahan di tempat tanpa kesulitan. Air irigasi
cukup tersdia untuk satu kali tanam dalam setahun. Dapat mengalami sedikit
/sebentar menderita kekurangan air tanah tetapi produksi tidak begitu banyak
berpengaruh oleh adanya kekeringan. Kadar hara dapat menjadi faktor
pembatas akan tetapi biasanya masih dapat diatasi dengan pemupukan.
(3).

Kelas S3: Lahan hampir sesuai untuk tanaman padi sawah.

Lahan ini mempunyai satu atau lebih dari pembataspembatas berikut:


1. Kedalaman efektif 25-50 cm
2. Permeabilitas 2.0 - 6.5 cm/jam
3. Tingkat kemasaman yang ekstrim (pH lapisan 0.30 cm adalah 4.04.5)
4. Sebaran besar butir (tekstur) berdebu kasar dan berlempung kasar
5. Lereng 3-5%
6. 50-80% wilayah rata tanpa mikro relief
7. Sedikit berkerikil dan berbatu
8. Resiko sedang dalam periode < 4 tahun, dalam 10 tahun yang
disebabkan oleh sedikit kekurangan air
9. Drainase sangat terhambat atau sedang

10. Sedang (tapi sering) kerusakan oleh banjir/genangan sewaktu-waktu


kerusakan dapat menjadi hebat.
Perlengkapan dan fasilitas pengendali air mungkin diperlukan untuk
menahan air. Air irigasi cukup tersedia untuk satu kali tanam pada kebanyakan
tahun, tetapi periode kering dapat menyebabkan kerusakan sedang pada tanah
yang mempunyai kapasitas memegang air rendah.
Dalam beberapa hal
pemupukan diperlukan untuk mempertinggi hasil tanaman.
(4).
Kelas N1: Lahan tidak sesuai pada saat ini.
Lahan mempunyai pembatas satu atau lebih dari faktor-faktor berikut ini:
1. Kedalaman efektif 10-25 cm
2. Sebaran besar butir (tekstur) berskeletal
3. Permeabilitas 6.5-25 cm/jam
4. Kesuburan tanah sangat rendah
5. Reaksi tanah pada kedalaman 0-30 cm adalah 3.5-4.0 atau 8.0-8.5
6. Salinitas 2500-4000 mmhos/cm
7. Kemiringan 5-8%
8. Relief mikro: 40-50% pada wilayah datar
9. Adanya resiko yang serius disebabkan oleh adanya kekurangan air
10. Drainase cepat
11. Banjir/genangan sering terjadi dan mem-bahayakan.
(5).
Kelas N2: Lahan tidak sesuai untuk tanaman padi sawah
Lahan mempunyai banyak pembatas yang sukar diatasi, sehingga
membuatnya tidak sesuai untuk tanaman padi sawah. Pembatasnya termasuk
lereng terjal, dan keadaan topografi yang tidak memungkinkan untuk
mengumpulkan atau menahan air, kedalaman efektif dangkal sekali dan sangat
berbatu, teksturnya berpasir dan berskeletal, permeabilitas sangat cepat, salinitas
tinggi dan bahay banjir/genangan yang sangat membahayakan. Kebanyakan
lahan-lahan dari kelas ini pada daerah tinggi atau bergunung. Lahan ini mungkin
sesuai untuk padangrumput atau hutan.
3.2.2. Kesesuaian pada tingkat subkelas
Kelas kesesuaian untuk tanaman padi sawah juga dapat dirinci lagi
menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatasnya. Faktor yang
biasa menjadi pembatas dalam subkelas pada lahan untuk tanaman padi sawah
ialah:
s : Pembatas pada zone perakaran (kedalaman efektif,
tekstur,
permeabilitas dan adanya batu)
n : kesuburan tanah

10

m : Kekurangan air untuk tumbuhnya tanaman. Ini dapat disebabkan oleh


sumber airnya, yaitu hujan, sungai dan air lainnya yang tidak cukup
pada periode pertumbuhan tanaman
f : Banjir/genangan (frekuensi dan lamanya), kedalaman air genangan
dan kecepat-an air harus dipertimbangkan dalam penentuan pembatas
ini.
t : Pembatas topografi berupa lereng yang persentase kemiringannya
tinggi (> 5%) dan ke-tinggian tempat lebih dari 750 m dpl, serta
adanya mikro relief yang nyata yang membatasi pertumbuhan
tanaman. Keadaan topografi seperti ini tidak memungkinkan untuk
mengumpulkan air tanpa masukan (input) yang tinggi dan sulitnya
penggunaan alat-alat mekanis.
x: Salinitas atau alkalinitas, pembatas ini berupa kandungan garam yang
tinggi sehingga membatasi pertumbuhan tanaman.
a : Reaksi tanah. Lahan mempunyai ke-masaman yang tinggi atau yang
rendah yang sukar diatasi.

4. KUALITAS DAN KARAKTERISTIK LAHAN


Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh
terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu
atau lebih karakteristik lahan.
Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di
lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO,
1976). Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada
metode evaluasi lahan menurut Djaenudin (2003).
Kualitas Lahan
Temperatur (tc)
Ketersediaan air (wa)

Karakteristik Lahan
Temperatur rata -rata (oC)
Curah hujan (mm); Kelembaban (%);

11

Ketersediaan oksigen (oa)


Keadaan media perakaran (rc)
Gambut
Retensi hara (nr)
Toksisitas (xc)
Sodisitas (xn)
Bahaya sulfidik (xs)
Bahaya erosi (eh)
Bahaya banjir (fh)
Penyiapan lahan (lp)

Lamanya bulan kering (bln)


Drainase
Tekstur; Bahan kasar (%); Kedalaman
tanah (cm)
Ketebalan (cm); Ketebalan (cm) jika
ada
sisipan
bahan
mineral/pengkayaan; Kematangan
KTK liat (cmol/kg); Kejenuhan basa
(%); Ph; C-organik (%)
Salinitas (dS/m)
Alkalinitas/ESP (%)
Kedalaman sulfidik (cm)
Lereng (%); Bahaya erosi
Genangan
Batuan di permukaan (%); Singkapan
batuan (%

Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan


dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim.
Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur
pembentuk satuan peta tanah.
2.1. Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk
wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief
erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi.
Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan
radiasi matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 2

12

Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Relief
Datar
Berombak/agak melandai
Bergelombang/melandai
Berbukit
Bergunung
Bergunung curam
Bergunung sangat curam

Lereng (%)
<3
3-8
8-15
15-30
30-40
40-60
> 60

Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol.
Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara
dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam
kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan
temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut,
maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari
cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian
tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan
kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan
tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah.
2.2. Iklim
2.2.1. Suhu udara
2.2.2. Curah hujan
Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu
rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah.
Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan
berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat,
semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Braak (1928):
26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C)

[1]

Suhu udara rata-rata di tepi pantai berkisar antara 25-27 C.


Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan
yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah
tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis.
Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama
1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya

13

tahunan. Sedangkan secara otomatis menggunakan alat-alat khusus yang dapat


mencatat kejadian hujan setiap periode tertentu, misalnya setiap menit, setiap
jam, dan seterusnya.
Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam
jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.
Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm.
Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi.
Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone agroklimat
ke dalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt & Ferguson
(1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni
bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih
bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman
tahunan.
2.3. Tanah
Faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa
sifat atau karakteristik tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman
tanah dan retensi hara (pH, KTK), serta beberapa sifat lainnya diantaranya
alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan.
2.3.1. Drainase tanah
Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau
keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas
drainase tanah disajikan pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk
sebagian besar tanaman, terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada
pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang
sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan
air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan kekurangan oksigen.
Tabel 3. Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan
No.
1

Kelas Drainase
Cepat
(excessivelydrained)

Agak
cepat
(somewhat
excessively drained)

Uraian
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai
sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah
demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen
tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna
gley (reduksi).
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya
menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk
sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa

14

Baik (well drained)

Agak
(moderately
drained)

Agak
terhambat
(somewhat
poorly
drained)

Terhambat
drained

Sangat
terhambat
(very poorly drained)

baik
well

(poorly

bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley


(reduksi).
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya
menahan air sedang; lembab; tapi tidak cukup basah dekat
permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman.
Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan
serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai
agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia)
rendah; tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian
cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau
karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi)
pada lapisan 0 sampai 50 cm.
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan
daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat
rendah; tanah basah sampai ke permukaan. Tanah
demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil
tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan;
yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan
besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada
lapisan 0 sampai 25 cm.
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya
menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat
rendah; tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai
ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan
sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan; yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan
bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada
lapisan sampai permukaan.
Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya
menahan air (pori air tersedia) sangat rendah; tanah basah
secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup
lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk
padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah mempunyai warna
gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

Keadaan penampang tanah pada tanah-tanah yang berdrainase baik,


agak baik, agak terhambat dan sangat terhambat disajikan pada Gambar 1.

15

Gambar 1. Keadaan penampang tanah berdasarkan keadaan drainase


(Sofyan Ritung, Wahyunto, Fahmuddin Agus dan Hapid
Hidayat, 2007).
2.3.2. Tekstur
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm) yaitu
pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan
pada Tabel 4, atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium dan
menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar 2.
Pengelompokan kelas tekstur adalah:
Halus (h)
Agak halus (ah)

Liat berpasir, liat, liat berdebu


Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu
Sedang (s)
Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung
berdebu, debu
Agak kasar (ak) Lempung berpasir
Kasar (k)
Pasir, pasir berlempung
Sangat halus (sh) Liat (tipe mineral liat 2:1)

Tabel 4. Menentukan kelas tekstur di lapangan

16

No
1.

Kelas Tekstur
Pasir (S)

2.

Pasir berlempung
(LS)
Lempung berpasir
(SL)
Lempung (L)

3.
4.
5.

Lempung
(SiL)

6.

Debu (Si)

7.

Lempung
(CL)

8.

Lempung
berpasir (SCL)

9.

Lempung
liat
berdebu (SiCL)
Liat berpasir (SC)

10
.

berdebu

berliat
liat

11.

Liat berdebu (SiC)

12
.

Liat (C)

Sifat Tanah
Sangat kasar sekali; tidak membentuk gulungan;
serta tidak melekat.
Sangat kasar; membentuk bola yang mudah
sekali hancur; serta agak melekat.
Agak kasar; membentuk bola yang mudah sekali
hancur; serta agak melekat.
Rasa tidak kasar dan tidak licin; membentuk bola
teguh; dapat sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat;dan melekat.
Licin; membentuk bola teguh; dapat sedikit
digulung dengan permukaan mengkilat; serta
agak melekat.
Rasa licin sekali; membentuk bola teguh; dapat
sedikit digulung dengan permukaan mengkilat;
serta agak melekat.
Rasa agak kasar; membentuk bola agak teguh
(lembab); membentuk gulungan tapi mudah
hancur; serta agak melekat.
Rasa kasar agak jelas; membentuk bola agak
teguh (lembab); membentuk gulungan tetapi
mudah hancur; serta melekat.
Rasa licin jelas; membentuk bola teguh;
gulungan Mengkilat; melekat.
Rasa licin agak kasar; membentuk bola dalam
keadaan kering sukar dipilin; mudah digulung;
serta melekat.
Rasa agak licin; membentuk bola dalam keadaan
kering sukar dipilin; mudah digulung; serta
melekat.
Rasa berat; membentuk bola sempurna; bila
kering sangat keras; basah sangat melekat.

17

Gambar 2. Segitiga tekstur tanah


2.3.3. Bahan kasar
Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap
lapisan tanah, dibedakan menjadi:
sedikit : < 15 %
sedang : 15 - 35 %
banyak : 35 - 60 %
sangat banyak : > 60 %
Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:
sangat dangkal : < 20 cm
dangkal : 20 - 50 cm
sedang : 50 - 75 cm
dalam : > 75 cm
Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:
tipis : < 60 cm

18

sedang : 60 - 100 cm
agak tebal : 100 - 200 cm
tebal : 200 - 400 cm
Sangat tebal : > 400 cm
2.3.6. Alkalinitas
Menggunakan nilai persentase natrium dapat ditukar (exchangeable
sodium percentage atau ESP) yaitu dengan perhitungan:

Nilai ESP 15% sebanding dgn nilai sodium adsorption ratio atau SAR 13:

2.3.7. Bahaya erosi


Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu
dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion),
erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk
memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah
dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun,
dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon
A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung
bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam
Tabel 5.

19

Tabel 5. Tingkat bahaya erosi


Tingkat bahaya erosi

Jumlah tanah permukaan yang


hilang (cm/tahun)
< 0.15
0.15 0.9
0.9 1.8
1.8 4.8
> 4.8

Sangat ringan (sr)


Ringan (r)
Sedang (s)
Berat (b)
Sangat berat (sb)

2.3.8. Bahaya banjir/genangan


Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y.
(dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)
disajikan dalam Tabel 6
2.3.8. Bahaya banjir/genangan
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y.
(dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)
disajikan dalam Tabel 6
Tabel 6. Kelas bahaya banjir
Simbol

Kelas bahaya banjir

F0
F1

Tidak ada
Ringan

F2

Sedang

F3

Agak berat

F4

Berat

Kedalaman banjir (x)


(cm)
dapat diabaikan
<25
25-50
50-150
<25
25-50
50-150
>150
<25
25-50
50-150
<25
25-50
50-150
>150
>150
>150

Lama banjir (y)


(bulan/tahun)
Dapat diabaikan
<1
<1
<1
1-3
1-3
1-3
<1
3-6
3-6
3-6
>6
>6
>6
1-3
3-6
>6

20

2.3.9. Kemasaman tanah


Ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalaman 0-20 cm dan 20-50 cm
(Tabel 7).
Tabel 7. Kelas kemasaman (pH) tanah
Kelas
Sangat masam
Masam
Agak masam
Netral
Agal alkalis
Alkalis

pH tanah
< 4.5
4.5 5.5
5.6 6.5
6.6 7.5
7.6 8.5
> 8.5

21

DAFTAR PUSTAKA
A. Van Wambeke and T.R. Forbes. 1986. Guidelines for Using Soil Taxonomy in
The Names of Soil Map Units. Soil Conservation Service, USDA. SMSS
Technical Monograph No. 10.
Braak, C. 1928. The Climate of The Netherlands Indies. Proc. Royal Mogn.
Meteor. Observ. Batavia, nr. 14. pp. 192.
Bunting, E.S. 1981. Assessments of the effecs on yield of variations in climate
and soil characteristics for twenty crops species. AGOF/INS/78/006,
Technical Note No 12. Centre for Soil research, Bogor, Indonesia
CSR/FAO Staffs. 1983. Reconnaissance Land Resource Survey 1 : 250.000
Scale. Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4. Version 1.
Centre for Soil Research, Bogor, Indonesia.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis
untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-947425-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil
Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.
Puslittanak. 1997. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala
1:250.000). Puslittanak, Bogor, Indonesia.
Ritung, S., A. Hidayat, dan Suratman. 2002. Penyusunan Pewilayahan Komoditas
dan Ketersediaan Lahan. Laporan Akhir No. 06/Puslitbangtanak/2002.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor,
Indonesia.
Ritung, S., dan A. Hidayat. 2003. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk
Pengembangan Pertanian di Propinsi Sumatera Barat, hal. 263-282.
Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam, Bandar
Lampung 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Rossiter, D. G., and A. R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation
System. ALES Version 4.5. User Manual. Cornell University, Departement
of Soil Crop & Atmospheric Sciences. SCAS. Teaching Series No. 193-2.
Revision 4. Ithaca, NY, USA.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. Ninth Edition. United States
Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Services.
Soil Survey Staff. 1992. Key to Soil Taxonomy, Sixth Edition, 1994.
Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Bahasa Indonesia,
1998. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, Indonesia.
Sys, C. 1985. Land Evaluation. State University of Ghent, Belgium.
Sys, C., E. Van Ranst, J. Debaveye, and F. Beernaert. 1993. Land Evaluation.
Crop Requirements Part III. Agricultural Publication No. 7. General
Administration for Development Corp. 1050 Brussels-Belgium.

22

Wambeke Van A., P. Hasting, and M. Tolomeo. 1986. Newhall Simulation Model.
Computer Program. Departement of Agronomy. Bradfield Hall. Cornell
University. Ithaca NY 14851

Anda mungkin juga menyukai