Anda di halaman 1dari 6

Kewajiban Pemerintah dan Rakyat

POSTED ON NOVEMBER 25, 2014 BY ADMIN

Khutbah Pertama:

: .





















Maasyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala, sesembahan yang
Mahaperkasa yang menguasai alam semesta. Saya bersaksi bahwasanya
tidak ada yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali
Allah Subhanahu wa Taala semata dan saya bersaksi bahwa Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada sayyidul-anbiyai wal
mursalin, nabi kita Muhammad dan keluarganya, para sahabatnya, serta
seluruh kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taala dan
senantiasa mengingat bahwa AllahSubhanahu wa Taala telah
mensyariatkan kepada hamba-hamba-Nya agama yang mulia dan
sempurna. Telah datang di hadapan kita syariat Allah Subhanahu wa
Taala yang berisi aturan yang sempurna dan mengajak kepada
kemuliaan. Oleh karena itu, barang siapa yang menginginkan aturan yang
sempurna namun tidak mau mengikuti syariat Allah Subhanahu wa Taala,
tidaklah yang dia dapat selain aturan yang penuh kekurangan. Barang
siapa menginginkan kemuliaan namun berpaling dari syariat
Allah Subhanahu wa Taala, tidaklah yang dia dapat selain kehinaan.
Hadirin rahimakumullah,
Di antara syariat yang Allah Subhanahu wa Taala turunkan melalui RasulNya shallallahu alaihi wa sallam yang mulia tersebut adalah petunjuk
yang mengatur kewajiban rakyat terhadap penguasanya dan kewajiban
penguasa terhadap rakyatnya.
Adapun kewajiban rakyat terhadap penguasanya, di antaranya adalah
mendengar dan menaatinya. Artinya, wajib bagi masyarakat untuk
menjalankan apa yang diperintahkan atau meninggalkan apa yang
dilarang oleh penguasa muslim selama tidak bermaksiat terhadap

Allah Subhanahu wa Taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.


Sehingga, apa saja yang diwajibkan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun daerah dari berbagai aturan yang mengatur kehidupan
bermasyarakat, harus didengar dan ditaati selama tidak bermaksiat
kepada AllahSubhanahu wa Taala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa
sallam. Adapun jika aturan tersebut melanggar syariat Allah Subhanahu
wa Taala, maka tidak ada kewajiban untuk menaatinya. Nabi shallallahu
alaihi wa sallambersabda,














Wajib bagi seorang muslim untuk mendengar dan menaati (penguasa),
baik dalam perkara yang disukai maupun dibenci kecuali jika diperintah
untuk berbuat maksiat. Apabila diperintah untuk berbuat maksiat, maka
tidak ada kewajiban untuk mendengar dan taat. (Muttafaqun alaih).
Hadirin rahimakumullah,
Perlu diketahui bahwa ketaatan kepada penguasa ini meliputi ketaatan
pada peraturan-peraturan yang mengatur kemaslahatan masyarakat baik
yang berkaitan dengan perizinan, peraturan lalu lintas, maupun
kependudukan, dan sebagainya, selama tidak bertentangan dengan
syariat Allah Subhanahu wa Taala.
Hadirin rahimakumullah,
Termasuk kewajiban masyarakat terhadap penguasa adalah memberikan
nasihat kepada penguasa. Yang dimaukan dari nasihat ini adalah demi
semakin baiknya keadaan suatu negeri dan bukan untuk menjatuhkan
wibawa atau menyebarkan kejelekannya sehingga tersiar dan diketahui
oleh semua orang. Jika yang dilakukan justru menjatuhkan dan
menyebarkan kejelekan-kejelekannya, maka hal itu bukanlah nasihat.
Bahkan itu adalah cercaan yang akan menyulut kebencian rakyat kepada
pemerintah dalam seluruh kebijakan dan upaya yang dilakukannya,
meskipun hal tersebut (kebijakan atau upaya pemerintah itu) adalah
sesuatu yang baik dan benar. Masyarakat tidak lagi percaya, mendengar,
dan taat kepada penguasanya yang pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya kekacauan, pertikaian, bahkan pertumpahan darah di tengahtengah masyarakat.
Jamaah Jumat rahimakumullah,

Tidaklah dimungkiri bahwa penguasa sebagaimana manusia lainnya tentu


tidak akan terlepas dari kesalahan. Begitu pula telah dimaklumi bahwa
kesalahan tidaklah boleh didiamkan. Namun, yang mesti dilakukan bagi
orang yang ingin memberi nasihat, lebih-lebih kepada penguasa adalah
agar melakukannya dengan hikmah. Dia menasihatinya tidak di hadapan
khalayak, sebagaimana yang diatur dalam petunjuk Nabi shallallahu
alaihi wa sallam,





Barangsiapa hendak menasihati penguasa dalam suatu perkara,
janganlah dia melakukannya di depan khalayak. Akan tetapi, lakukanlah
bersendirian dengannya. Jika (nasihat tersebut) diterima, itulah yang
diinginkan. Jika tidak, dia telah menjalankan kewajiban terhadapnya. (HR.
Ahmad danyang lainnya. Dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani
dengan berbagai jalannya)
Kaum muslimin rahimakumullah,
Menasihati penguasa dengan menyebutkan kekurangan dan aib mereka di
depan khalayak dan memprovokasi masyarakat untuk turun ke jalan-jalan
dengan membawa spanduk yang bertuliskan hujatan-hujatan kepada
penguasa bukanlah cara yang hikmah dan tidak sesuai dengan petunjuk
Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Jangan sampai kaum muslimin
terpancing oleh orang-orang yang menggunakan cara yang tidak hikmah,
yaitu tidak menggunakan aturan yang telah disyariatkan Allah Subhanahu
wa Taala serta tidak melihat dampak/akibat dari perbuatannya.
Cara seperti itu tidak akan memperbaiki, bahkan terkadang perbuatan
tersebut disusupi oleh orang-orang yang memang punya maksud jahat
dan tidak menginginkan kebaikan untuk negeri ini sama sekali. Sekali lagi,
kaum muslimin harus berhati-hati untuk tidak ikut dan terprovokasi
mengikuti cara-cara yang tidak hikmah tersebut.
Hadirin rahimakumullah,
Adapun kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, semestinya orang yang
dikaruniai kekuasaan memahami bahwa dirinya sedang memikul tugas
dan amanat yang besar. Seorang penguasa haruslah meluruskan niatnya
dalam mengemban tugasnya. Yaitu, agar semua kebijakan dan aturan
yang dibuat adalah demi menegakkan agama Allah Subhanahu wa

Taala di muka bumi serta untuk menegakkan keadilan dan


menghilangkan kezaliman sekuat kemampuannya.
Wajib bagi penguasa untuk berbuat adil dalam menghukumi rakyatnya.
Tidak membeda-bedakan rakyatnya dengan melebihkan atau membela
yang berbuat salah, dan yang semisalnya.
Begitu pula wajib bagi penguasa untuk tidak menyakiti rakyatnya, baik
yang berkaitan dengan darah, harta, maupun kehormatan mereka.
Tidak boleh pula memanfaatkan kekuasaan untuk meluluskan dan
menuruti semua keinginan hawa nafsunya. Bahkan seorang penguasa
harus mengingat bahwa kekuasaan yang sedang diembannya bisa saja
seketika akan hilang darinya.
Apabila dia semena-mena terhadap rakyatnya, maka sangat mungkin dia
pun akan dihinakan oleh masyarakat disaat dirinya tidak lagi berkuasa.
Lebih dari itu, seorang penguasa harus memahami bahwa akan datang
saatnya hari di saat dirinya akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



Tidaklah seorang hamba, yang Allah Subhanahu wa Taala berikan
padanya kekuasaan untuk memimpin rakyat dan meninggal dunia dalam
keadaan meninggalnya berbuat curang terhadap rakyatnya, melainkan
AllahSubhanahu wa Taala haramkan baginya jannah/ surga. (HR. alBukhari dan Muslim).
Sudah semestinya bagi masyarakat dan penguasa untuk menunaikan
kewajibannya sehingga akan terwujud keadaan yang aman, damai, serta
jauh dari kerusuhan dan pertikaian.




















.



Khutbah Kedua:

















:






.





Maasyiral muslimin rahimakumullah,


Telah kita ketahui sebagian kewajiban masyarakat kepada penguasanya
dan sebaliknya. Apa yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yang
menganggap tidak wajibnya taat kepada penguasa dan boleh keluar dari
kewajiban mendengar dan taat, bahkan menganggap bolehnya
memberontak kepada penguasa muslim yang sah, adalah kekeliruan
besar. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,







Barangsiapa menaatiku maka dia telah menaati Allah Subhanahu wa
Taala, barang siapa yang bermaksiat kepadaku maka dia telah
bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Taala, barangsiapa menaati
penguasaku maka dia telah menaati aku, dan barang siapa yang
bermaksiat terhadap penguasaku, maka dia telah bermaksiat kepadaku.
(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Jamaah Jumat rahimakumullah,
Di antara hal yang juga perlu diketahui, termasuk amal saleh yang
dianjurkan untuk dilakukan oleh rakyat terhadap penguasanya adalah
mendoakan kebaikan untuk mereka. Yaitu memohon kepada
Allah Subhanahu wa Taala agar memberikan hidayah dan menunjuki
mereka kepada jalan yang diridhai-Nya serta istiqamah di atasnya.
Dengan mendoakan kebaikan untuk pemerintah, mudah-mudahan
Allah Subhanahu wa Taala mengaruniakan kepada kaum muslimin sebaikbaik pemimpin sebagaimana disebutkan dalam hadits,







Sebaik-baik penguasa kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan
merekapun mencintai kalian, begitu pula yang mereka mendoakan
(kebaikan) untuk kalian dan kalian mendoakan (kebaikan). Sejelek-jelek
penguasa kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka
membenci kalian serta kalian mencaci-maki mereka dan mereka pun
mencaci-maki kalian. (HR. Muslim).
Sebuah kesalahan yang nyata apa yang dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin yang justru menjadikan kesibukannya untuk menjelek-jelekkan
penguasa dan mencaci maki mereka. Sebaliknya, keberuntungan yang
besar bagi seorang muslim yang bersabar dengan kejelekan penguasanya

dengan menahan lisannya dari mencaci maki mereka. Bahkan dengan


kelapangan dadanya, dia justru mendoakan kebaikan untuk penguasanya.
Diharapkan dengan sikap itu, dia pun akan mendapatkan kebaikan yang
setimpal. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
:




Tidaklah seorang hamba muslim yang mendoakan (kebaikan) untuk
saudaranya dengan tanpa sepengetahuannya kecuali malaikat akan
mengatakan, Amin, dan untukmu seperti (yang engkau doakan untuk
saudaramu). (HR. Muslim).
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Taala untuk memperbaiki diridiri kita dan seluruh kaum muslimin.


] [56:















(( .



)) :










































.








Oleh : al Ustadz Saifudin Zuhri, Lc

Anda mungkin juga menyukai