Anda di halaman 1dari 3

Sindrom Gilbert

Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh Augustin Gilbert (1858-1927), seorang dokter dari
paris. Sindrom ini adalah bentuk hiperbilirubin indirek (bilirubin serum 1-5mg/dl) yang bukan
disebabkan oleh hemolitik, dengan pemeriksaan fungsi hati dan histologi hati normal. Bersifat
familial sebagai autosomal dominant, pasien adalah heterozigot pada gen mutan tunggal (single
mutan gene). Sindrom Gilbert disebabkan oleh penurunan 70-75% aktivitas glucoronidasi oleh
enzim uridine-diphophate-glucuronosyltransferase isoform 1A1(UGT1A1). Karena efeknya pada
pemecahan obat dan bilirubin bersifat genetik, Sindrom Gilbert sendiri bisa diklasifikasikan
sebagai kelainan metabolism minor bawaan.
Biasanya sindrom ini diketahui secara kebetulan ketika dilakukan pemeriksaan darah, misalnya
pada hepatitis virus. Prognosisnya baik, ikterusnya bertambah bila ada infeksi atau dalam kondisi
puasa dan disertai kondisi kelelahan, mual dan perasaan tidak enak di daerah hati. Gejala-gejala
ini biasanya ringan, tidak berbeda pada orang normal. Sering didiagnosis sebagai hepatitis virus.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
Kelainan metabolism bilirubin bersifat kompleks. Enzim yang berperan dalam konjugasi
bilirubin yaitu UDP glucuronyl transferase, jumlahnya berkurang. Kerusakan membran
penyerapan pada sel hati menyebabkan terjadinya gangguan penyerapan bilirubin oleh sel hati.
Empedu mengandung lebih banyak bilirubin monoglukuronida daripada diglukuronida. Diduga
ada kerusakan enzim yang mengubah monoglukuronida dan menjadi diglukuronida.
Umur eritrosit berkurang dan mungkin juga terjadi diseritropoiesis. Jumlah bilirubin yang berasal
dari pemecahan eritrosit tidak cukup untuk menimbulkan icterus. Kelainan lain berupa gangguan
ringan bersihan Bromsulphthalein (BSP) dan tolbutamide (obat-obat yang tidak menyebabkan
konjugasi).
Sel darah perifer terdapat kelainan yang mirip Porphyria, mungkin disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi bilirubin hepatoseluler. Kenaikan konsentrasi alkali fosfatase serum familia ada
hubungannya dengan sindrom gilbert. Defisiensi UDP Glucuronyl Transferase pada Sindrom
Gilbert merupakan predisposisi terjadinya toksisitas asetaminofen pada hati terutama bila Overdosis.
Tes diagnosis Sindrom Gilbert ialah dengan memberikan diet 400 kalori selama 24 jm, akan
terjadi kenaikan bilirubin serum. Pemberian fenobarbital 60mg tiga kali sehari akan menurunkan
bilirubin serum. Dengan pemeriksaan kromatografi lapisan tipis akan terlifat kenaikan gambaran
bilirubin indirek lebih dari tinggi daripada normal, hemolisis kronik atau hepatitis kronik. Pada
biopsi hati ditemukan konsentrasi enzim bilirubin konjugasi rendah.
Pasien Sindrom Gilbert mempunyai harapan hidup normal. Hiperbilirubin bisa berlangsung lama
dan tidak berhubungan dengan bertambah beratnya penyakit atau defisiensi faktor-faktor
koagulasi II dan IV,dan X. icterus dapat diikuti oleh infeksi yang disertai muntah-muntah dan
tidak nafsu makan.
Sindrom Crigler-Najjar
Sindrom ini merupakan penyakit yang jarang ditemukan, diperkirakan0,6-1.0 per satu juta
kelahiran. Bentuk icterus non hemolitik familial ini disertai dengan kadar bilirubin indirek serum

yang sangat tinggi. Terdapat defisiensi enzim konjugasi di dalam hati. Jumlah pigmen dalam
empedu sangat sedikit. Toleransi bilirubin terganggu tetapi tes BSP normal.
Tidak ditemukan ekspresi UGT1A1 (UDP GLucuronyl Transferase 1 family, polypeptide A1)
pada jaringan hati. Oleh karena itu tidak ada respons dengan pengobatan fenobarbital, dimana
obat ini menginduksi enzim ini. Kebanyakan pasien (tipe 1A) mempunyai mutasi pada salah satu
ekson (2-5), dan mempunyai kesulitan dalam konjugasi beberapa substrat tambahan (beberapa
obat dan xenobiotic). Presentasi kecil pasien (tipe B) mempunyai mutasi terbatas pada akson
bilirubin spesifik 1A, defek konjugasi ini lebih sering terbatas pada bilirubinnya sendiri.
Tipe I
Sindrom ini diturunkan secara autosomal resesif. Tidak terdapat enzim konjugasi bilirubin di
dalam hati. Di dalam empedu tidak terdapat bilirubin indirek. Bilirubin glukuronida tidak ada di
dalam serum. Kadar bilirubin serum total antara 20-45 mg/dl. Karena kadar bilirubin serum
stabil maka perlu jalan keluar lain untuk metabolisme bilirubin.
Biasanya terjadi kematian dengan kernicterus pada tahun pertama kehidupan. Tidak ada respons
terhadap pemberian fenobarbital. Diperlukan flebotomi dan plasmaferesis untuk menurunkan
bilirubin serum tetpai selalu berhasil. Fototerapi dapat menurunkan serm bilirubin kira-kira 50%
dan dapat dilakukan di rumah. Dapat timbul ensefalopati sewaktu-waktu pada dekade pertama
atau kedua sehingga perlu diperimbangkan transplantasi hati, hal ini ditujukan untuk
menormalkan kadar bilirubin serum.
Tipe II
Sindrom ini diturunkan secara autosomal dominan. Enzim konjugasibilirubin sangat berkurang
di hati, walaupun ada, tidak dapat dideteksi dengan metode biasa. Pasien sangat berespons
dengan fenobrabital dan biasanya dapat hidup sampai dewasa.
Tipe II ini tidak selalu ringan (Benigna). Foto terapi 10-12 jam perhari dan fenobarbital harus
diberikan untuk menjaga kadar bilirubin serum kurang dari 26 mg/dl..
Untuk membedakannya sindrom Crigler-Najjar tipe I dan II tidak mudah. Caranya ialah dengan
menghitung kadar bilirubin dalam serum setelah pemberian fenobarbital. Pada tipe II kadar
bilirubin turun, dnegan bilirubin indirek lebih rendah dan bilirubin direk lebih tinggi. Pada tipe I
kadar bilirubin serum tidak turun dan bilirubin indirek dalam empedu paling banyak.
Sindrom Dubin-Johnson
Sindrom ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1954 oleh Dubin dan Johnson dan oleh
Sprinz dan Nelson. Icterus pada sindrom ini bersifat kronik, benigna dan hilang timbul
(intermiten) dengan kenaikan kadar bilirubin di dalam urin. Tingkat bilirubin serum berkisar
antara 2-5 mg/dL tetapi dapat juga mencapai 25mg/dL. Secara makroskopik hati berwarna hitam
kehijauan (black liver jaundice). Secara mikroskopik terdapat pigmen coklat pada sel hati yang
tidak mengandung besi mapun empedu. Pigmen ini mungkin melanin. Diduga demikian karena
pigmen ditemukan juga pada hati domba yang menderita kelainan yang sama.

Tidak ditemukan gejala pruritus, kadar alkali fosfatase dan kadar asam empedu dalam serum
normal. Pada pemeriksaan kolangiografi intravena dan uji BSP ternyata zat kontras sulit
diekskresikam. Pada 40 menit kadar BSP kebanyakan turun ke normal. Kenaikan terlihat pada
menit ke-120,180, 240. BSP masih bisa dideteksi pada 48 jam kemudian. Carrier dengan gen
yang abnormal ini tidak dapat didiagnosis hanya dengan uji BSP intravena sederhana.
Pasien dengan Sindrom Dubin-Johnson mempunyai gangguan dalam sekresi empedu dan
peningkatan sekresi metabolit leukotriene dalam urin. ini bisa menjadi diagnosis noninvasive
pada kondisi in. penuruna aktivitasprotrombin, berkurangnya aktivitas protrombin diakibatkan
oleh penurunan jumlah pembekuan faktor VII yang diobservasi pada 60% pasien dan sebabnya
masih belum jelas.
Gejala icterus pada sindrom ini tampak jelas selama hamil atua minum obat kontrasepsi. Karena
keduanya mengurang fungsi ekskresi hati.
Sindrom Dubin-Johnson mungkin diturunkan sebagai suatu gen autosomal recessive. Banyak
ditemukan di timur tengah pada penduduk Iran Yahudi.
Sindrom Rotor
Sindrom rotor dinamakan berdasarkan penemunya yaitu seorang internis Philipina, Arturo
Belleza Rotor (1907-1988). Sindrom ini sama dengan bentuk hiperbilirubin konjugasi familial
kronik. Ia mirip dengan sindrom Dubin-Johnson karena adanya gambaran opasitas kandung
empedu pada pemeriksaan Cholecystography dan tidak ada kenaikan sekunder pada tes BSP.
Kelainan yang menyebabkan retensi BSP lebih disebabkan karena gangguan ekskresi. Jumlah
ekskresi Coproporphyrin naik seperti pada kolestasis. proporsi Coproporphyrin I di dalam urin
meliputi 65% dari jumlah seluruhnya. Secara mikroskopik terdapat kelainan pada mitokondria
dan peroksisom. Sindrom ini diturunkan secara autosomal. Gejala utamanya kuning yang tidak
gatal dan prognosisnya sangat baik.

Anda mungkin juga menyukai