Anda di halaman 1dari 9

Islam Mengajarkan Memenajemen Kemarahan

Khutbah Pertama:


rahimakumullah, muslimin Kaum
sifat menciptakan Dia adalah Tabaraka wa Taala Allah hikmah antara Di
seorang kepada berikan Allah marah Sifat hamba-Nya. para untuk marah
yang bahaya dari dirinya melindungi bisa tersebut hamba agar hamba
dari ekspresi sebagai marah menafsirkan Seseorang menimpanya. akan
tidaklah marah Islam, dalam Di emosi. meluapnya dan darah mendidihnya
larangan adanya menjelaskan Islam Namun, seutuhnya. dicela mutlak menjadi tidak agar me-manage-nya bentuk seabgai marah larangan
tercela. yang kemarahan
yang shallallahu alaihi wa sallam Rasulullah dari hadits antara Di
ada ketika adalah Islam dalam marah menajemen adanya menunjukkan
shallallahu Rasulullah kepada datang seseorang
alaihi
wa
beliau. kepada nasihat meminta sallam




:

[ ]


Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, bahwa seorang laki-laki berkata
kepada Nabi, Berilah aku wasiat. Maka beliau shallallahu alaihi
wasallam bersabda, Janganlah engkau marah. Beliau mengulang
sabdanya beberapa kali, beliau tetap bersabda, Janganlah engkau
marah. (HR. al-Bukhari).
Para ulama menerangkan nasihat Rasulullah ini tidak menunjukkan marah
itu mutlak dilarang. Beliau menasihati sahabat tersebut karena sahabat
tersebut kurang pandai memanajemen kemarahannya sehingga beliau
menekankan nasihatnya agar ia jangan marah.
Bukti bahwasanya marah tidak secara mutlak dilarang adalah Rasulullah
sendiri pernah marah. Namun kemarahan beliau bukanlah karena hawa
nafsu. Kemarahan beliau adalah marah karena Allah. Oleh karena itu, para
ulama membagi marah menjadi dua jenis: (1) marah yang terpuji dan (2)
marah yang tercela.
Marah yang tercela adalah seseorang ketika meluapkan emosi
kemarahannya bukan karena Allah. Bukan karena agama Islam. Dan tidak
terdapat hikmah perbaikan dari kemarahannya tersebut. Ia marah hanya
karena kepentingannya terhalangi dan tidak terwujud. Ia marah hanya
karena tendensi-tendensi duniawi. Dan ia marah hanya karena
kelompoknya diremehkan atau direndahkan. Marah yang demikian adalah
marah yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Taala.
Aisyah radhiallahu anha mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa
sallam tidak pernah marah karena atau untuk dirinya. Namun apabila
larangan-larangan Allah dilanggar, barulah beliau marah.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Mengapa marah karena dunia itu tercela? Karena marah yang demikian
akan merugikan dirinya sendiri. Rasulullahshallallahu alaihi wa
sallam bersabda,

Barangsiapa yang meninggalkan amarahnya, niscaya Allah akan tutup


aurat (kesalahan)-nya.
Bahkan bagi orang yang mampu me-manage amarahnya dengan baik,
Allah janjikan pahala yang besar di akhirat kelak. Sebagaimana sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

















Siapa yang menahan rasa kesal/marahnya, padahal dia mampu
melampiaskannya, kelak Allah akan memanggilnya di hadapan sekalian
manusia pada Hari Kiamat, agar ia bebas memilih bidadari mana yang ia
suka! (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Mengapa balasan orang yang menahan amarahnya begitu besar? Karena
seorang yang mampu menahan amarah, maka ia telah berhasil
menghindarkan dirinya dari berbagai kerugian dan kerusakan. Dalam
marah seseorang tidak mampu mengontrol ucapannya sehingga sering
mengeluarkan kata-kata yang tidak layak diucapkan. Marah bisa
mengakibatkan turunnya wibawa seseorang karena logikanya hilang
kendali. Oleh karena itu Rasulullah katakana,









Barangsiapa yang meninggalkan amarahnya, niscaya Allah akan tutup
aurat (kesalahan)-nya.
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya,

Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu


melakukannya, niscaya Allah azza wa jalla akan memenuhi hatinya
dengan rasa aman pada hari kiamat. (HR. Ibnu Asakir).
Dengan demikian kaum muslimin,
Penting bagi kita untuk me-manage kemarahan kita. Jangan sampai
amarah kita menjadikan kita teramsuk orang-orang yang merugi di dunia
dan di hari kiamat kelak. Ada seseorang yang marah, hingga ia mencerai
istrinya. Ada seseorang yang marah hingga ia merusak apa yang ada di
sekitarnya. Bahkan ada seseorang yang marah wal iyadzubillah- hingga
ia menghilangkan nyawa orang lain. Yang demikian tentu saja membuat
orang tersebut rugi di duni dan akhirat.
Oleh karena itu, agama kita yang mulia ini, melarang kita untuk marah.
Ketika kemarahan tersebut hanya semata-mata karena urusan dunia.
Ibadallah,
Kemudian yang kedua adalah marah karena Allah. Marah karena Allah
akan mendatangkan kebaikan ketika kemarahan tersebut juga sesuai
dengan syariat Allah. Apa itu marah karena Allah? Yaitu seseorang marah
ketika larangan-larangan Allah dilanggar. Seseorang marah karena
batasan-batasan yang telah Allah tetapkan dilewati begitu saja. Yang
seperti ini adalah kemarahan yang baik. Inilah bentuk kemarahan yang
pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Suatu hari, para sahabat yang baru memeluk Islam meminta pohon
keramat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini
sebagaimana diceritakan oleh Abu Waqid al-Laitsi radhiallahu anhu:
Orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon yang mereka beritikaf di
sisinya dan mereka jadikan sebagai tempat untuk menggantungkan
senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut dengan Dzatu Anwath. Tatkala
kami melewati pohon itu kami berkata, Wahai Rasulullah! Buatkanlah
untuk kami Dzatu Anwath ( tempat menggantungkan senjata)
sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam marah lalu menjawab, Allahu akbar! Inilah kebiasaan
itu! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telag
mengatakan sesuatu sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada
Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki
sesembahan-sesembahan. Musa berkata: Sesungguhnya kalian adalah
kaum yang bertindak bodoh. (QS. al-Araf: 138). Kalian benar-benar akan

mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian. ( HR.


Tirmidzi).
Kaum muslimin rahimani warahimakumullah,
Di sisi lain, ada seseorang yang marah dengan niat karena Allah. Namun
cara ia mengungkapkan kemarahan tersebut mengundang kemurkaan
dari Allah. Sebagaimana sebuah kisah yang pernah diceritakan oleh
Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu alaih wa sallambersabda, Ada dua orang laki-laki
dari kalangan Bani Israil yang saling bersaudara. Yang satu rajin ibadah
dan lainnya berbuat dosa. Lelaki yang rajin beribadah selalu berkata
kepada saudaranya, Hentikan perbuatan dosamu!
Di hari yang lain, ia melihat saudaranya berbuat dosa dan ia berkata lagi,
Hentikan perbuatan dosamu! ( Lelaki yang berbuat dosa berkata),
Biarkan antara aku dan Tuhanku. Apakah kamu diutus untuk
mengawasiku?. Ia ( lelaki yang rajin beribadah) dengan marah
mengatakan, Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu! atau Dia
tidak akan memasukanmu ke surga!
Kemudian Allah mengutus malaikat kepada keduanya untuk mengambil
ruh keduanya hingga berkumpul di sisi-Nya. Allah berkata kepada orang
yang berdosa itu, Masuklah kamu ke surga berkat rahmat-Ku.
Lalu Allah bertanya kepada lelaki yang rajin beribadah, Apakah kamu
mampu menghalangi antara hamba-Ku dan rahmat-Ku? Dia menjawab,
Tidak, wahai Tuhanku. Allah berfirman untuk yang rajin beribadah
(kepada para malaikat): Bawalah dia masuk ke dalam neraka.
Abu Hurairah semoga Allah meridhainya berkomentar, Demi Dzat yang
jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh ia berkata dengan satu kalimat yang
membinasakan dunia dan akhiratnya. (HR. Abu Dawud).
Kaum muslimin, saudaraku seiman,
Perhatikanlah! Orang shaleh yang diceritakan oleh Nabi shallallahu alaihi
wa salla marah karena Allah. Ia marah karena larangan Allah dilanggar.
Namun cara marahnya mendatangkan kemurkaan dari Allah Subhanahu
wa Taala.

yang apa namun Allah, karena marah yang orang sedikit Tidak !Ingatlah
Mereka agama. dari lari orang-orang membuat malah lakukan mereka
lagi. jauh lebih manusia menyesatkan setan membantu
me mampu yang seseorang kita menjadikan Allah Mudah-mudahan,yang orang kita menjadikan juga Dan baik. dengan kemarahan manage
Allah. oleh diridhai yang cara dengan Allah karena marah








.


Khutbah Kedua:

rahimakumullah, muslimin Kaum


terpuji yang ;dua terbagi itu kemarahan bahwa mengetahui kita Setelah
Allah dari kemurkaan mendatangkan bisa terpuji yang Marah tercela. dan
bagaimana muslimin-, kaum Lalu Allah. syariat melanggar caranya ketika

kiranya dengan kemarahan yang memang sudah tercela sedari awal,


tentu yang demikian lebih mungkin untuk mendatangkan kemurkaan dari
Allah Taala.
Kemarahan karena dunia, karena kita diejek dan direndahkan, tidaklah
bermanfaat bagi kita. Seseorang tidak akan hina ketika dia dihina
manusia. Namun seseorang akan hina ketika Allah lah yang
menghinakannya. Jangan terlalu kita tanggapi celaan dan hinaan manusia
tersebut. Jangan kita ladeni seihngga kita melakukan kemarahan yang
tercela. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,










Bukanlah orang kuat ( yang sebenarnya) dengan ( selalu mengalahkan
lawannya dalam) pergulatan ( perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat
(yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika
marah. (Bukhari dan Muslim).
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menahan amarah sehingga
kita menjadi orang-orang yang dipenuhi keridhaan Allah kelak di hari
kiamat.


[56: ]














Anda mungkin juga menyukai