Anda di halaman 1dari 5

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH

TANGGA MASYARAKAT DESA DI KECAMATAN


PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR

Salah satu aspek kemiskinan yang perlu

dilihat adalah distribusi

pendapatan, karena distribusi pendapatan merupakan ukuran kemiskinan relative.


Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara
kelompok

masyarakat

berpendapatan

tinggi

dan

kelompok

masyarakat

berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah
garis

kemiskinan

(poverty

line)

m e r u p a k a n m asalah yang umumnya

dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah (Tambunan,


2001).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Dengan
pengambilan sampel dilakukan

secara acak

bertingkat. Untuk menilai

ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat kecamatan Peukan Bada, indicator


yang digunakan adalah Indek Gini

( gini Ratio) dan kriteria

Bank

Dunia

(Makmur, Safrida, dan Jayanthi, 2011:2).


Berdasarkan kriteria bank dunia ketimpangan distribusi pendapatan diukur
dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok
yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan dengan total pendapatan
penduduk. Kriteria tersebut membagi pendapatan (income) suatu masyarakat
diurutkan dari paling rendah ke paling tinggi, yang dibagi dalam 3 katagori
yaitu: Pertama, Jumlah proporsi yang diterima oleh 40% penduduk lapisan
rendah.Kedua, Jumlah proporsi yang yang diterima 40% penduduk lapisan
sedang. Dan ketiga, Jumlah proporsi yang diterima 20% penduduk lapisan tinggi
(Makmur,et.al, 2011:3).
Katagori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai
berikut : Pertama,

Jika proporsi jumlah pendapatan dari masyarakat yang

masuk katagori 40 % terhadap pendapatan penduduk kurang dari 12 % maka


ditribusi pendapatan dikatagorikan sebagai memiliki ketimpangan pendapatan
tinggi. Kedua, Jika proporsi pendapatan penduduk yang masuk katagori 40 %

terendah terhadap pendapatan seluruh masyarakat anatara 12 17 %, maka


distribusi pendapatan dikatagorikan sebagai memiliki ketimpangan seng. Dan
ketiga, Jika proporsi pendapatan penduduk yang masuk katagori 40 % terendah
terhadap pendapatan seluruh masyarakat lebih besar dari 17 % maka distribusi
pendapatan digolongkan rendah (Makmur,et.al, 2011:3).
Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan digunakan Koefisien
Gini.

Adapun

kriteria klasifikasi penggunaan koefisien Gini (Gini Ratio)

menurut H.T. Oshima dalam Suseno (1990:120) adalah pertama, bila koefisien
Gini lebih kecil dari 0,30 maka termasuk distribusi ketimpangan rendah
(ringan), kedua, bila koefisien Gini berkisar antara 0,31- 0,40 maka termasuk
kondisi

ketimpangan sedang. Dan ketiga, bila koefisien Gini lebih besar dari

0,40 maka termasuk kondisi ketimpangan tinggi (Makmur,et.al, 2011:5).


Kesimpulan penelitian adalah dari hasil analisis menggunakan koefisien
Gini (Gini Ratio) disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan
Peukan Bada adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai
petani dan buruh

dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai

pedagang dan pns. Apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh indeks
gini sebesar 0,386, ini artinya pada Kabupaten Peukan Bada mempunyai nilai
ketimpangan distribusi pendapatannya sedang.
Hasil penelitian menggunakan kriteria Bank

Dunia, secara keseluruhan

Kecamatan Peukan Bada memperlihatkan bahwa pendapatan masyarakat memiliki


ketimpangan sedang, hal ini menunjukkan bahwa 40% penduduk

pendapatan

rendah menerima 11,4% pendapatan per tahun, itu artinya ketimpangan di


Kecamatan Peukan Bada masih kurang merata atau ketimpangannya sedang.
Dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah dan
20% penduduk dengan pendapatan tinggi.

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN


KEMISKINAN DI INDONESIA

Keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari indikator


pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat
utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan di berbagai negara. Namun,
pertumbuhan ekonomi yang dicapai ternyata juga diiringi dengan munculnya
permasalahan meningkatnya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis
kemiskinan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Jonaidi, 2012:141)
Metode Penelitian ini adalah analisis ekonometrika menggunakan Model
Persamaan Simultan (simultaneous Equations Models) yaitu metode

kuadrat

terkecil dua tahap (Two Stage Least Square/2SLS) dengan Kuadrat Terkecil
Tidak Langsung (Indirect Least Square-ILS) (Jonaidi, 2012:145)
Hasil estimasi penelitian menunjukkan tingkat pengangguran berkorelasi
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya, semakin meningkat
tingkat pengangguran, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin menurun.
Koefisien pengangguran sebesar negatif 0,129841, yang berarti setiap kenaikan
pengangguran sebesar 1 persen akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar
0,13 persen dengan probabilitas 0,050 (Jonaidi, 2012:151)
Tingkat pengangguran yang relatif tinggi memberi dampak terhadap
melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan jumlah
kapital terbatas dan teknologinya rendah di mana justru jumlah penduduknya
yang berlimpah. Meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah
angkatan kerja di negara-negara berkembang. Pengangguran menyebabkan
masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya
(Jonaidi, 2012:152)
Hasil penelitian didapatkan juga bahwa tingkat kemiskinan berkorelasi
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya, semakin menurun
tingkat

kemiskinan,

maka pertumbuhan ekonomi semakin meningkat di

Indonesia. Nilai koefisien kemiskinan adalah sebesar -0,0848 yang berarti


penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 1 pesen akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi sebesar 0,08 persen (Jonaidi, 2012:154).


Salah satu penyebab belum signifikannya laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia selama kurun waktu penelitian adalah masih banyaknya penduduk
Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, terutama di daerah perdesaan.
Lebih dari 60 persen penduduk miskin tinggal di desa-desa yang bekerja di sektor
pertanian yang menyerap lebih dari 40 persen tenaga kerja. Mereka tinggal di
kantong-kantong kemiskinan yang minim terhadap akses permodalan, teknologi,
pendidikan yang rendah (Jonaidi, 2012:155).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Todaro (2004), bahwa faktor
kemiskinan dapat berpengaruh terhadap pencapaian laju pertumbuhan ekonomi.
Menurut Todaro kemiskinan yang meluas menciptakan kondisi yang membuat
kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak
mampu membiayai pendidikan anaknya, ketiadaan peluang investasi fisik dan
moneter, yang menyebabkan pertumbuhan per kapita lebih kecil.
Kesimpulan dari penelitian adalah terdapat hubungan dua arah yang kuat
antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan, terutama
di daerah perdesaan. Sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penurunan tingkat pengangguran terutama di
sektor pertanian daerah perdesaan yang mayoritas penduduk bertempat tinggal,
mengakibatkan pendapatan nasional menjadi meningkat karena terjadinya
peningkatan kinerja perekonomian. Sehingga, penurunan tingkat
dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

pengangguran

DAFTAR PUSTAKA
Jonaidi, A. (2012). Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia.
Jurnal Kajian Ekonomi,1 (April), 140164
Makmur, T., Safrida, & Jayanthi, K. (2011). Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Rumah Tangga Masyarakat Desa Di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten
Aceh Besar. Jurnal Agrisep, 12(1), 110.

Anda mungkin juga menyukai