BAB I
PENDAHULUAN
Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun
2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan
pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per
kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa
pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh
di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan
Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun
2030? Dan apa mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau
itu hanyalah mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah
kemiskinan masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat
Indonesia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan
alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam
(SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam.
Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten
dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga
mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya,
para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan
pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
B. Perumusan Masalah
D. Manfaat
A. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
E. Ruang Lingkup
BAB II
METODE PENULISAN
A. Objek Penulisan
Objek penulisan dalam tugas terstruktur individu ini adalah pengertian dan
permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya
penyelesaian yang telah dilakukan oleh pemerintah.
D. Metode Analisis
ANALISIS PERMASALAHAN
A. Pembahasan
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti
Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung
tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada
masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang
sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan
daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang
rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema
mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
1. Definisi
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada
awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat
pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan,
pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif
terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan
dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
1. Indikator-indikator Kemiskinan
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan
dan keluarga).
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
1. Penyebab Kemiskinan
− Beban hutang
− Perang
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan.
Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat
harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan
dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret
2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi
Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari
Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung
dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25
Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan
kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-
orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan,
Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa
mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila
dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi,
maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang
dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong
fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling
miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di
atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan
kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam
kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak.
Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah,
melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah
tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin
kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini
masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan
akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
2. Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha
yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka
peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk
lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak
mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill,
mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya
Pustaka.
www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html
www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html
http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html