Disusun Oleh :
EDY TRI PRAYITNO
A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang
berhubungan dengan endokrin berkenaan dengan proses penuaan,kelenjar
prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra, sehingga hipertrofi prostat
sering menghalangi pengosongan kandung kemih (Tucker, 1998).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan
penyebab kedua yang sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60
tahun ( brunner suddart, 2001)
Hiperplasia prostat jinak (BPH) menurut adalah penyakit yang disebabkan
oleh penuaan. (Price&Wilson, 2005)
Brunner & Suddart yang dikutip dari bukunya Smeltzer dan Bare (2001) BPH
adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara
menutupi orifisium uretra.
Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999)
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra.
B. ETIOLOGI
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut.
kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem
parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis.
Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi
yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan
mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor
menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan
sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang
kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase
penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih.
Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin.
Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan
miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum
puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga
sering
berkontraksi
walaupun
belum
penuh
atau
dikatakan
sebagai
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005)
E. KOMPLIKASI
1. Aterosclerosis
2. Infark jantung
3. Impoten
4. Haemorogik post operasi
5. Fistula
6. Striktur
7. Incontensia urin
8. Syok
9. Peningkatan suhu tubuh
10. Nyeri saat berjalan
F. PATHWAY
Perubahan usia (usia
lanjut)
Ketidak seimbangan produksi estrogen dan
testosteron
Kadar Testoteron menurun
BPH
Pembedahan
RESIKO
Pendarahan
KEKURANGAN
IMMOBILITAS FISIK
RESIKO
kontinuitas
KERUSAKAN
RESIKO
NYERI INFEKSI
AKUT Terputusnya
jaringan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti
dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
a. Laboratorium
1) Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
2) Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan.
b. Pencitraan
1) Foto polos abdomen
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat berbicara dan bernafas
dengan bebas. Jika ada obstruksi maka lakukan :
- Chin lift / jaw trust
- Suction / hisap
- Guedel airway
- Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi
netral.
2. Breathing
Menilai pernafasan cukup, sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas. Jika pernafasan tidak memadai lakukan :
- Dekompensasi ronga pleura
- Nafas buatan
- Berikan oksigen jika ada
3. Sirculation
Menilai sirkulasi/ peredaran darah. Sementara itu, nilai ulang apakah
jalan nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai
lakukan :
- Hentikan peredaran darah eksternal
- Berikan infuse cairan
- Segera pasang 2 jalur infuse dengan jarum besar (14-16)
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
GCS. Adapun cara yang cukup jelasa dan cepat adalah
Awake
:A
Respon bicara
:V
Respon nyeri
:P
Tidak ada espon :U
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutuo tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika adakecurigan cedera leher atau tulang
belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan.
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
2.
3.
4.
5.
C. PERENCANAAN
DX I
: Resiko kekurangan volume cairan berhubungan denganpasca
obstruksi dengan diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang
terlalu distensi secara kronis.
Tujuan
NOC
: Fluid balance
Kriteria hasil
: Fluid Management
DX II
Tujuan
NOC 1
: Level Nyeri
Kriteria hasil
a.
b.
c.
d.
e.
Perubahan TTV
NOC 2
: Kontrol nyeri
Kriteri hasil
: Manajemen Nyeri
Tujuan
NOC
: Mobility Level
Kreteria hasil
a. Kesinambungan penampilan
b. Memposisikan tubuh
c. Gerakan otot
d. Gerakan Sendi
e. Ambulansi jalan
f. Ambulansi kursi roda
Keterangan Skala :
1 = Dibantu total
2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 = Memerlukan orang lain
4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat
5 = Mandiri
NIC
a. Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh
b. Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/ diraih
c. Konsultasikan dengan fisioterapa tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan
d. Monitor pasien dalam menggunakan alat bantu jalan yang lain
e. Intruksikan pasien/ pemberi peleyanan ambulansi tentang teknik
ambulansi
DX IV
Tujuan
NOC
Kriteria hasil
a. Sensasi normal
b. Elastisitas normal
c. Warna
d. Tekstur
e. Jaringan bebas lesi
f. Adanya pertumbuhan rambut di kuliut
g. Kulit utuh
Keterangan Skala :
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang - kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
NIC
: Skin Surveilance
Tujuan
NOC
: Deteksi infeksi
Kriteria hasil
1 = Selalu menunjukan
2 = Sering menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Jarang menunjukan
5 = Tidak pernah menunjukan
NIC
D. EVALUASI
DX
I
KRITERIA HASIL
NOC : Fluid Balance
1. Memepertahankan urine
output sesuai dengan usia
2. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas, turgor
KETERANGAN SKALA
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
kulit baik
4. Membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang
II
berlebihan
1. NOC 1 : Level Nyeri
2. Kaji frekuensi nyeri Lamanya
nyeri berlangsung
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
analgetik ( 4 )
4. Gunakan analgetik yang tepat
III
(4)
NOC : Mobility Level
1. Keseimbangan penempilan
Memposisikan tubuh
2. Gerakan Otot
3. Gerakan Sendi
4. Ambulansi Jalan
1 = Dibantu total
2 = Memerlukan bantuan orang
lain dan alat
3 = Memerlikan orng lain
4 = Dapat melakukan sensiri
dengan bantuan alat
IV
Daftar Pustaka
Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapis.
Potter, P. A., & Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Prose.c, dan Praktik. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R., & de Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth, Editor Suzane, C. S., Brenda, G. B.Edisi 8. Jakarta :
EGC.